Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Oleh: Mildaerizanti, SP, M.Sc Peneliti Muda Ahli pada BPTP Balitbangtan Jambi Pendahuluan Kebutuhan terhadap jagung diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya industri berbasis jagung baik pakan ternak, makanan ringan maupun bahan bakar alternatif. Pemerintah menggelontorkan program pengembangan jagung untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Sasaran produksi yang akan diraih pada tahun 2017 sebanyak 30.544.728 ton dengan luas pengembangan jagung 3 juta hektar (ha), terdiri dari jagung hibrida 2,6 juta ha, dan jagung komposit 400.000 ha (Dirjentan, 2016). Pengembangan jagung membutuhkan benih yang cukup banyak, sebagai ilustrasi jika 1 ha lahan membutuhkan 15 kg benih hibrida, maka jumlah benih yang harus disediakan adalah 2.600.000 x 15 kg = 39 ribu ton. Benih hibrida ini harganya sangat mahal, biasanya merupakan benih impor, ataupun benih yang dihasilkan oleh perusahaan asing. Untuk mendukung kedaulatan pangan maka pemerintah membuka peluang seluas-luasnya untuk anak bangsa memproduksi benih hibrida dalam negeri. Secara bertahap benih impor akan digantikan oleh benih yang diproduksi anak negeri, dengan porsi benih yang dapat disediakan adalah 40%, 80% dan 100% dimulai pada tahun 2017 hingga tahun 2019. Banyak varietas hibrida yang telah dihasilkan oleh lembaga penelitian terutama Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, namun pengembangannya tentu membutuhkan kerjasama yang intens dengan petani. Hal ini membuka peluang bagi kelompok tani penangkar dan calon penangkar benih jagung untuk turut berperan dalam menghasilkan benih jagung hibrida. Mengenal Benih Hibrida dan Komposit Benih hibrida adalah benih yang dihasilkan dari persilangan antar 2 (dua) atau lebih tetua pembentuknya. Dengan kata lain merupakan benih generasi pertama (F1) dari persilangan 2 (dua) atau lebih galur murni. Benih komposit adalah benih yang dihasilkan dari campuran beberapa galur murni atau plasmanutfah sehingga terjadi penyerbukan acak antar tanaman dalam varietas, sehingga merupakan suatu populasi. 1
Cara memproduksi benih jagung komposit sama dengan cara budidaya jagung pada umumnya ditambah dengan perlakuan roguing. Sedangkan untuk produksi benih jagung hibrida kita akan mengenal tetua (induk) jantan dan betina, roguing, detasseling. Beberapa hal yang perlu diperhatian dalam produksi benih jagung adalah: 1. Syarat lahan/lokasi a. Produksi benih dilakukan pada lahan yang subur, karena benih yang akan diperoleh sangat menentukan hasil tanaman berikutnya. b. Tersedia sumber air yang cukup dan mudah diakses. c. Bukan merupakan lokasi endemik hama/penyakit. d. Lokasi terisolasi dari pertanaman jagung varietas lain. Isolasi berdasarkan waktu (3-4 minggu) dan isolasi jarak minimal dalam radius 300 m. 2. Melakukan koordinasi yang baik dengan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) sebagai lembaga yang ditunjuk untuk melaqkukan pengawasan dan sertifikasi benih. Hal yang perlu dikoordinasikan diantaranya, melaporkan dimana calon lokasi penagkaran berada, tetua yang ditanam dan kelas benihnya, varietas yang akan dihasilkan, tanggal tanam, roguing, detasseling, tanggal panen. Tahapan Budidaya dalam Menghasilkan Benih Jagung Hibrida 1. Persiapan Lahan Lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan gulma, dapat digunakan herbisida kontak untuk mempercepat pengolahan tanah. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan bajak (2 kali) dan diikuti dengan garu/sisir sampai tanah tidak berbongkah-bongkah dan rata. 2. Penyiapan Benih Benih yang harus disiapkan berupa induk (parent stock) jantan dan betina yang jelas asalnya. Kebutuhan benih untuk tanaman induk jantan sekitar ¼ dan induk betina ¾ dari kebutuhan total benih. jika kebutuhan benih per hektar 20 kg, maka benih untuk induk jantan 5 kg dan induk betina 15 kg. Lakukan uji daya tumbuh untuk mengetahui persentase benih yang tumbuh. Untuk mencegah penyakit bulai, benih diberi perlakuan fungisida berbahan aktif metalaksil sebanyak 2 g/kg benih ditambah air 10 ml, kemudian dicampurkan pada benih. 2
