BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa dan 26,67% diantaranya adalah remaja (BKKBN, 2011). Persentase kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (BPS, 2009 dalam Agustini & Arsani, 2013). Besarnya jumlah remaja akan mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang sehingga remaja perlu mendapat perhatian serius karena mereka masih termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja, serta akan memasuki usia reproduksi (WHO, 2015 a ). Remaja mengalami pengikisan norma, nilai serta gaya hidup yang disebabkan oleh urbanisasi dan industrialisasi yang cepat, yang diikuti pula oleh revolusi media yang terbuka bagi keragaman gaya hidup dan pilihan karir (Suryoputro et al., 2006). Remaja juga tidak sepenuhnya mampu memahami pengambilan keputusan kesehatan sehingga mereka sangat rentan terhadap perilaku berisiko tinggi, terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk perilaku seksual pranikah (WHO, 2015 a ; BKKBN, 2011; Suryoputro et al., 2006). Beberapa permasalahan kesehatan seksual dan reproduksi remaja antara lain kehamilan dini, mortalitas dan morbiditas selama kehamilan dan persalinan misalnya aborsi yang tidak aman, infeksi menular seksual misalnya HIV, serta praktik-praktik tradisional berbahaya seperti female genital mutilation atau 1
2 pemotongan alat kelamin wanita dan sexual coercion atau pemaksaan seksual (WHO, 2012). Pada negara berpendapatan rendah dan menengah, hampir 10% perempua menjadi ibu pada usia 16 tahun (WHO, 2016). Di wilayah Afrika, angka kematian ibu menyumbang hampir 26% dari peningkatan jumlah kematian pada wanita berusia 10-24 tahun (Patton et al., 2009). Persalinan dini meningkatkan risiko kematian dan morbiditas serta meningkatkan risiko aborsi yang tidak aman (Blanc et al., 2013; Ganchimeg et al., 2014; BKKBN, 2011). Salah satu dampak seks di luar nikah tidak hanya berakibat kehamilan, tetapi juga penularan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS (Hanwari, 2006). Pada tahun 2014, sekitar 2 juta remaja di seluruh dunia hidup dengan HIV dan AIDS menjadi penyebab utama kematian remaja di Afrika dan penyebab kedua kematian remaja di dunia (UNICEF, 2016). Rendahnya pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seksual pra-nikah pada mahasiswa (Suryoputro et al., 2006; Azinar, 2013). Banyak remaja mengetahui tentang seks, namun faktor budaya melarang pembicaraan mengenai seksualitas di depan umum karena dianggap tabu. Hal tersebut menyebabkan pengetahuan remaja tentang seks tidak lengkap, dimana para remaja hanya mengetahui cara untuk melakukan hubungan seks tetapi tidak mengetahui dampak yang akan muncul akibat perilaku seks (Azinar, 2013). Penelitian Chiuman (2009) menyebutkan bahwa 44 responden (52,4%) memiliki pengetahuan yang kurang mengenai infeksi menular seksual. Penelitian Winaryati & Iriyanto (2010) terhadap siswi SMP Muhammadiyah se-kota
3 Semarang bahkan menyebutkan bahwa hanya terdapat 3 responden (1,4%) dari 217 responden yang mempunyai pengetahuan baik mengenai menstruasi, seks, penyakit kelamin, KB, dan media informasi yang dimiliki. Penelitian Nurmansyah et al. (2012) juga menyebutkan bahwa pengetahuan remaja mengenai menstruasi, masa subur, dan risiko reproduksi masih tergolong rendah. Rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi disebabkan oleh keterbatasan akses remaja untuk mendapatkan informasi kesehatan reproduksi. Banyak pihak yang belum mengerti dan memahami tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja. Remaja akhirnya mendapatkan informasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi dari sumber-sumber informasi yang belum tentu benar (Imron, 2012). Paparan sumber informasi yang kurang tepat, seperti situs porno akan mempengaruhi tingginya perilaku seksual pada remaja (Nuryani & Pratami, 2011). Penelitian Musthofa & Winarti (2010) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah berisiko pada mahasiswa salah satunya adalah sikap. Mereka yang memiliki sikap lebih permisif terhadap masalah seksualitas akan cenderung melakukan hubungan seksual pranikah. Penelitian Chiuman (2009) menyebutkan bahwa hanya 5 responden (6%) dari 100 responden yang mempunyai sikap baik terhadap infeksi menular seksual. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh persepsi pengalaman pribadi, kebudayaan, relasi, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan agama, serta faktor emosi di dalam diri individu (Suhud & Tallutondok, 2009).
