BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang dan daun pada Suren Merah (T. sinensis) yang berumur kurang lebih delapan tahun di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Bahan pelarut yang digunakan berupa etanol, n-heksana, dan etil asetat. Rayap tanah C. curvignathus yang digunakan berasal dari biakan rayap di Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor (umur biakan kurang lebih enam bulan). Alat-alat yang digunakan antara lain: willey mill, mesh screen ukuran 40-60 mesh, timbangan analitik, gelas piala, labu erlenmeyer, pipet volumetrik, cawan petri, spatula, soxlet extractor, aquades, rotary vacum evaporator, funnel separator, oven, kertas selulosa, botol gelas. 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Persiapan Bahan Baku Kulit batang dan daun Suren Merah dipotong-potong menjadi ukuran 40 mm x 3 mm (sebesar batang korek api), lalu dikeringudarakan hingga mencapai kadar air ± 15%. Pengeringan dengan cara ini bertujuan untuk menjaga agar zat ekstraktif yang terkandung pada kulit batang dan daun tidak mengalami kerusakan. Potongan-potongan tersebut kemudian digiling menggunakan penggilingan willey mill, serbuk yang dihasilkan dilewatkan pada mesh screen atau saringan berukuran 40-60 mesh untuk mendapatkan ukuran serbuk yang seragam untuk proses ekstraksi.
16 3.3.2 Proses Ekstraksi Ekstraksi kulit batang dan daun Suren Merah dilakukan dengan metode ekstraksi sokletasi dengan menggunakan pelarut etanol. Sebanyak ± 30 g serbuk kulit batang dan daun Suren Merah yang terbungkus kertas timbal masing-masing disoklet dengan menggunakan 300 ml pelarut etanol. Proses sokletasi dilakukan selama ± 8 jam dan dilakukan hingga larutan pengekstrak tidak berwarna atau jernih. Metode ekstraksi sokletasi dilakukan pada masing-masing bahan dengan pengulangan sebanyak tiga kali. Penelitian ini menggunakan serbuk kulit batang dan daun Suren Merah yang berukuran 40-60 mesh. Ukuran tersebut digunakan karena terbukti cukup efektif dalam membantu proses absorbsi pelarut ke dalam seluruh bagian sel. Dalam ukuran 40-60 mesh ini sel kayu sudah mulai terbuka dengan seimbang sehingga lebih memudahkan masuknya pelarut ke dalam sel. Jika ukuran serbuk terlalu besar akan menyebabkan makin kecil luas permukaannya sehingga kontak dengan pelarut pada saat perendaman akan lebih rendah sehingga daya serap pelarut kurang maksimal. Hal ini yang menyebabkan jumlah ekstrak yang terlarut akan semakin sedikit. Apabila ukuran serbuk terlalu kecil atau halus akan menyebabkan makin besar luas permukaannya sehingga kontak dengan pelarut pada saat perendaman akan lebih tinggi yang mengakibatkan jumlah ekstrak yang terlarut akan lebih banyak (Syarif 2005). Hal ini dapat mengakibatkan semakin cepat menguapnya zat ekstraktif pada saat penyimpanan. Ekstrak etanol kulit batang dan daun Suren Merah yang dihasilkan dari sokletasi kemudian dipekatkan hingga ± 400 ml dengan menggunakan rotary vacum evaporator pada suhu sekitar 50-60 o C dan putaran rotor sebesar 50 rpm. Ekstrak etanol yang telah dipekatkan, kemudian diambil ± 5 ml (untuk ekstrak etanol daun Suren Merah) dan ± 15ml (untuk ekstrak etanol kulit batang Suren Merah), selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu ± 103 o C untuk menentukan kadar ekstrak kasar. Sisanya ± 50 ml dikeringkan dalam oven pada suhu ± 60 o C untuk selanjutnya digunakan dalam uji efikasi terhadap rayap tanah C. curvignathus. Pelarut yang digunakan adalah etanol teknis yang telah dimurnikan dengan cara penyulingan.
