BAB I PENDAHULUAN. kesimpulan (Hohenberg, 2010). Langkah-langkah metode ilmiah ini dapat

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

IMPLEMENTASI STRATEGI SCAFFOLDING DALAM PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN EKOLOGI 1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Firmansyah, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Praktikum adalah pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan materi

BAB I PENDAHULUAN. isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

PENERAPAN SEVEN JUMP METHOD (SJM) SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA. Sabar Nurohman. Abstrak

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

I. PENDAHULUAN. Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih

II. KERANGKA TEORITIS. dalam aktivitas belajar yang menentukan tingkat keberhasilan pemahaman

PEMBELAJARAN EKOLOGI DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERSCAFFOLDNG UNTUK MENGKONSTRUK PEMAHAMAN MAHASISWA CALON GURU 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. HASIL 1. Hasil Kesesuaian antar Panelis Kehandalan data dari masing-masing panelis diuji menggunakan uji

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan (Developmental

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pendekatan Saintifik (Scientific Approach) dalam Pembelajaran Sains

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Beberapa penerapan pola peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

I. PENDAHULUAN. Rasionalitas atau kemampuan manusia untuk berpikir secara rasional adalah

PENGEMBANGAN LKPD GERAK MELINGKAR: HUBUNGAN KECEPATAN SUDUT Ω DAN KECEPATAN LINIER V, BERBASIS KETERAMPILAN PROSES SAINS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Judul. Pengembangan Instrumen Asesmen Otentik pada Pembelajaran Subkonsep Fotosintesis di SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

I. PENDAHULUAN. Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES (Science Proccess Skill Approach) SUSILOWATI, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) DALAM PEMBELAJARANMENULIS TEKS LAPORAN HASIL OBSERVASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa,

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pendapat Witherington dalam Sukmadinata (2007: 155) Berdasarkan pendapat Witherington, belajar selalu dikaitkan dengan

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS KETERAMPILAN PROSES PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Pembelajaran IPA Biologi Berbasis Scientific Approach Di SMP Muhammadiyah 2 Depok Sleman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

II. KERANGKA TEORETIS. menjadi pasif dan malas untuk mengembangkan keterampilannya.

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Taniredja (Fira, 2013: 5)

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Journal of Science Education And Practice p-issn X Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 e-issn

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap

ANALISIS KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 1 PURWOREJO PADA PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN MODEL SIKLUS BELAJAR 5E

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gina Gusliana, 2014

BAB I PENDAHULUAN Etty Twelve Tenth, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING

tingkatan yakni C1, C2, C3 yang termasuk dalam Lower Order Thinking dan C4, C5, C6 termasuk dalam Higher Order Thinking Skills.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

I. PENDAHULUAN. tersebut Kosasih Djahiri (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 2) makna bahwa pendidikan harus dilakukan oleh usaha sadar manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah

I. PENDAHULUAN. Keterampilan proses sains sangat penting dimiliki oleh siswa untuk. menghadapi persaingan di era globalisasi yang menuntut persaingan

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

Analisis Keterampilan Proses Sains Mahasiswa pada Mata Kuliah Konsep Sains

PEMBELAJARAN KONSTRUTIVIS, INKUIRI/DISKOVERI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

Oleh: Drs.NANA DJUMHANA M.Pd PRODI PGSD FIP UPI

BAB I PENDAHULUAN. masalah itu sendiri sehingga pembelajaran akan lebih terpusat pada siswa untuk

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

Keterampilan proses sains menurut Rustaman (2003, hlm. 94), terdiri dari : melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi),

2015 PENALARAN ILMIAH (SCIENTIFIC REASONING) SISWA SEKOLAH BERORIENTASI LINGKUNGAN DAN SEKOLAH MULTINASIONAL

I. PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum dalam dunia pendidikan di Indinesia yang sering kali terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

MODEL PEMBELAJARAN IPA. Ida Kaniawati FPMIPA UPI

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Upaya Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Problem Based Learning Berpendekatan Scientific pada Materi Trigonometri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER RASA INGIN TAHU DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X MIA 3 SMA NEGERI 6 MALANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Lidia Rahmawati, 2013

