BAB III SINKRONISASI PERATURAN TENTANG DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA PADA TINGKAT PENYIDIKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III SINKRONISASI PERATURAN TENTANG DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA PADA TINGKAT PENYIDIKAN"

Transkripsi

1 BAB III SINKRONISASI PERATURAN TENTANG DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA PADA TINGKAT PENYIDIKAN A. Diversi Pada Tingkat Penyidikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak memadai lagi dalam memberikan solusi terhadap anak yanng berhadapan dengan hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bersama Pemerintah RI telah membahas Rancangan Perundang-Undangan (RUU) Sistem Peradilan Pidana Anak pada tahun 2011 sampai dengan tahun RUU Sistem Peradilan Pidana Anak disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Pimpinan DPR RI dengan Surat No. R-12/Pres/02/2011 tanggal 16 Februari Presiden menugaskan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan RUU tersebut. RUU ini ditterima dalam rapat pleno Komisi III dan kemudian dibahas di tingkat Panitia Kerja (Panja). 129 Pada tanggal 3 Juli 2012, Rapat Paripurna DPR RI menyetujui RUU sistem Peradilan Pidana Anak menjadi Undang-Undang. Pada tanggal 30 Juli 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani RUU ini menjadi Undang-undang No. 11 Tahun M. Nasir Djamil, Op. Cit. Hal Ibid.

2 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 130 UU No. 11 tahun 2012 diundangkan atas dasar pertimbangan bahwa: 1. Anak merupakan amanah dankarunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harjat dan martabat seutuhnya; 2. Untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan perlindungan khusus, terutama perlindugan hukum dalam sistem peradilan; 3. Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum; 4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru. Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 dan Pasal 21 ayat (6) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) Tahun. Maka, Pemerintah memutuskan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor Ibid. Hal. 125.

3 Tahun 2015 yang berisi mengenai Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) Tahun 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Anak yang berkonflik dengan hukum menurut Pasal 1 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2012 adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Penyidik dapat melakukan upaya diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, dalam Pasal 29 Ayat (1) UU No. 11 tahun 2012 disebutkan bahwa penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai dan dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya proses Diversi. Diversi dalam UU No. 11 tahun 2012, dirumuskan dalam Bab II yang berisi mengenai persyaratan, pelaksanaan dan apa saja yang yang harus diperhatikan dalam diversi. Diversi mempunyai beberapa tujuan dalam pelaksanaannya yang diatur dalam Pasal 6 UU No. 11 Tahun 2012, antara lain: a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak; b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Pengertian diversi dalam Pasal 1 angka 7 UU No. 11 tahun 2012 adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pelaksanaan diversi menggunakan pendekatan restoratif,

4 berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU No. 11 tahun 2012 disebutkan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif. Keadilan restoratif menurut Pasal 1 angka 6 UU No. 11 Tahun 2012 adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Pasal 7 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 disebutkan bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi dan pada Pasal 7 Ayat (2) UU No. 11 tahun 2012, upaya diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan : a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Tindak pidana yang dapat diupayakan melalui proses diversi adalah anak tersebut bukanlah seorang residivis. Dalam kaitannya dengan hal yang bukan merupakan pengulangan tindak pidana, anak yang berkonflik dengan hukum hanya dapat menjalani satu kali saja proses diversi jika anak tersebut melakukan tindak pidana kembali maka proses diversi tidak dapat dilakukan kembali. Pada penjelasan terhadap Pasal 7 ayat (2) huruf b UU No. 11 tahun 2012, pengulangan tindak pidana dalam ketentuan ini merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh anak, baik tindak pidana sejenis maupun tidak sejenis, termasuk yamg diselesaikan melalui diversi.

5 Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 131 Pemeriksaan terhadap Anak Korban atau Anak Saksi dilakukan oleh Penyidik sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1). 132 Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik anak, adalah sebagai berikut: 133 a. telah berpengalaman sebagai penyidik; b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak. Jika belum terdapat Penyidik yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (3), tugas penyidikan dilaksanakan oleh penyidik yang melakukan tugas penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Dalam penjelasaan UU No. 11 tahun 2012 bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar penyidikan tetap dapat dilaksanakan walaupun di daerah yang bersangkutan belum ada penunjukan Penyidik. 134 Dalam penjelasaan UU No. 11 tahun 2012 bahwa yang dimaksud dengan mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak adalah memahami: 131 Pasal 26 Ayat (1) UU No. 11 tahun Pasal 26 Ayat (2) UU No. 11 tahun Pasal 26 Ayat (3) UU No. 11 tahun Pasal 26 Ayat (4) UU No. 11 tahun 2012.

6 1. pembinaan Anak yang meliputi pola asuh keluarga, pola pembinaan sopan santun, disiplin Anak, serta melaksanakan pendekatan secara efektif, afektif, dan simpatik; 2. pertumbuhan dan perkembangan Anak; dan 3. berbagai tata nilai yang hidup di masyarakat yang memengaruhi kehidupan Anak. Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing, Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan. 135 Dalam pelaksanaan proses Diversi ada beberapa hal yang wajib diperhatikan, antara lain sebagai berikut: a. kepentingan korban; b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak; c. penghindaran stigma negatif; d. penghindaran pembalasan; e. keharmonisan masyarakat; dan f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. 136 Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan: a. kategori tindak pidana; b. umur Anak; c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan 135 Pasal 22 UU No. 11 tahun Pasal 8 Ayat (3) UU No. 11 tahun 2012.

