BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Mekanisme Mediasi Penal Pada Tahap Penyidikan : mediasi penal dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) Tentang

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Struktur Organisasi Unit PPA (Penyidik Perempuan dan Anak) Reskrim

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

PROSPEKRIF PENEGAKAN HUKUM BERDASARKAN PENDEKATAN KEADILAN RESTORATIF DENGAN INDIKATOR YANG DAPAT TERUKUR MANFAATNYA BAGI MASYARAKAT

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sesutu tentang tingkah laku sehari-hari manusia dalam masyarakat agar tidak

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PUSANEV_BPHN OVERVIEW ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA (ANAK)

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Presiden, kepolisian negara Republik Indonesia diharapkan memegang teguh nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

Hj. D.S. DEWI, SH.MH Wakil Ketua PN Bale Bandung

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING)

tertolong setelah di rawat RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo, kota Mojokerto. 1

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif

BAB III SINKRONISASI PERATURAN TENTANG DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA PADA TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

KENDALA PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KELALAIAN (CULPA) PADA PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN MATINYA KORBAN (STUDI PADA POLDASU) SKRIPSI

DAFTAR PIRANTI LUNAK PADA SAT RESKRIM LOMBOK TENGAH

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

I. PENDAHULUAN. Munculnya gelombang reformasi di akhir dekade 90-an yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK


BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

IMPLEMENTASI DISKRESI POLRI DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI POLRES KUDUS S K R I P S I

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2010 SERI : E NOMOR : 3

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

PROSIDING SEMINAR ILMIAH NASIONAL: MEMBANGUN PARADIGMA KEHIDUPAN MELALUI MULTIDISIPLIN ILMU SATU KALI PENGADUAN ATAS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB III ORGANISASI POLDA JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain sebagai makhluk

PERANAN INTEROGASI OLEH PENYIDIK TERHADAP TERSANGKA DALAM KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN. (Studi pada Polsekta Medan Baru) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pelaksanaan Diversi Dengan Ganti Kerugian Untuk Korban Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

I. PENDAHULUAN. yang penting ini, hak anak telah secara tegas dinyatakan dalam konstitusi bahwa

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai. berikut:

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini penulis telah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAGI PENYANDANG DIFABEL DI GUNUNGKIDUL

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidik Polri diberi kewenangan yang bersifat personal, berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) butir j Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, dan Pasal 18 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik lndonesia, berupa "dapat mengambil tindakan lain", dengan "syarat-syarat tertentu", yang disebut dengan istilah diskresi kepolisian. Diskresi kepolisian dimaknai sebagai kemerdekaan dan/atau kewenangan dalam membuat keputusan untuk mengambil tindakan yang dianggap tepat atau sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi secara bijaksana dan dengan memperhatikan segala pertimbangan maupun pilihan yang memungkinkan (Erlyn, 2000:46). Diskresi kepolisian ini juga dapat dikatakan sebagai salah satu upaya penyelesaian perkara non litigasi yang artinya penyelesaian suatu perkara di luar pengadilan. Selain itu kebijakan Diskresi kepolisian ini dapat menjadi wujud dari keadilan restoratif (Restoratif Justice). Secara konseptual Restorative Justice merupakan suatu model pendekatan dalam upaya penyelesaian perkara pidana, yang menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana (Ronny F.Sompie, 2015:84). 1