3. Penanaman Penanaman induk tanaman jantan dan betina, biasanya dibedakan beberapa hari untuk menyingkronkan waktu berbunga tanaman jantan dan betina. Perbedaan waktu tanam berkisar antara 0-5 hari, tergantung varietas dan keadaan angin di lokasi. Perbandingan jumlah baris induk tanaman jantan dan betina 1:2, 1:3, 1:4, biasanya 1:3, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar. Benih ditanam 1 biji per lubang tanam dan ditutup dengan 1 genggam kompos (1,5 2 ton/ha). 4. Pemupukan Pemupukan diberikan sebanyak 2-3 kali dengan porsi pemberian pupuk N pada setiap aplikasi perlu disesuaikan dengan stadia pertumbuhan tanaman. Tabel 1. Kebutuhan, takaran dan waktu pemberian pupuk anorganik pada tanaman jagung Jenis Kebutuhan Takaran Pupuk (kg/ha) menurut umur Pupuk Pupuk (kg/ha) 7-10 hst 28-30 hst 40-45 hst Urea 350-400 30% 70% *BWD SP36 200 100% - - KCl 150 50% 50% - Boron 6-8 100 3
Cara pemberian Dicampur, ditugal 7-10 cm disamping tanaman Dicampur, ditugal 10-15 cm disamping tanaman Ditugal 10-15 cm disamping tanaman Catatan : kebutuhan pupuk tergantung lokasi. * = Pemberian urea tergantung hasil pembacaan Bagan Warna Daun (BWD) 5. Penyiangan dan Pembumbunan Penyiangan pertama diikuti dengan pembumbunan dilakukan saat tanaman berumur 15-20 HST. Penyiangan dan pembumbunan dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul, sekaligus membuat saluran pendistribusian air ke tanaman. Penyiangan ke dua dilakukan setelah pemupukan ke dua. Penyiangan bisa menggunakan herbisida kontak dengan sprayer yang pada ujung nozzle-nya ditambahkan alat pelindung agar percikan herbisida tidak mengenai daun tanaman. Penyemprotan dianjurkan pada pagi hari dengan cara mengarahkan nozzle sedekat mungkin ke permukaan tanah. 6. Pengendalian Hama dan Penyakit Hama utama yang biasa dijumpai pada pertanaman jagung adalah lalat bibit, penggerek batang dan tongkol. Pencegahan serangan hama lalat bibit dapat dilakukan dengan pemberian carbofuran bersamaan dengan penanaman benih dalam lubang tanam, takaran 10-15 kg (produk)/ha. Pengendalian hama penggerek batang dilakukan jika ada gejala serangan hama, untuk itu dapat diberikan carbofuran melalui pucuk tanaman dengan takaran 10 kg produk/ha (3-4 butir/tanaman). 7. Pemberian air Pemberian air perlu dilakukan jika tanaman menunjukkan gejala kekurangan air (daun mulai menggulung). Pendistribusian air sebaiknya dilakukan melalui aluralur di antara baris tanaman yang telah dibuat saat pembumbunan. 8. Roguing Roguing adalah kegiatan mengidentifikasi dan menghilangkan tanaman yang menyimpang (off type). Tujuan roguing adalah untuk mempertahankan 4
kemurnian dan mutu genetik suatu varietas. Roghuing terhadap tanaman tipe simpang, dilakukan beberapa kali pada tahapan pertumbuhan, saat pembungaan, saat panen atau seleksi tongkol. 9. Detasseling Detasseling adalah pembuangan bunga jantan pada tanaman induk betina, dilakukan sebelum malai bunga jantan keluar (saat masih terbungkus daun bendera). Detasseling dilakukan setiap hari pada pagi hari selama periode berbunga, untuk mencegah terjadinya penyerbukan sendiri. Langkah-langkah melakukan detasseling Buka tassel yang masih dlm posisi terbungkus daun Tangan kiri memegang pangkal tassel Tarik tassel dgn tangan kanan secara hati - hati Detasseling berhasil dilakukan 10. Pemanenan Tongkol Tanaman Induk Jantan Tongkol dari tanaman induk jantan hendaknya dipanen muda atau sampai umur cukup untuk jagung rebus saja supaya tidak bercampur dengan tongkol panen. Bagian tanaman pejantan juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. 