KEPARAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO (Phytophthora palmivora Butl.) PADA BEBERAPA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT YANG BERBEDA NAUNGAN DI KABUPATEN LANGKAT

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIFITAS METABOLIT Trichoderma spp. UNTUK MENGENDALIKAN Ganoderma spp. SECARA In Vitro SKRIPSI OLEH : NI MAL HAMDI BM AGROEKOTEKNOLOGI

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

SINERGI ANTARA NEMATODA

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

UJI KETAHANAN BEBERAPA GENOTIPE TANAMAN KARET TERHADAP PENYAKIT Corynespora cassiicola DAN Colletotrichum gloeosporioides DI KEBUN ENTRES SEI PUTIH

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

I PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang

PENYAKIT VASCULAR STREAK DIEBACK (VSD) PADA TANAMAN KAKAO (THEOBROMA CACAO L) DAN. Oleh Administrator Kamis, 09 Februari :51

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

PENGARUH RADIASI ULTRA VIOLET TERHADAP VIRULENSI. Fusarium oxysporum f.sp passiflora DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : MUKLIS ADI PUTRA HPT

DAN PEMBERIAN ARANG BATOK KELAPA SEBAGAI PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT LANAS

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

INSIDENSI PENYAKIT BUSUK BUAH (Phythopthora palmivora BULT.) PADA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI SENTRA PRODUKSI KAKAO KABUPATEN PASAMAN BARAT

Alumnus Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan,

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun ).

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada

II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) dalam Bajeng, 2012

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal

Christina Oktora Matondang, SP dan Muklasin, SP

SERANGAN BUSUK BUAH (Phytophthora palmivora) DI JAWA TIMUR Oleh: Tri Rejeki, SP. dan Yudi Yuliyanto, SP.

Penyebaran Busuk Buah Kakao di Wilayah Kerja BBPPTP Surabaya. Oleh: Feny Ernawati, SP dan Effendi Wibowo, SP POPT Pertama BBPPTP Surabaya

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Tanaman Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) TERHADAP PENYAKIT KARAT DAUN (Puccinia polysora Underw.) DI DATARAN RENDAH ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

PEDOMAN UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

: Desa Aek Teluk Kiri, Kecamatan Teluk Dalam (Sesudah Pemekaran 2015) Kecamatan Air Batu (Sebelum Pemekaran), Kabupaten Asahan

TINJAUAN PUSTAKA. jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No Vol.5.No.1, Januari 2017 (17):

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan karuniahnya serta kesehatan pada penulis sehingga dapat

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4.No.4, Desember 2016 (622);

V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA M E D A N

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki iklim tropis sehingga

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

Disusun oleh A. Rahman, A. Purwanti, A. W. Ritonga, B. D. Puspita, R. K. Dewi, R. Ernawan i., Y. Sari BAB 1 PENDAHULUAN

UJI KETAHANAN BEBERAPA GENOTIPE TANAMAN KARET TERHADAP PENYAKIT Corynespora cassiicola DAN Colletotrichum gloeosporioides DI KEBUN ENTRES SEI PUTIH

INVENTARISASI JAMUR PENYEBAB PENYAKIT PADA TANAMAN KRISAN (Chrysanthenum morifolium) DI KECAMATAN BERASTAGI, KABUPATEN KARO, SUMATERA UTARA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN AGENSIA HAYATI Trichoderma koningii Oud. UNTUK MENEKAN JAMUR AKAR COKELAT (Phellinus noxius) PADA PEMBIBITAN TANAMAN KAKAO DI RUMAH KASSA

UJI PENGARUH BEBERAPA HERBISIDA TERHADAP Trichoderma sp SECARA IN VITRO SKRIPSI MUHAMMAD MAJID

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

*Corresponding author : ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN

SKRIPSI OLEH: M. ZAHRIN SARAGIH HPT

EVALUASI SIFAT FISIK TANAH TERHADAP LAJU INFEKSI GANODERMA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (STUDI KASUS : PT.PD.PATI) S K R I P S I OLEH :

BAB III. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

Febepriskila Br Tarigan, Yuswani Pangestiningasih, Lahmuddin Lubis*

PEMETAAN LOKASI PENANAMAN LADA DAN SERANGAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) DI PROPINSI LAMPUNG DAN PROPINSI BANGKA BELITUNG

PENGGUNAAN JAMUR ANTAGONIS

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

Akibat Patik Setitik, Rusaklah Penghasilan Petani

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

III. BAHAN DAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

Uji Daya Hambat Jamur Eksofit terhadap Phytophthora palmivora (Butler) Butler Penyebab Penyakit Busuk Buah Kakao secara In Vitro

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembibitan Jati. tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi m.