Pemberian diskresi kepolisian pada hakikatnya bertentangan dengan prinsip bertindak berdasarkan hukum. Diskresi menghilangkan kepastian terhadap sesuatu yang akan terjadi, sedangkan salah satu fungsi hukum adalah menjamin kepastian (Abbas Said, 2012:148). Dikarenakan kasus tindak pidana yang seharusnya dilanjutkan ke dalam proses penuntutan, kemudian persidangan dan berakhir pada lembaga pemasyarakatan akan terhenti manakala diberikannya diskresi kepolisian. Ditinjau dari segi praktik kepolisian, tindakan pengenyampingan perkara berupa diskresi kepolisian itu sering dilakukan, hanya saja pertimbangan masing-masing perkara berbeda-beda mengingat situasi konkret yang dihadapi oleh kepolisian. Berikut ini contoh perkara pidana yang diselesaikan melalui Diskresi kepolisian. Tabel 1. Contoh Perkara Yang Diselesaikan Melalui Diskresi Kepolisian Wilayah Jenis Tindak Tahun Jumlah Kasus Sumber Polres Jepara Pencurian (Pasal 362 Penipuan (378). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) (UU 2012 18 20 19 Ahmad Yakub Sukro,Diskresi Penyidik KepolisianRepu blik Indonesia (POLRI) Terhadap Tindak 2

Wilayah Jenis Tindak Tahun Jumlah Kasus Sumber No.23 Th. 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga) Membawa lari perempuan (Pasal 332 KUHP) 8 Yang Diselesaikan Di Luar Pengadilan (Studi Pada Polres Jepara), Skripsi, Fakultas Universitas Negeri Semarang, 2013 Polres Brebes Kasus Kecelakaan Lalu Lintas (Pasal 360 KUHP) 2015 11 Vinorika Padmadayani, Diskresi kepolisian Dalam Penyidikan Terhadap Tindak Lalu Lintas Di Polres Brebes, Skripsi, Fakultas Universitas Negeri Semarang, 2015 Polsekta Cibeunying Kidul Perbuatan tidak menyenangka n (Pasal 335 Penganiayaan (Pasal 351 Pencurian (Pasal 362 Penggelapan 2013-2014 4 7 Pradhana, Analisis Yuridis Mengenai Penerapan Diskresi kepolisian Dalam Penyelesaian Tindak Dihubungkan 3

(Pasal 372 9 6 Dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Di Wilayah Posekta Cibeunyi Kidul, Wilayah Jenis Tindak Tahun Jumlah Kasus Sumber Skripsi, Fakultas Universitas Islam Bandung, 2014 Polwiltabes Semarang Pencurian (Pasal 362 KUHP) Peniupuan (Pasal 378 KUHP) 2005 1 1 Fitriani Kartika Ratnaningsih, Pelaksanaan Diskresi Oleh Polisi Dalam Penyidikan Di Polwiltabes Semarang, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan dan Kewarganegaraa n, Universitas Negeri Semarang, 2006. Diskresi kepolisian juga telah diterapkan di Kepolisian Sektor Kembaran. Dalam kurun waktu tahun 2016 di Kepolisian Sektor Kembaran terdapat 8 perkara pidana yang telah diselesaikan melalui Diskresi kepolisian. 4

Perkara pidana tersebut antara lain penjualan minuman keras, pencurian, penghinaan, dan 5 perkara pidana yang terkait dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Namun, dalam penelitian ini penulis hanya dapat menyebutkan 2 kasus yang telah diselesaikan di Kepolisian Sektor Kembaran. Hal tersebut dikarenakan Kepolisian Sektor Kembaran tidak selalu mencatat perkara yang telah selesai melalui diskresi di Kepolisian Sektor Kembaran (Wawancara dengan Susanto,S.H selaku Kanit Reskrim Polsek Kembaran pada 14 Desember 2016). Berikut ini adalah contoh perkara pidana yang diselesaikan melalui diskresi kepolisian di Polsek Kembaran. Tabel 2. Perkara Yang Diselesaikan Melalui Diskresi Kepolisian Di Polsek Kembaran Perbuatan Tindak Peraturan yang dilanggar Ancaman Pelaku Menjual miras jenis ciu / tuak Penjualan miras ilegal Perda Banyumas No. 15 Tahun2014 tentang Pengendalian, Pengawasan dan Peredaran Minuman Beralkohol. Kurungan 6 bulan AR (40 th) Mencuri 4 ekor ayam Pencurian Pasal 363 KUHP tentang Pencurian disertai pemberatan Penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. 1. AG(11 th) 2. AI(10 th) 3. An (14 th) 5

karena dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. Sumber: Unit Reskrim Polsek Kembaran Berdasarkan tabel di atas, mengenai perkara penjualan miras ilegal yang melanggar Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pengendalian, Pengawasan dan Peredaran Minuman Beralkohol dengan ancaman pidana kurungan 6 bulan, Polisi memberikan Diskresi dengan pertimbangan karena si pelaku hanya mendapatkan pidana kurungan 6 bulan. Sehingga dengan kebijakan Polisi yang berbentuk Diskresi perkara tersebut tidak dilanjutkan atau dilimpahkan ke Pengadilan. Begitu pun pada perkara pencurian yang dilakukan oleh 3 pelaku yang masih di bawah umur. Pelaku melanggar Pasal 363 KUHP tentang pencurian disertai pemberatan karena dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu yang ancaman pidananya paling lama 7 (tujuh) tahun. Perkara pencurian tersebut pun diberikan diskresi oleh kepolisian atas pertimbangan umur pelaku yang masih di bawah umur, sehingga perkara tersebut selesai pada tahap penyidikan di kepolisian. Kewenangan diskresi terhadap perkara pidana dilakukan pada tahap penyidikan. Pada tahap ini penyidik menawarkan kepada pihak pelapor, apakah perkara tersebut akan ditindak lanjuti hingga ke persidangan atau tidak, kemudian penyidik memberikan penjelasan apabila perkara di proses lebih lanjut. Setelah mendengarkan penjelasan dari penyidik maka ke dua belah pihak baik dari pelapor dan tersangka akan di panggil dan dilakukan 6

mediasi (Wawancara dengan Susanto,S.H selaku Kanit Reskrim Polsek Kembaran pada 14 Desember 2016). Apabila mediasi berhasil maka kepolisian tidak memproses kasus tersebut hingga ke Pengadilan, melainkan memberikan diskresi kepolisian berupa pembinaan dan memberikan surat pernyataan untuk tidak melakukan perbuatannya kembali dengan disaksikan tokoh masyarakat setempat. Terkait hal ini, Kanit Reskrim Polsek Kembaran melalui wawancara pada Rabu, 14 Desember 2016 menyatakan bahwa keadilan itu tidak harus sampai ke pengadilan, tetapi manakala kedua belah pihak merasa apa yang dikehendaki telah terpenuhi maka itulah keadilan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari diskresi tersebut yaitu memberikan keadilan bagi kedua belah pihak dengan tetap pada prosedur Kepolisian. Berdasarkan latarbelakang di atas maka penulis tertarik mengkaji lebih dalam mengenai PENYELESAIAN PERKARA PIDANA MELALUI DISKRESI KEPOLISIAN (Studi di Polsek Kembaran). B. Perumusan Masalah a. Bagaimana penyelesaian perkara pidana melalui diskresi kepolisian di Kepolisian Sektor Kembaran? b. Apa saja hambatan yang ditemui oleh penyidik dalam penyelesaian perkara pidana melalui diskresi kepolisian di Kepolisian Sektor Kembaran? 7

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Mengetahui dan menganalisis penyelesaian perkara pidana melalui diskresi kepolisian di Kepolisian Sektor Kembaran. b. Mengetahui dan menganalisis hambatan apa saja yang ditemui oleh penyidik dalam penyelesaian perkara pidana melalui diskresi kepolisian. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis. 1) Hasil penelitian dapat memberikan kegunaan untuk mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum pidana. 2) Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang lain yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti. b. Manfaat Praktis. 1. Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat atau praktisi hukum dan instansi terkait tentang penyelesaian perkara pidana melalui diskresi kepolisian. 2. Dengan dibuatnya penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada instansi terkait dan serta masyarakat. 8