BAB IV Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV GAMBARAN UMUM

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tengah tahun dan apakah pengangguran berpengaruh terhadap

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2014

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2011

KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN NUSA TENGGARA TIMUR AGUSTUS 2010

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2012 MENCAPAI 5,61 PERSEN

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2011 MENCAPAI 5,11 PERSEN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 1%.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data panel (pool data).

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

BAB VI PENUTUP. 1. Hasil dari penelitian ini menunjukkan nilai R 2 = 0,328 berarti. pengangguran dan inflasi berkontribusi terhadap variabel terikat

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. demografi, dan sosial terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

3. METODE. Kerangka Pemikiran

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai. tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara upah

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam bab ini adalah dengan menggunakan

BAB IV GAMBARAN UMUM

III. METODE PENELITIAN. dan yang tidak dipublikasikan. Data penelitian bersumber dari laporan keuangan

BAB III METODE PENELITIAN. 2002). Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu proses perbaikan yang berkesinambungan dari suatu masyarakat

BAB IV HASIL PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. per fungsi terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal dengan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan pada industri kecil menengah tingkat 21

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menganalisis pengaruh UMK (Upah Minimum Kabupaten), TPT

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dibutuhkan peran pemerintah, tingkat

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN NGADA TAHUN 2016 MENCAPAI 5,19 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

RILIS HASIL PSPK2011

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mengkait antara satu faktor dengan faktor lainnya. pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan. Sejak tahun 1960-an

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM. Bujur Timur sampai 105º50 (BT) Bujur Timur dan 3º45 (LS) Lintang Selatan

DAFTAR TABEL. Jawa Tengah Tahun Realisasi Proyek dan Investasi Penanaman Modal di Provinsi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak antara 3 0 Lintang Utara

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV GAMBARAN UMUM

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

Transkripsi:

38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar belakang yang berbedabeda. Provinsi NTT sebelumnya lazim disebut dengan Flobamora (Flores, Sumba, Timor dan Alor). Sebelum kemerdekaan RI, Flobamora bersama Kepulauan Bali, Lombok dan Sumbawa disebut Kepulauan Sunda Kecil. Namun setelah proklamasi kemerdekaan beralih nama menjadi Kepulauan Nusa Tenggara, sampai dengan tahun 1957 Kepulauan Nusa Tenggara merupakan daerah Swatantra Tingkat I (statusnya sama dengan Provinsi sekarang ini). Selanjutnya tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958 Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara dikembangkan menjadi 3 Provinsi yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan demikian Provinsi Nusa Tenggara Timur keberadaannya adalah sejak tahun 1958 sampai sekarang. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008 tanggal 31 Januari 2008, luas daerah Provinsi NTT adalah 48.718,10 kilometer persegi atau sebesar 2,55 persen dari total luas daerah wilayah Indonesia (BPS, 2009). Provinsi NTT terletak antara 80-1200 Lintang Selatan dan 1180-1250 Bujur Timur dan memiliki 1.192 pulau (42 pulau dihuni dan 1.150 pulau tidak dihuni). Sebagian besar wilayahnya bergunung dan berbukit, hanya sedikit dataran rendah.

39 Memiliki sebanyak 40 sungai dengan panjang antara 25-118 kilometer (BPS, 2010). Sebagai bagian dari negara maritim, Provinsi NTT dikelilingi oleh perairan maupun daratan. Provinsi NTT di sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan dengan pulau Sumbawa dan Provinsi NTB, dan di sebelah timur berbatasan dengan negara Timor Leste. Secara administratif, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008, Provinsi NTT terdiri dari 20 kabupaten, 1 kota, 254 kecamatan, 297 kelurahan dan 2.387 desa. 4.1.2 Kemiskinan Kemiskinan merupakan suatu topik pembahasan yang menarik dan senantiasa diwacanakan pada berbagai kesempatan oleh berbagai pelaku. Pada berbagai tahapan pembangunan di Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur issue kemiskinan mendapatkan perhatian yang serius. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan ini. Sekalipun demikian permasalahan ini tak juga dituntaskan. Faktanya, kemiskinan bersifat multidimensional yang tidak saja berakar pada realitas fisik dan psikologis, tetapi juga pada masalah struktural. Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan melalui berbagai strategi, salah satunya dengan pemberian BLT(Bantuan Langsung Tunai). Jumlah rumah tangga sasaran penerima BLT di Provinsi NTT tercatat sebanyak 623.137 rumah tangga atau sebesar 64,42 persen. Rumah tangga tarsebut terdiri dari kategori sangat miskin sebanyak 137.233 rumah tangga(22,02 persen), miskin sebanyak 297.997 rumah tangga (47,82 persen) dan kategori hampir miskin sebanyak 187.907 rumah tangga (30,16 persen). Alokasi BLT di propinsi NTT lebih dari separuhnya (53,23 persen) terdapat pada 5(lima) kabupaten yakni Kabupaten

40 Manggarai, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Belu. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Miskin NTT Tahun 2004-2010 (Jiwa) No Nama 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Kabupaten 1 Sumba 164.300 172.100 184.600 172.900 148.520 143.370 141.700 Barat 2 Sumba 80.300 85.500 90.200 82.800 81.090 76.560 74.000 Timur 3 Kupang 109.000 110.200 122.600 111.600 96.630 90.030 93.600 4 TTS 149.500 153.700 194.800 147.500 130.770 123.420 126.600 5 TTU 62.700 65.500 68.000 60.400 55.170 50.620 52.200 6 Belu 70.400 72.100 79.000 83.900 82.740 77.140 54.700 7 Alor 48.700 52.000 54.700 48.200 43.180 39.220 40.300 8 Lembata 33.500 35.200 37.700 33500 28.840 26.990 31.500 9 Flores 33.100 34.200 37.200 31.200 29.260 24.820 22.400 Timor 10 Sikka 53.000 55.500 59.600 50.500 45.900 40.460 40.200 11 Ende 49.600 51.000 53.200 46.000 57.480 51.710 56.400 12 Ngada 37.300 39.200 41.900 40.700 36.200 32.900 33.700 13 Manggarai 203.600 214.700 226.100 204.000 186.060 171.790 178.100 14 Rote Ndao 28.200 29.100 30.700 30.100 38.830 37.300 39.500 15 Kota 27.800 25.200 24.200 20.300 46.110 35.420 35.600 Kupang 16 NTT 1.151.000 1.195.200 1.304.500 1.163.600 1.107.680 1.021.740 1.020.500 Sumber : BPS NTT 2010 Dari tabel 4.1 terlihat bahwa dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir terjadi kecenderungan kenaikan angka persentase penduduk miskin pada tahun 2004-2006 yang kemudian menurun pada tahun 2007 sampai 2010. Kenaikan persentase jumlah penduduk miskin pada tahun 2004-2006 di duga kuat disebabkan karena adanya penurunan daya beli masyarakat adanya kenaikan harga BBM. Perkembangan angka kemiskinan di Nusa Tenggara Timur tersebut mencerminkan betapa beratnya beban pemerintah dalam angka pengentasan kemiskinan penduduk wilayah ini. Berdasarkan data yang didapat dari BPS, kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi di provinsi NTT yaitu kabupaten Timor Tengah Selatan dengan jumlah penduduk miskin tahun 2010

41 sebanyak 126.600 jiwa (28,69 persen) darai total penduduk 441.155 jiwa. Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dikarenakan, secara topografis wilayah kabupaten TTS memiliki curah hujan yang rendah sehingga lahan di wilayah tersebut umumnya kering dan tandus, selain itu sektor pertanian (95,3 persen) masih memegang peranan penting karena sebagian besar penduduk bekerja dan mengandalkan hidupnya dari pertanian. Gambaran tingkat pendidikan penduduk wilayah kabupaten TTS memiliki tingkat pendidikan yang rendah, indikator ini dapat ditunjukan dengan rata-rata lama sekolah pada tahun 2009 rata-rata lama sekolah Timor Tengah Selatan adalah 6,12 tahun berarti hanya menyelesaikan pendidikan sampai pada kelas enam SD. Sedangkan, untuk jumlah penduduk miskin terendah berada di Kota Kupang sebagai ibukota Provinsi Nusa Tengggara Timur, jika diamati menurrut daerah tempat tinggal menunjukan jumlah penduduk miskin dipedesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan. Hal ini disebabkan penduduk diperkotaan umumnya bekerja di sektor sekunder maupun tersier sehingga memiliki pendapatan yang lebih banyak dibandingkan penduduk pedesaan yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan informal. Banyaknya penduduk miskin di pedesaan masih banyak yang belum menikmati kesejahteraan dibandingkan penduduk diperkotaan. 4.1.3 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusioanal (kelembagaan), dan ideologis

42 terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Simon Kuznet dalam Todaro, 2004). Angka pertumbuhan ekonomi diperoleh dai perubahan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah yang dinilai atas dasar harga konstan (BPS,2012). Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan mengalami fluktuasi (Tabel 4.2). Tabel 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota NTT 2004-2010 (%) No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata- Rata 1 Sumba Barat 4,35 4,87 4,73 7,09 4,78 5,07 5,57 4,60 2 Sumba Timur 5,06 4,83 4,99 6,02 6,01 3,81 4,83 5,07 3 Kupang 5,11 3,46 4,85 4,43 5,03 3,84 4,09 4,58 4 TTS 4,43 4,03 4,11 5,05 4,46 4,06 4,23 4,33 5 TTU 4,57 3,33 3,83 5,03 4,39 3,46 5,79 4,38 6 Belu 5,79 4,75 7,16 4,83 4,05 3,47 4,89 4,99 7 Alor 5,98 5,84 4,15 6,92 4,67 4,13 4,86 5,22 8 Lembata 3,41 1,94 4,92 4,90 5,13 4,36 4,70 4,19 9 Flores Timor 4,68 4,00 4,16 4,19 4,68 4,11 5,83 4,52 10 Sikka 4,57 3,50 4,74 3,78 4,09 4,12 4,46 4,18 11 Ende 5,02 5,02 4,56 5,63 5,38 4,48 5,30 5,05 12 Ngada 4,35 5,06 5,17 6,17 4,99 5,05 5,46 5,82 13 Manggarai 2,69 2,59 3,63 6,12 4,34 5,91 5,00 3,85 14 Rote Ndao 5,07 4,67 5,05 4,93 5,51 4,67 5,14 4,98 15 Kota Kupang 6,28 5,67 5,19 9,00 7,45 6,13 8,23 6,85 16 Nusa Tenggara 4,75 4,23 4,74 5,41 4,93 4,30 5,52 4,84 Timur Sumber : BPS NTT 2004-2010 Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT relatif meningkat dari tahun 2004-2010. Hanya saja pada tahun 2007 ke 2008, rata-rata laju pertumbuhan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Lambatnya laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dipengaruhi adanya krisis moneter (keuangan) global pada tahun 2008. Selama periode 2004-2010 rata-rata laju pertumbuhan ekonomi tertinggi didominasi oleh kota Kupang sebesar 6,85 persen. Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi terendah ditempati oleh kabupaten

43 Manggarai sebesar 3,85 persen. Hal ini mengindikasikan adanya kontribusi sektor jasa-jasa di Kota Kupang sangat mendominasi. Tabel 4.2 juga menunjukkan secara umum bahwa rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi NTT cenderung stabil mendekati rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT bahkan ada beberapa kabupaten/kota di atas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT. Perekonomian Nusa Tenggara Timur pada dasanya merupakan perekonomian agraris yang dicirikan dengan besarnya peranan sektor pertanian. Dari table 4.3 dapat dilihat bahwa perekonomian Nusa Tenggara Timur memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap sektor pertanian. Pada tahun 2004-2011 sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur mengalami penurunanan dari 41,90 persen pada tahun 2004 menjadi 35 persen pada tahun 2011. Peranan sektor pertanian cenderung menurun namun perekonomiannya semakin membaik. Perekonomian NTT mulai berubah, dominasi sektor pertanian yang terjadi selama ini, mulai dibayang-bayangi sektor jasa yag memberikan pertumbuhan yang signifikan, pada tahun 2011 sektor pertanian mencapai 35 persen sedangkan sektor jasa mencapai 32 persen. Tiga sumber utama yang memberikan andil dalam pertumbuhan PDRB NTT tahun 2011 adalah sektor jasa-jasa sebesar 2,09 persen, disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan Restoran 1,32 persen dan sektor pertanian 1,18 persen. Sektor lainnya memberi andil pertumbuhan antara (0,04-0,45) persen. Dilihat dari sisi penggunaannya, sebagian besar PDRB NTT 2011 digunakan untuk memenuhi untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yakni mencapai 72,69 persen.

44 Tabel 4.3 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto NTT Atas Dasar Harga Berlaku menurut Sektor 2004-2011 (%) Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 1. Pertanian 41,90 40,74 40,56 40,27 40,39 39,51 38,45 35,00 2. Pertambangan 1,54 1,48 1,42 1,37 1,34 1,31 1,31 1,00 3. Indsutri Pengolahan 1,63 1,80 1,76 1,70 1,56 1,55 1,54 1,50 4. Listrik,Gas& Air 0,40 0,42 0,45 0,44 0,41 0,42 0,42 1,00 5. Bangunan/Konstruksi 7,57 7,55 7,38 7,06 6,88 6,93 6,97 7,00 6. Perdagangan,Resto&Hotel 15,77 15,99 16,09 15,99 15,65 16,09 16,76 16,00 7. Pengangkutan&Komunikasi 5,97 6,41 6,45 6,22 6,41 6,08 5,78 5,00 8. Keuangan&Sewa 3,11 3,38 3,34 3,90 3,80 3,99 4,07 2,00 9. Jasa-jasa 22,10 22,22 22,55 23,05 23,52 24,12 24,60 32,00 PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100 Sumber : BPS Provinsi NTT 2004-2011 Sementara konsumsi pemerintah hanya memberikan kontribusi sebesar 22,24 persen. Seiring dengan meningkatnya PDRB NTT, kontribusi konsumsi rumah tangga terus meningkat yaitu dari 9,05 triliyun pada tahun 20101 menjadi 10,80 triliyun pada tahun 2011. Demikian juga dengan konsumsi pemerintah dan komponen penggunaan lainnya. 4.1.4 Jumlah Penduduk Dalam perekonomian suatu wilayah, penduduk memiliki peran penting, yaitu sebagai pelaku ekonomi. Pengamatan potensi penduduk dalam konteks perekonomian wilayah antara lain dapat dilakukan dari sisi jumlah, komposisi umur, tingkat pengangguran, rasio beban ketergantungan dan sebagainya. Komposisi penduduk NTT didominasi oleh penduduk muda/dewasa.

45 Pada periode 2004-2010 jumlah penduduk NTT terus meningkat dari 4,18 juta jiwa pada tahun 2004 menjadi 4,68 juta jiwa pada tahun 2010, namun pertumbuhan pada tahun 2008-2010 pertumbuhannya semakin melambat dari 1,92 persen menjadi 1,28 persen. Hal ini selaras dengan penduduk yang menggambarkan penduduk usia 0-4 tahun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan penduduk usia 5-9 tahun. Pengendalian pertumbuhan penduduk lewat revitalisasi program KB perlu terus menjadi perhatian pemerintah agar tidak terjadi ledakan jumlah penduduk usia muda yang dapat menambah beban tanggungan pemerintah. Dengan luas wilayah sekitar 48.718 km 2, berarti pada tahun 2010, setiap km 2 wilayah di NTT ditempati penduduk sebanyak 96 orang. Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Nusa Tenggara Timur Menurut Sumber : BPS NTT(2004-2010) Kabupaten/Kota Tahun 2004-2010 (jiwa) No Nama 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Kabupaten 1 Sumba Barat 399.580 403.834 409.851 419.308 427.908 436.422 458.281 2 Sumba Timur 203.525 206.261 217.454 223.116 228.351 233.568 277.322 3 Kupang 337.406 344.008 362.790 373.663 383.896 394.173 377.508 4 TTS 405.993 409.696 412.353 415.660 417.942 419.984 441.155 5 TTU 197.714 211.616 209.307 211.350 213153 214.842 229.803 6 Belu 352.176 358.076 394.810 418.004 441.541 465.933 352.297 7 Alor 170.965 172.211 177.009 178.964 180.487 181.913 190.026 8 Lembata 99.458 98.646 102.344 104.440 106.312 108.152 117.829 9 Flores Timor 218.257 220.104 225.268 229.918 234.076 238.166 232.605 10 Sikka 280.841 281.345 275.936 277.627 278.628 279.564 300.328 11 Ende 241.826 241.929 237.555 238.040 238.137 238.195 260.605 12 Ngada 245.169 245.864 250.305 254.639 258.398 262.055 272.513 13 Manggarai 673.401 689.584 690.668 705.295 718.432 731.396 771.898 14 Rote Ndao 104.899 105.715 110.617 112.253 114.236 115.874 119.908 15 Kota Kupang 258.104 271.405 279.124 286.299 292.299 299.518 336.239 16 NTT 4.188.774 4.260.924 4.355.121 4.448.873 4.534.319 4.619.655 4.688.827 Tabel 4.4 menunjukan bahwa secara rata-rata kota/kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak berada di Kabupten Manggarai dan yang memiliki jumlah penduduk terendah berada pada Kabupaten Lembata, walaupun Kabupaten Manggarai memiliki jumlah penduduk terbanyak namun kabupaten ini

46 tidak mengindikasikan terjadinya kepadatan penduduk pada tahun 2010 tiap kilometer persegi wilayah kota kupang ini dihuni oleh 1.870 orang, kepadatan penduduk terjadi pada Kota kupang sebagai tempat lokasi berdirinya berbagai perkantoran tingkat provinsi. 4.1.5 Pendidikan Tamat SMP Peningkatan sumberdaya manusia meupakan bagian penting dalam pembangunan. Pada bidang pendidikan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia telah mendapatkan perhatian yang cukup besar. Salah satunya adalah penetapan kebijakan wajib belajar pendidikan dasar oleh pemerintah. Semua wajib belajar pendidikan dasar ditetapkan untuk waktu 6 tahun yang dimulai sejak tahun 1984. Kemudian sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, kebijakan wajib belajar pendidikan dasar telah ditingkatkan menjadi 9 tahun yang dimulai pada tahun 1994. Tabel 4.5 menunjukan pada tahun 2004 hingga tahun 2010, jumlah persentase penduduk berumur sepuluh tahun keatas yang lulus pendidikan SMP di NTT mengalami peningkatan dari 11,20 persen pada tahun 2004 menjadi 11,89 persen pada tahun 2010. Jumlah penduduk yang lulus SMP di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami peningkatan, dikarenakan berjalannya program pemerintah di bidang pendidikan, misalnya dengan adanya program wajib belajar Sembilan tahun, program Pemberantasan Buta Aksara, serta program Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ).

47 Tabel 4.5 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Lulus SMP Menurut Kabupaten/Kota di NTT 2004-2010 (%) No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata 1 Sumba Barat 7,98 9,09 4,55 9,36 12,63 12,74 11,18 9,06 2 Sumba Timur 9,71 8,76 10,09 9,49 12,64 10,62 10,13 10,20 3 Kupang 11,65 10,72 9,22 14,3 14,29 13,05 12,13 11,91 4 TTS 10,67 11,94 6,58 12,05 15,35 12,64 12,14 11,62 5 TTU 9,70 6,84 9,28 9,74 12,50 13,11 9,32 10,07 6 Belu 11,56 12,02 11,3 11.47 15,16 10,82 10,89 11,88 7 Alor 14,82 15,2 17,44 16,7 16,38 15,25 13,41 15,60 8 Lembata 12,88 10,4 11,82 10,78 12,26 10,58 10,35 11,29 9 Flores Timor 10,85 9,82 11,06 11,86 14,21 12,89 10,56 11,60 10 Sikka 10,93 10,62 10,62 11,95 11,44 10,71 9,71 10,85 11 Ende 12,18 12,5 12,99 11,81 14,9 13,07 12,3 12,82 12 Ngada 9,71 10,25 10,39 9,78 10,84 11,24 10,99 10,45 13 Manggarai 12,94 8,60 8,75 7,71 10,09 10,32 9,85 9,54 14 Rote Ndao 9,99 11,07 13,74 10,79 13,17 11,62 10,33 11,51 15 Kota Kupang 19,31 17,75 17,37 17,07 18,99 17,9 15,98 17,76 16 NTT 11,20 11,03 11,01 10,46 13,18 12,02 11,89 11,75 Sumber : BPS(diolah) 2004-2010 Pada data diatas menunjukan bahwa persentase penduduk berumur sepuluh tahun keatas yang lulus pendidikan SMP tertinggi berada di Kota Kupang sebagai ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur, tingginya persentase ini dikarenakan akses fasiilitas pendidikan di kota ini lebih baik dan lebih maju dibandingkan dibeberapa kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, selain itu kesadaran penduduknya di kota kupang akan pentingnya pendidikan masih tinggi dibandingkan di Kota/Kabupaten lainnya, sehingga Kota Kupang bisa lebih baik dan maju dari segi pendidikan tamat SMP. 4.1.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Ditinjau dari aspek tenaga kerja jumlah penduduk yang besar pada dasarnya merupakan potensi sumberdaya yang sangat berharga. Potensi ini bila digunakan baik akan berdampak besar dalam pembangunan. Tingakat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka(TPT) merupakan

48 indikator yang sering digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan di bidang ketenagakerjaan. Penduduk NTT tahun 2010 mencapai 4,68 juta jiwa, dengan luas wilayah 48.718 km 2 berarti setiap km 2 wilayah NTT ditempati penduduk sebanyak 96 orang. Badan Pusat Statistik (BPS) NTT selama periode tahun 2004-2010, tingkat pengangguran terbuka di semua kabupaten/kota di daerah NTT mengalami penurunan. Tingkat penurunan terbesar ada di kota Kupang dengan penurunan 13,39 point. Hasil Sakernas 2010 menunjukan, jumlah angkatan kerja di NTT sebanyak 2.226.884 orang dan jumlah yang terserap bekerja sebanyak 2.061.229 orang. Dari table 4.6 terlihat bahwa pada tahun 2010 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di NTT 3,40 persen, artinya dari setiap 100 orang yang aktif di pasar kerja 97 diantaranya bekerja sementara sekitar 3 orang lainnya merupakan pencari kerja atau penganggur, akan tetapi penurunan angka pengangguran yang kecil ini tidak dengan serta menginterpretasikan sama baiknya kondisi ketenagakerjaan. Hal ini disebabkan, oleh karena tingkat pengangguran tidak didasarkan labour force approach yaitu sistem pembayaran upah didasarkan atas perjanjian kerja dan peraturan perburuhan yang ketat, serta tidak tersedianya dana sosial bagi penganggur, yang menyulitkan untuk membedakan yang bekerja dan penganggur. Dari Tabel 4.6 mengenai tingkat pengangguran terbuka di NTT menunjukan kecendrungan penurunan tingkat pengangguran yaitu dari 5,54 persen tahun 2004 ke 3,40 persen tahun 2010. Walaupun pada tahun 2008-2009 tingkat pengangguran seluruh kabupaten/kota NTT mengalami peningkatan mungkin dikarenakan adanya krisis global pada tahun 2008.

49 Tabel 4.6 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota NTT Tahun 2004-2010 (%) No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata 1 Sumba Barat 1,13 4,03 2,78 4,99 3,82 5,16 4,09 3,00 2 Sumba Timur 6,29 6,72 2,45 2,97 2,34 4,79 3,38 4,14 3 Kupang 7,66 10,01 5,36 3,72 2,79 3,57 1,91 5,22 4 TTS 1,85 6,25 3,01 3,24 3,88 2,80 1,69 3,24 5 TTU 3,25 5,77 2,27 2,83 2,99 4,12 1,69 3,27 6 Belu 2,64 5,39 3,97 3,13 3,10 3,13 2,02 3,34 7 Alor 6,14 6,50 4,32 4,28 2,88 4,35 3,66 6,01 8 Lembata 4,05 6,19 3,25 3,10 2,76 3,73 2,03 3,59 9 Flores Timor 4,83 4,84 4,72 6,30 4,94 4,75 3,70 4,87 10 Sikka 2,23 5,27 2,71 3,41 3,92 3,32 1,70 3,36 11 Ende 1,44 4,12 2,88 2,88 3,14 3,85 3,69 3,14 12 Ngada 2,43 4,70 1,63 2,37 3,98 3,10 2,33 2,89 13 Manggarai 3,36 3,48 3,21 1,75 2,49 2,88 1,43 2,87 14 Rote Ndao 3,68 3,77 3,88 3,67 5,02 5,75 5,08 4,41 15 Kota Kupang 22,22 14,55 10,29 14,14 11,99 14,28 8,82 13,70 16 NTT 5,54 6,11 3,78 4,24 3,98 4,46 3,40 4,47 Sumber : BPS (diolah) NTT 2004-2010 Namun,pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka di NTT mengalami penurunan kembali dari 4,46 persen menjadi 3,40 persen. Tingkat Penganguran Terbuka tertinggi berada di Kota Kupang, karena Kota Kupang sebagai ibukota provinsi NTT, banyak penduduk yang ingin bekerja di kota ini, dengan segala macam fasilitas yang ada, namun pertambahan pekerja ini tidak diikuti oleh lahan kesempatan kerja yang ada, yang membuat pengangguran terjadi. Secara umum terjadinya pengangguran dapat disebabkan beberapa faktor antara lain : terbatasnya jumlah lapangan kerja yang tersedia, pertumbuhan penduduk yang relative cepat, iklim usaha yang kurang kondusif, dan kualitas SDM yang tidak linear dengan pendidikan yang dicapai. 4.1.7 Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas

50 sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Ketersediaan fasilitas atau sarana kesehatan yang memadai dan tenaga medis yang berkualitas merupakan faktor pendukung utama keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan Data statistik menunjukan fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas di Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan tempat rujukan berobat jalan yang paling banyak dimanfaatkan penduduk di provinsi NTT, yaitu mencapai 67,79 persen pada tahun 2010, yang artinya setiap 100 penduduk NTT yang menderita sakit, sebanyak 68 orang memilih berobat ke puskesmas dibandingkan dengan fasilitas lainnya seperti, rumah sakit, praktek dokter, petugas kesehatan,dan sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa puskesmas paling banyak dipilih oleh masyarakat dikarenakan puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang biayanya murah dan mudah dijangkau dimana saja. Tabel 4.7 Indikator Kesehatan NTT (%) Uraian 2007 2008 2009 2010 Rumah sakit 8,16 7,09 8,97 8,90 Praktek Dokter 8,78 8,60 10,45 9,79 Puskesmas 65,10 70,34 68,48 67,79 Petugas Kesehatan 11,01 7,68 6,57 8,39 Batra/Dukun 0,52 0,52 0,40 0,71 Lainnya 6,45 5,77 5,12 4,42 Jumlah 100 100 100 100 Sumber : BPS NTT 2011

51 4.1.8 Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup (e 0 ) merupakan perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup secara rata-rata (BPS,2010). Kemampuan untuk bertahan hidup lebih lama diukur dengan indikatorharapan hiudp pada saat lahir (life espectancy at birth). Angka Harapan Hidup (AHH) untuk tingkat provinsi yang disajikan merupakan hasil perhitungan secara tidak langsung (indirect technique) dengan menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak lahir hidup dan rata-rata jumlah anak masih hidup menurut kelompok umur ibu 15-49 tahun, yang bersumber dari data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional ( SUSENAS ). Tabel 4.8 Angka Harapan Hidup NTT Tahun 2004-2010 No Nama Kabuaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata 1 Sumba Barat 62,50 63,40 63,10 63,38 64,50 63,89 64,09 63,57 2 Sumba Timur 60,75 61,30 61,40 61,45 61,60 61,78 61,94 61,46 3 Kupang 64,25 64,60 63,85 64,80 65,00 65,19 65,41 64,72 4 TTS 65,95 66,30 66,35 66,45 66,60 66,75 66,90 66,47 5 TTU 66,65 66,95 66,95 67,35 67,70 68,11 68,52 67,46 6 Belu 64,25 64,40 64,65 64,80 65,30 65,65 66,00 65,00 7 Alor 64,35 65,20 65,65 65,95 66,30 66,68 66,92 65,86 8 Lembata 65,35 65,90 66,15 66,25 66,30 66,46 66,58 66,14 9 Flores Timor 66,25 66,60 66,95 67,25 67,50 67,81 68,12 67,21 10 Sikka 66,75 67,25 67,85 68,15 68,40 68,71 69,01 68,02 11 Ende 63,55 63,80 64,05 64,20 64,40 64,61 64,82 64,20 12 Ngada 65,35 65,70 66,60 66,85 66,90 67,05 67,16 66,52 13 Manggarai 65,05 65,83 66,10 66,25 66,45 66,91 67,12 66,32 14 Rote Ndao 63,60 65,90 66,45 66,85 67,20 67,64 68,06 66,52 15 Kota Kupang 70,75 71,10 71,05 71,55 71,90 72,34 67,50 70,88 16 NTT 65,06 65,61 65,81 66,10 66,40 66,63 65,54 66,02 Sumber : BPS NTT 2004-2010 Tabel 4.8 memperlihatkan perkembangan angka harapan hidup selama kurun waktu tujuh tahun terkahir. Pada tabel tersebut terlihat, selama periode 2004-2010 perkembangan angka harapan hidup menunjukan peningkatan. Peningkatan yang tertinggi terjadi pada tahun 2004-2005, angka harapan hidup di Nusa Tenggara Timur mengalami

52 peningkatan yang cukup tinggi dari angka 65,06 tahun hingga 65,61 tahun (kenaikan sebesar 0,55 tahun) Semakin lama rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani seseorang ketika dilahirkan maka menunjukan derajat kesehatan di suatu wilayah tersebut semakin membaik.. Indikator ini sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk khususnya di bidang kesehatan. Kenaikan yang cukup signifikan ini menunjukan perbaikan pembangunan di bidang kesehatan. Semakin tinggi nilai angka harapan hidup di suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi terutama yang terkait dengan fasilitas kesehatann di wilayah tersebut semakin maju. 4.1.9 Perkembangan Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks komposit dari indeks kesehatan yang diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf, serta indeks daya beli yang diukur dari tingkat kehidupan yang layak secara keselurhan. Secara umum, IPM kabupaten/kota menggambarkan kinerja pembangunan manusia pada tingkat kabupaten/kota. Kinerja pembangunan manusia dapat dinilai berhasil atau gagalnya berdasarkan pencapaian angka IPM. Selama lima tahun terakhir IPM kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur menunjukan perkembangan meningkat. Meskipun Kabupaten Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Sumba Barat dan Belu merupakan kabupaten dengan IPM terendah, tetapi dari perkembangan IPM kelima kabupaten tersebut menunjukan peningkatan. Berdasarkan perhitungan Indeks Pembangunan Manusia yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik angka IPM tahun 2006 dan

53 2009 adalah 64.8 dan 66.60, yang menempati urutan ke 31 dari keseluruhan propinsi yang ada di Indonesia. Tabel 4.9 Kabupaten dan Kota dengan Urutan IPM Tertinggi dan Terendah, 2006-2010 Tertinggi 2006 2007 2008 2009 2010 Kabupaten/Kota Kota Kupang 74,75 75,91 76,58 76,94 77,31 Ngada 67,33 67,95 68,56 69,01 69,45 Alor 66,93 67,31 67,82 68,16 68,48 Terendah 2006 2007 2008 2009 2010 Kabupaten/Kota Sumba Tengah 58,36 58,63 59,01 59,84 60,80 Sumba Barat Daya 59,93 59,29 59,87 60,54 60,99 Sumba Timur 60,02 60,26 60,80 61,41 61,80 Sumba Barat 60,14 60,82 62,17 62,90 63,85 Belu 61,71 62,82 63,41 63,91 64,34 Sumber : BPS (diolah) 2006-2010 Tingginya peringkat IPM NTT mengindikasikan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dalam perbandingan dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena akumulasi dari berbagai permasalahan seperti rendahnya tingkat pendidikan rendahnya tingkat kesehatan, yang secara berlanjut mengakibatkan rendahnya kinerja perekonomian rakyat yang berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. 4.2 Uji Kesesuaian Model Dalam menentukan model yang akan digunakan untuk mengestimasi data, maka dilakukan Uji Chow dan Uji Hausman. Hasil kedua pengujian tersebut disajikan pada tabel berikut ini :

54 Tabel 4.10 Hasil Uji Kesesuaian Model Nama Pengujian Probabilitas Keterangan Uji Chow 0,0000 Signifikan pada taraf nyata 5% Uji Hausman 0,3118 Tidak Signifikan pada taraf nyata 5% Sumber : Olahan Data Eviews 06 Uji Chow digunakan untuk memilih model antara pooled least square dengan fixed effect model. Dari hasil pengujian didapatkan nilai probabiltas kurang dari taraf nyata 5 persen, artinya model yang digunakan untuk mengestimasi dari hasil Uji Chow adalah model fixed effect. Sedangkan pada uji Hausman yang digunakan untuk memilih model antara model fixed effect dan random effect didapatkan nilai probabilitas 0,3118 lebih dari taraf nyata 5 persen maka terima H 0, artinya model yang digunakan adalah Random. Dari hasil uji tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada model terbaik yang akan digunakan. Namun, bedasarkan kriteria ekonomi dan statistik model yang dipilih yaitu pooled least square karena model ini memiliki kesesuaian tanda sesuai teori ekonomi. 4.3 Uji Pelanggaran Asumsi Setelah dilakukan uji kesesuian model yaitu dengan memilih model pooled least square sebagai model yang digunakan dalam mengestimasi data, selanjutnya dilakukan uji pelanggaran asumsi agar memenuhi asumsi klasik regresi yaitu terbebas dari multikolinearitas, heteroskedasitas, dan autokorelasi. Untuk menguji multikolinearitas dapat melihat di tabel 4.11

55 Tabel 4.11 Uji Multikolinearitas JM PE SMP PG JP AH JM 1-0,22395-0,30056-0,21638 0,7315-0,34295 PE -0,22395 1 0,326055 0,303104-0,08772 0,179386 SMP -0,30056 0,326055 1 0,568574-0,15702 0,432853 PG -0,21638 0,303104 0,568574 1-0,07072 0,46692 JP 0,7315-0,08771-0,15702-0,07072 1-0,0441 AH -0,34295 0,179386 0,432853 0,46692-0,0441 1 Sumber : Data Olahan Eviews 06. Dari output korelasi parsial, dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinieritas karena tidak ada korelasi antar variable X yang mendekati 1 atau -1 dan korelasi antar variabel bebas memilki r 2 yang lebih kecil dari R 2 (r 2 <R 2 ) memberi kesimpulan bahwa semua variabel bebas dalam spesifikasi model yang digunakan terlepas dari mulitikolinieritas. Untuk mengetahu nilai r 2 korelasi antar peubah dapat dilihat di tabel 4.12, dimana r 2 kurang dari R 2 (0,869009). Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regres adalah homoskedasitas atau dengan kata lain bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimate). Kondisi ini tercapai jika semua residual atau error memiliki varian yang sama. Apabila varian error tidak konstan atau berubah-ubah, maka hal tersebut disebut heteroskedasitas. Dari plot residual dibawah, terlihat residual tidak membentuk pola atau ragam konstan maka dapat disimpulkan bahwa sudah homoskedasitas. Setelah menguji masalah heteroskedasitas, asumsi lain yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model

