BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Fenomena maraknya kriminalitas di era globalisasi. semakin merisaukan segala pihak.

VISUM ET REPERTUM No : 15/VRJ/06/2016

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan. tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN pulau dengan keanekaragaman suku yang tinggi (Kementerian

I. PENDAHULUAN. Pemeriksaan identifikasi memegang peranan cukup penting dalam ilmu

Pengertian Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Pembagian Visum et Repertum

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keadaan geografis dan demografisnya. Menurut Kementrian

BAB I. Pendahuluan. A. Latar belakang. waktu yang diharapkan (Hupp dkk., 2008). Molar ketiga merupakan gigi terakhir

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia menurut laporan hak asasi manusia

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 terdapat banyak kasus mutilasi yang terungkap di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Odontologi forensik adalah ilmu di kedokteran gigi yang terkait dalam

BAB I PENDAHULUAN. jalan yang cukup serius, menurut data dari Mabes Polri pada tahun 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Soetjiningsih (1995)

I.PENDAHULUAN. tengkorak dan rahang berbeda. Pola tersebut sering kali dipengaruhi variasi

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB 1 PENDAHULUAN. Diantaranya adalah korban kriminalitas dan korban kecelakaan lalu lintas.

Dian Kemala Putri Bahan Ajar : Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi Teknik Industri Universitas Gunadarma

BAB II LANDASAN TEORI

Korelasi antara Tinggi Badan dan Panjang Jari Tangan

Pengukuran Sefalik Indeks Etnis Batak dan Cina pada Siswa-Siswi Kelas X dan Kelas XI SMA Swasta Santo Thomas 1 Medan Tahun Pelajaran

P U T U S A N Nomor : 38/PID/2012/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / Tgl. Lahir : 15 Tahun / 15 Februari 1996;

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dentofasial termasuk maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang,

Abdul Gafar Parinduri RSUD Sultan Sulaiman Dinas Kesehatan Serdang Bedagai

BAB IV ANALISIS SIDIK JARI SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Analisis Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mengevaluasi keberhasilan perawatan yang telah dilakukan. 1,2,3 Kemudian dapat

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 12. RANGKA DAN SISTEM ORGAN PADA MANUSIALatihan soal 12.1

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM GERAK MANUSIA

Ilmu Forensik? Ruang Lingkup. Kriminalistik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita salah satu diantaranya adalah bencana alam, kecelakaan, ledakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

ANTROPOMETRI. Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi

ANTROPOMETRI pada ANAK BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

Pelayanan Forensik Klinik terhadap Perempuan & Anak Korban Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. dan penyebab pertama kematian pada remaja usia tahun (WHO, 2013).

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

PERANAN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP KASUS PEMBUNUHAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor lingkungan. Tinggi badan adalah ukuran kumulatif yang terdiri atas

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI

BAB V IDENTIFIKASI FORENSIK

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. mayat korban susah untuk dapat diidentifikasi. yaitu adalah bencana alam. Kejadian bencana massal

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Masalah lalu lintas melalui darat, laut, dan udara

BAB I PENDAHULUAN. diri atau tidak melalui bentuk gigi dan bentuk senyuman. Penting bagi dokter gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. badan yang kemudian dipopulerkan oleh Hewing pada tahun Formula

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan ortodontik dapat dicapai jika diagnosis dan rencana perawatan

P U T U S A N Nomor : 35/PID/2012/PT-MDN.-

HANDOUT KETERAMPILAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

VISUM ET REPERTUM NO : 027 / VER / RS / I / 2014

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran Gigi yang

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.36. Januari-Juni

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Mengungkap Identitas dan

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata. membawa dampak sampingan terhadap jenis, kualitas dan

I. PENDAHULUAN. Tinggi badan ditentukan olah kombinasi faktor genetik dan faktor. antropologis untuk menentukan perbedaan rasial (Patel, 2012).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan serangkaian pulau besar-kecil dengan lingkungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Grafik 1. Persentase pertumbuhan tulang kranium dan kartilago primer 16

DISKUSI TOPIK SEXUAL AB USE K E L O M P O K 1

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

BAB I PENDAHULUAN. sampai pembunuhan bahkan banyak pula jenis-jenis kejahatan baru yang. muncul seiring perkembangan umat manusia salah satunya adalah

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

P U T U S A N. Nomor : 189/PID/2014/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PROFIL KORBAN KASUS PEMERIKSAAN KERANGKA DI PROVINSI RIAU PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kejahatan sudah ada sejak manusia dan masyarakat ada, demikian