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo) SECARA PHT UPTD-BPTP DINAS PERKEBUNAN ACEH 2016

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

SURVEI PENGARUH ERUPSI GUNUNG SINABUNG TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia produksi nanas memiliki prospek yang baik. Hal ini dilihat dari

III. METODE PENELITIAN. Suka Jaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Identifikasi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl,

II. TINJAUAN PUSTAKA

SIFAT FISIKA DAN KIMIA TANAH PADA TANAHSUPRESIF TERHADAP KEBERADAAN Ganoderma boninensepada KELAPA SAWIT SKRIPSI. Oleh:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

III. METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT DENGAN PUPUK HAYATI PADA PERBEDAAN VOLUME MEDIA TANAM SKRIPSI OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pertumbuhan, Produktivitas, dan Rendemen Minyak Kelapa Sawit di Dataran Tinggi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

Transkripsi:

374. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 KEPARAHAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO (Phytophthora palmivora Butl.) PADA BEBERAPA PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT YANG BERBEDA NAUNGAN DI KABUPATEN LANGKAT Akhmad Fauzan 1*, Lahmuddin Lubis 2, Mukhtar Iskandar Pinem 2 1 Alumnus Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 20155 2 Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 20155 * Corresponding author : E-mail : AkhmadFauzan90@ymail.com ABSTRACT Disease severity of cocoa black pod (Phytophthora palmivora Butl.) at several smallholder s cocoa plantations with different shade in Langkat district. The study aims to calculate the disease severity of cocoa black pod (P. palmivora) at several smallholder s cocoa plantations with different shade in Langkat district. The study was conducted in five smallholder s cocoa plantations that have different shade in Langkat, which is unshaded cocoa plantation at Karang Anyar village, Secanggang sub-district, suren shaded cocoa plantation at Karang Anyar village, Secanggang sub-district, banana shaded cocoa plantation at Sambirejo village, Binjai sub-district, palm oil shaded cocoa plantation at Sambirejo village, Binjai sub-district, mixed shaded cocoa plantation at Tanah Seribu village, Sei Bingai sub-district with altitude ± 28 m asl and at the Laboratory of Plant Disease Faculty of Agriculture, University of North Sumatera with altitude ± 25 m asl. The method of research is survey. Results showed that highest disease severity of black pod rot found at cocoa that shaded by bananas located in Sambirejo village, Binjai sub-district which reach 73.40 %, and the lowest was founded at cocoa plantation that shaded by suren located in Karang Anyar village, Secanggang sub-district which reach 12.80 %. Keywords : severity, Phytophthora, cocoa, shade. ABSTRAK Keparahan penyakit busuk buah kakao (Phytophthora palmivora Butl.) pada beberapa perkebunan kakao rakyat yang berbeda naungan di Kabupaten Langkat. Penelitian bertujuan untuk menghitung keparahan penyakit busuk buah kakao (P. palmivora) pada beberapa perkebunan kakao rakyat yang berbeda naungan di Kabupaten Langkat. Penelitian dilaksanakan di lima perkebunan kakao rakyat yang berbeda naungan di Kabupaten Langkat, yaitu kebun kakao tanpa naungan di Desa Karang Anyar Kecamatan Secanggang, kebun kakao naungan suren di Desa Karang Anyar Kecamatan Secanggang, kebun kakao naungan pisang di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai, kebun kakao naungan kelapa sawit di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai, kebun kakao naungan campuran di Desa Tanah Seribu Kecamatan Sei Bingai, dengan ketinggian tempat ± 28 m dpl dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian menggunakan metode Survei. Hasil penelitian menunjukkan keparahan penyakit busuk buah kakao tertinggi terdapat pada kebun kakao naungan pisang di desa Sambirejo Kecamatan Binjai yaitu 73,40 %, dan terendah terdapat pada kebun kakao naungan suren di desa Karang Anyar Kecamatan Secanggang yaitu 12,80 %. Kata kunci : keparahan, Phytophthora, kakao, naungan.

375. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 PENDAHULUAN Tahun 2002, perkebunan kakao memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai US $ 701 juta. Tahun 2002 areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar (87,4 %) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0 % perkebunan besar negara serta 6,7 % perkebunan besar swasta (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005) Produksi biji kakao pada 2011 yakni hanya 450.000 ton. Penyebab terbesar adalah faktor cuaca dan tidak jalannya program gerakan nasional kakao. Produksi kakao nasional Indonesia pada 2012 diprediksi akan naik 10 % dari tahun 2011 mencapai 500.000 ton. Namun walau naik, produksi kakao Indonesia masih tercatat anjlok karena pada 2010 produksi Indonesia mencapai 575.000 ton (Detikfinance, 2011). Busuk buah adalah penyakit yang terpenting dalam budidaya kakao di Indonesia. Besarnya kerugian sangat berbeda antarkebun, bervariasi antara 26 % dan 50 %. Penyakit busuk buah kakao disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora Butl. Pada buah kakao jamur membentuk banyak sporangium (zoosporangium), berbentuk buah per, dengan ukuran 35-60 x 20-40 µm. Sporangium dapat berkecambah secara langsung dengan membentuk pembuluh kecambah, tetapi dapat juga berkecambah secara tidak langsung dengan membentuk zoospora. Jamur dapat membentuk klamidospora yang bulat, dengan garis tengah 30-60 µm (Semangun, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keparahan penyakit busuk buah kakao (P. palmivora) pada beberapa perkebunan kakao rakyat yang berbeda naungan di Kabupaten Langkat. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di beberapa perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Langkat dengan ketinggian tempat ± 28 m dpl, dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai dengan September 2012.

376. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 Metode penelitian yang digunakan adalah metode Survei. Adapun prosedur kerjanya adalah 1). Menetapkan lima perkebunan kakao rakyat yang berbeda pohon naungan di Kabupaten Langkat yaitu Kebun kakao tanpa naungan di Desa Karang Anyar Kecamatan Sicanggang, Kebun kakao naungan suren di Desa Karang Anyar Kecamatan Sicanggang, Kebun kakao naungan pisang di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai, Kebun kakao naungan kelapa sawit di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai, Kebun kakao naungan campuran di Desa Tanah Seribu Kecamatan Sei Bingai, 2). Menetapkan sampel sebesar 10% tanaman pada setiap kebun kakao (Gomez dan Gomez, 1995), dimana sampel diambil secara acak (random), 3). Melakukan perhitungan kejadian penyakit dan keparahan penyakit busuk buah kakao pada setiap kebun kakao, 4). Mengambil ± 3 buah kakao yang sakit dari setiap kebun kakao, untuk diamati dan dibiakkan di laboratorium. Setiap kebun didata satu persatu. Data - data yang diambil yaitu lokasi, koordinat GPS, pemilik, luas, waktu pengambilan sampel, pemupukan, pemangkasan, penyemprotan, jenis tanah, varietas/klon kakao, jumlah tanaman kakao, jarak tanam, umur kakao, ketinggian jorket, periode panen, total produksi/panen, pohon naungan, varietas/klon pohon naungan, jumlah pohon naungan, jarak tanam pohon naungan, umur pohon naungan, bagan lahan. iap kebun dilakukan perhitungan jumlah tanaman dan dipetakan. Parameter Pengamatan yang diamati adalah suhu dan kelembaban udara, intensitas cahaya, penyebaran spora di udara, kejadian penyakit dan keparahan penyakit, pengamatan biakan jamur di laboratorium. Pengamatan suhu dan Kelembaban Udara pada setiap kebun menggunakan alat Thermometer Hygrometer, dilakukan tiga kali sehari (pagi, siang dan sore). Pengamatan intensitas cahaya setiap kebun menggunakan alat Luxmeter, dilakukan sekali pada pada siang hari disaat intensitas cahaya maksimal (antara pukul 12.00 wib 14.00 wib). Pengamatan penyebaran spora melalui udara setiap kebun menggunakan kaca preparat yang telah diolesin vaseline, diletakkan 1 m dari batang utama dengan ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah dan posisi preparat diletakkan secara vertikal (berdiri) dan menghadap ke utara, dilakukan tiga kali sehari (pagi, siang, dan sore)

377. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 selama 10 menit, kemudian dilakukan perhitungan spora (sporangium dan klamidospora) dengan mikroskop kompoun dengan perbesaran 10 x 10 dan 10 x 40. Pengamatan kejadian penyakit (KjP) dilakukan dengan menghitung jumlah buah terserang dan jumlah seluruh buah yang diamati (buah terserang dan buah sehat). Selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus: Keterangan : KjP = Kejadian Penyakit a = Jumlah buah terserang b = jumlah buah sehat (Nurjanani, 2010). Pengamatan keparahan penyakit (KpP) busuk buah kakao dengan cara memberi skoring pada buah yang diamati, dengan menggunakan nilai skala sebagai berikut (Asaad et al., 2010) : Tabel 1. Skoring keparahan penyakit busuk buah kakao Nilai skala (V) Tingkat kerusakan buah (%) 0 1 2 3 4 Tidak ada gejala serangan 1 25 26 50 51 75 76 100 Hasil pengamatan nilai skala disubtitusi ke dalam rumus : Keterangan : KpP = Keparahan Penyakit n = Jumlah buah untuk setiap kategori serangan V = Nilai numerik untuk kategori serangan Z = Kategori tertinggi (4) N = Jumlah buah yang diamati (Asaad et al., 2010).

378. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 Pengamatan biakan jamur di laboratorium meliputi : 1). Pengamatan makroskopis biakan jamur meliputi warna dan bentuk miselium ; 2). pengamatan mikroskopis biakan jamur, meliputi bentuk hifa, sporangium dan klamidospora (bentuk dan ukuran). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop kompoun perbesaran 10 x 10 dan 10 x 40 dan stage micrometer. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian, diketahui bahwa nilai perhitungan kejadian penyakit dan keparahan penyakit setiap kebun sejalan. Kebun kakao naungan pisang memiliki nilai persentase kejadian penyakit dan keparahan penyakit tertinggi, diikuti oleh kebun kakao naungan kelapa sawit, kebun kakao naungan campuran, kebun kakao tanpa naungan. Kebun kakao naungan suren memiliki nilai persentase kejadian penyakit dan keparahan penyakit terendah (Tabel 2). Tabel 2. Kejadian penyakit dan keparahan penyakit Rata-Rata Kejadian Keparahan Kebun Kakao Suhu Kelembaban Intensitas Sporangium Klamidospora Penyakit Penyakit ( o C) Udara (%) Cahaya (lux) (spora) (spora) (%) (%) Tanpa Naungan 27,57 78,00 11.630,00 89,33 143,67 23,20 16,75 Naungan Suren 25,90 79,67 711,33 80,00 135,67 17,90 12,80 Naungan Pisang 27,87 71,33 8.526,67 135,67 197,33 86,30 73,40 Naungan Kelapa Sawit 25,37 84,33 834,67 124,00 188,33 72,90 62,90 Naungan Campuran 26,77 76,33 5.140,00 104,33 167,67 57,10 25,80 Dari hasil penelitian (Tabel 2), diketahui bahwa kejadian penyakit dan keparahan penyakit tertinggi terdapat pada kebun kakao naungan pisang yaitu 86,30 % dan 73,40 %. Artinya, 86,30 % dari total jumlah buah terserang penyakit busuk buah kakao, dan buah yang terserang penyakit busuk buah kakao telah busuk bagian buahnya sekitar 73,40 % dari seluruh bagian buahnya. Ini membuktikan bahwa naungan pisang tidak baik digunakan sebagai pohon penaung tanaman kakao, dikarenakan tanaman pisang dapat terserang dan menjadi inang dari jamur P. palmivora, sehingga tanaman kakao menjadi lebih mudah terserang penyakit busuk buah kakao. Hal ini sesuai dengan Thorold (1975), yang menyatakan bahwa sejak pisang menjadi tanaman budidaya umum di perkebunan kakao Afrika Barat, infeksi P. palmivora pada bunga pisang dapat menular dan menyebabkan ledakan populasi penyakit busuk buah. Selain itu, penggunaan pohon pisang tidak dianjurkan sebagai pohon naungan kakao karena berkompetisi dengan kakao dalam penyerapan

379. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 unsur hara dan kebutuhan air sehingga menyebabkan hasil tanaman kakao tidak memuaskan. Hal ini sesuai dengan Wood dan Lass (1987), yang menyatakan bahwa penggunaan pisang dapat dikritik karena kebutuhan nutrisi dan airnya. Pisang tidak dianjurkan karena berkompetisi dengan kakao untuk mendapatkan air selama musim kemarau. Terdapat nilai yang rendah untuk ion K yang dapat tertukar pada plot-plot pisang Akibatnya pertumbuhan kakao lebih lambat dan menyebabkan hasilnya tidak memuaskan. Selain itu, penanaman kakao dengan naungan yang sederhana dapat juga sebagai faktor ledakan penyakit busuk buah kakao di kebun kakao naungan pisang. Hal ini sesuai dengan Bos et al. (2007), yang meyatakan bahwa perbandingan buah hilang karena sebab eksternal meningkat di bawah pohon pelindung sederhana yang ditanam, yang mendukung teori hipotesis bahwa sistem pertanian monokultur meningkatkan resiko ledakan OPT. Patogen (utamanya Phytophthora sp.) ikut menyebabkan aborsi buah dan menjadi penyebab paling banyak kematian buah. Dari hasil penelitian (Tabel 2), diketahui bahwa kejadian penyakit dan keparahan penyakit terendah terdapat pada kebun kakao naungan suren yaitu 17,90 % dan 12,80 %. Artinya, 17,90 % dari total jumlah buah terserang penyakit busuk buah kakao, dan buah yang terserang penyakit busuk buah kakao telah busuk bagian buahnya sekitar 12,80 % dari seluruh bagian buahnya. Ini membuktikan bahwa pohon suren yang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di hutan Indonesia dapat dijadikan sebagai pohon naungan kakao, walaupun belum banyak penelitian atau penjelasan tentang pohon suren yang dijadikan sebagai pohon naungan tanaman kakao. Hal ini sesuai dengan Wood dan Lass (1987), yang menyatakan bahwa banyak spesies lain yang digunakan atau dicoba sebagai naungan kakao tetapi mustahil untuk menjelaskannya dengan detil dimana kebanyakan hanya digunakan untuk kepentingan lokal. Rekomendasi umum tidak bisa dilakukan karena pemilihan tanaman naungan dipengaruhi faktor - faktor lokal seperti kebiasaan tumbuh dan kemampuannya memapankan diri dan pengendalian pertumbuhannya. Selain itu, ini membuktikan bahwa pohon suren tidak berkompetisi dalam penyerapan air dan unsur hara dengan tanaman kakao, dan juga tidak menjadi inang alternatif dari jamur P. palmivora sehingga dapat menjadi naungan

380. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 yang baik bagi tanaman kakao dan lebih baik dari pohon pisang sebagai pohon naungan. Hal ini seusai dengan Freeman (1964) dalam Wood dan Lass (1987), yang menyatakan bahwa syarat - syarat yang dibutuhkan untuk pohon penaung ideal, tanaman itu harus mudah untuk ditanam dan meyediakan naungan yang baik, dapat melalui musim kering dengan baik tanpa berkompetisi dengan akar kakao dalam hal air dan nutrisi. Lebih jauh, tanaman itu tidak boleh menjadi inang alternatif hama dan patogen kakao. Akan lebih baik lagi jika mungkin tanaman memiliki nilai komersial. Selain itu, tanaman kakao dibawah naungan pohon suren tumbuh dengan baik dikarenakan kanopi pohon suren yang menyaring intensitas cahaya matahari sehingga optimal untuk pertumbuhan tanaman kakao. Hal ini sesuai dengan Duguma et al. (2000), yang menyatakan bahwa beberapa laporan menunjukkan bahwa, kakao akan tumbuh optimal dan produktif apabila naungan dapat menahan sinar matahari sehingga hanya 20 % sampai 30 % saja yang sampai ke tanaman kakao dan faktor pertumbuhan yang lain dalam kadar yang optimal juga. (a) (b) Gambar 1. Spora jamur P. palmivora yang menempel di kaca preparat (perbesaran 10x 40) a. Sporangium P. palmivora (43,80-61,40 µm x 26,90-33,30 µm) b. Klamidospora P. palmivora (30,00 37,90 µm) Dari hasil penelitian (Tabel 2), diketahui bahwa rataan jumlah penyebaran spora di udara tertinggi terdapat pada kebun kakao naungan pisang yaitu 135,67 sporangium dan 197,33 klamidospora, sedangkan rataan jumlah penyebaran spora di udara terendah terdapat pada kebun kakao naungan suren yaitu 80,00 sporangium dan 135,67 klamidospora. Hal ini berbanding lurus

381. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 dengan nilai kejadian penyakit dan keparahan penyakit busuk buah kakao, dimana kebun kakao naungan pisang yang tertinggi dan kebun kakao naungan suren yang terendah. Faktor utama penyebaran spora di udara ini bukanlah angin, melainkan suhu disekitar kebun. Phytophthora palmivora akan melepaskan sporangium dan klamidospora pada saat suhu udara berkisar antara 15-30 o C. Hal ini sesuai dengan lingkungan semua kebun, dimana semua kebun yang diamati memiliki rataan suhu harian antara 24-30 o C. Semangun (2008), menyatakan bahwa pelepasan dan perkecambahan spora kembara terjadi pada suhu 15-30 o C, sedangkan infeksi pada buah pada suhu 20-30 o C. Dari hasil pengamatan di laboratorium (pengamatan makroskopis dan mikroskopis), biakan jamur P. palmivora dari setiap kebun memiliki warna biakan jamur yang sama dan juga memiliki bentuk jamur yang sama (Tabel 3). Tabel 3. Pengamatan biakan jamur di laboratorium Pengamatan makroskopis biakan jamur Kebun Kakao Warna miselium Bentuk miselium Bentuk Hifa Tanpa Putih bersih seperti Berlapis tipis Tidak Naungan kapas Berbingkul - bersepta bingkul Tumbuh radial Pengamatan mikroskopis biakan jamur Sporangium Klamidospora Bentuk Ukuran Bentuk Ukuran Ovoid p = 52,10 µm, Berbentuk globulosa d = 36,30 µm (seperti l= 33,30 µm Berdinding tebal buah pir) dengan 2 lapisan Naungan Putih bersih seperti Berlapis tipis Tidak Ovoid p = 43,80 µm, Berbentuk globulosa d = 30,00 µm Suren kapas Berbingkul - bersepta (seperti l= 26,90 µm Berdinding tebal bingkul buah pir) dengan 2 lapisan Tumbuh radial Naungan Putih bersih seperti Berlapis tipis Tidak Ovoid p = 51,50 µm, Berbentuk globulosa d = 30,00 µm Pisang kapas Berbingkul - bersepta (seperti l= 32,30 µm Berdinding tebal bingkul buah pir) dengan 2 lapisan Tumbuh radial Naungan Putih bersih seperti Berlapis tipis Tidak Ovoid p = 50,00 µm, Berbentuk globulosa d = 30,00 µm Kelapa Sawit kapas Berbingkul - bersepta (seperti l= 32,10 µm Berdinding tebal bingkul buah pir) dengan 2 lapisan Tumbuh radial Naungan Putih bersih seperti Berlapis tipis Tidak Ovoid p = 61,40 µm, Berbentuk globulosa d = 37,90 µm Campuran kapas Berbingkul - bersepta (seperti l= 28,60 µm Berdinding tebal bingkul buah pir) dengan 2 lapisan Tumbuh radial

382. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 Dari hasil penelitian (Tabel 3 dan Gambar 2), diketahui bahwa semua pengamatan makroskopis biakan murni jamur P. palmivora dari setiap kebun mendapatkan warna koloni jamur putih bersih dan bentuk koloni berlapis tipis dan tumbuh radial. Hal ini sesuai dengan Sunarwati dan Yoza (2010), yang menyatakan bahwa ciri - ciri biakan murni dari P. palmivora adalah warna putih bersih seperti kapas, pertumbuhan berlapis tipis, berbingkul - bingkul, arah tumbuh radial dan membentuk struktur bunga krisan. (a) (b) Gambar 2. Biakan murni jamur P. palmivora yang berhasil diisolasi dari buah kakao a. Koloni jamur P. palmivora umur 5 hsi b. Koloni jamur P. palmivora hasil re-isolasi (a) (b) Gambar 3. Jamur P. palmivora dari biakan murni jamur yang diisolasi dari buah kakao (perbesaran 10x40) a. Sporangium P. palmivora b. Klamidospora P. palmivora

383. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 Dari hasil penelitian (Tabel 3 dan Gambar 3), diketahui bahwa semua pengamatan mikroskopis biakan murni jamur P. palmivora dari setiap kebun mendapatkan sporangium jamur dengan bentuk buah per dengan ukuran panjang 43,80-61,40 µm dan lebar 26,90-33,30 µm, dan juga mendapatkan klamidospora jamur dengan bentuk bulat dengan ukuran diameter 30,00-37,90 µm. Hal ini sesuai dengan Semangun (2008), yang menyatakan bahwa pada buah kakao jamur membentuk banyak sporangium berbentuk buah per, dengan ukuran 35-60 x 20-40 µm. Jamur dapat membentuk klamidospora yang bulat, dengan garis tengah 30-60 µm. KESIMPULAN Kejadian penyakit busuk buah kakao tertinggi terdapat pada kebun kakao naungan pisang di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai yaitu 86,30 %, dan terendah terdapat pada kebun kakao naungan suren di Desa Karang Anyar Kecamatan Secanggang yaitu 17,90 %. Keparahan penyakit busuk buah kakao tertinggi terdapat pada kebun kakao naungan pisang di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai yaitu 73,40 %, dan terendah terdapat pada kebun kakao naungan suren di Desa Karang Anyar Kecamatan Secanggang yaitu 12,80 %. Rataan jumlah penyebaran spora jamur P. palmivora di udara tertinggi terdapat pada kebun kakao naungan pisang di Desa Sambirejo Kecamatan Binjai yaitu 135,67 sporangium dan 197,33 klamidospora, dan terendah terdapat pada kebun kakao naungan suren di Desa Karang Anyar Kecamatan Secanggang yaitu 80,00 sporangium dan 135,67 klamidospora. Suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan pohon naungan merupakan faktor lingkungan penting penyebaran dan infeksi jamur P. palmivora pada tanaman kakao (T. cacao). Tanaman suren (Toona sureni) adalah pohon naungan yang baik untuk tanaman kakao dan tanaman pisang (Musa sp.) adalah pohon naungan yang kurang baik untuk tanaman kakao (T. cacao). DAFTAR PUSTAKA Asaad,M., B.A. Lologau, Nurjanani dan Warda. 2010. Kajian Pengendalian Penyakit Busuk Buah kakao, Phytophthora sp. menggunakan Trichoderma dan Kombinasinya dengan Penyarungan Buah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Makasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Departemen Pertanian. Jakarta.

384. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 Bos, M.M., I.S. Dewenter, dan T. Tscharntke. 2007. Shade Tree Management Affects Fruit Abortion, Insect Pests and Pathogens of Cacao. Vol. 120. Agriculture, Ecosystems and Environment. Page 201 205. Detikfinance, 2011. Produksi Kakao 2012 Diprediksi Hanya Tumbuh10 %. Diakses dari http:// finance. detik. Com/ read/ 2011/ 12/ 24/ 152830/ 1799232/ 1036/produksi-kakao-2012- diprediksi-hanya-tumbuh-10 pada tanggal 22 Februari 2012. Duguma, J. Gockowski, dan J. Bakala. 2000. Smallholder Cocoa Cultivation in Agroforestry Systems of West and Central Africa. Diakses dari http:// nationalzoo.si.edu/conservation And Science/Migratory Birds/Research/ Cacao/duguma. cfm, pada tanggal 31 Januari 2012. Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian (Edisi Kedua). UI Press. Jakarta. Nurjanani. 2010. Pengkajian Potensi Beberapa Isolat Trichoderma spp. Dalam Pengendalian Penyakit Busuk Buah Kakao. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Makasar. Semangun, H. 2008. Penyakit Penyakit Penting Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sunarwati, D. dan R. Yoza. 2010. Kemampuan Trichoderma Dan Penicillium Dalam Menghambat Pertumbuhan Cendawan Penyebab Penyakit Busuk Akar Durian (Phytophthora palmivora) Secara In Vitro. Seminar Nasional Program Dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara. Solok. Thorold, C.A.. 1975. Diseases Of Cocoa. Clarendon Press. Oxford. Wood, G.A.R. dan R.A. Lass. 1987. Cocoa. John Wiley Inc. New York.