14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi kesulitan keuangan (financial distress) terjadi sebelum kebangkrutan, sehingga banyak sekali model financial distress perlu dikembangkan karena dengan mengetahui kondisi kesulitan keuangan perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan kebijakan untuk mengantisipasinya. Fenomena lain dari financial distress adalah banyaknya perusahaan yang cenderung mengalami kesulitan likuiditas, ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah perusahaan yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada perbankan. Financial distress adalah suatu kondisi dimana perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Menurut Platt dan Platt (2002), financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Financial distress dapat dimulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek) sebagai indikasi financial distress yang paling ringan, sampai ke pernyataan kebangkrutan yang merupakan financial distress yang paling berat (Triwahyuningtias, 2012). Dengan mengetahui kondisi financial distress diharapkan perusahaan dapat melakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan sedini mungkin (Almilia, 2004). Menurut Platt dan Platt (2002)
15 menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah: 1. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan pada masa yang akan datang. 2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau take over agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan baik. 3. Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan. Umumnya model financial distress berpegang pada data kebangkrutan, karena data ini mudah diperoleh (Iramani, 2007). Tidak banyak penelitian yang menghasilkan model untuk memprediksi financial distress. Terbatasnya usaha untuk memprediksi financial distress ini disebabkan tidak adanya definisi yang konsisten ketika perusahaan berada dalam tahap penurunan (Iramani, 2007). Pada umumnya penelitian tentang kebangkrutan, kegagalan maupun financial distress menggunakan indikator kinerja keuangan perusahaan sebagai prediksi dalam memprediksi kondisi perusahaan dimasa yang akan datang (Iramani, 2007). Indikator ini diperoleh dari analisis rasio-rasio keuangan yang terdapat pada informasi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan yang sangat berguna untuk
16 mendukung pengambilan keputusan yang tepat (Almilia, 2006). Hal ini diperkuat dengan hasil dari penelitian Altman (1968) menunjukkan bahwa rasio keuangan dapat bermanfaat untuk memprediksi kegagalan atau kebangkrutan suatu perusahaan dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan sebesar 94 persen dan 95 persen benar dalam penelitiannya. Model Altman ini dikenal dengan Z-Score yaitu score yang ditentukan dari hitungan standart kali nisbah-nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Variable financial indicators dalam penelitian ini menggunakan rasio likuiditas, leverage, profitabilitas, dan operating capacity dikarenakan rasio-rasio ini dianggap dapat menunjukkan kinerja keuangan dan efisiensi perusahaan. Secara umum untuk memprediksi terjadinya financial distress, indikator kinerja keuangan yang pertama yaitu rasio likuiditas. Rasio likuiditas yang biasa dipakai adalah current ratio yang merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban financial jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya (Triwahyunintias, 2012). Penggunaan current ratio dalam likuiditas ini dikarenakan rasio ini paling sering digunakan dan dapat dikatakan paling efektif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Almilia (2003) menunjukkan bahwa current ratio memiliki pengaruh negatif dan signifikan untuk memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
17 kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya financial distress. Indikator kinerja keuangan selanjutnya adalah rasio solvabilitas. Rasio ini termasuk solvabilitas jangka panjang dan solvabilitas jangka pendek. Rasio solvabilitas disebut juga rasio leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Debt-asset ratio mengukur persentase dana yang disediakan oleh kreditur (Brigham dan Houston, 2001). Rasio ini memperlihatkan proporsi seluruh aktiva yang didanai oleh hutang (Fraser dan Ormiston, 2008). Dengan kata lain, menunjukkan seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang atau seberapa besar hutang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Analisis terhadap rasio ini diperlukan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar utang (jangka pendek dan jangka panjang) apabila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan (Widarjo dan Setiawan, 2009). Rasio leverage yang biasa digunakan adalah rasio utang (debt-asset ratio) yaitu total utang dibagi dengan total aktiva. Penelitian yang dilakukan oleh Jiming dan WeiWei (2011) di China menunjukkan bahwa leverage (debt-asset ratio) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi financial distress. Sehingga ini berarti semakin besar kegiatan perusahaan yang dibiayai oleh utang semakin besar pula kemungkinan terjadinya
18 kondisi financial distress, akibatnya semakin besar kewajiban perusahaan untuk membayar utang tersebut. Rasio lain yang digunakan untuk memprediksi terjadinya financial distress adalah rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas adalah indikator sebagai pusat dari sistem keuangan (Jiming dan WeiWei, 2011). Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan. Profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut (Ardiyanto, 2011). Rasio ini menggunakan proksi Return on Assets (ROA). ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Ang, 1997). ROA merupakan rasio profitabilitas yang paling sering digunakan oleh penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Almilia (2004) menunjukkan bahwa ROA berpengaruh terhadap terjadinya kondisi financial distress. Hasilnya bahwa rasio CA/CL, EBITDA/TA, EQ/TA berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Penelitian yang membuktikan hubungan antara kondisi financial distress dengan earnings management suatu perusahaan masih belum banyak dikembangkan di Indonesia. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan kebijakan tersebut. Karena topik ini juga dapat menjadi wacana penting bagi
19 pengguna laporan keuangan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan di masa datang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada indikatorindikator yang mempengaruhi financial distress antara lain : (1) indikator earnings management yang terdiri dari komposisi total accruals, non discretionary accrual, dan discretionary accrual, (2) objek penelitian adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dan (3) penelitian menggunakan periode 2007-2011. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka penulis mengambil Hubungan Antara Financial Distress Terhadap Earnings Management sebagai judul penelitian ini. 1.2 Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang masalah maka rumusan masalah yang disampaikan dalam penelitian ini adalah: Apakah financial distress berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah mendeteksi adakah pengaruh financial distress terhadap manajemen laba perusahaan.
20 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihakpihak yang berkepentingan, seperti: a. Kontribusi Teoritis Memberikan tambahan ilmu pengetahuan melalui bukti empiris yang dihasilkan terkait masalah perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) dan memberikan tambahan referensi untuk penelitianpenelitian selanjutnya. b. Kontribusi Praktis Sebagai salah satu pertimbangan bagi investor untuk mengambil keputusan dalam menginvestasikan modalnya, serta sebagai bahan analisis investor terhadap kinerja perusahaan guna mengetahui keuntungan yang diperoleh sesuai dengan kondisi sebenarnya. c. Kontribusi Kebijakan Diharapkan perusahaan dapat menentukan kebijakan-kebijakan dengan alternatif cara yang lebih baik, tidak hanya dengan cara mengurangi kredibilitas laporan keuangan seperti halnya earnings management serta sebagai salah satu bahan pertimbangan kreditor dalam pengambilan keputusan terkait dengan pemberian suatu pinjaman bagi perusahaan.
21 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka peneliti perlu melakukan pembatasan dalam bentuk ruang lingkup penelitian. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah: a. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. b. Periode laporan keuangan yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan untuk tahun 2008-2011. c. Penilitian ini menguji bagaimana mendeteksi pengaruh terjadinya kesulitan keuangan (financial distress) terhadap tindakan manajemen laba terhadap perusahaan.