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

Identifikasi Korban Post Mortem yang Dipastikan oleh Laporan Operasi Ante Mortem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Berbagai peristiwa yang terjadi ditanah air seperti. kecelakaan pesawat, kecelakaan mobil, pencurian organ,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

P U T U S A N. Nomor : 24 / PID / 2013 / PT.KT.SMDA

Pencatatan, Pelaporan Kasus Keracunan dan Penanganan Keracunan. Toksikologi (Teori)

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB X ISOMETRIK. Otot-otot Wajah terdiri dari :

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indoaustralia dan Pasifik serta terletak pada zona Ring of Fire. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. atau bergantian (Hamilah, 2004). Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antropometri Antropometri adalah pengukuran manusia dan lebih cenderung terfokus pada dimensi tubuh manusia. Ilmu pengetahuan mengenai antropometri berkembang terutama dalam konteks antropologi. Antropometri berkembang sebagai ilmu yang mempelajari klasifikasi dan identifikasi perbedaan ras manusia dan efek dari diet serta kondisi lingkungan hidup pada pertumbuhan. Dewasa ini antropometri menjadi sangat penting dan berkembang ke wilayah ilmu ergonomi, ilmu yang menyesuaikan mesin dan lingkungan kerja untuk orang yang menggunakannya (Kurniawan, 2009). Antropometri meliputi penggunaan secara hati-hati dan teliti dari titik titik pada tubuh untuk pengukuran, posisi spesifik dari subjek yang ingin diukur dan penggunaan alat yang benar. Pengukuran yang dapat dilakukan pada manusia secara umum meliputi pengukuran massa, panjang, tinggi, lebar, dalam, circumference (putaran), curvatur (busur), pengukuran jaringan lunak (lipatan kulit). Pada intinya pengukuran dapat dilakukan pada pada tubuh secara keseluruhan (contoh: stature) maupun membagi tubuh dalam bagian yang spesifik (contoh: panjang tungkai) (Kurniawan, 2009). Pengukuran tubuh digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk pediatrics, orthopedics, dentistry, orthodontics, physical education, pengetahuan umum, kedokteran olahraga, ilmu kesehatan masyarakat, forensik, dan status nutrisi (Kurniawan, 2009). Dalam Ilmu Kedokteran Forensik, dikenal suatu istilah yaitu Forensik Antropologi. Menurut American Board of Forensic Anthropology, Forensik

Antropologi adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik untuk proses hukum. Identifikasi dari kerangka, atau sediaan lain dari sisa-sisa jasad (dugaan manusia) yang tidak teridentifikasi penting untuk alasan kemanusiaan. Forensik antropologi mengaplikasikan tehnik sains sederhana yang berdasarkan antropologi fisik untuk mengidentifikasi sisa-sisa jasad manusia dan mengungkap tindak kejahatan. Pemeriksaan dapat dilakukan sebagai langkah pertama untuk menentukan apakah sisa-sisa jasad tersebut berasal dari manusia dan selanjutnya dapat menentukan jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk tubuh, dan pertalian suku bangsa. Peemeriksaan juga dapat memperkirakan waktu kematian, penyebab kematian dan riwayat penyakit terdahulu atau luka yang pada saat hidup menimbulkan jejas pada struktur tulang. Beberapa tahun terakhir, pemeriksaan antropologi forensik semakin berkembang seiring dengan pemeriksaan kejahatan yang menjadi lebih kompleks. 2.2. Identifikasi Sudah menjadi hal yang paling penting diketahui mengenai identifikasi kehidupan seseorang oleh pihak polisi, dimana hal tentang identifikasi tersebut berhubungan dengan kriminalitas. Untuk dapat mengetahui dan dapat membantu proses penyidikan, maka dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia diperlukan pengetahuan khusus, yaitu Ilmu Kedokteran Forensik (istilah lain yang sering dipakai: Ilmu Kedokteran Forensik, Forensic Medicine, Legal Medicine dan Medical Jurisprudence). Proses penegakan hukum dan keadilan adalah suatu usaha ilmiah dan bukan sekedar common-sense, nonscientific belaka. Dengan demikian dalam perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan Ilmu Kedokteran Forensik yang dimilikinya sebagaimana tertuang dalam Visum et Repertum yang dibuatnya adalah mutlak diperlukan (Idries, 2008).