56 3 2 1 0-1 -2 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Standardized Residuals Gambar 4.1 Uji Heteroskedasitas..Dalam menguji ada atau tidaknya autokorelasi, dapat dijelaskan adanya autokorelasi jika nilai d mendekati 0 maka diindikasikan adanya autokoelasi positif. Jika nilai d mendekati nilai 2 maka diindikasikan tidak adanya autokorelasi positif dan negatif. Jika nilai d mendekati 4 maka diindikasikan adanya autokorelasi positif dan negatif. Nilai d yang didapat dalam model sebesar 1,262365 nilai tersebut lebih mendekati 2 dari pada 0 ataupun 4. Sehingga dapat diasumsikan bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif dalam model. Selain itu, untuk mengidentifikasi adanya autokolinearitas dapat diukur melalui plot data residual. Berdasarkan Gambar 4.3 diatas menunjukan bahwa ragam residual tidak membentuk pola linear kuadratik dan bergerak konstan. Artinya dapat disimpulkan bahwa model sudah tidak ada mengandung autokorelasi positif maupun negatif.

57 4.4 Evaluasi Model Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan model pooled least square, di dapat hasil variabel bebas yang signifikan terhadap variabel terikat tingkat kemiskinan di NTT pada taraf nyata sepuluh persen antara lain pertumbuhan ekonomi (PE), jumlah penduduk yang lulus SMP (SMP), jumlah penduduk( Ln JP), dan angka harapan hidup (Ln AH) sedangkan pengangguran (Ln PG) tidak signifikan pada taraf nyata sepuluh persen terhadap tingkat kemiskinan di NTT. Hasil estimasi tersebut dapat disajikan melalui tabel berikut. Dari tabel 4.12 menunjukan bahwa variabel Jumlah penduduk dan pengangguran memiliki nilai koefisien positif. Artinya jika terjadi peningkatan jumlah penduduk dan pengangguran maka tingkat kemiskinan di provinsi NTT akan meningkat. Sebaliknya, variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus SMP dan angka harapan hidup memiliki nilai koefisien negatif. Artinya, jika terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus SMP dan angka harapan hidup maka akan menurunkan tingkat kemiskinan di NTT. Tabel 4.12 Hasil Estimasi Melalui Model Pooled Least Square Variabel Koefisien Std. Error t- Statistik Probabilitas Pertumbuhan Ekonomi (PE) -0,038586 0,023242-1,667457 0,0986 * Penduduk Berumur 10 Tahun keatas -0,020604-2,240754-2,240754 0,0273 * yang Lulus SMP (SMP) Tingkat Pengangguran Terbuka (PG) 0,013440 0,010737 1,251788 0,2136 Jumlah Penduduk (LnJP) 0,937764 0,042091 22,27941 0,0000 * Angka Harapan Hidup (AHH) -0,079170 0,009513-8,322369 0,0000 * Keterangan : signifikan pada taraf nyata 10 persen *

58 Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model dapat dilakukan dengan Uji F. Uji F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersamaan. Jika nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata, maka berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah dependen (terikat). Dari model pooled least square, terlihat bahwa nilai probabilitas F-statistik bernilai 0,000000 yang berarti minimal ada satu variabel bebas dalam model yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi NTT. Koefisien determinasi (goodness of fit) merupakan suatu ukuran yang penting karena menggambarkan baik atau tidaknya model regresi yang diestimasi. Nilai R 2 mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Semakin tinggi nilai R 2 maka semakin baik kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikatnya. Dari hasil estimasi diperoleh nilai R 2 sebesar 0,869009. Artinya model mampu menjelaskan keragaman tingkat kemiskinan di NTT sebesar 86,90 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Salah satu asumsi dalam model regresi adalah distribusi probabilitas gannguan µi memiliki rata-rata yang diharapkan sama dengan nol. Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dapat dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera. Berdasarkan hasil uji J-B Test dapat dilihat pada gambar 4.2 Didapatkan nilai probabilitas Jarque Bera lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu sebesar 0,065509. Hal ini berarti error term terdistribusi dengan normal

59 12 10 8 6 4 2 0-0.75-0.50-0.25 0.00 0.25 0.50 0.75 Series: Standardized Residuals Sample 2004 2010 Observations 105 Mean -0.036321 Median 0.002955 Maximum 0.910819 Minimum -0.715925 Std. Dev. 0.374159 Skewness 0.050405 Kurtosis 1.888329 Jarque-Bera 5.451141 Probability 0.065509 Gambar 4.2 Uji Kenormalan. 4.5 Interpretasi Model Berdasarkan hasil estimasi dudaptkan bahwa variabel yang signifikan memengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi NTT antara lain :pertumbuhan ekonomi, pendidikan tamat SMP, jumlah penduduk, dan angka harapan hidup 4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi meupakan perubahan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah yang dinilai atas dasar harga konstan. Dari hasil estimasi di dapat nilai koefisien yang bernilai negatif dan signifikan yaitu - 0,038586, artinya setiap kenaikan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,038586 persen. Dari nilai probabilitas 0,0986 signifikan pada taraf nyata 10 persen. Pertumbuhan ekonomi digunakan untuk memahami dinamika perekonomian suatu wilayah dengan melihat