7 d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. 137 Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara. 138 Dalam penjelasaan UU No. 11 tahun 2012 suuasana kekeluargaan misalnya suasana yang membuat Anak nyaman, ramah Anak, serta tidak menimbulkan ketakutan dan tekanan. Dalam Pasal 11 Ayat (1) UU 11 Tahun 2012 selama proses diversi, anak harus ditempatkan bersama orang tua/wali. Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk: a. tindak pidana yang berupa pelanggaran; b. tindak pidana ringan; c. tindak pidana tanpa korban; atau d. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) UU No 11 Tahun 2012 dapat dilakukan oleh penyidik bersama Pasal 9 Ayat (1) UU No. 11 tahun Pasal 18 UU No. 11 tahun Pasal 9 Ayat (2) UU No. 11 tahun 2012.

8 pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat. 140 berbentuk: Kesepakatan Diversi atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat 1. pengembalian kerugian dalam hal ada korban; 2. rehabilitasi medis dan psikososial; 3. penyerahan kembali kepada orang tua/wali; 4. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau 5. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan. 141 Terdapat beberapa bentuk hasil kesepakatan Diversi, antara lain sebagai berikut: a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian; b. penyerahan kembali kepada orang tua/wali; c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau d. pelayanan masyarakat. 142 Pengawasan atas proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan. 143 Dalam penjelasaan UU No. 11 tahun 2012 bahwa yang dimaksud atasan langsung antara lain kepala kepolisian, kepala kejaksaan, dan ketua pengadilan. 140 Pasal 10 Ayat (1) UU No. 11 tahun Pasal 10 Ayat (2) UU No. 11 tahun Pasal 11 UU No. 11 tahun Pasal 14 Ayat (1) UU No. 11 tahun 2012.

9 Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan. 144 Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan dalam waktu yang ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 145 Pejabat tersebut yakni yang dimaksud atasan langsung antara lain kepala kepolisian, kepala kejaksaan, dan ketua pengadilan dan pejabat yang bertanggung jawab tersebut wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari. 146 Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi. 147 Dalam penjelasaan UU No. 11 tahun 2012 bahwa Kesepakatan Diversi dalam ketentuan ini ditandatangani oleh para pihak yang terlibat. Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan. 148 Jika proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan Pasal 14 Ayat (2) UU No. 11 tahun Pasal 14 Ayat (3) UU No. 11 tahun Pasal 14 Ayat (4) UU No. 11 tahun Pasal 12 Ayat (1) UU No. 11 tahun Pasal 13 UU No. 11 tahun Pasal 29 Ayat (3) UU No. 11 tahun 2012.

10 Dalam hal Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita acara Diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan. 150 Hasil kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Upaya diversi di tingkat penyidikan menurut Pasal 14 Ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015 harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam terhitung sejak dimulainya penyidikan, Penyidik memberitahukan dan menawarkan kepada Anak dan/atau orang tua/wali, serta korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/wali untuk menyelesaikan perkara melalui Diversi. Ketika upaya Diversi dilakukan, Penyidik memberitahukan upaya Diversi tersebut kepada Penuntut Umum dalam jangka waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak dimulainya upaya Diversi. 152 Dalam penjelasan 150 Pasal 29 Ayat (4) UU No. 11 tahun Pasal 12 Ayat (2) UU No. 11 tahun Pasal 12 Ayat (3) PP No. 65 Tahun 2015.

11 PP No 65 tahun 2015 bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar pemeriksa pada tahap selanjutnya mengetahui ada tidaknya upaya Diversi dan sebab gagalnya Diversi. Jika Anak dan/atau orang tua/wali, serta korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/wali sepakat melakukan Diversi, Penyidik menentukan tanggal dimulainya musyawarah Diversi. 153 Proses Diversi dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dimulainya Diversi. 154 Jika orang tua/wali Anak tidak diketahui keberadaannya atau berhalangan hadir, musyawarah Diversi tetap dilanjutkan dengan dihadiri oleh Pembimbing Kemasyarakatan sebagai pengganti dari orang tua/wali 155 dan dihadiri oleh Pekerja Sosial Profesional sebagai pengganti dari orang tua/wali. Pada Pasal 15 Ayat (2) PP No. 65 Tahun 2015 proses Diversi dilakukan melalui musyawarah Diversi. Pelaksanaan musyawarah Diversi melibatkan: a. Penyidik; b. Anak dan/atau orang tua/walinya; c. korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/walinya; d. Pembimbing Kemasyarakatan; dan e. Pekerja Sosial Profesional. 156 Jika dikehendaki oleh Anak dan/atau orang tua/wali, pelaksanaan musyawarah Diversi dapat melibatkan masyarakat yang terdiri atas: 153 Pasal 14 Ayat (2) PP No. 65 Tahun Pasal 15 Ayat (1) PP No. 65 Tahun Pasal 5 Ayat (3) PP No. 65 Tahun Pasal 15 Ayat (3) PP No. 65 Tahun 2015.

12 a. tokoh agama; b. guru c. tokoh masyarakat; d. Pendamping; dan/atau e. Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum. 157 Musyawarah Diversi dipimpin oleh Penyidik sebagai fasilitator dan Pembimbing Kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator. 158 Musyawarah Diversi yang dimaksud dapat melibatkan masyarakat 159 dan tokoh masyarakat. 160 Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/walinya, korban atau anak Korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. 161 Dalam Penjelasan PP No. 65 Tahun 2015 bahwa yang dimaksud dengan musyawarah adalah proses perundingan yang dilakukan dalam suasana kekeluargaan, ikhlas dan tidak boleh ada pemaksaan. musyawarah dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial dan/atau masyarakat. Dalam Penjelasan UU No. 11 Tahun 2012 bahwa yang dimaksud dengan masyarakat antara lain tokoh agama, guru, dan tokoh masyarakat. 157 Pasal 15 Ayat (4) PP No. 65 Tahun Pasal 16 Ayat (1) PP No. 65 Tahun Pasal 16 Ayat (3) PP No. 65 Tahun Pasal 26 Ayat (2) PP No. 65 Tahun Pasal 5 Ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015.

