BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pembelajaran sastra saat ini. Kondisi itu menyebabkan hasil belajar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. Djamarah dan Zain (2006:76), menyatakan Sebagai salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah penelitian, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. selalu diupayakan pemerintah dengan berbagai cara, seperti penataan guru-guru,

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. amat berhubungan dengan tradisi tulis yang berkembang di banyak daerah karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan beberapa hal sebagai berikut: (1)

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terampil menulis, agar mereka dapat mengungkapkan ide, gagasan, ataupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam membina kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara siswa dengan guru dan

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang wajib diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kehidupan manusia. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut. diperlukannya sumber daya manusia yang berkualitas yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di pendidikan formal mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber manusia itu tergantung pada kualitas pendidikan. Peran

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia dalam sebuah Negara. dikembangkan dalam semua aspek kehidupan. Karena itu negara harus

PENERAPAN METODE THINK PAIR SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VI SD TEBING TINGGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/

BAB I PENDAHULUAN. pendapat Sumardjo (Mursini 2010:17) yang mengemukakan bahwa sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Mardwitanti Laras, 2014 Penerapan Teknik Parafrase dengan Pengandaian 180 Derajat berbeda dalam pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. tidak lain sebagai alat menanamkan nilai-nilai atau moral dan budi pekerti, agar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan menggunakan bahasa tanpa meninggalkan kesopanan dan keindahan.

I. PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan dibahas beberapa hal mengenai gambaran umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

I. PENDAHULUAN. mencapai tujuan tertentu (Sanjaya, 2008:26). Menurut Amri dan Ahmadi. (2010:89) bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru harus memahami

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas salah satunya dalam bidang dasar dan pengukuran listrik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu pelajaran yang wajib diajarkan di Sekolah Dasar.Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Pendidikan berperan dalam menghasilkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang baik dan benar secara lisan dan tulis.

BAB I PENDAHULUAN. hingga saat ini. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup yang terus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap orang yang belajar bahasa dituntut untuk menguasai

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. faktor utamanya, sehingga sastra bisa disebut dengan seni bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengaplikasikan materi ajar yang didapatnya di kelas ke dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis adalah suatu aspek keterampilan berbahasa dengan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk membenahi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut adanya sumber daya manusia. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa terampil dalam berbahasa

BAB I PENDAHULUAN. berbicara, membaca dan menulis. Menulis merupakan kegiatan yang produktif

BAB I PENDAHULUAN. terdapat kompetensi dasar yang mengharuskan siswa mampu mengidentifikasi alur,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa tidak terlepas dari pembelajaran sastra, khususnya

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya berlangsung dalam suatu proses yang mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. program keahlian terdiri dari kelas X, XI dan XII.

I. PENDAHULUAN. sekolah menengah atas adalah mata pelajaran Matematika. Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi,

BAB I PENDAHULUAN. belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB I PENDAHULUAN. penguasaan matematika yang kuat sejak dini (BNSP, 2007).

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berbahasa yang baik. Bentuk bahasa dapat dibagi dua macam, yaitu

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

BAB I PENDAHULUAN. kelak dapat mengangkat harkat martabat bangsanya. kepribadian dan keterampilan memberikan hasil yang bervariasi.

I. PENDAHULUAN. kehidupan sehingga diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam kurikulum satuan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat berperan dalam pembangunan disegala bidang. Peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi sekarang ini kemajuan IPTEK terus berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pendidikan akan berhasil dengan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam

I. PENDAHULUAN. mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun. Berdasarkan hal itu pemerintah terus berupaya mewujudkan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. kebahasaan dan keterampilan berbahasa. Pengetahuan kebahasaan meliputi

BAB I PENDAHULUAN. maupun Rohani semakin meningkat dalam usaha menyesuaikan diri dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ida Rosita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dua materi ajar, yakni materi bahasa dan materi sastra. Materi bahasa