60 percepatan perekonomiannya. Hal ini berarti bahwa deengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi mengindikasikan adanya kenaikan permintaan akan barang dan jasa, artinya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa akan meningkat. sehingga secara tidak langsung dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi mampu mengurangkan kemiskinan yang selalu diidentikan dengan tidak mampunya masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan. Laju pertumbuhan ekonomi daerah dapat didorong melalui peningkatan investasi daerah. Untuk meningkatkan investasi daerah, pemerintah seharusnya turut andil dalam hal itu dengan melalui perbaikan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang aktivitas tersebut. Misalnya dengan perbaikan infrastruktur maupun fasilitas publik seperti jalan, jembatan,dll. Laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat merupakan prasyarat untuk mengurangi kemiskinan dan hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin merupakan syarat cukup untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan dalam menurunkan tingkat kemiskinan adalah pertumbuhan yang berkualitas yaitu menyebar merata pada seluruh lapisan masyarakat dan mampu menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. 4.5.2 Jumlah Penduduk Tamatan SMP Pendidikan tamat SMP didefinisikan sebagai persentase penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang lulus SMP. Variabel pendidikan tamat SMP yang mewakili faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di bidang pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di NTT. Hal ini menunjukan

61 bahwa hasil estimasi sesuai dengan teori dan signifikan yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, maka akan menurunkan tingkat kemiskinan. Dari hasil estimasi didapatkan nilai koefisien sebesar -0,020604 artinya jika terjadi peningkatan jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP sebesar 1 persen maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,020604 persen. Dari nilai probabilitas (0,0273) signifikan pada taraf nyata 10 persen. Sehingga peningkatan jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP berepengaruh nyata terhadap pengurangan penduduk miskin. Sebagian besar penduduk NTT memiliki pendidikan yang rendah dibuktikan banyaknya penduduk yang hanya menamatkan pendidikan nya di sekolah dasar, sehingga mereka memiliki produktifitas yang rendah pula. Hal ini sesuai teori mengenai lingkaran setan kemiskinan yang mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka akan berpengaruh pula terhadap tingkat pendapatan dan pruduktifitas seseorang yang semakin meningkat pula dan akhirnya akan menurunkan tingkat kemiskinan yang ada 4.5.3 Pengangguran Terbuka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terdiri dari mereka yang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, serta sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Dari hasil estimasi sesuai dengan hipotesis awal yang menunjukan bahwa TPT berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan di NTT dengan nilai koefisien sebesar 0,013440 artinya jika TPT meningkat sebesar 1 persen maka jumlah penduduk miskin juga akan meningkat. Dari hasil penelitian ternyata

62 variabel TPT tidak signifikan terhadap peningkatan kemiskinan di NTT, karena lapangan pekerjaan yang merupakan penampung terbesar tenaga kerja di NTT yaitu sektor pertanian dan sebagian besar status pekerjaan utama sebagai pekerja keluarga/tak dibayar diikuti buruh tidak tetap. Sehingga walaupun mereka bekerja mereka akan tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dasar dengan pendapatan mereka yang kecil. 4.5.4 Jumlah Penduduk Dari hasil estimasi didapatkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi NTT. Artinya apabila jumlah penduduk meningkat sebesar 1 persen maka jumlah penduduk miskin akan meningkat sebesar 0,937764 persen. Dari nilai probabilitas(0,000) signifikan pada taraf nyata 10 persen. Pengaruh positif tingkat jumlah penduduk terhadap tingkat kemiskinan di NTT menunjukan bahwa peningkatan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan perbaikan terhadap kualitas sumber daya manusia. setiap peningkatan jumlah penduduk justru akan meningkatkan pula tingkat kemiskinan. untuk itu pemerintah perlu mengadakan program yang dapat menekan jumlah penduduk, pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan perbaikan kualitas masyarakat hanya akan menciptakan beban ketergantungan yang tinggi dan tingkat pengangguran yang tinggi pula. Hal ini sesuai teori yang dinyatakan oleh Todaro, yaitu jumlah angkatan kerja secara otomatis menanggung beban yang lebih banyak untuk menghidupi anak-anak dibawah usia 14 tahun. Penduduk yang berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban ketergantungan artinya, mereka

63 merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban angkatan kerja yang produktif. Untuk mengatasi permasalahan peningkatan jumlah penduduk dengan adanya program Keluarga Berencana. Program ini diharapkan mampu menekan laju pertumbuhan jumlah penduduk dan diharakan pula meningkatkan kesejahteraan 4.5.5 Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup nerupakan variabel yang dapat mencerminkan kemajuan dalam program pembangunan pemerintah di bidang kesehatan. Angka harapan hidup nerupakan salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur nilai indeks IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Semakin tinggi nilai angka harapan hidup menunjukan bahwa perbaikan kualitas kesehatan masyarkat semakin baik. Dari hasil estimasi menunjukan bahwa angka harapan hidup berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di NTT sebesar 0,079170, artinya jika terjadi peningkatan anagka harapan hidup 1 persen maka jumlah penduduk miskin akan turun sebesar 0,079170 persen. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis awal dari nilai probabilitas (0,000) signifikan pada taraf nyata 10 persen. Angka harapan hidup digunakan sebagai indikator yang dapat mencerminkan kemajuan dalam program pembangunan pemerintah di bidang kesehatan. Selan itu, perbaikan kualitas kesehatan masyarakat akan mendorong peningkatan produktivitas masyarakat. Peningkatan produktivitas juga akan mendorong laju percepatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan teori mengenai lingkaran setan

64 kemiskinan yang dinyatakan oleh Myrdal. Bahwa penyebab kemiskinan salah satunya dikarenakan faktor kesehatan yaitu derajat kesehatan masyarakat yang rendah akan menurunkan tingkat produktivitas berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Syarat cukup yang harus dipenuhi adalah hasil pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dirasakan oleh berbagai lapisan masyaraat. Faktanya, tidak seluruh masyarakat dapat mengakses fasilitas kesehatan yang ada. Untuk itu perlu kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan pemberian pelayanan gratis kesehatan kepada masyarakat miskin melalui program Jamkesmas.