13 Jika Diversi tidak diupayakan walaupun syarat telah terpenuhi dan demi kepentingan terbaik bagi Anak, Pembimbing Kemasyarakatan dapat meminta proses Diversi kepada penegak hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). 162 Jika Diversi tidak dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan melaporkan secara tertulis kepada atasan langsung Penyidik untuk ditindaklanjuti dalam proses peradilan pidana dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. 163 Seluruh proses pelaksanaan Diversi dicatat dalam berita acara Diversi. 164 Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelaksanaan Diversi di tingkat penyidikan diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 165 Jika musyawarah diversi tidak berhasil, Penyidik mengirimkan berkas perkara kepada Penuntut Umum serta melanjutkan proses peradilan pidana. 166 Namun, jika diversi berhasil maka dituangkan dalam Surat Kesepakatan diversi. 167 Hasil kesepakatan Diversi harus ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri di wilayah tempat terjadinya perkara atau di wilayah tempat kesepakatan Diversi dibuat. 168 Kesepakatan Diversi dirumuskan dalam Surat Kesepakatan Diversi yang ditandatangani oleh Anak dan/atau orang tua/wali, Penyidik, dan Pembimbing 162 Pasal 4 PP No. 65 Tahun Pasal 25 Ayat (1) PP No. 65 Tahun Pasal 26 Ayat (4) PP No. 65 Tahun Pasal 30 Ayat (1) PP No. 65 Tahun Pasal 25 Ayat (3) PP No. 65 Tahun Pasal 9 Ayat (1) PP No. 65 Tahun Pasal 9 Ayat (2) PP No. 65 Tahun 2015.

14 Kemasyarakatan. 169 Penetapan dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi. 170 Penetapan disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan. 171 Setelah menerima penetapan, Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan. 172 Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan kesepakatan Diversi dan sekaligus menetapkan status barang bukti dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Kesepakatan Diversi dan berita acara Diversi. 173 Penetapan tersebut disampaikan kepada Penyidik dan Pembimbing Kemasyarakatan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal penetapan. 174 Penyidik meminta para pihak untuk melaksanakan kesepakatan Diversi setelah menerima penetapan. 175 Atasan langsung Penyidik melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kesepakatan Diversi. 176 Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan Pelaksanaan kesepakatan Diversi Pasal 26 Ayat (3) PP No. 65 Tahun Pasal 12 Ayat (3) PP No. 65 Tahun Pasal 12 Ayat (4) PP No. 65 Tahun Pasal 12 Ayat (5) PP No. 65 Tahun Pasal 20 Ayat (1) PP No. 65 Tahun Pasal 20 Ayat (2) PP No. 65 Tahun Pasal 21 Ayat (1) PP No. 65 Tahun Dalam Penjelasan UU No. 65 Tahun 2015 bahwa yang dimaksud dengan para pihak antara lain Anak dan/atau orang tua/wali, korban, Anak Korban dan/atau orang tua/wali, atau pimpinan lembaga pendidikan dan pelatihan, serta pimpinan tempat Anak melakukan pelayanan masyarakat. 176 Pasal 21 Ayat (2) PP No. 65 Tahun Pasal 21 Ayat (3) PP No. 65 Tahun 2015.

15 Dalam hal kesepakatan Diversi mensyaratkan pembayaran ganti kerugian atau pengembalian pada keadaan semula, kesepakatan Diversi dilakukan dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam Diversi, namun tidak boleh melebihi 3 (tiga) bulan. 178 kesepakatan Diversi dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan. 179 Setelah musyawarah diversi berhasil dan hasil kesepakatan diversi tersebut telah dilakukan penetapan oleh Pengadilan Negeri setempat, penyidik akan menerbitkan surat ketetapan penghentian penyidikan: a. dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat penetapan pengadilan, jika kesepakatan Diversi berbentuk perdamaian tanpa ganti kerugian atau penyerahan kembali Anak kepada orang tua/wali; b. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan, jika kesepakatan Diversi berupa pembayaran ganti kerugian, pengembalian pada keadaan semula, atau pelayanan masyarakat; c. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan, jika kesepakatan Diversi berupa keikutsertaan Anak dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS; atau d. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal seluruh kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan. 180 Surat ketetapan penghentian penyidikan sekaligus memuat penetapan status barang bukti sesuai dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat. 181 Surat ketetapan penghentian penyidikan dikirimkan kepada Penuntut Umum beserta 178 Pasal 8 Ayat (1) PP No. 65 Tahun Dalam Penjelasan UU No. 65 Tahun 2015 bahwa yang dimaksud dengan pengembalian pada keadaan semula antara lain melakukan perbaikan suatu barang, pengobatan, dan biaya lain yang timbul karena tindak pidana, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 179 Pasal 8 Ayat (2) PP No. 65 Tahun Pasal 24 Ayat (1) PP No. 65 Tahun Pasal 24 Ayat (2) PP No. 65 Tahun 2015.

