POTENSI DAN PEMANFAATAN ONGGOK DALAM RANSUM UNGGAS

dokumen-dokumen yang mirip
Onggok Terfermentasi dan Pemanfaatannya dalam Ransum Ayam Ras Pedaging

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

JITV Vol. 7. No. 3. Th. 2002

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava Tuber Skin Fermented by Aspergillus niger)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

ISBN: Seminar Nasional Peternakan-Unsyiah 2014

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

Mairizal 1. Intisari. Kata Kunci : Fermentasi, Kulit Ari Biji Kedelai, Aspergillus Niger, Ayam Pedaging.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke 21 perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan adanya perubahan

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

PEMANFAATAN CASSAPRO (SINGKONG FERMENTASI) DALAM RANSUM AYAM KAMPUNG PERIODE STARTER

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENGANTAR. Latar Belakang. Sebagian komponen dalam industri pakan unggas terutama sumber energi

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan pada tiap tahunnya dari ekor pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur an surat Al-Mu minun ayat 21 yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

NILAI GIZI ECENG GONDOK DAN PEMANFAATAN SEBAGAI PAKAN ternak NON RUMINANSIA NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

PENGERTIAN LIMBAH A C. Gambar 1. Ilustrasi hubungan antara limbah (A), bahan pakan konvensional (B) dan bahan pakan non konvensional (C)

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

BAB I PENDAHULUAN. Burung puyuh mempunyai potensi besar karena memiliki sifat-sifat dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

Nuraini, Sabrina dan Maria Endo Mahata 2

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

PENINGKATAN MUTU ONGGOK MELALUI FERMENTASI DAN PEMANFATAANNYA SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN AYAM KAMPUNG

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

PROSES PENGOLAHAN UBI KAYU / SINGKONG MENJADI CASSAPRO

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

Transkripsi:

POTENSI DAN PEMANFAATAN ONGGOK DALAM RANSUM UNGGAS Khaerani Kiramang Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Email-tekno_sains@yahoo.com Abstract:Cassava waste is well known as one s of agroindustry waste. Cassava waste can caused pollution because its high water. It s make microorganism can grow well in the waste and produce odor to environt. That s cause a serious pollution problem if we don t care to the waste. Cassava waste potential to be a feedstuff but its low nutrition need some treatment to enhance the nutrition. Cassava Waste high in fiber and low protein. Several research have done to know how far cassava waste can used as a feedstuff. As the research, applied biotechnology to the cassava waste enhance crude protein about 1000%, reduce crude fiber and HCN. The other hand, cassava waste fermented increase amino acids and vitamins. Poultry Feeding cassava waste fermented can support performance and productifity of broiler and laying hens. Kata kunci:cassava waste, rations, poultry. PENDAHULUAN Penggunaan limbah agroindustri pada bidang peternakan dewasa ini telah banyak dilakukan. Khususnya sebagai bahan pakan. Pemanfaatan limbah agroindustri sangat berarti bagi ketersediaan dan keberagaman sumber daya bahan pakan bagi ternak. Bahan pakan dari limbah agroindustri memiliki kelebihan karena tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan harganyapun relative murah. Potensi gizinya memang rendah sebagaimana halnya limbah agroindustri lainnya. Akan tetapi, kualitas nutrisinya dapat ditingkatkan dengan beberapa treatment tertentu. Oleh karena itu, limbah agroindustri dapat dijadikan sebagai alternative bahan pakan utamanya ketika terjadi kekurangan suplai atau kenaikan harga dari salah satu bahan pakan yang digunakan sebagai pakan ternak. Pemakaian limbah agroindustri juga sangat berperan dalam mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Tumpukan limbah agroindustri yang memiliki kadar air yang tinggi merupakan media yang subur bagi mikroorganisme. Akibatnya, dapat menimbulkan polusi bau dengan cepat. Apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan masalah pencemaran lingkungan yang serius. Oleh karena itu, pengolahan dan pemanfaatan limbah agroindustri dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan yang timbul. Hal ini merupakan bagian tanggung jawab manusia terhadap pemeliharaan lingkungan, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 30. 155