17 Ekstrak etanol yang berasal dari kulit batang dan daun kemudian difraksinasi secara berturut-turut menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat. Fraksinasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan memasukkan 100 ml ekstrak etanol yang telah dipekatkan ke dalam funnel separator, kemudian ditambahkan pelarut n-heksana sebanyak 125 ml serta aquades sebanyak 25 ml. Campuran dikocok dan dibiarkan selama 24 jam hingga terjadi pemisahan, fraksi terlarut n-heksana dipisahkan dari residunya kemudian dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi dengan menggunakan n-heksana ini dilakukan berulang-ulang hingga fraksi pelarut berwarna jernih. Fraksi terlarut n- heksana kemudian dipekatkan hingga ± 250 ml dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu sekitar 50-60 o C dan putaran rotor sebesar 50 rpm. Ekstrak n-heksana yang telah dipekatkan, kemudian diambil ± 5 ml (untuk daun Suren Merah) dan ± 15 ml (untuk kulit batang Suren Merah), selanjutnya kedua ekstrak n-heksana tersebut dikeringkan dengan oven pada suhu ± 103 o C untuk menentukan kadar ekstrak kasar. Sisanya dikeringkan dalam oven pada suhu ± 60 o C untuk selanjutnya digunakan dalam uji efikasi terhadap rayap tanah C. curvignathus. Fraksinasi selanjutnya menggunakan pelarut etil asetat. Residu dari hasil fraksinasi dengan n-heksana selanjutnya ditambahkan dengan pelarut etil asetat sebanyak 125 ml. Campuran ini dikocok dan dibiarkan selama 24 jam hingga terjadi pemisahan seperti pada proses fraksinasi dengan pelarut sebelumnya. Setelah terjadi pemisahan, fraksi terlarut etil asetat dipisahkan dari residu lalu dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi ini dilakukan berulangulang hingga diperoleh pelarut etil asetat yang berwarna jernih. Sama halnya dengan fraksi n-heksana, fraksi terlarut etil asetat dipekatkan hingga 250 ml dengan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak etil asetat yang telah dipekatkan, kemudian diambil ± 5 ml (untuk daun Suren Merah) dan ± 15 ml (untuk kulit batang Suren Merah), selanjutnya kedua ekstrak tersebut dikeringkan dengan oven pada suhu ± 103 o C untuk menentukan kadar ekstrak kasar. Sisanya dikeringkan dalam oven pada suhu ± 60 o C untuk selanjutnya digunakan dalam uji efikasi terhadap rayap tanah C. curvignathus.
18 Tahapan dan bagan proses ekstraksi dan fraksinasi bertingkat ekstrak kulit batang dan daun Suren Merah, dapat dilihat pada Gambar 4. Serbuk kulit batang dan daun Suren Merah (40-60 mesh) Ekstraksi dengan sokletasi menggunakan pelarut etanol sampai bening dan evaporasi Residu Ekstrak etanol * Fraksinasi menggunakan pelarut n-heksana @ 125 ml + aquades 25 ml Residu Fraksi terlarut n-heksana * * Fraksinasi menggunakan pelarut etil asetat @ 125 ml Residu * Fraksi terlarut etil asetat * Keterangan : *) = untuk pengujian efikasi terhadap rayap tanah C. curvignathus Gambar 4 Tahapan dan bagan proses ekstraksi kulit batang dan daun Suren Merah. Mahmudah (2003), menyatakan bahwa penentuan kadar zat ekstraktif dari hasil ekstraksi dihitung dengan menggunakan rumus : Keterangan : Wa = Berat padatan ekstraktif (g) Wb = Berat kering tanur (g) Kadar Ekstraktif = Wa Wb x 100%
19 3.3.3 Pembuatan Larutan Ekstrak Padatan ekstrak kulit batang dan daun Suren Merah untuk masing-masing fraksi dilarutkan dalam etanol murni. Larutan ekstrak kulit batang dan ekstrak daun Suren Merah masing-masing dibuat menjadi konsentrasi 4%, 8%, dan 12%. Disamping itu dibuat juga perlakuan kontrol (0%). 