BAB I PENDAHULUAN. dan layak. Masalah kemiskinan menjadi masalah yang cukup serius karena akan

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI SEKTOR PARIWISATA JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. meliputi sandang, pangan, maupun papan. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan

UPAYA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI SEKTOR PARIWISATA RINGKASAN SKRIPSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS BERBASIS WEB UNTUK PEMETAAN PARIWISATA KABUPATEN KEBUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Didasari keinginan yang kuat bagi terciptanya kemakmuran masyarakat luas, maka

Adapun program dan alokasi anggaran dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel IV.C.5.1 Program dan Realisasi Anggaran Urusan Kepariwisataan Tahun 2013

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sebuah Negara dibangun diatas dan dari desa, desa

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) RISET UNGGULAN DAERAH TAHUN 2018

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

IDENTIFIKASI CITRA PARIWISATA KABUPATEN KEBUMEN TUGAS AKHIR TKP 477

BAB I PENDAHULUAN. kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. terutama negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan terjadi tatkala

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33. dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. negara ataupun bagi daerah objek wisata tersebut. antara lain unsur budaya, transportasi, akomodasi, objek wisata tersebut

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. segenap potensi yang dimiliki daerah untuk membangun dan memajukan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pendapatan masyarakat. Muara dari semua upaya tersebut adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN PENELITIAN PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH Oleh: AHMAD YUNANI, SE, M.Si (NIDN )

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. (Pemekaran setelah Undang-Undang Otonomi Khusus) yang secara resmi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup minimum (Mudrajad Kuncoro, 1997). Kemiskinan identik dengan negara berkembang, contohnya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

ANALISIS NAIKNYA KEMISKINAN DI KABUPATEN PONOROGO DARI TAHUN TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

BAB IV GAMBARAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PERLUASAN KESEMPATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P E M E R I N T A H P R O V I N S I B A N T E N

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

BAB IV GAMBARAN UMUM

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah masalah kemiskinan. Kondisi kemiskinan ini terjadi karena rakyat tidak memiliki kemampuan memenuhi hidupnya secara standar dan layak. Masalah kemiskinan menjadi masalah yang cukup serius karena akan menimbulkan berbagai dampak di masyarakat terutama bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan. Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh kemiskinan adalah menyebabkan hilangnya (1) kesejahteraan bagi kalangan miskin (sandang, pangan, papan), (2) hak akan pendidikan, (3) hak atas kesehatan, (4) tersingkirnya dari pekerjaan yang layak secara kemanusiaan, (5) termarjinalkan dari hak atas perlindungan hukum, (6) hak atas rasa aman, (7) hak atas partisipasi terhadap pemerintahan dan keputusan publik, (8) hak atas spiritualitas, (9) hak untuk berinovasi, dan yang lebih penting (10) hak atas kebebasan hidup (Arip Muttaqien, 2006: 4). Kemiskinan adalah salah satu penyakit dalam perekonomian yang harus dicarikan solusi untuk mengentaskannya. Kemiskinan tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja karena merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakan secara terpadu (Nasir dkk, 2008:27). 1

Pentingnya persoalan kemiskinan untuk segera diatasi karena berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Hal ini dikarenakan kemiskinan merupakan salah satu faktor penghambat dalam terciptanya kesejahteraan sosial. Selain itu kemiskinan juga menyebabkan terjadinya kerusakan atau degradasi sumber daya alam yang apabila dibiarkan akan menyebabkan kelangkaan sumber daya alam. (Tukiran dkk, 2010: 75). Kemudian pentingnya masalah kemiskinan untuk segera diatasi adalah berkaitan dengan pemenuhan jaminan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Hal ini seperti yang diamanatkan oleh Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwasanya Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Salah satu bentuk keseriusan dan tanggungjawab negara dalam mengatasi masalah kemiskinan dalam rangka pemenuhan jaminan kesejahteraan sosial bagi masyarakat adalah dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Lebih lanjut mengenai pengertian kesejahteraan sosial diatur dalam Pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Sasaran utama yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial adalah setiap warga negara yang terkategori mengalami masalah kesejahteraan sosial. Ketentuan mengenai 2

kategori warga negara yang mengalami masalah kesejahteraan sosial ini diterangkan dalam penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf (a) yaitu mereka yang miskin, terpencil, rentan sosial ekonomi. Selanjutnya mengenai permasalahan kemiskinan dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Penjelasan mengenai penanganan fakir miskin terdapat dalam Pasal 1 angka 2 yang menyatakan bahwa Penanganan fakir miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara. Berkaca dari kutipan pasal di atas bahwasanya pemerintah daerah juga mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengatasi masalah kemiskinan. Peran pemerintah daerah tersebut dapat berupa pembentukan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitas yang bertujuan untuk mengatasi masalah kemiskinan di daerah. Sejak undang-undang tentang penanganan fakir miskin diundangkan pada tahun 2011, dalam setiap pemerintahan penanggulangan kemiskinan menjadi program pokok yang harus dilaksanakan. Berbagai program baik yang bersifat bantuan maupun pemberdayaan, telah banyak digulirkan di masyarakat. Namun secara umum belum diketahui bagaimana program-program kemiskinan tersebut berjalan dan bagimana manfaat yang dirasakan oleh penerima program (Tukiran dkk, 2010: 81). 3

Untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Melalui pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Tabel 1. Jumlah Kemiskinan di Indonesia Tahun 2014 sampai 2016 No. Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) 1. 2014 27727.78 10.96 2. 2015 28513.57 11.13 3. 2016 27764.32 10.7 Sumber: https://www.bps.go.id/linktabledinamis/view/id/1119. Diakses pada tanggal 16 Agustus 2017 Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa angka kemiskinan di Indonesia cenderung masih tinggi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 persentase angka kemiskinan di Indonesia sebesar 10,96%. Selanjutnya pada tahun 2015 persentase kemiskinannya justru mengalami peningkatan menjadi 11,13%. Akan tetapi pada tahun 2016 persentase angka kemiskinan di Indonesia kembali turun pada angka 10,7%. Melihat hal tersebut tentu cukup memprihatinkan dimana masih banyak penduduk Indonesia yang hidup dalam garis kemiskinan. Untuk itu harus segera dicarikan solusi yang tepat agar masalah kemiskinan segera dapat teratasi. Pulau Jawa sebagai pulau dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia sedikit banyak menyumbang angka kemiskinan di Indonesia. Mengenai kondisi 4

kemiskinan di provinsi yang terletak di Pulau Jawa dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Jumlah Kemiskinan di Pulau Jawa Tahun 2016 No. Provinsi Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa) Persentase Penduduk Miskin (%) 1. DKI Jakarta 385.84 3.75 2. Jawa Barat 4168.11 8.77 3. Jawa Tengah 4493.75 13.19 4. DI Yogyakarta 488.53 13.1 5. Jawa Timur 4638.53 11.85 6. Banten 657.74 5.36 Sumber: https://www.bps.go.id/linktabledinamis/view/id/1219. Diakses pada tanggal 16 November 2016 Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 2 bisa dilihat bahwa dari tujuh provinsi yang berada di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah berada pada posisi pertama sebagai provinsi dengan persentase angka kemiskinan tertinggi pada tahun 2016 dengan persentase mencapai 13,19%, yang disusul oleh Provinsi DI Yogyakarta pada posisi kedua dengan persentase 13,1%. Sedangkan Provinsi DKI Jakarta sebagai provinsi dengan jumlah persentase angka kemiskinan terendah di Pulau Jawa dengan persentase sebesar 3,75%. Sebagai provinsi dengan persentase angka kemiskinan tertinggi di Pulau Jawa, perlu dilihat bagaimana kondisi kemiskinan di kabupaten-kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Lebih rinci mengenai keadaan kemiskinan di kabupaten-kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat dari tabel di bawah ini. 5

Tabel 3. Daftar 5 Kabupaten/Kota dengan Persentase Angka Kemiskinan Tertinggi di Jawa Tengah Tahun 2016 No. Nama Kab. Angka Kemiskinan (%) 1 Kabupaten Wonosobo 20.53 % 2 Kabupaten Kebumen 19.86 % 3 Kabupaten Brebes 19.47 % 4 Kabupaten Purbalingga 18.98 % 5 Kabupaten Rembang 18.54 % Sumber: http://jateng.bps.go.id/linktabelstatis/view/id/1386. diakses pada tanggal 16 Agustus 2017 Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa pada tahun 2016 Kabupaten Kebumen menempati peringkat dua sebagai Kabupaten termiskin di Provinsi Jawa Tengah dengan persentase kemiskinan sebesar 19.86 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase kemiskinan Kabupaten Kebumen masih cukup tinggi. Terkait dengan persoalan kemiskinan, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang cukup strategis dalam memecahkan persoalan kemiskinan. Hal ini dikarenakan sektor pariwisata diyakini tidak hanya sekedar mampu menjadi sektor andalan dalam usaha meningkatkan perolehan devisa untuk pembangunan yang sekarang sedang giat-giatnya dilakukan pemerintah baik pusat maupun daerah, akan tetapi juga mampu mengentaskan kemiskinan (Yoeti, 2008: 14). Kabupaten Kebumen memiliki beragam objek wisata yang menarik. Hal ini karena letak geografis Kabupaten Kebumen yang berupa dataran rendah dan pantai di sebelah selatan dan dataran tinggi di sebelah utara. Adapun berbagai macam objek wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Kebumen, seperti: 6