4 Upaya promotif dan preventif terhadap permasalahan remaja telah dilakukan, salah satunya melalui pembentukan PIK-KRR yang merupakan program BKKBN (BKKBN, 2012). Program PIK-KRR menjadi wadah kegiatan program kesehatan reproduksi remaja untuk memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang pendewasaan usia perkawinan, delapan fungsi keluarga, TRIAD-KRR (meliputi seksualitas, HIV/AIDS, serta NAPZA), keterampilan hidup (life skills), gender, serta keterampilan advokasi dan KIE (BKKBN, 2012). Program PIK-KRR telah diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di provinsi DIY. Menurut data BKKBN DIY (2015) pencapaian program PIK-KRR secara keseluruhan di provinsi DIY mengalami peningkatan menjadi 83,03% dari tahun sebelumnya. Pencapaian program PIK-KRR yang dimaksud adalah jumlah sekolah yang telah melaksanakan program PIK-KRR berdasarkan KKP. Kabupaten Bantul memiliki pencapaian program PIK-KRR sebesar 93,33% yang termasuk dalam kategori paling baik dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di provinsi DIY (BKKBN DIY, 2015). Program PIK-KRR sebagai salah satu program pendidikan kesehatan telah didirikan dalam bentuk pelayanan informasi, konseling, maupun dalam bentuk klinik, misalnya informasi KRR di SMP/SMA, Klinik Konseling Remaja, Youth Center PKBI, Puskesmas Peduli Remaja, dan sebagainya (BKKBN, 2012). Bentuk pelayanan informasi yang ada salah satunya dengan menggunakan peer educator sebagai suatu strategi yang sangat efektif dalam pemberian pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja.
5 Peer educator atau pendidik sebaya adalah orang-orang yang menjadi narasumber atau konselor bagi kelompok sebayanya (Imron, 2012). Kelebihan peer educator yaitu menggunakan bahasa yang sama dan memiliki pola pikir yang sama dengan teman sebayanya sehingga peer educator sangat berpengaruh terhadap pembentukan pengetahuan, perilaku, dan kepribadian remaja (Y-PEER, 2005). Peer education merupakan program yang disarankan sebagai sumber informasi yang bermanfaat bagi remaja mengenai kehidupan seksual yang aman dan untuk menciptakan perubahan perilaku positif (Kırmızıtoprak & Şimşek, 2011). Intervensi peer education secara signifikan dapat meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di Saki, Nigeria (Okanlawon & Asuzu, 2011). Peer education secara signifikan juga berhubungan dengan peningkatan pengetahuan tentang HIV, penurunan perilaku berbagi peralatan injeksi di kalangan pengguna narkoba suntik, dan peningkatan penggunaan kondom (Medley et al., 2009). Menurut data BKKBN DIY (2015) Kabupaten Bantul sudah memiliki 14 program PIK-KRR tahap tegar. Tahap tegar merupakan tahapan tertinggi dalam pengembangan PIK-KRR (BKKBN, 2012). Peneliti telah melakukan studi pendahuluan pada bulan Februari 2015 ke beberapa sekolah di Kabupaten Bantul yang mempunyai program PIK-KRR tahap tegar. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa hanya ada 2 sekolah yang mempunyai fasilitas PIK-KRR yang lengkap seperti ruang konseling, perpustakaan PIK-KRR, dan ruang khusus PIK-KRR. Sekolah tersebut yaitu SMA Negeri 1 Pundong dan SMA Negeri 1
6 Srandakan. Menurut Pembina PIK-KRR SMA Negeri 1 Pundong, program PIK- KRR di SMA Negeri 1 Pundong sedang mengalami kemunduran selama 2 tahun terakhir. Kemunduran tersebut dibuktikan dengan pelaksanaan layanan program PIK-KRR yang tidak rutin serta adanya masalah internal dari pengurus dan anggota aktif PIK-KRR. Pembina PIK-KRR dari BKKBN DIY juga menyatakan bahwa prestasi PIK-KRR di SMA Negeri 1 Pundong kurang menonjol. Lain halnya dengan SMA Negeri 1 Pundong, SMA Negeri 1 Srandakan memiliki prestasi yang baik dalam program PIK-KRR, diantaranya pernah menjadi Juara 1 PIK-KRR se-diy pada tahun 2013. Beberapa pengurus PIK- KRR di SMA Negeri 1 Srandakan pernah mendapatkan pelatihan dan kompetisi di lingkup daerah maupun nasional mengenai TRIAD-KRR. Beberapa siswa yang menjadi pengurus bahkan ditunjuk sebagai peer educator, namun pendidikan kesehatan reproduksi remaja di sana sejauh ini masih mengandalkan pemberian materi dari BKKBN, PKBI, atau guru. Pengaruh peer educator dalam pemberian pendidikan kesehatan reproduksi remaja belum dirasakan secara maksimal karena program peer education belum dilaksanakan secara rutin dan efektif. Selain itu belum ada penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan metode peer education terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi remaja di SMA Negeri 1 Srandakan. Berdasarkan data tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan metode peer education terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi remaja di SMA Negeri 1 Srandakan.