16 laporan proses Diversi dan berita acara pemeriksaan dengan tembusan kepada Anak dan orang tua/wali, korban, Anak Korban dan/atau orang tua/wali, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional, dan Ketua Pengadilan Negeri setempat Surat Telegram Rahasia (TR) Kabareskrim Polri No. Pol.: TR/1124/XI/2006 dan Surat Telegram Rahasia (TR) Kabareskrim Polri No. Pol. TR/395/DIT.I/VI/ 2008 Surat Telegram Rahasia (TR) Kabareskrim Polri No. Pol.: TR/1124/XI/2006 yang memberi petunjuk dan aturan tentang teknik diversi yang dapat dilakukan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. TR Kabareskrim Polri yang berpedoman pada Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membahas masalah Diskresi Kepolisian. Hal ini memberi pedoman dan wewenang bagi penyidik Polri untuk mengambil tindakan lain yang bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum. TR ini bersifat arahan untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan diversi. TR Kabareskrim No. 1124/XI/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Bagi Kepolisian Merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002 yang memberikan kewenangan diskresi kepada aparat kepolisian, maka penanganan perkara tindak pidana anak tidak seharusnya dilakukan dengan mengikuti sistem peradilan pidana formal yang ada. Dengan kata lain bahwa, sesuai 182 Pasal 24 Ayat (3) PP No. 65 Tahun 2015.

17 kewenangan yang dimilikinya, maka dalam penanganan perkara tindak pidana anak, aparat kepolisian dapat lebih leluasa mengambil tindakan berupa tindakan pengalihan (diversi) di luar dari sistem peradilan pidana formal. Penahanan terhadap anak hanya dilakukan ketika sudah tidak ada jalan lain dan merupakan langkah terakhir (ultimum remedium) dan pelaksanaannya harus dipisahkan dari tahanan dewasa. 183 Pada TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006 terdapat pengertian mengenai diversi, yakni suatu pengalihan bentuk penyelesaian dari penyelesaian yang bersifat proses pidana formal ke alternatif penyelesaian dalam bentuk lain yang di nilai terbaik menurut kepentingan anak. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa diversi artinya pengalihan kasus-kasus yang berkaitan dengan anak yang disangka telah melakukan pelanggaran diluar prosedur peradilan formal dengan atau tanpa syarat-syarat tertentu. Berdasarkan uraian di atas dalam hal anak yang berhadapan dengan hukum, hanya anak yang berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku tindak pidana yang dapat diselesaikan melalui jalur diversi. Diversi merupakan bentuk pengembalian kepada orang tua si anak baik tanpa ataupun disertai peringatan informal/formal, mediasi, musyawarah pokok keluarga pelaku dan keluarga korban atau bentuk-bentuk penyelesaian terbaik lainnya yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Peringatan informal adalah pemberian peringatan disertai penjelasan tentang dampak buruk dari perbuatan anak baik bagi korban maupun dari orang lain, menasihati serta memperingatkan si anak agara tidak 183 TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006

18 melakukannya lagi. Peringatan formal adalah peringatan informal yang diberikan kepada si anak baik secara tertulis atau lisan di depan orang tua si anak. 184 Diversi dalam bentuk mediasi adalah tindakan polisi menjadi perantara guna mengkomunikasikan atau memfasilitasi pemenuhan kebutuhan korban dan perlindungan terhadap anak sebagai pelaku bingkai tujuan menyelesaikan persoalan yang timbul akibat perbuatan si pelaku anak. Musyawarah pokok keluarga adalah pertemuan antar anak sebagai pelaku dengan semua pihak yang telah dirugkan oleh tindakan si anak untuk, secara bersama-sama memutuskan hal-hal yang harus dilakukan untuk memperbaiki kesalahannya dan mencegah terulangnya perbuatan serupa di kemudian hari, sementara polisi tetap berperan sebagai fasilitator. 185 Dasar hukum penerapan prinsip diversi adalah Pasal 26 Ayat (1) huruf L UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri yang berbunyi mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab dengan batasan bahwa tindakan tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, selaras dengan kewajiban hukum/profesi yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan tersebut, tindakan tersebut harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkup jabatannya didasari pada pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM). 186 Sedapat mungkin mengembangkan prinsip diversi dalam model restorative justice guna memproses perkara pidana yang dilakukan oleh anak yakni dengan 184 Ibid. 185 Ibid. 186 Ibid.

19 membangun pemahaman dalam komunitas setempat bahwa keterlibatan anak dalam tindak pidana harus dipahami sebagai kenakalan anak akibat kegagalan/kesalahan orang dewasa dalam mendidik dan mengawal anak sampai usia dewasa. Tindak pidana anak juga harus dipandang sebagai pelanggaran terhadap manusia dan relasi antar manusia sehingga memunculkan kewajiban dari semua pihak/seluruh komponen masyarakat untuk terus berusaha dan membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik melalui keterlibatan semua pihak untuk ambil peran guna mencari solusi terbaik, baik bagi kepentingan pihak-pihak yang menjadi korban dan juga bai kepentingan anak sebagai pelaku dimasa sekarang dan di masa datang. Dengan cara demikian, diharapkan setiap tindak pidana yang melibatkan anak dari proses hukum formal/pengadilan agar anak terhindar dari trauma psikologis dan stigmasi serta dampak buruk lainnya sebagai ekses penegakan hukum formal. 187 Kategori tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang diancam dengan sanksi pidana sampai dengan 1 tahun dapat diterapkan diversi; Kategori tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana di atas 1 tahun s.d. 5 tahun dapat dipertimbangkan untuk penerapan diversi; dan anak kurang dari 12 tahun dilarang untuk ditahan, dan penanganan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum harus mengedepankan konsep restorative justice. 188 Tindak pidana yang dapat dialihkan secara diversi dengan diskusi komprehensif atau restorative justice, dilakukan berdasarkan hasil litmas dari bapas, 187 TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006 dan Surat Telegram Rahasia dari Kabareskrim Polri No. Pol. TR/395/DIT.I/VI/ Surat Telegram Rahasia dari Kabareskrim Polri No. Pol. TR/395/DIT.I/VI/ 2008