a. Wisata pantai: Pantai Petanahan, Pantai Suwuk, Pantai Karangbolong, Pantai Menganti, Pantai Logending, Pantai Lampon b. Wisata Goa: Goa Jatijajar, Goa Petruk, dan Goa Barat c. Wisata sejarah: Benteng Van der wijck d. Wisata waduk: Waduk Sempor dan Waduk Wadaslintang e. Wisata Air Panas: Pemandian Air Panas (PAP) Krakal f. Wisata Pendidikan: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonsia (LIPI) Karangsambung, Hutan Mangrove dan Kampung Wisata Inggris Kebumen. Jika dibandingkan dengan Kabupaten Kebumen yang menurut data BPS menempati peringkat kedua dalam persentase penduduk miskin di Jawa Tengah tahun 2016, pariwisata di Kabupaten Wonosobo kurang beragam jenisnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo berada di dataran tinggi. Mengenai pariwisata Kabupaten Wonosobo dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Objek wisata Kabupaten Wonosobo No Objek Wisata Jenis Objek Wisata 1. Dataran Tinggi Dieng Alam dan Budaya 2. Telaga Menjer Alam 3. Gelanggang Renang Mangli Buatan 4. Pemandian Kalianget Buatan 5. Waduk Wadaslintang Buatan 6. Makam Surodilogo Alam 7. Lembah Dieng Alam Sumber: Buku Kabupaten Wonosobo dalam angka tahun 2016. Pariwisata akan memberikan dampak yang positif, terutama bagi sektor perekonomian. Beberapa dampak yang ditimbulkan dari pengembangan pariwisata seperti lapangan pekerjaan baru, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah, mendorong 7

peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya. melalui berbagai dampak yang ditimbulkan dari sektor pariwisata terhadap sektor perekonomiann tersebut akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan juga mampu mengentaskan kemiskinan. Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk itu, agar pembangunan kepariwisataan dilakukan secara berkelanjutan, peningkatan kualitasnya harus terus diupayakan dengan menyesuaikannya dengan potensi daerah dan bersinergi dengan sektor lain maupun dengan koordinasi yang baik antar semua stakeholders pariwisata (I Putu Anom, 2010: 4). Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut dapat dikatakan bahwa sektor pariwasata merupakan sektor yang cukup menjanjikan untuk meningkatkan perekonomian daerah karena setiap daerah tentu memiliki obyek wisata yang apabila dikembangkan dengan baik maka akan menarik banyak pengunjung untuk datang sehingga meningkatkan pendapatan penduduk. Kemudian dengan pembangunan di sektor pariwisata juga akan memberikan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat di sekitarnya sehingga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengembangkan sektor pariwisata perlu adanya peran dari berbagai pihak, terutama dari pemerintah daerah dan masyarakat. Pentingnya peran pemerintah daerah dalam mengembangkan pariwisata adalah dengan menyediakan berbagai infrastruktur seperti memperluas berbagai bentuk fasilitas, kegiatan koordinasi antara aparatur pemerintah daerah dengan pihak 8

swasta, serta pengaturan dan promosi. Selain itu juga perlunya pelibatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan melalui pengembangan pariwisata. Dengan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pembagian hasil maka mereka dapat memperoleh manfaat dari pengembangan pariwisata. (Janianton Damanik, 2013: 9) Kabupaten Kebumen memiliki potensi wisata yang menjanjikan dan apabila dikembangkan dengan baik tentu akan meningkatkan pendapatan daerah yang secara tidak langsung juga akan meningkatkan perekonomian penduduk. Potensi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Kebumen tidak terlepas dari letak geografisnya, dimana Kabupaten Kebumen terletak di Provinsi Jawa Tengah sebelah selatan yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia sehingga tidak mengherankan apabila Kabupaten Kebumen dikaruniai berbagai objek pariwisata pantai yang mengagumkan. Terkait dengan kontribusi sektor pariwisata di Kabupaten Kebumen terhadap peningkatan perekonomian penduduk dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Nizal Athfal Anis tahun 2015 dengan penelitian yang berjudul Dampak Objek Wisata Alam Jembangan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat yang Bekerja di Sektor Pariwisata Desa Jembangan Kecamatan Poncowarno Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa terjadi perubahan sosial masyarakat Desa Jembangan berkaitan dengan mata pencaharian karena adanya objek wisata alam Jembangan. Sebelum bekerja di sektor pariwisata (2011) masyarakat bekerja sebagai petani (47,71%), pedagang (13,63%), karyawan (13,63%), pelajar (13,63%), dan lainnya (9,08%). 9