156 Jurnal Teknosains, Volume 5 nomor 2, Juli 2011, hal. 155-163 Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." Berdasarkan surah tersebut, manusia sebagai khalifah memiliki tugas untuk menjaga, memelihara dan mengelola bumi ini dengan baik. Selain itu, surah Al Baqarah ayat 205 melarang manusia untuk membuat kerusakan dimuka bumi. Kerusakan dimuka bumi yang dimaksud termasuk pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran lingkungan akan merusak kelestarian lingkungan bagi semua mahluk hidup. Kerusakan lingkungan dapat mengancam kelangsungan hidup semua mahluk didalamnya. Oleh karena itu pemeliharaan terhadap lingkungan wajib dilakukan. Surah Al Baqarah 205 :205. dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanamtanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan[130]. [130] Ungkapan ini adalah ibarat dari orang-orang yang berusaha menggoncangkan iman orang-orang mukmin dan selalu Mengadakan pengacauan. Limbah agroindustri cukup beragam salah satunya adalah onggok. Onggok adalah limbah tapioka yang merupakan hasil samping dari industri pembuatan tepung tapioka yang berasal dari ubikayu atau singkong. Namun demikian, limbah tapioka sebagaimana limbah agroindustri pada umumnya memiliki faktor pembatas dalam pemakaiannya yaitu kandungan protein yang rendah dan serat kasar yang cukup tinggi sehingga menyebabkan pemakaiannya pada unggas menjadi sangat terbatas karena serat kasar tidak dapat dicerna oleh pencernaan unggas sebagaimana layaknya pada ternak ruminansia. Keterbatasan ini memerlukan adanya treatment atau perlakuan tertentu yang dapat mengatasi masalah tersebut. Untuk mengatasi masalah yang disebabkan oleh onggok dan juga meningkatkan penyediaan bahan baku pakan yang bermutu, perlu dilakukan penelitian peningkatan mutu, terutama kandungan protein onggok. Beberapa penelitian mengenai potensi penggunaan onggok sebagai pakan ternak telah dilakukan. Beberapa peneliti telah melakukan upaya untuk meningkatkan nilai gizi onggok agar memiliki daya saing yang setara dengan bahan pakan lainnya. Para peneliti tersebut juga menguji penggunaan onggok secara langsung kepada ternak sehingga dapat diketahui sejauhmana pengaruhnya terhadap ternak Perbaikan nilai gizi bahan pakan berkualitas rendah seperti onggok dapat diperbaiki melalui proses fermentasi (Kompiang,dkk 1994). Penerapan teknologi fermentasi pada limbah tapioka atau onggok merupakan suatu solusi untuk meningkatkan kadar proteinnya, karena proses fermentasi dapat meningkatkan protein bahan pakan.

Kiramang, Potensi dan Pemanfaatan Onggok Dalam Ransum Unggas 157 Rumusan Masalah Harga dan ketersediaan pakan merupakan salah satu permasalahan dalam bidang Peternakan. Mahalnya harga pakan komersial serta bahan pakan lainnya yang masih mengandalkan impor dari negara lain menuntut kita untuk mencari pakan alternative lainnya. Limbah Tapioka adalah salah satu limbah agroindustri yang cukup potensial bila dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Onggok sebagaimana halnya limbah industri pertanian lainnya memiliki kandungan protein yang sangat rendah dan serat kasar yang tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kadar proteinnya sehingga dapat menjadi salah satu bahan pakan yang dapat ditambahkan atau menggantikan bahan pakan yang lainnya. Salah satu cara untuk mengatasi masalah keterbatasan penggunaan limbah agroindustri sebagai bahan pakan adalah dengan proses bioteknologi yaitu melalui fermentasi (Grace,1997). Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini untuk mengetahui sejauh mana potensi onggok untuk dijadikan sebagai pakan alternatif bagi unggas. PEMBAHASAN Onggok dan ketersediaannya Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubikayu. Karena kandungan proteinnya rendah (kurang dari 5%), limbah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Namun dengan teknik fermentasi, kandungan proteinnya dapat ditingkatkan.sehingga ongggok yang terfermentasi, dapat digunakan sebagai bahan baku pakan unggas (Kompiang, dkk 1994). Ketersediaannya terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin luas areal penanaman dan produksi ubikayu. Luas areal tanaman meningkat dari 1,3 juta hektar dengan produksi13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 1,8 juta hektar dengan produksi 19,4 juta ton pada tahun 1995(Anonim, 1996). Setiap ton ubikayu akan dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 onggok (Enie, 1989). Sementara itu, produksi singkong dunia berdasarkan data FAO (1995) dalam Nurwidyarini dkk (2008) meningkat dari 75 ton pada tahun 1961-1965 menjadi 153 ton pada tahun 1991. Selanjutnya dikatakan bahwa berdasarkan FAO (2007) produksi singkong pada tahun 2007 diperkirakan meningkat menjadi 212 ton. Kandungan Nutrisi Onggok Potensi nilai gizi atau nutrisi yang dimiliki onggok sebagai limbah industri tapioka memang rendah. Kandungan protein onggok cukup rendah (kurang dari 5%) dan disertai dengan kandungan serat kasar yang tinggi (lebih dari 35%) (Grace, 1997). Sementara itu menurut Pandey (200) dalam