PENINGKATAN KEAKTIFAN BERTANYA SISWA MELALUI PENERAPAN STRATEGI MOTIVASI DALAM MODEL PEMBELAJARAN AKTIF TIPE CARD SORT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. kepada seseorang untuk mengembangkan potensi diri agar semua potensi yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sekarang ini, pemerintah memasukkan pembelajaran sastra lebih kompleks jika dibanding dengan kurikulumkurikulum sebelumnya. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) siswa dapat melakukan beberapa kegiatan kemampuan antara lain mendengarkan sastra, membaca sastra, berbicara sastra, dan menulis sastra dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung. Penyajian pembelajaran sastra yang baik dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) serta upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia yang relevan kepada peserta didik dapat membantu mengembangkan kemampuan hidup. Siswa dapat menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan sehari-hari secara efektif, sehingga hasil yang dicapai akan sesuai dengan yang diharapkan (Trimurdiati 2006:1). Nurgiyantoro (2010:75) menyatakan pembelajaran sastra yang idealnya menarik dan besar sekali manfaatnya bagi siswa disajikan hanya sekedar memenuhi tuntutan kurikulum. Namun, dalam kenyataannya hakikat pembelajaran sastra tidak ditemukan pada pembelajaran sastra saat ini. Kondisi itu menyebabkan hasil belajar bahasa Indonesia yang kurang baik hampir di setiap sekolah. 1

2 Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengamatan peneliti, pembelajaran apresiasi sastra siswa SMA di sekolah-sekolah relatif lebih sedikit dibanding dengan kemampuan lainnya. Hal ini akan berdampak pada siswa dalam mengapresiasi sastra terutama mengapresiasi cerpen yaitu siswa kesulitan ketika dihadapkan pada sebuah cerpen terutama jika diminta untuk menentukan unsur-unsur instrinsik cerpen. Salah satu sekolah yang peneliti temui adalah SMA Swasta Global Prima Medan, dalam pembelajaran sastra siswa hanya membaca dan siswa sulit untuk menentukan unsur-unsur instrinsik suatu karya sastra salah satunya yaitu cerpen. Berdasarkan hasil wawancara, pencapaian hasil belajar dalam mengapresiasi cerpen di kelas X SMA Swasta Global Prima Medan masih rendah dan jauh dari harapan. Berdasarkan nilai rata-rata mengapresiasi cerpen masih di bawah standar ketuntasan minimal yang ditetapkan, yaitu 60 untuk tahun ajaran 2010/2012, 65 untuk tahun ajaran 2012/2013, dan 68 untuk tahun ajaran 2013/2014. Hal itu dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.1 Hasil Rata-Rata Nilai Apresiasi Cerpen Tahun Ajaran 2010/2011 s.d 2013/2014 pada Siswa Swasta Global Prima School Medan Nilai Rata-Rata No Tahun Ajaran Nilai Nilai Nilai KKM Tertinggi Terendah Rata-Rata 1 2010/2011 78 50 60 65 2 2011/2012 76 55 65 70 3 2013/2014 80 50 68 70 Sumber: Guru Bidang Studi Bahasa Indonesia SMA Swasta Global Prima Medan, 2015. Pada tabel 1.1 terlihat bahwa masih terdapat hasil belajar mengapresiasi cerpen siswa di bawah KKM pada tiga tahun ajaran berturut-turut. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan guru bidang studi Indonesia kelas XI Global Prima School

3 Medan dalam mengembangkan dan menuangkan ide dalam mengapresiasi cerpen, cenderung mengalami kesulitan dalam memahami bagaimana mengapresiasi cerpen yang tepat. Artinya, masalah juga terdapat pada guru-guru bahasa Indonesia yang kurang mampu menjelaskan materi apresiasi cerpen secara tepat dan sederhana sehingga siswa selama ini kurang dalam mengapresiasi karya sastra khususnya cerpen. Seminar yang bertema Pengajaran Sastra untuk manusia Seutuhnya guna Menghadapi Milenium Baru di Padang pada tanggal 27 Oktober 1999 menghasilkan suatu kesimpulan bahwa kebanyakan guru di sekolah, sejak satu dasawarsa terakhir gagal melaksanakan pengajaran sastra yang mencerdaskan siswa. Pengajaran sastra selama ini keliru karena mengandalkan memori dan tidak memberikan perhatian pada pengembangan kreatifitas serta tidak melibatkan anak didik dalam problematika (dalam Fahrudin, 2009: 19). Pembelajaran mengapresiasi cerpen, siswa bisa belajar memahami nilai-nilai agung berupa pergulatan baik dan buruk, realitas sosial, nilai-nilai religiusitas, dan moral yang bisa mempertajam kepekaan terhadap kondisi masyarakat dan tingkah laku sesama, baik dari karakter tokoh maupun latar serta budaya yang terkandung dalam karya sastra. Sebagaimana diungkapkan Effendi (2002:6) bahwa apresiasi adalah kegiatan mengakrabi karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Dalam mengapresiasi cerpen ada tiga langkah, pertama adalah keterlibatan jiwa, dalam kegiatan ini pembaca memahami masalah-masalah, merasakan perasaanperasaan, dan dapat membayangkan dunia khayal yang diciptakan sastrawan. Kedua,

4 adalah pembaca menghargai dan mengagumi penguasaan sastrawan di dalam memilih, mengolah, dan menyusun lambang-lambang hingga sastrawan dapat menyampaikan pengalaman secara memadai. Penghargaan dan kekaguman ini menimbulkan rasa puas. Ketiga, tingkat ketika pembaca memasalahkan dan menemukan hubungan (relevansi) pengalaman yang ia dapat dari karya sastra dengan pengalaman kehidupan nyata yang dihadapinya. Pada tingkat ini pembaca memahami bahwa walaupun dunia khayal yang diciptakan bukan kenyataan, tetapi justru dunia itu diciptakan agar dapat memahami dan menghayati dunia dan kehidupan nyata dengan lebih baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui kendala-kendala dalam pengajaran sastra khususnya di bidang cerita pendek. Apa saja yang menyebabkan siswa tidak menyukai materi tersebut. Sesuai dengan amanat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Bertolak pada permasalahan yang muncul dari berbagai aktivitas pembelajaran di atas, maka perlu adanya pembelajaran yang disajikan dengan cara mendorong keaktifan, mampu meningkatkan solidaritas, dan mengoptimalkan keterlibatan siswa. Pemilihan strategi dan metode yang tepat dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Sanjaya (2011:87) mengemukakan tanpa suatu model pembelajaran yang cocok, tepat, dan jitu tidak mungkin tujuan tercapai. Oleh karena itu, guru seharusnya mampu mencari model pembelajaran yang dipandang dapat membelajarkan siswa melalui proses pengajaran yang dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan hasil belajar diharapkan dapat lebih ditingkatkan. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran apresiasi cerpen adalah model pembelajaran kooperatif. Model

5 pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis model pembelajaran berkelompok yang memungkinkan siswa untuk saling belajar bekerja sama dan dapat saling mengisi dengan teman. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat memudahkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan: (1) Memudahkan siswa belajar tentang sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, (2) Pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Model pembelajaran kooperatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dan Group investigiaton (GI). Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran mengapresiasi cerpen adalah tipe Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran think pair share merupakan salah satu model dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang melibatkan siswa secara aktif belajar dalam suasana kelompok untuk memecahkan masalah belajar dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain (Getter dan Rowe, 2008:117). Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap dan bertanggung jawab memberikan maupun mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain (Nurhadi dan Senduk, 2003:69). Oleh karena itu, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

6 Model pembelajaran kooperatif think pair share, memberi kesempatan kepada siswa bekerja sendiri (berpikir) sehingga memupuk sifat lebih mandiri dalam mengerjakan soal yang diberikan dan juga menimbulkan sifat bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil sehingga membangkitkan rasa percaya diri siswa. Dalam hal ini optimalisasi partisipasi siswa dapat terlihat sehingga muncul jawabanjawaban secara spontan yang bisa memberikan kontribusi pada kelompok yang sedang dihadapinya. Sehingga di sini guru berperan sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator. Siswa yang kesulitan akan tertolong dan materi yang sulit akan lebih mudah untuk dipahami siswa sehingga ketuntasan dalam proses pembelajaran dapat tercapai. Selain model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, salah satu model pembelajaran yang dapat dikedepankan adalah pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI). Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap anggota serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan intelektual siswa dibandingkan belajar secara individual. Pitoyo (2014:1) mengemukakan group investigation adalah strategi belajar kooperatif yang menempatkan siswa kelas dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Investigasi kelompok siswa diberikan tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun dalam kelompok. Fadholi (2009: 1) menyatakan investigasi kelompok siswa diberikan tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun dalam kelompok.

7 Setiap kelompok investigasi terdiri dari 3-5 orang, dan akhirnya siswa dapat menggabungkan, mempersentasikan, dan mengikhtisarkan jawaban mereka. Model pembelajaran investigasi kelompok sangat cocok untuk kajian-kajian yang bersifat terpadu yang berkaitan dengan pemerolehan, analisis, dan sintesis informasi untuk menyelesaikan masalah-masalah multidimensi. Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari dan menemukan informasi dari berbagai macam sumber di dalam maupun di luar kelas. Kemudian para siswa mengevaluasi dan mensintesiskan semua informasi yang disampaikan oleh masing-masing anggota kelompok dan akhirnya dapat menghasilkan produk berupa laporan kelompok. Yang terpenting dalam pembelajaran yang menggunakan model investigasi kelompok, guru harus memberikan contoh (memodelkan) berbagai keterampilan sosial dan komunikasi yang diharapkan dari siswa. Selain faktor model pembelajaran yang tepat sebagai faktor ekternal, faktor lain sebagai factor internal siswa yang dapat memengaruhi hasil belajar apresiasi cerpen siswa adalah kemampuan membaca pemahaman. Rendahnya kemampuan membaca pemahaman disebabkan disebabkan karena kurangnya kebiasaan membaca. Dengan demikian, kemampuan membaca terutama membaca pemahaman diduga mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kemampuan apresiasi sastra siswa. Kemampuan membaca pemahaman yang baik dan benar sangat penting peranannya dalam membantu anak mempelajari berbagai hal. Melalui aktivitas membaca yang baik dan benar, anak akan mampu mengambil intisari dari bahan bacaannya. Dengan demikian, anak bisa mendapatkan sesuatu dari aktivitas membaca

8 yang dilakukannya. teorinya, sehingga siswa akan mempunyai kemampuan mengapresiasi sastra. Hal itu senada dengan pendapat Wiwindasari, dalam jurnal penelitiannya (2014:2) bahwa: Pentingnya membaca bagi kehidupan manusia sudah lama disadari. Melalui membaca akan diperoleh pengetahuan dan wawasan yang baru yang dapat meningkatkan kecerdasannya sehingga masyarakat lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa mendatang. Oleh karena itu, membaca masih terus dibutuhkan sebagai alat mempelajari dan memahami berbagai bidang ilmu. Hal ini tentu sangat dirasakan oleh seorang pelajar. Sukses dalam membaca pemahaman sangat penting bagi pelajar dalam rangka pengembangan kemampuan akademik, keahlian, dan kecerdasan. Sementara itu, Yunus (2012:22) tidak meragukan bahwa membaca merupakan kunci keberhasilan seorang siswa. Baginya membaca merupakan faktor penting dalam segala usaha pengajaran. Berdasarkan pendapat tersebut maka dalam pengajaran sastra di sekolah-sekolah diharapkan banyak memberikan kegiatan siswa untuk membaca karya sastra secara langsung dan utuh serta memahaminya. Dengan demikian, apresiasi sastra dapat dikatakan sebagai kemampuan menikmati, menghargai, dan menilai karya sastra. Dengan demikian, tanpa membaca isi karya sastra terlebih dahulu mustahil seseorang memberikan penghargaan apalagi untuk menilai. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukanlah penelitian tentang Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Membaca Pemahaman terhadap Kemampuan Mengapresiasi Cerpen pada Siswa Kelas X SMA Swasta Global Prima Medan Tahun Pembelajaran 2015-2016.

9 1.2 Identifikasi Masalah Berasarkan latar belakang masalah di atas dapat diindentifikasi masalahmasalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan dalam meningkatkan hasil belajar mengapresiasi cerpen siswa kelas X SMA Global Prima Medan? 2. Apakah model pembelajaran yang berbeda memberi pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar kemampuan mengapresiasi cerpen? 3. Model pembelajaran yang bagaimanakah yang tepat digunakan untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengapresiasi cerpen? 4. Apakah hasil belajar kemampuan mengapresiasi cerpen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran GI lebih tinggi dari pada hasil belajar kemampuan mengapresiasi cerpen siswa dengan model pembelajaran TPS? 5. Apakah hasil belajar kemampuan mengapresiasi cerpen yang memiliki kemampuan membaca pemahaman tinggi lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan membaca pemahaman rendah? 6. Sejauh manakah pengaruh kemampuan membaca pemahaman dalam pembelajaran mengapresiasi cerpen? 7. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan mengapresiasi cerpen? 1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan indentifikasi masalah tersebut, maka masalah yang dikaji dalam penelitian dibatasi pada masalah yang berkaitan dengan hasil belajar mengapresiasi cerpen, yaitu pengaruh model pembelajaran kooperatif

10 dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar mengapresiasi cerpen kelas X SMA Global Prima School Medan. Model pembelajaran dalam penelitian ini dibatasi hanya pada model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dan model pembelajaran tipe group investigation. Hasil belajar mengapresiasi cerpen lebih ditekankan pada kemampuan siswa mengapresiasi cerpen dalam unsur-unsur intrinsik. Subjek dalam penelitian dibatasi hanya pada siswa kelas X SMA Global Prima School Medan. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan Identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah kemampuan mengapresiasi cerpen kelas model pembelajaran kooperatif tipe group investigation lebih tinggi dibandingkan kelas model pembelajaran kooperatif tipe think pair share pada siswa kielas X SMA Global Prima Medan? 2. Apakah kemampuan mengapresiasi cerpen siswa yang memilki kemampuan membaca pemahaman tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memilki kemampuan membaca pemahaman rendah pada siswa kelas X SMA Global Prima Medan? 3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar apresiasi cerpen pada siswa kelas X Global Prima Medan?

11 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas penulis menentukan tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kemampuan mengapresiasi cerpen siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share pada siswa kelas X SMA Global Prima Medan. 2. Untuk mengetahui kemampuan mengapresiasi cerpen siswa yang memiliki kemampuan membaca pemahaman tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memilki kemampuan membaca pemahaman rendah pada siswa kelas X SMA Global Prima Medan. 3. Untuk mengetahui adanya Interaksi antara model pembelajaran kooperatif dan kemampuan membaca pemahaman terhadap hasil belajar mengapresiasi cerpen pada siswa kelas X SMA Global Prima Medan. 1.6 Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat praktis dan teoretis yang dapat diambil dr hasil penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat Teoretis a. Sebagai bahan kajian lebih lanjut, dan referensi untuk penelitian lebih lanjut. b. Dapat memambah khazanah ilmu tentang penggunaan model pembelajaran, kemampuan membaca pemahaman, dan kemampuan mengapresiasi cerpen siswa khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia.

12 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa, untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dalam proses pembelajaran b. Bagi guru, sebagai masukan untuk mengoptimalkan penggunaan model pembelajaran dalam pembelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal. c. Bagi sekolah, sebagai masukan dan dapat dikembangkan untuk mata pelajaran lain.