20 merupakan tindak pidana biasa, mendapatkan maaf dari korban, komponen masyarakat dengan atau tanpa syarat, dalam bentuk formal, mediasi dan musyawarah secara kekeluargaan. 189 Tindak pidana yang tidak dapat dialihkan (diversi) merupakan tindak pidana berat seperti pembunuhan, pencurian dengan pemberatan, pencurian dengan kekerasan, perkosaan, penganiayaan dengan korban luka berat atau mati, pengedar narkotika, senjata api dan terorisme. 190 Setelah dilakukan diversi atau restorative justice oleh penyidik, dikembalikan kepada orang tua/wali, jika orang tua tidak sanggup membina, anak berhadapan dengan hukum dapat direkomendasikan untuk dibina di panti milik departemen sosial /dinas sosial. 191 B. Sinkronisasi Telegram Rahasia Kabareskrim terhadap Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Diversi. Berikut ini merupakan sinkronisasi TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006 dan Surat Telegram Rahasia dari Kabareskrim Polri No. Pol. TR/395/DIT.I/VI/ 2008 dengan UU No. 11 Tahun 2012 serta PP No. 65 Tahun 2015, antara lain: 189 Ibid. 190 Ibid. 191 Ibid.

21 1. Pada Telegram Rahasia Kabareskrim TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006 dan Pasal 15 Ayat (3) PP No. 65 Tahun 2015 turut melibatkan keluarga dan masyarakat dalam melakukan pelaksanaan diversi. 2. Pada TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006 dan Pasal 16 Ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015 yang menjadi fasilitor dalam pelaksanaan diversi adalah penyidik. 3. Pada Surat Telegram Rahasia Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006 dan Surat Telegram Rahasia dari Kabareskrim Polri No. Pol. TR/395/DIT.I/VI/ 2008 diversi dilaksanakan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) hal ini juga tercantum dalam UU No. 11 tahun 2012 serta PP No. 65 Tahun Pada Surat Telegram Rahasia dari Kabareskrim Polri No. Pol. TR/395/DIT.I/VI/2008 diversi dilakukan untuk anak pelaku tindak pidana dengan ancaman hukuman 1 sampai dengan 5 tahun, hal ini berbeda dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 7 Ayat (2) UU No. 11 tahun 2012, Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. 5. Dalam Surat Telegram Rahasia Kabareskrim Polri ini belum ada pengaturan penyidik yang dapat menjadi penyidik anak. Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 26 Ayat (1) UU No. 11 tahun 2012 yang menyatakan penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan

22 Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 6. Dalam Telegram Rahasia Kabareskrim tidak mengatur mengenai hasil kesepakatan diversi, hal ini tiak sesuai dengan Pasal 9 Ayat (1) PP No. 65 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa hasil kesepakatan Diversi dituangkan dalam bentuk Surat Kesepakatan Diversi. 7. Tidak adanya koordinasi antara polisi dan Kejaksaan dalam Telegram Rahasia ini. Seharusnya ada koordinasi antara Kepolisian dengan Kejaksaan dikarenakan dalam hal Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan berita acara Diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan seperti yang tercantum dalam Pasal 29 Ayat (4) UU No. 11 tahun 2012 serta dalam Pasal 12 Ayat (3) PP No. 65 Tahun 2015 ketika upaya Diversi dilakukan, Penyidik memberitahukan upaya Diversi tersebut kepada Penuntut Umum dalam jangka waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak dimulainya upaya Diversi. Dalam penjelasan PP No 65 tahun 2015 bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar pemeriksa pada tahap selanjutnya mengetahui ada tidaknya upaya Diversi dan sebab gagalnya Diversi. 8. Dalam Telegram Rahasia belum diatur mengenai penetapan kesepakatan diversi oleh Pengadilan Negeri jika diversi berhasil. Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 12 Ayat (3) PP No. 65 Tahun 2015 bahwa penetapan

23 dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi. Diskresi (discretionary power) menurut Loraine Gelsthorpe dan Nicola Padfield yakni wewenang dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau menghentikan perkara, mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakan yang dimilikinya. 192 Diskresi dalam Black s law Dictionary yakni a public official s power or right to act in certain circumtances according to personal judgement and conscience (diskresi merupakan keputusan pejabat publik untuk bertindak berdasarkan kewenangan yang dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hati nurani). 193 Sudah sebaiknya peraturan internal Kepolisian yang berkaitan dengan pelaksanaan diversi direvisi dan disesuaikan dengan Peraturan perundnag-undangan yang berlaku. Namun, sebaiknya peraturan internal tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 192 Marlina, Pengantar Konsep Diversi..., Op. Cit. hal Syamsul Fatoni, Op. Cit, hal 127.