158 Jurnal Teknosains, Volume 5 nomor 2, Juli 2011, hal. 155-163 Nurwidyarini dkk (2008) bahwa, konsentrasi protein kasarnya relative rendah, kurang dari 2 %. Komposisi zat makanan yang terdapat dalam onggok yaitu 2,89% protein kasar; 1,21 % abu; 0,38 % lemak kasar; 14,73% serat kasar; 80,80 % Bahan ekstrak tanpa nitrogen dan 2783 kkal/kg metabolisme energi. Selain itu onggok juga sangat defisien akan asam-asam amino (Hendalia,dkk, 1998). Sementara itu kandungan karbohidrat singkong cukup tinggi yaitu 72,49% - 85,99 % sedangkan kadar airnya 14,09 % (Amri, 2005). Kendala Penggunaan Onggok sebagai pakan Ternak Penggunaan onggok sebagai bahan baku penyusun ransum memiliki beberapa kendala. Hal ini disebabkan karena kandungan proteinnya yang sangat rendah sedangkan kandungan serat kasarnya cukup tinggi. Sementara kandungan HCNnya cukup tinggi. Selain itu tingginya kandungan karbohidrat dan kadar air mempermudah aktifitas mikroba pengurai dan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat terjadinya pembusukan yang sangat cepat (Hendalia, dkk, 1998). Sementara kandungan HCNnya menurut Sudaryanto (1992) dapat diturunkan dengan cara perendaman, pencucian, pengukusan, pengeringan, fermentasi atau kombinasi dari beberapa perlakuan tersebut. Peningkatan Kualitas Onggok Kandungan serat yang tinggi menyebabkan onggok hanya digunakan sebagai sumber energi. Salah satu teknologi alternatif untuk meningkatkan kualitas onggok sebagai bahan baku pakan ternak yaitu melalui proses fermentasi. 1. Teknologi Fermentasi dengan kapang pada Limbah Tapioka Salah satu teknologi altematif untuk dapat memanfaatkan onggok sebagai bahan baku pakan ternak adalah dengan cara mengubahnya menjadi produk yang berkualitas, yaitu melalui proses fermentasi. Proses tersebut dapat dilakukan secara semi padat dengan menggunakan kapang Aspergillus niger sebagai inokulum, ditambah campuran urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik bagi kapang untuk proses sintesis sel tubuhnya (Kompiang dkk,1994). Proses bioteknologi dengan menggunakan teknik fermentasi padat mempunyai prospek untuk meningkatkan mutu gizi dari bahan-bahan yang bermutu rendah (Kompiang dkk,1994). Selanjutnya Kompiang dkk(1994) dan Daubrase et al. (1987) melaporkan bahwa cassapro (cassava berprotein tinggi), produk fermentasi dari umbi ubikayu, memiliki kandungan proteinnya 18-42%, lebih tinggi dari bahan asalnya ubikayu, yang hanya mencapai 3%. Cassapro-umbi ubikayu dapat digunakan sebagai sumber protein dalam ransum ayam walaupun dalam jumlah terbatas 5-10% (Kompiang dkk, 1994). Pada penggunaan rendah (5%), disamping sebagai sumber protein, cassapro juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, yang diperkirakan sebagai akibat terbentuknya berbagai enzim selama proses fermentasi berlangsung. Telah dilaporkan bahwa, Aspergillus