3.3.4 Uji Efikasi Ekstrak Terhadap Rayap Tanah C. curvignathus a. Persiapan Kertas Uji Kertas uji dikeringkan pada suhu 103 ± 2 º C selama 24 jam untuk mengetahui berat kering tanur. Setelah dikeringkan kertas uji ditimbang untuk mengetahui berat awalnya. Jumlah kertas uji yang digunakan sebanyak 78 lembar, terdiri dari dua bahan baku (kulit batang dan daun), kombinasi tiga tingkat konsentrasi untuk empat macam ekstrak (etanol, n-heksana, etil asetat, residu) dengan tiga kali ulangan (72 lembar), ditambah kertas uji kontrol (enam lembar). b. Pemberian Ekstrak Pada Kertas Uji Pemberian ekstrak pada kertas uji dilakukan dengan cara penambahan masing-masing larutan ekstrak pada kertas uji dengan perbandingan berat ekstraktif terhadap berat kertas uji (w/w) sebesar 80 mg/g. Kertas uji yang telah mendapat perlakuan ekstrak dibiarkan sampai kering udara. Kertas uji kontrol yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu kertas uji kontrol yang tidak berikan pelarut apapun dan kertas uji kontrol yang ditetesi dengan pelarut etanol. c. Pengumpanan Kertas Uji Pengumpanan kertas uji terhadap rayap tanah C. curvignathus menggunakan metode yang telah dilakukan oleh Syafii (2000a). Kertas uji yang telah ditambahkan zat ekstraktif dimasukkan pada botol uji dengan media berupa pasir sebanyak ± 10 g (30-50 mesh), kemudian ditambahkan dua ml aquades agar terjaga kelembapannya. Lima puluh ekor rayap yang terdiri dari 45 ekor kasta pekerja dan lima ekor kasta prajurit dimasukkan ke dalam masing-masing botol uji. Pengujian efikasi ekstrak kulit batang dan daun Suren Merah terhadap rayap tanah C. curvignathus dilakukan selama 21 hari dengan tiga ulangan untuk setiap
20 fraksi terlarut. Pengamatan mortalitas rayap dilakukan setiap tiga hari sekali. Rayap yang mati harus segera dibuang karena selain akan dimakan rayap lainnya (sifat kanibalistik), rayap yang mati akan berjamur dan dapat mematikan rayap lainnya (Sari 2002). Skema pengumpanan kertas uji dapat dilihat pada Gambar 5. Kain hitam (penutup) Botol gelas Kertas uji Pasir dan 50 ekor rayap tanah Gambar 5 Skema pengumpanan kertas uji terhadap rayap tanah C. curvignathus. Perhitungan kehilangan berat kertas uji dilakukan setelah masa pengumpanan selama 21 hari. Sebelum dilakukan penimbangan berat, kertas uji harus dibersihkan dahulu agar tidak ada kotoran menempel yang dapat mempengaruhi berat kertas uji tersebut, kemudian kertas uji tersebut dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103 ± 2 ºC hingga beratnya konstan. Adapun kehilangan berat kertas uji dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Keterangan : WL = W 1 W 2 W 1 100% WL = Kehilangan berat (%) W1 = Berat kering oven kertas uji sebelum diumpankan (g) W2 = Berat kering oven kertas uji setelah diumpankan (g) Selain kehilangan berat kertas uji, pengujian efikasi ekstrak kulit batang dan ekstrak daun Suren Merah juga bertujuan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap mortalitas rayap tanah C. curvignathus. Mortalitas rayap tanah C. curvignathus pada masing-masing kertas uji diamati setiap tiga hari sekali selama 21 hari pengumpanan. Adapun penentuan nilai mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
21 Keterangan : Ki = Mi 50 x 100% Ki = Mortalitas rayap pada contoh uji ke-i (%) Mi = Jumlah mortalitas rayap pada contoh uji ke-i 3.3.5 Analisis Data Penelitian ini disusun oleh Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor, yaitu: faktor A (jenis fraksi terlarut yaitu fraksi etanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan residu), faktor B (konsentrasi fraksi terlarut yaitu 4%, 8%, dan 12%). Setiap perlakuan mendapat tiga ulangan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ijk = μ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk dimana : Y ijk = Nilai pengamatan pada fraksi terlarut ke-i, konsentrasi fraksi terlarut ke-j dan ulangan ke-k µ = Rataan umum α i = Pengaruh utama fraksi terlarut ke-i (fraksi etanol, n- heksana, etil asetat, dan residu) β j = Pengaruh utama konsentrasi fraksi terlarut ke-j (4%, 8%, dan 12%) (αβ) ij = Pengaruh interaksi antara fraksi terlarut ke-i dan konsentrasi fraksi terlarut ke-j ε ijk = Nilai galat (kesalahan percobaan) dari fraksi terlarut ke-i, konsentrasi fraksi terlarut ke-j pada ulangan ke-k Jika berdasarkan hasil analisis keragaman ditemukan faktor yang berpengaruh nyata, maka dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan Analisis Perbandingan Berganda Duncan. Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis didasarkan pada signifikansi 0.05. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.0 for Windows Evaluation Version.