Sesudah dibukanya sektor pariwisata (2011-2015) masyarakat bekerja sebagi penjual makanan dan minuman (61,344%), menjual kerajinan (6,81%) dan karyawan (31,80%). Perubahan ekonomi juga terjadi dimana ada peningkatan rata-rata pendapatan perbulan sebelum dan sesudah bekerja di sektor pariwisata sebesar Rp. 75.000,- Pada penelitian tersebut dapat dilihat bahwa sektor pariwisata akan membuka peluang usaha baru bagi masyarakat untuk meningkatkan perekonomian. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila pemerintah daerah lebih serius dalam mengembangkan pariwisata di Kabupaten Kebumen akan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat yang ujungnya akan mampu untuk mengentaskan kemiskinan. Banyaknya potensi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Kebumen tentu cukup mengherankan bila melihat fakta bahwa pada tahun 2016 angka kemiskinan Kabupaten Kebumen menempati peringkat kedua di Jawa Tengah. Sebab seharusnya pemerintah Kabupaten Kebumen dapat memanfaatkan potensi pariwisatanya dengan optimal, khususnya untuk mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Kebumen. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi. 2. Masalah kemiskinan menyebabkan permasalahan lain seperti kelaparan, keterbelakangan, keterlantaran, putus sekolah, dan kriminalitas. 10

3. Tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016 paling tinggi dibanding provinsi lain di Pulau Jawa. 4. Pada tahun 2016 Kabupaten Kebumen merupakan kabupaten dengan jumlah angka kemiskinan peringkat kedua di Jawa Tengah dengan persentase 19.86 %, hal itu menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan Kabupaten Kebumen masih cenderung tinggi. 5. Belum optimalnya pemanfaatan potensi pariwisata untuk pengentasan kemiskinan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen. C. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan maka perlu adanya pembatasan masalah yang jelas. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah sampai pada belum optimalnya pemanfaatan potensi pariwisata untuk pengentasan kemiskinan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana upaya Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam mengentaskan kemiskinan melalui sektor pariwisata? 2. Apa saja hambatan Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam mengentaskan kemiskinan melalui sektor pariwisata? E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 11

1. Upaya Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam mengentaskan kemiskinan melalui sektor pariwisata. 2. Hambatan Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam mengentaskan kemiskinan melalui sektor pariwisata. F. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini harapannya dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat keilmuan bagi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, khususnya dalam bidang keilmuan Kebijakan Publik. 2. Manfaat praktis Sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Kebumen khususnya Dinas Kepemudaan dan Olahraga dan Pariwisata (Disporawisata) Kabupaten Kebumen dalam mengentaskan kemiskinan melalui sektor pariwisata. G. Batasan Istilah 1. Upaya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1245) yang dimaksud upaya yaitu usaha, ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar. Jadi yang dimaksud upaya dalam penelitian ini adalah usaha untuk memecahkan persoalan berkaitan dengan kemiskinan melalui sektor pariwisata. 12

2. Pemerintah Kabupaten Kebumen Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Dalam memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Jadi yang dimaksud dengan Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam penelitian ini adalah perangkat dearah yang mempunyai wewenang untuk mengentaskan kemiskinan melalui sektor pariwisata. Pemerintah Kabupaten Kebumen dalam penelitian ini adalah Dinas Kepemudaan dan Olahraga dan Pariwisata yang mempunyai wewenang dalam sektor pariwisata untuk mengentaskan kemiskinan. 3. Pengentasan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 316) yang dimaksud dengan pengentasan adalah proses, cara untuk memperbaiki nasib atau keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik. Jadi yang dimaksud dengan pengentasan dalam penelitian ini adalah cara untuk memperbaiki keadaan yang kurang baik menjadi keadaan yang lebih baik. 4. Kemiskinan Menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2004: 17) kemiskinan yaitu suatu masyarakat yang berada pada suatu kondisi yang serba terbatas, baik dalam aksebilitas pada faktor produksi, peluang/kesempatan berusaha, pendidikan, 13

fasilitas hidup lainnya, sehingga dalam setiap aktivitas maupun usaha menjadi sangat terbatas. Jadi yang dimaksud dengan kemiskinan dalam penelitian ini adalah keadaan penduduk yang hanya mampu memenuhi kebutuhan pokoknya untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum. 5. Pariwisata Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah,dan Pemerintah Daerah. Jadi yang dimaksud dengan pariwisata dalam penelitian ini adalah kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas serta layanan oleh Pemerintah Daerah. Melihat dari beberapa pengertian batasan istilah di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian judul Upaya Pemerintah Kabupaten Kebumen Dalam Pengentasan Kemiskinan Melalui Sektor Pariwisata adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kebumen terhadap masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata. 14