Kiramang, Potensi dan Pemanfaatan Onggok Dalam Ransum Unggas 159 niger, kapang yang digunakan dalam proses fermentasi cassapro menghasilkan berbagai enzim seperti antara lain amilase, selulase, dan fitase (Sani dkk, 1992; Purwadaria dkk, 1997; Susana dkk, 2000). Perubahan nutrisi limbah tapioka sebelum dan sesudah fermentasi dengan menggunakan Aspergillus niger dapat dilihat pada Tabel 1. sebagaimana hasil penelitian Supriyati (2003). Tabel 1. Komposisi kimia dari onggok sebelum dan sesudah fermentasi Parameter (%) Onggok Onggok terfermentasi Protein kasar 2,2 25,6 Protein sejati 2,2 18,4 Abu 2,4 2,6 Serat kasar 31,6 30,8 Karbohidrat 51,8 36,2 Sumber : Supriyati (2003). Dilihat dari kandungan proteinnya, maka onggok terfermentasi, lebih baik dari jagung, dedak padi atau polard yang masing-masing mengandung protein sekitar 8,5; 12 dan 15% (Hartadi dkk, 1980). Kandungan protein onggok terfermentasi setara dengan bungkilkelapa (18%), namun masih lebih rendah dari bungkil kedelai yang kandungan proteinnya antara 42-49%. Dari aspek kandungan protein, kemungkinan onggok terfermentasi dapat menggantikan jagung/dedak atau polard dalam penyusunan pakan ayam. Hasil penelitian Tabrany, dkk (2004) menunjukkan bahwa fermentasi onggok dengan Aspergillus niger sampai 4 minggu secara statistik sangat nyata (p<0,01) meningkatkan kandungan protein kasar onggok terolah dan menurunkan (p<0,01) kandungan HCN onggok terolah serta cenderung meningkatkan Gross energy (GE) onggok terolah. Penggunaan beberapa jenis kapang sebagai jasad renik dan urea serta zeolite dalam proses fermentasi terhadap onggok juga telah dilaporkan oleh Nurwidyarini dkk (2008). Jenis kapang yang digunakan yaitu Aspergillus oryzae, Rhizopus oryzae, dan Aspergillus niger. Penambahan urea dimaksudkan sebagai sumber nitrogen protein bagi sel tubuh kapang. Sementara zeolite sebagai suatu reservoir untuk meningkatkan amoniak selama peragian, memperlambat pemindahannya dan memudahkan dalam pelepasannya. Tidak ada perbedaan signifikan pada kandungan gizi onggok fermentasi antara jenis kapang yang digunakan.

160 Jurnal Teknosains, Volume 5 nomor 2, Juli 2011, hal. 155-163 2. Penggunaan Cairan Rumen sebagai Fermentor Salah satu teknologi alternatif untuk meningkatkan kualitas onggok sebagai bahan baku pakan ternak yaitu melalui proses fermentasi dengan cairan rumen. Pemanfaatan cairan rumen dalam fermentasi diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein onggok dan kandungan serat kasar menjadi rendah. Menurut Winarno dan Fardiaz (1980), bahan baku yang difermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari bahan asalnya karena mikroba dapat mensintesa vitamin yang kompleks seperti riboflavin, vitamin B12 dan provitamin A. Isi rumen sapi memiliki kandungan nutrient tercerna yang cukup tinggi karena belum terserap oleh usus halus sehingga nutriennya tidak berbeda dengan bahan bakunya, bahkan mengandung asam amino esensial dari protein mikroba sehingga isi rumen sapi memungkinkan dimanfaatkan untuk pakan ruminansia sebagai pengganti hijauan (Kosnoto, 1999). Cairan rumen dapat diperoleh dari limbah RPH (rumah potong hewan) ataupun dari sapi yang di fistula. Mikroba yang ada dalam cairan rumen mampu mencerna serat kasar yang tinggi dan dapat merombak berbagai zat makanan. Menurut Trinci et al, (1994), Rumen diakui sebagai sumber enzim pendegradasi polisakarida, polisakarida dihidrolisis dalam rumen disebabkankarena pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikroorganisme, terutama selulase dan xilanase. Cairan rumen kaya akan kandungan enzim pendegradasi serat dan vitamin. Cairan rumen mengandung enzim α-amilase, galaktosidase, hemiselulase, selulase dan xilanse (Williams dan Withers, 1992). Isi rumen menurut Hardiyanto (2001) merupakan limbah rumah potong hewan apabila tidak ditangani dengan baik dapat mencemari lingkungan. Sebaliknya, isi rumen berpotensi sebagai feed additife. Cairan rumen telah digunakan sebagai sumber inokulan dalam pengelolaan silase jerami padi. Lebih lanjut, cairan rumen pada onggok sebagai bahan baku penyusun ransum komplit dapat meningkatkan kandungan VFA (Volatile fatty acids). Cairan rumen mengandung nitrogen yang dimanfaatkan mikroba untuk perkembangbiakannya. Keseimbangan nitrogen perlu dijaga selama proses fermentasi dengan penambahan sumber nitrogen dari luar seperti ammonium sulfat. Penambahan ammonium sulfat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nitrogen mikroba. Menurut Abasiekong (1991), fermentasi dengan mikroba yang telah diseleksi dari cairan rumen pada subtrat shorgum dapat meningkatkan kadar protein kasarnya. Selanjutnya Ayedemi dan Sipe (2004) melaporkan bahwa, cairan rumen yang digunakan sebagai media fermentasi dengan penambahan ammonium sulfat atau tidak sebagai sumber nitrogen dapat meningkatkan kadar protein ubi kayu. Tetapi menurut Kompiang dkk (1994), produk fermentasi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan biasanya mengandung sedikit asam amino pembatas seperti lisin dan metionin.