24 BAB IV PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI POLRESTA MEDAN A. Pedoman Peraturan yang digunakan mengenai pelaksanaan diversi di Polresta Medan Dalam melakukan pelaksanaan diversi, peraturan yang digunakan Polresta Medan adalah UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan instruksi pelaksanaan diversi yang dikeluarkan Kabareskrim Polri yakni Telegram Rahasia Kabareskrim POLRI TR/1124/XI/2006 dan TR/395/ DIT,VI/2008 tentang pelaksaan diversi dan restorative justice dalam penanganan kasus anak pelaku dan pemenuhan kepentingan terbaik anak dalam kasus anak baik sebagai pelaku, korban atau saksi. 194 Upaya diversi yang dilakukan Polresta Medan merupakan diskresi dari tindakan yang lebih mengedepankan keyakinan yang ditekankan pada moral pribadi dan kewajiban hukum untuk memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat. Hal tersebut diatur di dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana polisi telah diberi kebebasan yang bertanggung-jawab untuk melaksanakan hal tersebut. Implementasi dikresi tersebut ditetapkan dalam Telegram Rahasia Kabareskrim POLRI TR/1124/XI/2006 dan TR/395/ DIT,VI/ Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti dilakukan pada hari Rabu 27 Juli 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul WIB.

25 Penerapan diversi merupakan pengarahan hak diskresi oleh petugas untuk mengurangi kekuatan hukum pidana dalam menangani perkara anak. Oleh karena itu, untuk menjalankan diversi diperukan aturan dan cara pelaksanaan yang benar-benar dibangun agar dapat menjadi sisi lain dari penegakan hukum yang tepat pada masyarakat. 195 Menurut Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polresta Medan Iptu. Efriyanti Telegram Rahasia Kabareskrim POLRI TR/1124/XI/2006 dan TR/395/ DIT,VI/2008 merupakan arahan dari pimpinan Polri kepada jajaran Kepolisian untuk melaksanakan diversi dengan pendekatan restorative justice. 196 Polresta Medan belum menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun sebagai pedoman pelaksanaan diversi, hal ini dikerenakan belum ada perintah dan belum ada peraturan internal yang diterbitkan dari pihak Polri. 197 B. Prosedur (tahapan) sebelum pelaksanaan diversi Pelaksanaan diversi berupaya mengurangi penggunaan kekuatan hukum dan berusaha menyelesaikan dan mengakhiri konflik. Penggunaan jalan penghukuman 195 Marlina, Pengantar Konsep Diversi... Op. Cit, hal Hasil Wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti dilakukan pada hari Rabu 27 Juli 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul WIB. 197 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul WIB.

26 sebagai usaha paling akhir penyelesaian konflik. 198 Pada Pasal 7 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2012 disebutkan bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi. Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Polresta Medan segera melakukan persiapan untuk diversi. diversi harus dilakukan paling lama 7 hari setelah penetapan anak sebagai tersangka. Penahanan akan dilakukan untuk anak yang melakukan tindak pidana dengan ancaman diatas 7 tahun. Polresta Medan tidak mempunyai ruangan khusus untuk tahanan anak dikarenakan tidak disediakan oleh negara. Untuk tahanan anak tersebut, Polresta menggunakan sel tahanan dewasa namun, tahanan anak dipisahkan atau tidak dicampur dengan tahanan dewasa. 199 Mengenai penangkapan dan penahanan ditentukan pada pasal 30 UU No. 11 Tahun 2012, yakni: 1. Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam. 2. Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus Anak. 3. Dalam hal ruang pelayanan khusus anak belum ada di wilayah yang bersangkutan, anak dititipkan di LPKS. 4. Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya. 5. Biaya bagi setiap Anak yang ditempatkan di LPKS dibebankan pada anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Menurut Kanit PPA Polresta Medan, sejak dimulainya penyidikan, Penyidik dalam jangka waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam meminta: 198 Marlina, Pengantar Konsep Diversi... Op. Cit, hal Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul WIB.

27 a. Pembimbing Kemasyarakatan untuk hadir mendampingi Anak dan melakukan penelitian kemasyarakatan; dan b. Pekerja Sosial Profesional untuk membuat laporan sosial terhadap Anak Korban dan/atau Anak Saksi. Diversi harus dilakukan paling lama 7 hari setelah penetapan menjadi tersangka, Pasal 29 Ayat (1) UU No. 11 tahun 2012 disebutkan bahwa penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai dan dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya proses Diversi. Sebelum diversi dilaksanakan, pihak Polresta Medan akan memanggil para pihak dalam sebuah surat undangan. Para pihak tersebut antara lain pihak dari Balai Pemasyarakatan (Bapas), pihak tersangka dan keluarga, pihak korban ataupun keluarganya, tokoh masyarakat, pihak pendamping dan lain sebagainya. 200 Sebelum melakukan pelaksanaan diversi di Polresta Medan, penyidik harus mempertimbangkan beberapa hal seperti yang diatur dalam pasal 9 UU No. 11 Tahun 2012, antara lain: a. kategori tindak pidana; b. umur Anak; c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti dilakukan pada hari Rabu 27 Juli 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul WIB. 201 Ibid.

28 Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan. 202 Penelitian yang dilakukan oleh Bapas berfungsi bagi aparat Kepolisan untuk mengetauhi latar belakang mengapa seorang anak terlibat dan melakukan tindak pidana. 203 Pada pasal 65 UU No. 11 Tahun 2012, tugas Pembimbing Kemasyarakatan untuk diversi pada tingkat penyidikan adalah: a. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan Diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan; b. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara Anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA. Syarat yang diterapkan Polresta terhadap anak yang akan melakukan musyawarah diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana. 204 Sebelum musyawarah dilakukan, para pihak akan diundang untuk hadir pada hari musyawarah ditetapkan. Jika salah satu pihak (terutama pihak korban dan Bapas) tidak dapat hadir maka pihak Polresta Medan akan mengirimkan undangan kedua 202 Pasal 1 angka 24 UU No. 11 Tahun Edi Iksan, et. al., Op. Cit. hal Pasal 7 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012.