11. Panen Pemanenan dilakukan setelah jagung berada pada kondisi masak fisiologis atau kelobot telah mengering berwarna kecoklatan (biji telah mengeras dan telah mulai membentuk lapisan hitam/black layer minimal 50% di setiap barisan biji) dengan kadar air mencapai 30-40%. 12. Prosesing Benih Prosesing benih adalah kegiatan yang dilakukan setelah panen sampai benih siap di edarkan atau dijual, pada jagung kegiatan ini mencakup pengeringan tongkol, 5
pemipilan, sortasi dan pengemasan. Semua tongkol yang telah dipanen, kemudian dijemur sampai kering (kadar air 15-17%). Selanjutnya tongkol dipipil dengan mesin pemipil atau manual. Lakukan sortasi biji dengan menggunakan saringan/ayakan Ø 7 mm, biji-biji yang tidak lolos saringan/ayakan dijadikan sebagai benih, dan dijemur lagi sampai kadar air 10%. Benih dikemas setelah lolos dari pengujian labor yang dilakukan oleh BPSB (Balai Pengawas dan Sertifikasi Benih). Proses pascapanen, mulai saat panen sampai pengemasan benih, dianjurkan tidak lebih dari 14 hari. Sumber : Saenong, S., M. Azrai, R. Arief, dan Rahmawati. Pengelolaan Benih Jagung.. Diakses tanggal 5 pebruari 2017 dari http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/ 2016/ 11/satusatu.pdf Syakir, M., A. Jamil, N. Widiarta, NA. Subekti, H. Praptana, IP. Wardana dan A, Koes. 2016. Panduan Umum Sekolah Lapang Model Desa Mandiri Benih Padi, Jagung, dan Kedelai. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 28 hal. Takdir, A.M., S. Sunarti, dan M.J. Mejaya. 2016. Pembentukan Varietas Jagung Hibrida. Diakses tanggal 5 pebruari 2017 dari http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp content/uploads/2016/11/ sembilan.pdf Kunci keberhasilan dari produksi benih hibrida adalah disiplin dalam hal ketepatan dalam melakukan penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, melakukan roguing, melakukan detasseling. Berikut hal-hal yang dapat menyebabkan penurunan hasil dan mutu benih yang dihasilkan 1. Penyiangan yang terlambat, dapat menghambat pertumbuhan tanaman sehingga berpotensi menurunkan produktivitas, selain itu juga meningkatkan biaya penyiangan. 6
2. Serangan hama dan penyakit, dapat menurunkan hasil dan kualitas hasil benih. Karena itu hama dan penyakit perlu dikendalikan secara terpadu. Pestisida hanya dilakukan jika hama dan penyakit telah berada pada ambang ekonomis dan komponen pengendalian lain tidak efektif. Aplikasi pestisida perlu dilakukan tepat waktu, tepat sasaran, tepat dosis, dan tepat jenis. 3. Tidak melakukan Rouging. Jika tidak dilakukan maka akan menyebabkan benih tidak murni lagi. 4. Keterlambatan Detasseling. Keterlambatan pencambutan bunga jantan pada induk betina menyebabkan benih jagung hibrida yang dihasilkan akan menyimpang dari mutu genetiknya. 5. Kekurangan air terutama pada fase menjelang hingga selama fase pembungaan dapat menyebabkan gangguan penyerbukan sehingga tongkol kurang berisi bahkan tidak berisi sama sekali. 6. Kelebihan air, terjadi jika curah hujan tinggi dan air menggenang menyebabkan tanaman layu dan mati. Produksi benih juga sering terkendala Jika kondisi Untuk mengantisipasi terjadinya genangan air pada areal pertanaman perlu dibuat saluran drainase sehingga tidak terjadi genangan air pada pertanaman. 7. Tidak singkronnya waktu berbunga antara induk jantan dan betina juga menjadi penyebab terganggunya produksi. Untuk itulah dilakukan perbedaan waktu tanam antara induk jantan dan induk betina. 8. Panen dilakukan tidak pada saat yang tepat. Panen lebih awal dapat menyebabkan penurunan kualitas fisiologis benih dan umur simpan benih menjadi lebih pendek. 9. Pengeringan 7
8