Kiramang, Potensi dan Pemanfaatan Onggok Dalam Ransum Unggas 161 Cairan rumen mengandung mikroba yang mampu mencerna serat kasar. Penggunaan cairan rumen dalam proses fermentasi onggok dapat meningkatkan protein juga dapat memenuhi kekurangan asam amino pada onggok sehingga penggunaannya dalam ransum dapat meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Pengaruh pemberian Onggok sebagai pakan ternak terhadap Produktifitas Pemanfaatan onggok sebagai pakan ternak sudah dilakukan meskipun masih terbatas khususnya pada hewan monogastrik. Tingginya kandungan serat kasar dan rendahnya kandungan protein onggok menyebabkan pakan alternatif ini terbatas penggunaannya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain oleh Haroen (1993) memperlihatkan bahwa pengunaan onggok secara optimal dalam ransum ayam broiler dapat diberikan hingga 7,5% hingga 15 % dari total ransum tidak memberikan masalah terhadap produktifitas ternak unggas. Penggunaan onggok fermentasi sampai dengan 10% dalam formulasi pakan ayam pedaging masih aman dan tidak menimbulkan dampak negatif. Artinya aman untuk dikonsumsi oleh ayam. Pada percobaan di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) oleh Supriyati (2003), digunakan 144 ekor ayam pedaging umur tiga hari, dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan (P1, P2 dan P3) diberi formula pakan dengan tiga tingkatan onggok terfermentasi yang berbeda. Yaitu, P1: 0% (kontrol), P2: 5,0% dan P3: 10,0% (onggok terfermentasi) dalam pakan. Kandungan protein kasar dari ransum tersebut telah diperhitungkan dan untuk tiap-tiap formula adalah sebagai berikut: P1: 20,7%, P2: 21,04% dan P3: 21,05%. Percobaan dilakukan selama empat minggu. Dari uji biologis tersebut menunjukkan bahwa, kinerja ayam pada semua kelompok, selama percobaan cukup baik dan tidak dijumpai adanya kematian ayam. Sedang pertambahan bobot badan dari kelompok ayam yang memperoleh pakan onggok terfermentasi 10% (P3) sebesar 960 gram. Dan ini tidak berbeda nyata dengan kelompok ayam P2 (5% onggok terfermentasi). Pada kedua pertakuan (P2 dan P3), juga tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (0% onggok terfermentasi), yang mempunyai bobot hidup sebesar 988 gram. Konsumsi pakan juga tidak berbeda antar perlakuan dan selama perlakuan konsumsi pada kel. P1, P2 dan P3, masing-masing adalah 1882, 1912 dan 1869 gram. Sedang untuk nilai konversi pakan adalah 1,90 untuk semua perlakuan. Dengan demikian, maka onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat digunakan dalam formulasi pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase bobot karkas, bobot hati, dan rempela juga tidak ada perbedaan yang nyata. Namun, pemberian lebih tinggi dari 10%, perlu pengkajian lebih lanjut. Sebab pada penelitian sebelumnya pernah dilaporkan bahwa, penggunaan cassapro ubikayu, lebih dari 10% dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pertambahan bobot badan maupun konversi pakan.