29 kalinya untuk pemberitahuan pelaksanaan musyawarah diversi. Namun, apabila pada panggilan kedua tersebut pihak yang dipanggil kembali tidak hadir, maka musyawarah diversi tidak akan dilaksanakan. Seperti yang diatur dalam Pasal 13 UU No. 11 Tahun 2012, proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal: a. proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau b. kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan. 205 C. Pelaksanaan Diversi Terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum Sebagai Pelaku Tindak Pidana Diversi merupakan wewenang dari penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau menghentikan perkara, mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakan yang dimilikinya, berdasarkan hal tersebut terdapat suatu kebijakan apakah kasus tersebut diteruskan atau dihentikan. 206 Apabila perkara itu diteruskan, maka akan dihadapkan dengan sistem peradilan pidana dan terdapat sanksi pidana yang harus dijalankan. Namun apabila perkara tersebut tidak diteruskan, maka dari awal tingkat penyidikan perkara akan dihentikan guna kepentingan bagi kedua belah pihak yang prinsipnya memulihkan hubungan yang terjadi karena tindak pidana untuk kepentingan masa depan bagi kedua belah pihak. 207 Kanit PPA Polresta Medan 205 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul WIB. 206 Mohammad Kemal Dermawan dan Mohammad Irvan Oli i, Sosiologi Peradilan Pidana (Jakarta: Yayasan Obor, 2015), hal Ibid.

30 memastikan bahwa dalam pelaksanaan diversi, hak anak yang tercatum dalam pasal 3 UU No. 11 Tahun 2012 sudah terpenuhi, seperti: Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; 2. Dipisahkan dari orang dewasa; 3. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; 4. Melakukan kegiatan rekreasional; 5. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya; 6. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup; 7. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; 8. Memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; 9. Tidak dipublikasikan identitasnya; 10. Memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh Anak; 11. Memperoleh advokasi sosial; 12. Memperoleh kehidupan pribadi; 13. Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat; 208 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti dilakukan pada hari Rabu 27 Juli 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul WIB.

31 14. Memperoleh pendidikan; 15. Memperoleh pelayananan kesehatan; dan 16. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tabel 2 Data Pelaksanaan Diversi di Polresta Medan* No. Jumlah Pelaksanaan Tidak Berhasil Berhasil 1. Tahun Semester I Tahun Jumlah *Sumber: Polresta Medan Tahun 2015 sampai semester I tahun 2016, Polresta Medan telah melaksanakan musyawarah diversi sebanyak 53 kali. Pada tahun 2015, musyawarah diversi yang berhasil sebanyak 16 sedangkan pada semester I tahun 2016 baru 5 kali musyawarah diversi berhasil. Musyawarah diversi yang gagal pada tahun 2015 sebanyak 22, sedangkan pada semester I Tahun 2016 sebanyak 10. Pelaksanaan diversi di Polresta Medan tidak menetapkan kriteria khusus kepada penyidik anak. Semua penyidik dapat menjadi fasilitator diversi dan tidak ada kriteria tertentu. Kanit PPA Polresta Medan menyatakan bahwa tidak ada pelatihan khusus yang diberikan kepada penyidik anak di jajaran Polresta Medan, sehingga seluruh penyidik dapat menjadi penyidik anak. 209 Hal ini berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 26 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa penyidikan 209 Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul WIB.

32 terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemeriksaan terhadap Anak Korban atau Anak Saksi dilakukan oleh Penyidik anak. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik anak, adalah sebagai berikut: a. telah berpengalaman sebagai penyidik; b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan c. telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak. Syarat yang diterapkan oleh Polresta Medan untuk anak yang berkonflik dengan hukum yakni sesuai dengan UU No. 11 tahun 2012, yaitu Pada Pasal 7 Ayat (2) UU No. 11 tahun 2012, Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana. 210 Serta syarat yang berpedoman pada Pasal 9 Ayat (2) UU No. 11 tahun 2012 bahwa kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk: a. tindak pidana yang berupa pelanggaran; c. tindak pidana ringan; d. tindak pidana tanpa korban; atau 210 Ibid.

33 e. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. 211 Untuk kordinasi anak yang merupakan residivis, tidak ada cara khusus yang diterapkan. Hanya bertanya kepada anak apakah sudah pernah menjalani diversi sebelumnya. Tidak ada database yang menjadi panduan untuk melihat data anak yang pernah mengikuti diversi di Polresta Medan dan Polsek di jajaran lingkungan Polresta Medan. 212 Pada pelaksanaan diversi di Polresta Medan, penyidik menggunakan atribut kedinasan dikarenakan atribut tersebut merupakan seragam harian yang digunakan selama bekerja. 213 Sedangkan pada Pasal 22 UU No. 11 tahun 2012 diatur bahwa Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing, Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan. Untuk tempat pelaksanaan diversi di Sat Reskrim Polresta Medan, tidak disediakan ruangan khusus. Pelaksanaan diversi sepanjang ini dilakukan di ruangan Kanit PPA. Pihak yang hadir pada musyawarah diversi di Polresta Medan, yakni: 1. Penyidik sebagai fasilitator musyawarah diversi. 2. Pihak Balai Pemasyarakatan sebagai wakil fasilitator. 3. Pihak tersangka/terlapor Ibid. 212 Ibid. 213 Ibid. 214 Ibid.