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung untuk meningkatkan kemajuan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Penelitian Ilmuwan menemukan sains dengan menggunakan metode ilmiah (scientific method). Metode ini dimulai dari pengamatan terhadap suatu fenomena, merumuskan permasalahan, merumuskan hipotesis sampai pada pengambilan kesimpulan (Hohenberg, 2010). Langkah-langkah metode ilmiah ini dapat ditirukan oleh siapa saja termasuk oleh mahasiswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas, bahkan penggunaan metode ilmiah sebagai pendekatan dalam pembelajaran sangat disarankan yang dikenal dengan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik (scientific approach) adalah cara pandang yang menempatkan mahasiswa sebagai ilmuwan kecil yang meniru ilmuwan menemukan ilmu pengetahuan dalam proses pembelajaran (Wieman, 2007a). Harlen (2013) juga mengungkapkan bahwa metode ilmiah yang digunakan oleh ilmuwan dapat pula digunakan oleh mahasiswa dalam pembelajaran di kelas. Pendekatan saintifik yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat mengajarkan kepada mahasiswa bagaimana ilmuwan mengamati suatu fenomena, dan menggunakan berbagai macam keterampilan proses untuk memperoleh informasi, menganalisis dan mengkomunikasikannya. Wieman (2007b) menyatakan bahwa pendekatan ini dalam pembelajaran dapat melatih mahasiswa menjadi ilmuwan kecil dalam menemukan konsep yang dipelajari di samping cara belajar menemukannya. Dengan kata lain belajar IPA melalui pendekatan saintifik membuat mahasiswa belajar dua hal yaitu konsep dan cara menemukan konsep. 1

2 Atas dasar itu, pendekatan saintifik adalah cara pembelajaran sains yang paling baik karena dilakukan sebagaimana sains ditemukan (Lesli & Briggs, 1987) oleh karena itu setiap dosen dan calon guru seharusnya menguasai pendekatan ini dengan baik. Perubahan kurikulum tidak akan mempengaruhi keunggulan pembelajaran sains dengan pendekatan saintifik, apapun kurikulumnya pendekatan ini cocok untuk pembelajaran sains. Langkah pembelajaran dengan pendekatan ini dikembangkan dari metode ilmiah yang di dalamnya merupakan keterampilan proses sains (science process skills). Keterampilan untuk mengamati, mengukur, merumuskan hipotesis, dan melaporkan hasil percobaan merupakan bagian dari keterampilan proses sains (Padilla, 1990). Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang membantu mahasiswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan memberikan keterampilan dasar untuk melaksanakan penelitian atau menggunakan metode ilmiah (Çepni et al,1996). Keterampilan proses sangat penting dalam kehidupan terutama dalam mempelajari sains karena dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dan menyelesaikan masalah (Dogru, 2008), berpikir kreatif (Lee and Kolodner, 2011), dan berpikir kritis (Lati et al., 2012; Kitot et al., 2010). Implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran yang disarankan dalam Kurikulum 2013 dikenal dengan 5 M (mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan). Pendekatan ini seyogyanya dipakai dalam pembelajaran dalam menemukan konsep. Pendekatan saintifik perlu diimplementasikan dalam pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi, namun pendekatan ini masih terasa asing bagi dosen, calon guru, apalagi

3 bagi mahasiswa. Implementasi pendekatan saintifik pada pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri masih belum dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terlihat pada penelitian Dewi dkk. (2013) yang menunjukkan bahwa dosen belum terbiasa memposisikan dirinya sebagai fasilitator dan membimbing mahasiswa dalam kegiatan praktikum pada pembelajaran dengan model inkuiri. Dewi dkk. (2013) juga menemukan bahwa guru belum memberikan kesempatan kepada kelompok siswa untuk mendiskusikan masalah yang disajikan. Guru terkadang langsung memberikan jawabannya, tanpa menunggu siswa untuk menjawab pertanyaannya. Dosen di Jurusan PGMI selama ini belum memberikan bantuan secara optimal kepada mahasiswa untuk menemukan konsep yang dipelajari. Tugas dosen adalah membantu atau membimbing mahasiswa dalam menyelesaikan tugasnya dan menghilangkan bantuan tersebut manakala mahasiswa telah mampu melakukannya. Bantuan orang yang lebih mampu kepada yang kurang mampu dikenal dengan istilah scaffolding (Vygotski, 1978). Lembaga riset Amerika menyarankan bahwa scaffolding hendaknya disediakan kepada mahasiswa untuk membantunya melaksanakan kegiatan dan tugas-tugasnya dengan jalan, (1) memotivasi minat mahasiswa berkaitan dengan tugas, (2) menyederhanakan tugas sehingga mudah dipahami mahasiswa, (3) memberikan arah untuk pencapaian tujuan, (4) mengurangi frustasi dan risiko, (6) memodelkan atau mencontohkan cara melakukan tugas atau keterampilan yang diharapkan (Nasional Research Council, 2004).