Identifikasi korban yang sudah meninggal paling banyak terjadi karena kematian yang tiba-tiba dan tidak terduga, seperti: kebakaran, bom, kecelakaan lalulintas, kecelakaan pesawat udara, dan lain-lain. Dan semua itu memerlukan konsep medikolegal yang tepat (Idries, 2008). Selain bantuan Ilmu Kedokteran Forensik tersebut tertuang dalam bentuk Visum et Repertum, maka bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat diperlukan didalam upaya mencari kejelasan dan kebenaran materil yang selengkap-lengkapnya tentang suatu perbuatan/tindak pidana yang telah terjadi. Dengan demikian, dalam melakukan pemeriksaan ditempat kejadian perkara, interogasi, dan rekonstruksi, bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat diperlukan (Idries, 2008). Baik secara tersendiri yaitu pemahaman serta penguasaan prinsip-prinsip dasar Ilmu Kedokteran Forensik oleh penyidik, maupun secara keseluruhan dalam arti bantuan dokter dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya merupakan sumbangan yang besar artinya dalam penyidikan demi terwujudnya tujuan itu sendiri, yaitu membuat terang dan jelas suatu perkara (Tjiptomartono, 2008). Fungsi penyidikan merupakan fungsi teknis kepolisian yang mempunyai tujuan membuat suatu perkara menjadi lebih jelas, yaitu dengan mencari dan menemukan kebenaran materiil yang selengkap-lengkapnya tentang suatu perubahan atau tindak pidana yang telah terjadi (Tjiptomartono, 2008). Penyidikan itu sendiri adalah suatu proses untuk mempelajari dan mengetahui apa yang telah terjadi dimasa lampau dan kaitannya dengan tujuan dari penyidikan itu sendiri. Dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepada penyidik, pada umumnya penyidik memanfaatkan sumber-sumber informasi untuk membuat jelas dan terang suatu perkara (Idries, 2008). 2.2.1. Sumber Identifikasi

Sumber-sumber yang dipakai penyidik untuk mengetahui apa yang telah terjadi adalah: 1. Barang-barang bukti (physical evidence), seperti: a. Anak Peluru b. Bercak darah c. Jejas (impresion), dari alat, jejas ban dari sepatu, dan lain sebagainya d. Narkotika e. Tumbuh-tumbuhan 2. Dokumen dan catatan-catatan, seperti: a. Cek palsu b. Surat penculikan c. Tanda-tanda pengenal diri lainnya d. Catatan tentang ancaman 3. Orang-orang seperti: a. Korban b. Saksi-saksi mata c. Tersangka pelaku kejahatan d. Hal-hal lain yang berhubungan dengan korban, tersangka, dan keadaan di tempat kejadian perkara. Untuk dapat memanfaatkan sumber-sumber informasi yang telah diterima, tentu dibutuhkan pemahaman dan bantuan dari ilmu-ilmu forensik, seperti kriminalistik, fisika, dan khususnya dalam tindak pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, diperlukan pemahaman serta penguasaan prinsipprinsip dasar dari Ilmu Kedokteran Forensik (Tjiptomartono, 2008). 2.2.2. Data pada Proses Identifikasi

Menurut Nandy, data-data yang penting untuk didapatkan pada proses identifikasi korban adalah: ras, etnis, kebangsaan, agama, jenis kelamin, perawakan, warna kulit muka, corak kulit, rupa, rambut, mata, kelainan kongenital, tanda lahir, tahi lalat, bekas luka, tato, cacat, penyakit lain, gigi, pengukuran antropometri, (tinggi dan lebar badan, ukuran lingkar kepala), sidik jari, pakaian dan ornamen lain yang dipakai korban (Nandy, 2001). Dalam kehidupan sehari-hari, sering ditemukan berbagai kasus yang memerlukan bantuan Kedokteran Forensik. Tidak jarang juga ditemukan kasuskasus dimana hanya ditemukan beberapa tulang saja untuk diidentifikasi. Pada proses identifikasi, mengetahui ras, suku bangsa, dan jenis kelamin korban merupakan hal yang penting. Dalam kasus seperti hanya ditemukan beberapa tulang saja untuk diidentifikasi, mengetahui ras, suku bangsa, etnis dan jenis kelamin dapat diketahui salah satunya melalui perhitungan sefaliks indeks (Nandy, 2001). 2.3. Ras dan Etnis Identifikasi mengenai ras, etnis dari seorang korban, sering ditemukan pada kasus-kasus kematian yang disebabkan oleh kecelakan, baik itu kecelakaan kereta api, mobil, maupun pesawat terbang baik lokal maupun internasional. Jika pada suatu kejadian, ditemukan bagian rambut ataupun bagian kulit dari suatu korban, sangat memungkinkan mendapatkan hasil identifikasi mengenai ras, etnis dari korban tersebut. Orang kulit putih memiliki pigmen kulit yang sedikit lebih pucat, rambut yang lurus ataupun bergelombang yang berwarna kecoklatan, mata dengan berbagai variasi warna dari biru sampai coklat tua. Orang Cina, Amerika, India, Jepang dan beberapa orang yang memiliki kesamaan pigmen kulit yaitu kuning kecoklatan sampai coklat kemerah-merahan, rambut panjang yang

lurus dan berwarna hitam, mata yang berwarna coklat tua. Orang Negro memiliki kulit yang gelap, rambut hitam yang keriting, mata yang berwarna coklat tua (Modi, 1990). Metode paling baik dalam mengidentifikasi korban dimana hanya ditemukan beberapa tulang saja untuk diidentifikasi adalah pengukuran tulang tengkorak dan pelvis. Panjang, lebar, luas dan lingkar dari kepala harus diukur (Modi, 1990) Tabel 2.1 Race determination Caucasians Mongoloid Negro 1. Tengkorak Bulat Persegi Sempit dan memanjang. 2. Dahi Menonjol, cembung Menonjol Kecil dan tertekan. 3. Muka Kecil secara Besar dan datar. Gigi-gigi tersusun proporsional secara oblik.

4. Orbit Triangular Kecil Persegi 5. Ekstremitas atas Normal Kecil Lengan cukup besar, tangan kecil 6. Ekstremitas Normal Kecil Kaki sampai paha bawah cukup besar, kaki lebar dan datar. (Modi, 1990) 2.4. Seks Jenis kelamin dari suatu korban, dapat dengan mudah diidentifikasi melalui organ-organ tubuhnya, misalnya payudara. Dengan melihat bagian payudara, bisa diketahui apakah korban tersebut berjenis-kelamin laki-laki atau perempuan. Tetapi, sering ditemukan pada berbagai kasus, dimana bagian-bagian tubuh yang ada tidak cukup jelas untuk diidentifikasi. Karena itu, ditemukan kesulitan dalam menentukan jenis kelamin korban tersebut (Thomas, 1954). Secara umum, perempuan memiliki sedikit rambut pada tubuhnya, ektremitas yang lebih halus, lebih banyak lemak dibawah kulit dan lebih sedikit otot. Tulang pada perempuan lebih kecil dengan poros yang lebih sempit, dan ruang medula yang lebih besar dari pada laki-laki. Kapasitas rongga kranial lebih kecil dan banyak tulang yang kurang menonjol. Rahang bawah lebih sempit, muka lebih kecil daripada laki-laki. Dinding dada perempuan lebih kecil pendek dan lebih bulat, sternum lebih kecil dan tangan serta kaki lebih kecil daripada laki-laki (Thomas, 1954). 2.5. Sefalik Indeks Sefalik indeks adalah ukuran rasio (dalam persen), dari panjang maksimum tulang tengkorak dengan lebar maksimum tulang tengkorak. Melalui sefalik indeks, kita dapat mengetahui jenis kelamin ataupun ras seseorang. Seperti dipaparkan

sebelumnya, pada kehidupan sehari-hari, sering terdapat kejadian dimana hanya ditemukan tulang tengkorak saja untuk diidentifikasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam proses indentifikasi, ras, etnis dan jenis kelamin merupakan suatu hal yang harus diketahui. Untuk itu, dengan perhitungan sefalik indeks dapat diketahui identitas korban tentang ras, etnis dan jenis kelaminnya (Modi 1990). Lingkaran kepala mencakup keliling bidang horizontal yang melewati titik ophyron dan oksipital. Panjang dari kepala diukur antara glabela dan titik oksipital. Luas dari kepala adalah diameter dari kepala di atas tulang mastoid. Tinggi kepala diukur dari basis sampai bregma (Modi, 1990). Indeks luasnya kepala adalah proporsi dari luas kepala dibandingkan dengan panjangnya. Atau dengan kata lain: Indeks Tinggi kepala adalah proporsi dari tinggi kepala dibandingkan dengan panjang kepala. Atau dengan kata lain: Indeks orbital kepala merupakan panjang dari orbit kepala dibandingkan dengan luasnya. Atau dengan kata lain: Tabel 2.2 Tabel Antropometri Menurut Ewing

Kapasitas Cranial Indeks Kepala Inggris 1.480 ml 71 Cina 1.430 ml 75 Negro 1.350 ml 72 Australia 1.300 ml 71 (Thomas, 1954)