34 4. Pihak korban/pelapor. 5. Tokoh masyarakat (pemanggilan disesuaikan dengan kondisi tertentu). 6. Pihak pendamping (seperti PKPA ataupun KPAID Sumatera Utara). 7. Pekerja Sosial. Dalam pelaksanaan diversi, Polresta Medan terkadang menunjuk pihak pendamping seperti Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) medan. 215 Permintaan tersebut dalam bentuk surat permohonan bantuan menghadiri pelaksanaan diversi yang ditandatangi oleh Kasat Reskrim Polresta Medan. Tokoh masyarakat juga dapat dihadirkan pada proses diversi, dalam hal ini permintaan kehadiran tokoh masyarakat dapat dilakukan oleh penyidik Polresta Medan ataupun pihak keluarga korban atau tersangka seperti yang diatur dalam Penjelasan UU No. 11 Tahun 2012 bahwa yang dimaksud dengan masyarakat antara lain tokoh agama, guru, dan tokoh masyarakat. 216 Pelaksanaan diversi di Polresta Medan menggunakan Pendekatan restorative justice yang diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 11 Tahun 2012 disebutkan bahwa keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersamasama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Selanjutnya, dalam pasal 5 ayat (1) UU No. 215 Menurut Azmiati Zuliah dalam wawancara yang dilaksanakan pada Jum at 17 Juli 2016, PKPA Medan telah diminta menjadi pihak pendamping dalam pelaksanaan diversi di Polesta Medan sejak tahun Hasil wawancara dengan Kanit PPA Polresta Medan Iptu. Efriyanti pada hari Kamis 9 Juni 2016 bertempat di ruangan Kanit PPA Polresta Medan pukul WIB.

35 11 tahun 2012 disebutkan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif. Keadilan restoratif yang dimaksud dalam UU No. 11 Tahun 2012 adalah kewajiban melaksanakan Diversi. 217 Banyak faktor yang mendorong anak yang berkonflik dengan hukum bersumber pada lingkungan keluarga dan komunitas anak tersebut tinggal. Sehingga konsep restorative justice digunakan untuk penanganan kasus anak yang berkonflik dengan hukum. 218 Keadilan restoratif (restorative justice) tidak saja mendefinisikan kejahatan sebagai pelanggaran hukum semata, namun juga memahami bahwa pelaku merugikan korban, masyarakat dan bahkan dirinya sendiri. Restorative justice melibatkan banyak pihak dalam merespon kejahatan, tidak hanya sebatas urusan pemerintah dan pelaku kejahatan namun juga korban kejahatan. Restorative justice mengukur kesuksesan dengan cara yang berbeda dari seberapa besar hukuman dijatuhkan, namun juga mengukur seberapa besar kerugian dapat dipulihkan atau dicegah. 219 Salah satu kasus yang diselesaikan dengan musyawarah diversi dengan pendekatan restorative justice yang melibatkan pihak seperti tokoh masyarakat yakni tindak pidana pencurian oleh AXS (15 Tahun), berdasarkan Berita Acara kesepakatan Diversi No. 3/KD/1/2016/RESKRIM upaya diversi berhasil dan para pihak sepakat untuk tidak melanjutkan proses penyidikan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pihak terlapor telah meminta maaf kepada pihak pelapor. 2. Pihak terlapor berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. 217 Ibid. 218 Edi Ikhsan et. al., Op. Cit. Hal Ibid. Hal. 5.

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi 1. Pengertian Diversi Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang- BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap

Lebih terperinci

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN 1 TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN Suriani, Sh, Mh. Fakultas Hukum Universitas Asahan, Jl. Jend Ahmad Yani Kisaran Sumatera Utara surianisiagian02@gmail.com ABSTRAK Pasal

Lebih terperinci

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Copyright@2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Barangsiapa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN Ependi Abstract The process of settlement of the criminal acts committed by the Child by Act No. 11 of 2012 is done by diversion (when criminal offenses

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012 PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012, SH.,MH 1 Abstrak : Peranan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Dalam Proses Peradilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran N

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran N No.1052, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Diversi. Sistem Peradilan Pidana Anak. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.49, 2017 HUKUM. Anak. Anak Korban. Perkara. Register. Pedoman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6033) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

USU Law Journal, Vol.5.No.1 (Januari 2017)

USU Law Journal, Vol.5.No.1 (Januari 2017) DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN) Yati Sharfina Desiandri Madiasa, Marlina, Edy Ikhsan yati_sd@yahoo.com ABSTRACT Diversion is the duty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi

Lebih terperinci

Rabu, 24 September 2014

Rabu, 24 September 2014 LAPORAN KOMISI III DPR RI TERHADAP PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI Assalamu

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Disusun oleh : Hadi Mustafa NPM : 11100008 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian

Lebih terperinci

UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Perlindungan Anak Nasional UNICEF Bertujuan memperkuat lingkungan protektif guna melindungi anak dari segala bentuk penyalahgunaan, eksploitasi,

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Modul Penanganan ABH di Bapas merupakan bagian dari Modul Penyuluhan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum terkait diversi dan keadilan restoratif bagi petugas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakteristik anak yang sedang dalam pertumbuhan atau mengalami proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri tanpa perlindungan.

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di

BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di Polresta

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Lebih terperinci

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI ANAK Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan UU No. 23/2002 dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap sejumlah responden yang akan memberikan gambaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Karen Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.928, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial Anak. Hukum. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN REHABILITASI SOSIAL ANAK

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN REHABILITASI SOSIAL ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM OLEH LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE Oleh : Dheny Wahyudhi 1 Abstrak Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam proses peradilan

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia \ Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1758, 2015 KY. Laporan Masyarakat. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Kasus di Polresta Surakarta) TRISNA APRILLIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Rehabilitasi. Penyalahgunaan. Pencandu. Narkotika. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.861, 2017 KEMEN-KP. Kode Etik PPNS Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum tentang Anak secara Umum 1. Pengertian Anak Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci