BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketika berbicara soal makanan, bisa dipastikan hampir semua menyukai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk pulalah masyarakat muslim. Dengan terbentuknya masyarakat muslim

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan

BAB I Pendahuluan. tertentu dapat tercapai. Dengan pendidikan itu pula mereka dapat mempergunakan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : id.wikibooks.org/wiki/wisata:solo PUSAT KULINER KHAS SOLO

1.1.1 KONDISI TEMPAT WISATA DI SURAKARTA

GEDUNG SENI PERTUNJUKAN DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR POST-MODERN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni media rekam atau film merupakan cabang kesenian yang bentuk

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin menyegarkan pikiran setelah bekerja dan memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. terbentuknya sebuah desa karena adanya individu-individu yang menggabungkan diri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga faktor penting dalam sejarah yaitu manusia, tempat, dan waktu 1.

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

BAB III METODE PENELITIAN. Pengertian metode menurut Helius Sjamsuddin dalam bukunya yang

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu industri strategis jika ditinjau dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebudayaan dan gaya hidup Indis. Pada awal abad XX dalam kehidupan masyarakat

ABSTRAK. : Kuliner, Keraton Surakarta, Promosi, Buku Desain, Budaya. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, yang didapat dari mata uang asing yang dikeluarkan oleh wisatawan

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. malam hari. Kecenderungan orang melakukan berbagai macam aktifitasnya di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun ,

III. METODE PENELITIAN. teknik serta alat tertentu. (Winarno Surakhmad, 1982; 121).

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB. I PENDAHULUAN. wilayah III (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) serta dikenal dengan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi umumnya bermatapencarian sebagai petani. Adapun jenis tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bisnis di Indonesia sudah semakin berkembang. Perkembangan bisnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kemerdekaan Indonesia telah memasuki usia 71 tahun. Pencapaian

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Toko Sumber Hidangan dibangun pada tahun 1929, didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

PUSAT RESTORAN MASAKAN TRADISIONAL YOGYAKARTA DENGAN KONSEP TROPIS MODERN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. atau melihat pemandangan semata, akan tetapi wisatawan juga ingin mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman budaya, adat istiadat, bahasa dan sebagainya. Setiap daerah pun

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

BAB I PENDAHULUAN. menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul 1.2 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. budaya berupa makanan tradisional Indonesia menjadi aset atraksi wisata yang

DINAMIKA TIONGHOA ISLAM PASCA REFORMASI DI YOGYAKARTA ( ) SKRIPSI

PUSAT BATIK DI PEKALONGAN (Showroom,Penjualan,Pelatihan Desain,dan Information center)

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ±

BAB I PENDAHULUAN. sumber devisa negara. Industri yang mengandalkan potensi pada sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah adalah permukaan bumi tempat manusia hidup dan berkembang, serta

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kedatangan kaum Tionghoa dari dataran Tiongkok ke Indonesia sudah

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehari-hari membutuhkan refreshing dengan salah satu jalannya adalah dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika berbicara soal makanan, bisa dipastikan hampir semua menyukai topik tersebut. Makanan sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, juga merupakan bagian dari kebudayaan yang memanjakan kelima indra manusia. Makanan pun dapat berperan sebagai identitas bangsa. Konsumsi termasuk konsumsi makanan merupakan salah satu aktivitas manusia paling primordial, yang telah ada setua sejarah manusia itu sendiri yang meskipun demikian mengalami berbagai perkembangan dan perubahan sesuai dengan perubahan sosial, ekonomi, teknologi dan kultural. Sebagai aktivitas konsumsi, makan dan makanan sebagai obyeknya adalah bentuk kebudayaan yang sepintas tampak sederhana, akan tetapi bila diamati secara mendalam, ternyata lebih kompleks. Makan tidak hanya sekedar aktivitas biologis memindahkan makanan ke dalam tubuh, tetapi aktivitas yang melibatkan berbagai relasi psikologi, bahasa, simbolik, gender, sosial, teknologi, spiritual, ekonomi, politik dan kultural. Makan adalah salah satu wujud utama kebudayaan (culinary culture). Kuliner merupakan salah satu budaya di Indonesia. Dalam perkembangannya kuliner di Indonesia dipengaruhi oleh penjajah yang datang ke Indonesia, salah satunya adalah penjajah Belanda yang memberikan sentuhan terhadap perkembangan dalam khasanah kuliner pribumi yang dianggap tradisional. Tatanan masyarakat di tanah koloni, orang Eropa (dalam hal ini Belanda) dikenal sebagai kelas sosial tertinggi yang senantiasa menjaga eksklusivitas atau membatasi hubungan dengan kelas sosial yang dianggap rendah 1

2 yaitu pribumi. Namun pengaruh masyarakat yang dikoloni nyatanya deras mempengaruhi kehidupan keseharian mereka. Demikian pula sebaliknya masyarakat pribumi menyerap dan terpengaruh unsur-unsur kebudayaan penjajah. Salah satunya dalam hal makanan atau kuliner. Nilai-nilai budaya yang sudah tertanam dalam kehidupan bangsa Indonesia ini sulit dihapuskan karena sudah menyatu menjadi kebiasaan kolektif masyarakat, sebagaimana tampak dalam wajah kuliner Indonesia. Sebagai contoh, gaya prasmanan sebagai gaya penyajian makanan yang sangat lumrah bagi masyarakat Indonesia saat ini sebenarnya merupakan gaya Eropa yang menggantikan kebiasaan makan pribumi duduk berlesehan di lantai. Kebudayaan Jawa yang hidup di Surakarta dan Yogyakarta merupakan peradaban orang Jawa yang berakar di keraton 1. Kota Surakarta mempunyai potensi yang sangat kuat dalam pengembangan pariwisata khususnya wisata budaya dengan adanya Keraton Kasunanan dan Puro mangkunegaran merupakan pusat kebudayaan Jawa, karena kedua keraton tersebut merupakan sumber kebudayaan Jawa. Selain Keraton Kasunanan dan Puro Mangkunegaran, obyekobyek wisata di Kota Surakarta yang selama ini menjadi obyek kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara antara lain Museum Radya Pustaka yang di dalamnya terdapat benda-benda keraton serta buku-buku Jawa yang banyak mengandung petuah-petuah. Ada pula Taman Sriwedari yang cukup dikenal oleh masyarakat Surakarta sebagai tempat hiburan rakyat yang bertema hiburan tradisional. Di arena rekreasi dilengkapi dengan sarana permainan anak- 1 Rustopo, Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta, (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm. 27.

3 anak dan dewasa, toko cindera mata, pertunjukan wayang orang, Di samping itu juga terdapat puja sari (pusat jajanan sarwo asri) yang menghidangkan beraneka ragam masakan khas Kota Surakarta seperti nasi liwet, gudeg, wedhang ronde, gempol plered, dan lain-lain. Dalam kajian historis, Surakarta telah menjadi kota kosmopolitan pada awal abad ke-20 dengan tumbuhnya pusat-pusat hiburan maupun pusat gaya hidup baru modern. Pengaruh gaya hidup eropa yang dibawa oleh orang-orang Belanda yang tinggal di Surakarta. Membawa bentuk-bentuk kesenian, hiburan, serta berbagai macam bentuk rekreasi yang bersifat modern. Bentuk-bentuk kesenian, hiburan, dan rekreasi tersebut, berhasil menjadi tren baru yang juga digemari dan disukai masyarakat pribumi, terutama golongan menengah ke atas. Dengan bertumbuhnya tempat-tempat hiburan berskala modern membawa konsekuensi terhadap perkembangan kuliner di Surakarta yang menyesuaikan dengan perubahan dan kebutuhan jaman. 2 Pada pertengahan abad ke-19, Rijsttafel menjadi budaya makan kolonial Belanda yang paling mengemuka. Menurut seorang penulis roman Belanda, Victor Ido (1948: 31) dalam buku Rijsttafel: Budaya Kuliner di Indonesia, rijsttafel diartikan sebagai eten van de rijsmaaltijd een speciale tafel gebruikt yaitu suatu sajian makan nasi yang dihidangkan secara spesial dengan menu dari berbagai daerah di Nusantara yang berkembang dari kolonial Hindia Belanda. 2 Ardi Baskoro, Kuliner di Keraton Surakarta (Kesinambungan dan perubahannya), Tesis Program Studi Kajian Budaya, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, 2012, hlm. 2-3.

4 Makanan sebagai identitas sebuah daerah dapat dilihat dari pengunaan identitas personal maupun identitas daerah yang tercantum dalam nama warung. Mendengar satu jenis makanan tertentu yang menyebutkan nama lokalitas, orang akan segera tahu, menu makanan itu berasal dari daerah tertentu. Serabi Notosuman, nama serabi ini mengunakan sebuah daerah yaitu Notosuman yang menjadi bagian dari wilayah kota Surakarta. Lain dengan jenis menu makanan Yogya, apa yang menunjukan identitas daerah tidak ditemukan, yang ditemukan justru identitas personal, misalnya gudeg sulit ditemukan nama gudeg Yogya, yang mudah ditemukan adalah menunjuk nama orang seperti gudeg Juminten, gudeg Bu Tjitro, dan sejumlah nama lain yang menunjuk identitas personal yang menunjuk pada menu tersebut. Surakarta sejak lama telah berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Kehadiran bangsa-bangsa lain atau etnis-etnis lain dari luar Surakarta, menyebabkan pertemuan beberapa kebudayaan yang berlainan menjadi semakin erat. Kebudayaan asing yang dibawa oleh masing-masing etnik, mempunyai struktur sosial yang berbeda-beda dan bercampur di wilayah Surakarta. Akibat dari pertemuan dan persinggungan kebudayaan tersebut, kebudayaan Jawa di Surakarta diperkaya dengan berbagai unsur kebudayaan lain. Lambat laun pengaruh tersebut semakin besar dan mempengaruhi berbagai bidang serta unsur kebudayaan Jawa, termasuk juga kuliner. Perkembangan kuliner di Surakarta dipengaruhi oleh sentuhan-sentuhan kebudayaan lain, seperti kebudayaan Eropa yang dibawa oleh pemerintah kolonial Belanda dan kebudayaan Timur Asing. 3 3 Ibid.

5 Dinamika perkembangan kuliner di Surakarta mengalami banyak perubahan yang signifikan sejalan dengan perubahan stratifikasi sosial dalam masyarakatnya, setelah keraton Surakarta tidak lagi memiliki kekuasaan mengatur kehidupan sosial masyarakat di Surakarta. Keraton Surakarta kini hanya menjadi simbol dan poros kebudayaan Jawa, tetapi tidak lagi memiliki kekuasaan yang dapat mengatur masyarakatnya. Beberapa kuliner di Surakarta memiliki sisi historis yang unik misalnya, nasi liwet, tengkleng, pecel, wedang ronde, gempol pleret, dan seterusnya. 4 Serabi Notosuman merupakan kuliner tradisional khas Surakarta yang sudah ada sejak tahun 1923 yang dirintis oleh pasangan Hoo Geng Hok dan Tan Giok Lan yang berhasil mengembangkan usaha pembuatan kue serabi hingga saat ini, dan kini menjadi bisnis warisan turun temurun. Dari penjelasan di atas maka sangat menarik untuk diteliti, bagaimana perkembangan Serabi Notosuman dari masa kolonial hingga saat ini semakin berkembang pesat dan menjadi salah satu kuliner tradisional di Kota Surakarta. Penelitian ini mengambil tahun 1987-2012, tahun 1987 Serabi Notosuman semakin mengalami perkembangan dan menjadi brand kuliner khas Kota Surakarta, hingga tahun 2012 sebagai batasan periodesasi. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perkembangan kuliner di Kota Surakarta tahun 1987-2012? 2. Bagaimana latar belakang Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional di Kota Surakarta? 4 Ibid.

6 3. Bagaimana perkembangan Serabi Notosuman Generasi ke-1 sampai generasi ke-4? 4. Bagaimana peran Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional di Kota Surakarta tahun 1987-2012? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan kuliner di Surakarta. 2. Untuk mengetahui latar belakang Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional di Kota Surakarta. 3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Serabi Notosuman generasi ke-1 sampai generasi ke-4. 4. Untuk mengetahui peran Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional di Kota Surakarta tahun 1987-2012. D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan berguna bagi pihak yang terkait, Adanya penelitian perkembangan jajanan khas Surakarta Serabi Notosuman ini, diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu diharapkan mampu memberikan gambaran kepada masyarakat umum dan pada pengkaji tentang khasanah kuliner khususnya kuliner Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional di Kota Surakarta. 2. Manfaat Teoritis yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: a. Sebagai bahan informasi mengenai sejarah kuliner di Indonesia. b. Sebagai tambahan khasanah bacaan terhadap kuliner tradisisional di Kota Surakarta.

7 c. Sebagai bahan informasi mengenai kuliner tradisional di Kota Surakarta, khususnya Serabi Notosuman. E. Tinjauan Pustaka Buku yang diterbitkan Patrawidya: Seni Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya, Vol. 12 yang diterbitkan tahun 2011, berisi beberapa judul yang salah satunya ditulis oleh Yustina Hastrini Nurwanti berjudul Dinamika Kewirausahaan Kuliner: Lunpia Semarang Tahun 1965-2009. Penelitian ini mengulas tentang bagaimana usaha lunpia Semarang menghadapi tantangan zaman. Lunpia Semarang adalah semua pengusaha lunpia keturunan dari Tjoa Thay Yoe dan Wasi. Perkawinan antar bangsa inilah yang kemudian melahirkan Lunpia Semarang. Perjalanan suatu usaha kuliner melalui beberapa hambatan terkait dengan kondisi zamannya. Dalam buku ini, pemerintah juga turut andil dalam keberlangsungan usaha lunpia meskipun secara tidak langsung. Skripsi Fajri Kurniawan, Universitas Sebelas Maret, yang berjudul Potensi wisata Kuliner Dalam Pengembangan Pariwisata Di Yogayakarta. Skripsi ini memberikan gambaran tentang industri pariwisata dan kentalnya budaya di Yogayakarta serta wisata kulinernya yang merupakan salah satu aset Yogyakarta yang sudah tidak asing lagi bagi wisatawan, akan tetapi aset ini perlu perbaikan, pengembangan, dimanfaatkan dan dilestarikan. Dalam skripsi ini wisata kuliner makanan khas sebagai salah satu keunggulan baru dalam bidang pariwisata. Sebagai salah satu keunggulan baru dalam bidang pariwisata, wisata kuliner mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan bila dikelola secara professional dan tertata bahkan mungkin menjadi daya tarik

8 tersendiri yang dapat menambah minat para wisatawan untuk datang berkunjung ke Yogyakarta. Tesis dari Ardi Baskoro, Universitas Sebelas Maret, yang berjudul Kuliner di Kraton Surakarta (Kesinambungan dan Perubahannya). Tesis ini menggambarkan tentang kuliner yang ada di dalam kraton Surakarta, yang terdiri dari kuliner keseharian, sesaji, dan wilujengan. Kuliner keseharian berupa makanan pokok, keleman atau makanan ringan, dan minuman. Sesaji dan wilujengan merupakan kuliner yang digunakan dalam berbagai upacara tradisi kraton. Kraton Surakarta hingga saat ini masih melakukan serangkaian upacara tradisi yang berhubungan dengan siklus hidup, upacara tradisi yang berkaitan dengan keagamaan dan non keagamaan, lengkap beserta kuliner pendukungnya. Kuliner yang terdapat dalam upacara tradisi tersebut, tidak hanya sebagai pelengkap upacara namun juga memiliki makna simbolis. Kuliner dalam masyarakat kraton Surakarta tidak hanya menjadi penanda adanya dari adanya stratifikasi dalam masyarakat tersebut, tetapi makanan telah memperjelas bahwa stratifikasi di dalam masyarakat kraton Surakarta terlihat secara kasat mata melalui aktivitas konsumsi, selain penggunaan pakaian. F. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah yaitu suatu metode yang digunakan untuk menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu dan merekontruksi secara imajinatif masa lalu tersebut berdasarkan data yang diperoleh. 5 Pendapat ini menyebutkan metode sejarah 5 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 2.