7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana pengaruh pendidikan kesehatan metode peer education terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi remaja di SMA Negeri 1 Srandakan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan metode peer education terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi remaja di SMA Negeri 1 Srandakan. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik responden penelitian. b. Mengetahui pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja di SMA Negeri 1 Srandakan sebelum dan sesudah diberikan peer education. c. Mengetahui sikap tentang kesehatan reproduksi remaja di SMA Negeri 1 Srandakan sebelum dan sesudah diberikan peer education. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberikan tambahan pengetahuan mengenai pengaruh pendidikan kesehatan metode peer education terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi remaja di SMA Negeri 1 Srandakan.
8 2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja. Remaja dapat mengetahui pengaruh peer education terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi serta mendapatkan informasi yang terpercaya tentang kesehatan reproduksi remaja melalui peer educator. b. Bagi instansi pendidikan. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai suatu bahan pertimbangan untuk merencanakan dan mengembangkan program yang berkaitan dengan peer education sebagai bentuk pelayanan PIK-KRR di sekolah. c. Bagi perawat. Perawat dapat menerapkan peer education sebagai salah satu metode pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi remaja. d. Bagi peneliti selanjutnya. Penelitian ini dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian berikutnya terkait peer education tentang kesehatan reproduksi remaja. E. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran kepustakaan belum pernah dilakukan penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan metode peer education terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi remaja di SMA Negeri 1 Srandakan. Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain: 1. Perdana (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Peer Education terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
9 Pencegahan HIV/AIDS bagi Warna Binaan Lembaga Pemasyarakatan di Yogyakarta. Rancangan penelitiannya adalah quasi-experimental with control group. Respondennya adalah warga binaan Lapas Narkotika Yogyakarta dan Lapas Wirogunan Yogyakarta yang berjumlah 60 orang. Teknik samplingnya adalah purposive sampling. Variabel yang digunakan adalah peer education, pengetahuan, sikap, dan praktik. Uji yang digunakan adalah independen t-test. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa metode peer education meningkatkan pengetahuan secara signifikan, namun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap sikap dan praktik pencegahan HIV/AIDS. Persamaan penelitian Perdana (2013) dengan penelitian ini terletak pada variabel peer education, pengetahuan, dan sikap. Perbedaannya terletak pada rancangan penelitian, responden, teknik sampling, dan uji yang digunakan. 2. Ghebreyohanes et al. (2015) dalam penelitiannya yang berjudul The Effect of Peer Education on Peer Educators Reproductive Health Knowledge, Attitude, Health Service Use and Their Personal Development. Rancangan penelitiannya adalah pre-eksperimen (the one group pre-test post-test design). Respondennya adalah 17 pendidik sebaya yang lolos kriteria seleksi, dari 165 siswa perempuan yang dipilih secara acak di kelas IX. Teknik samplingnya adalah purposive sampling. Uji yang digunakan adalah paired t-test dan chisquare. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa peer education berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, serta meningkatkan sikap dan penggunaan pelayanan kesehatan
10 reproduksi oleh pendidik sebaya. Persamaan penelitian Ghebreyohanes et al. (2015) dengan penelitian ini terletak pada rancangan penelitian. Perbedaannya terletak pada responden, teknik sampling, dan uji yang digunakan. 3. Dewi (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Efektivitas Peer Education terhadap Pengetahuan dan Sikap mengenai Kesehatan Reproduksi Siswa Kelas X SMAK St. Thomas Aquino Tahun Ajaran 2011/2012. Rancangan penelitiannya adalah quasi-experimental with control group. Respondennya adalah siswa kelas X SMAK St. Thomas Aquino yang berjumlah 120 orang. Teknik samplingnya adalah purposive sampling. Variabel yang digunakan adalah peer education, pengetahuan, dan sikap. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa metode peer education meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi. Persamaan penelitian Dewi (2011) dengan penelitian ini terletak pada variabel peer education, pengetahuan, dan sikap. Perbedaannya terletak pada rancangan penelitian, responden, dan teknik sampling yang digunakan.