4 Keterampilan-keterampilan yang disarankan dalam pendekatan saintifik dapat dilatihkan kepada mahasiswa dalam pembelajaran di perguruan tinggi namun scaffolding yang disarankan oleh lembaga riset Amerika masih terlalu umum dalam pembelajaran sains dengan pendekatan saintifik. Mahasiswa yang belum mampu mengamati akan dimotivasi untuk melakukan pengamatan dengan baik sehingga dapat mengajukan pertanyaan dan berujung pada merumuskan suatu permasalahan pada pembelajaran dengan model inkuiri. Referensi yang peneliti kaji selama ini belum menunjukkan adanya strategi atau cara-cara khusus yang dapat membantu untuk memudahkan mahasiswa dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Keterampilan mengamati, menanya, menganalisis data dapat dilatihkan kepada mahasiswa, jika mahasiswa belum mampu untuk melakukannya. Keterampilan tersebut sangat perlu untuk dilatihkan sebagai alat belajar sekaligus bekal mahasiswa saat mengajar kelak. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik model inkuiri di Jurusan PGMI UIN Sunan Ampel Surabaya belum terlaksana dengan baik (Wakhidah, 2014). Hal senada terjadi pada sekolah menengah, siswa masih bingung dalam menganalisis data hasil praktikum yang dihubungkan dengan materi pada pembelajaran (Wardani dkk, 2009). Dosen belum menyiapkan pola bantuan yang harus diberikan dalam rangka membantu mahasiswa dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penyediaan fasilitas bantuan yang diberikan oleh dosen pada rencana perkuliahan sehingga pada kondisi apapun dosen dapat membantu mahasiswa dalam menemukan konsep yang dipelajari.

5 Pembelajaran dengan pendekatan saintifik menghendaki adanya kesesuaian antara apa yang diamati mahasiswa dengan pengalaman mahasiswa sebelumnya sehingga mahasiswa mampu mengajukan pertanyaan. Teknik scaffolding tampilkan dan katakan (Show and Tell) dan menggunakan bantuan visual (use visual aids) yang ditawarkan oleh Alber (2014) terkadang belum mampu untuk mendorong mahasiswa untuk bertanya. Tampilan visual belum tentu dapat merangsang mahasiswa mengajukan pertanyaan. Mahasiswa akan bertanya jika ada konflik kognitif. Prinsip scaffolding adalah pemberian bantuan kepada mahasiswa pada daerah zone of proximal development, yaitu daerah antara kemampuan potensial dan kemampuan aktualnya. Penelitian ini terfokus pada upaya untuk mengembangkan strategi yang membantu mahasiswa yang belum mampu melakukan tugasnya dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Pertamatama dosen menginspirasi mahasiswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Teknik scaffolding show and tell dan use visual aids adalah teknik yang dapat digunakan dosen untuk membantu mahasiswa dalam menginspirasi dalam menggali pengalaman mahasiswa sebelumnya. Berdasarkan alasan tersebut perlu dikembangkan suatu strategi yang menginspirasi (inspiring) mahasiswa untuk menghubungkan pengalaman awal dan konsep yang akan dipelajari. Rosenshine and Meister (1992) menyatakan bahwa scaffolding dapat diaplikasikan pada pembelajaran untuk semua keterampilan sangat diperlukan apalagi pada level kognitif lebih tinggi. Keterampilan kognitif yang lebih tinggi dapat diajarkan dengan strategi kognitif. Strategi bukanlah petunjuk langsung,