9 dalam proses pengumpulan sumber, menguji dan menganalisis secara kritis rekaman-rekaman peninggalan masa lalu serta usaha untuk melakukan sintesa dari data-data yang terkumpul sehingga menjadi kajian yang dapat dipercaya. 6 Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam metode penelitian sejarah ini terdiri dari empat langkah, yaitu: 1. Heuristik Yaitu kegiatan atau proses pengumpulan sumber sejarah. Dalam langkah ini dilakukan pengumpulan sumber data sebanyak-banyaknya yang masih dalam cakupan tema dan permasalahan yang akan diteliti. Sumber data terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer diperoleh melalui studi dokumen atau arsip dan wawancara dengan pelaku. Sedangkan sumber sekunder diperoleh melalui studi pustaka (library research). a. Studi Bahan Dokumen Atau Arsip Studi Bahan Dokumen Atau Arsip yaitu sumber yang mendukung penulisan penelitian ini adalah berupa arsip-arsip terkait Serabi Notosuman, diantaranya: Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Industri (TDI), surat halal dari Majelis Ulama Indonesia, sertifikat merek, tabloid terkait Serabi Notosuman dan foto-foto terkait dengan Serabi Notosuman. b. Wawancara Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan data keterangan tentang kehidupan dalam masyarakat. Wawancara merupakan 6 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Edisi Terjemahan Oleh Nugroho Notosusanto), (Jakarta: UI Press, 1983), hlm. 32.

10 pembantu utama dari metode observasi. 7 Wawancara atau sumber sejarah lisan dilakukan dengan beberapa orang yang mampu memberikan informasi sesuai dengan tema yang diambil. Wawancara berangkat dari informasi pangkal dengan Nyonya Lidiawati sebagai pemilik Serabi Notosuman Generasi ke-3, kemudian diperoleh informan-informan kunci yaitu Yohanes Krismanto sebagai generasi ke-4 Serabi Notosuman. c. Studi Pustaka (library research) Studi Pustaka (library research) sebagai pendukung dan pelengkap sekaligus kerangka dasar teori, maka penelitian ini menggunakan sumber-sumber pustaka berupa buku-buku karya ilmiah atau buku pengetahuan. Beberapa buku yang dijadikan acuan diperoleh dari Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Perpustakaan FIB UNS, Perpustakaan Monumen Pers Surakarta dan beberapa buku koleksi pribadi. 2. Kritik Sumber Kritik sumber adalah proses mengkritik sumber baik secara intern maupun ekstern. Kritik intern digunakan untuk mengetahui kredibilitas informasi yang diperoleh. Sedangkan kritik ekstern dipergunakan untuk mengetahui otentisitas informasi yang diperoleh. 3. Interpretasi Tahap ini dilakukan untuk menafsirkan informasi yang saling berhubungan secara kronologis dengan fakta-fakta yang diperoleh dan telah lulus kritik. Interpretasi ini juga digunakan untuk menganalisis data yang digunakan. Analisis data merupakan suatu proses pencarian dan 7 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983).

11 perancangan sistematika semua data yang terkumpul agar peneliti tahu makna yang telah ditemukan dan disajikan kepada orang bebas. 4. Historiografi Analisis dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Artinya, data-data yang terkumpul selanjutnya diintegrasi atau ditafsirkan, kemudian dianalisis secara kualutatif. Analisis kualitatif adalah suatu analisis yang mendasarkan sebab akibat dari suatu permasalahan atau fenomena historis yang dimaksudkan agar penelitian ini tidak hanya menjawab apa, kapan dan dimana, tapi juga mampu menjelaskan gejalagejala sejarah sebagai kausalitas. Hasil analisis ini kemudian disajikan dalam bentuk penulisan deskriptif analitis. G. Sistematika Penelitian Agar tulisan ini lebih sistematis, maka uraiannya di bagi menjadi lima bab. Adapun Bab I berisi Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II membahas tentang perkembangan kuliner di Surakarta yang mencakup Budaya Kuliner di Indonesia Pada Masa Kolonial, Budaya Kuliner Pada Masa Jepang, Masa Revolusi Kemerdekaan dan Perkembangan Kuliner di Surakarta tahun 1987-2012. Bab III membahas tentang latar belakang munculnya Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional di Kota Surakarta dan perkembangannya dari generasi ke-1 sampai generasi ke-4.

12 Bab IV membahas tentang peran Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional di Kota Surakarta tahun 1987-2012. Bab V berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan penulisan skripsi.