6 bukan merupakan algoritma, tetapi langkah-langkah yang dapat memfasilitasi mahasiswa untuk mencapai performa pada level yang lebih tinggi. Strategi scaffolding yang telah dikembangkan Rosenshine and Meister untuk membantu mahasiswa dalam mengajarkan keterampilan kognitif antara lain adanya modeling. Gaskins et al (1997) juga menyatakan bahwa scaffolding dapat berbentuk pengarahan dan modeling untuk membantu mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan baru atau mempelajari konsep baru. Scaffolding dapat diaplikasikan pada pembelajaran untuk semua keterampilan. Scaffolding yang dikembangkan McNeill, et al. (2005) meliputi modeling, memberikan umpan balik dan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mempraktikkan tugas yang diberikan. Strategi scaffolding dalam menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran belum pernah ditemukan sehingga diharapkan mampu membantu mahasiswa dalam menemukan konsep yang dipelajarinya. Menurut peneliti, ada tahapan dari cara memberi scaffolding McNeill yang perlu ditambahkan, yaitu mendorong rasa ingin tahu mahasiswa dan bantuan dalam mengerjakan tugasnya secara mandiri dengan menginspirasi (inspiring) mahasiswa untuk menyelesaikan tugasnya atau menemukan konsep sebelum dilakukan modeling oleh dosen dan pelaporan hasil meniru model. Kebaruan (state of the art) dalam penelitian ini adalah mengembangkan suatu cara atau strategi scaffolding untuk menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran dengan jalan menyempurnakan strategi scaffolding yang telah ada. Strategi yang dikembangkan dalam penelitian adalah inspiring-modeling-writing-

7 reporting (IMWR). Strategi scaffolding yang dikembangkan dalam penelitian ini akan menambahkan langkah untuk menginspirasi (inspiring) mahasiswa menyelesaikan tugasnya secara mandiri bila mahasiswa telah mampu. Aktivitas dosen saat menginspirasi mahasiswa adalah memulai dengan hal-hal yang relevan dengan kehidupannya (American Association for the Advancement of Science, 1989) dan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengemukakan pengalamannya berdasarkan fenomena yang telah ditampilkan. Tytler (1996) menyarankan bahwa dalam pembelajaran konstruktivis, selayaknya memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengemukakan gagasan dengan bahasa sendiri dan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir tentang pengalamannya. Pengajar membantu mahasiswa untuk mengeksplorasi pengalaman dalam berbagai cara dan membuat hubungan antara informasi ilmiah baru dengan pengetahuan sebelumnya (Quintana & Barry, 2006). Pembelajaran bermakna terjadi manakala mahasiswa dapat menghubungkan pengetahuan awal yang telah dimiliki dan menggabungkan dengan konsep yang dipelajarinya dalam rangka menemukan suatu konsep yang baru baginya (Slavin, 2006). Dosen akan mencontohkan atau memodelkan (modeling) jika dengan menginspirasi tidak cukup membantu mahasiswa dalam menyelesaikan tugasnya atau yang menemukan konsep. Mahasiswa perlu diberi kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan atau konsep yang telah dimodelkan dengan cara menuliskan (writing). Mahasiswa selanjutnya melaporkan apa yang telah dilakukan (reporting) dan mendapat umpan balik dari dosen.

8 Strategi scaffolding inspiring-modeling-writing-reporting (IMWR) untuk menerapkan pendekatan saintifik sekaligus dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains mahasiswa PGMI masih tergolong rendah (Wakhidah, 2013). Kemampuan mahasiswa yang dites dengan keterampilan proses sains terpadu yang di dalamnya terdapat keterampilan berpikir tingkat tinggi menghasilkan nilai yang rendah yaitu rata-rata mahasiswa hanya menguasai 62 % keterampilan proses sains terpadu sehingga keterampilan proses sains terpadu perlu dilatihkan kepada mahasiswa. Melatihkan keterampilan harus dilakukan tahap demi tahap sehingga mahasiswa mampu untuk melakukannya secara mandiri (Slavin, 2006). Pembelajaran sains dengan pendekatan saintifik selain mengajarkan konten juga mengajarkan tools bagaimana konten tersebut ditemukan. Sains yang diajarkan dengan pendekatan saintifik menggunakan strategi scaffolding IMWR melatihkan keterampilan proses sains untuk memahami sains sebagaimana sains ditemukan. Pembelajaran seperti itu mendorong mahasiswa untuk membangun konsep melalui penelitian ilmiah (Karar & Yenice, 2012). Berdasarkan hal-hal di atas maka pembelajaran sains di perguruan tinggi dengan pendekatan saintifik selayaknya tidak hanya mengajarkan fakta, konsep, teori, dan hukum akan tetapi juga proses bagaimana produk sains tersebut ditemukan. Pembelajaran sains dengan pendekatan saintifik dapat meningkatkan pemahaman karena mahasiswa terlibat aktif dalam mengkonstruk pemahamannya. Maine (2013) menyatakan bahwa retensi pemahaman yang diperoleh mahasiswa karena mendapatkan penjelasan adalah 5 %, pembelajaran

9 dengan audiovisual (penampilan video) 20 %, diskusi 50 %, dan belajar melalui latihan 75 %. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan strategi scaffolding IMWR yang dalam pelaksanaannya melalui diskusi, praktikum, menulis rancangan percobaan dan penjelasan dari dosen melalui modeling diharapkan dapat meningkatkan retensi pemahaman mahasiswa. B. Rumusan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah secara umum adalah Bagaimana kelayakan strategi scaffolding IMWR pada pendekatan saintifik untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains mahasiswa? Rumusan tersebut selanjutnya dirinci menjadi rumusan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana validitas strategi scaffolding IMWR dan perangkat yang merupakan operasionalisasi strategi dalam menerapkan pendekatan saintifik? 2. Bagaimana kepraktisan strategi scaffolding IMWR dalam menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran? 3. Bagaimana keefektifan strategi scaffolding IMWR jika ditinjau dari peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains mahasiswa? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menghasilkan strategi scaffolding yang valid, praktis, dan efektif dalam menerapkan pendekatan saintifik pada pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep mahasiswa, yang selanjutnya dijabarkan sebagai berikut.

10 1. Mendeskripsikan validitas strategi scaffolding IMWR dan perangkatnya pada pendekatan saintifik untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains. 2. Mendeskripsikan kepraktisan strategi scaffolding IMWR dalam menerapkan pendekatan saintifik. 3. Mendeskripsikan keefektifan strategi scaffolding IMWR untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains mahasiswa D. Definisi Istilah Istilah-istilah yang terkait dengan penelitian perlu didefinisikan agar tercipta kesamaan persepsi dan mencegah adanya kesalahan dalam memaknainya sehingga didefinisikan sebagai berikut. 1. Scaffolding berarti bantuan yang diberikan oleh orang yang lebih mampu kepada seseorang yang kurang mampu yang pada awalnya sangat besar semakin lama semakin berkurang dan dihilangkan bila seseorang telah mandiri dalam melakukan tugasnya. 2. Strategi scaffolding IMWR berarti suatu cara untuk membantu dan mempermudah mahasiswa menerapkan langkah-langkah pendekatan saintifik dalam pembelajaran, dengan jalan menginspirasi (inspiring), bila mahasiswa belum mampu dosen mencontohkan/memodelkan (modeling), selanjutnya mahasiswa diberi kesempatan untuk berlatih (writing) dan melaporkan (reporting). Untuk mengukur keterlaksanaan strategi scaffolding IMWR digunakan rubrik penilaian untuk menilai apakah strategi tersebut

11 dapat terlaksana dan dari hasil/kinerja yang telah dicapai mahasiswa pada saat mengamati sampai mengomunikasikan. 3. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang digunakan para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah, terdiri dari 1) the basic process skill dan 2) integrated (more complex) skills. The basic process skill, terdiri dari 1) Observing, 2) Inferring, 3) Measuring, 4) Communicating, dan 5) Classifying, Predicting. Integrated Science Process Skills, meliputi 1) Controlling variables, 2) Defining operationally, 3) Formulating hypothesis, 4) Interpreting data, 5) Experimenting dan, 6) Formulating models Keterampilan ini diukur dengan menggunakan keterampilan proses sains berbasis konten materi. 4. Penguasaan konsep berarti kemampuan mahasiswa untuk memahami atau menggunakan konsep yang diukur dengan menggunakan skor hasil belajar kognitif E. Asumsi 1. Mahasiswa jujur dalam merespon pelaksanaan strategi scaffolding IMWR 2. Observer mengobservasi pelaksanaan pembelajaran dengan baik 3. Dosen dapat memfasilitasi pembelajaran dengan baik sesuai dengan pemodelan yang dilakukan oleh peneliti D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih berupa strategi scaffolding yang dapat menjadi rujukan dosen dalam

12 mengimplementasi pendekatan saintifik khususnya pembelajaran IPA untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep mahasiswa. Penerapan strategi scaffolding IMWR secara praktis diharapkan akan memperbaiki proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik sehingga tahapan dalam pendekatan saintifik dapat berjalan dengan baik. Strategi scaffolding IMWR untuk menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran IPA yang dikembangkan diharapkan dapat membantu jurusan dan pemerintah dalam menyukseskan pelaksanaan pendekatan saintifik pada pembelajaran khususnya pembelajaran IPA.