162 Jurnal Teknosains, Volume 5 nomor 2, Juli 2011, hal. 155-163 Produktifitas ayam petelur yang diberi ransum berbahan onggok fermentasi juga memperlihatkan pengaruh yang positif sebagaimana hasil penelitian Sabrina, dkk (2008) seperti terlihat pada Tabel 2. Campuran Ongok dan ampas tahu fermentasi 30 % dalam ransum basal memberikan produksi terbaik, berat telur tertinggi dan konversi ransum terendah dibanding dengan perlakuan lainnya. Kualitas telur juga tampak memberikan hasil yang lebih baik dengan onggok fermentasi bila dibanding dengan onggok tanpa fermentasi sebagaimana pada Tabel 3. Tabel 2. Performa dan Kualitas Telur yang Menggunakan Ransum Mengandung Onggok Fermentasi dengan Neurospora Crassa.I. Performa Ransum Perlakuan RA RB RC RD SE Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) 112,01 B 112,50 B 114,02 A 114,79 A 1.01 Produksi Hen Day (%) 65,51 D 67,94 C 69,12 B 71,40 A 1,04 Bobot Telur (g/butir) 61,21 B 63,07 B 67,22 A 67,78 A 1,07 Massa Telur (g/ekor/hari 39,61 D 40,86 C 43,73 B 48,40 A 1,23 Konversi Ransum (g/hari) 2,85 D 2,76 C 2,62 B 2,55 A 1,14 Warna Kuning Telur 8,40 D 9,00 C 10,00 B 10,60 A 0,23 Kolesterol (mg/100g) 207,20 A 175,40 B 143,40 C 117,80 3,73 Sumber : Sabrina, dkk (2008) Tabel 3. Kualitas Telur Antara Onggok Fermentasi dan Tanpa Fermentasi Parameter Tanpa Onggok Terfermentasi Dengan Onggok Terfermentasi Jumlah Telur (butir) 10,00 10-,00 Bobot Telur (g) 39,60 42,78 Nilai Warna Kuning 6,50 6,00 Haugh Unit 97,20 88,55 Tebal Kerabang 0,36 0,38 Sumber : Sabrina, dkk (2008) KESIMPULAN Peningkatan mutu onggok terutama protein sangat meningkat setelah difermentasi. Kandungan protein sejati dapat mencapai 18% dan serat kasarnyapun juga mengalami penurunan. Penggunaannya pada ayam pedaging maupun petelur aman dan dapat meningkatkan produktifitas unggas. Potensi Onggok yang difermentasi sebagai pakan alternatif

Kiramang, Potensi dan Pemanfaatan Onggok Dalam Ransum Unggas 163 mempunyai prospek yang baik karena dapat dijadikan sebagai pengganti jagung, dedak dan pollard. DAFTAR RUJUKAN Amri, K. 2005. Biokonversi Penangkal Bau. Majalah Intisari, Jakarta. Anonimous, 1996. Biro Pusat Statistik. Statistik Tanaman Pangan. BPS, Jakarta. Abasiekong, S.F. 1991. Effect of Fermentation on Crude Protein and Fat Content of Crushed Grains of Maize and Shorgum. J. Appl. Bacteriol. 70.391-393. Ayedemi, O.A., and F.O. Familade. 2003. Replacement of Maize by Rumen Filtrate Fermented Corncob in Layer Diets. Biores. Tech. 90 :221-223 Ayedemi, O.A., and B.O. Sipe. 2004. In Vitro Improvement in The Nutritional Value Composition of Whole Cassava Root-Meal by Rumen Filtrate Fermentation. Indian J. Anim.Sci. 74: 321-323. Daubresse P., S. Ntibashirwa., A.Geyshen and J.A Meyer. 1987. A process for protein enrichmentof cassava by solid state fermentation in rural conditions. Biotech. Enie, A.B. 1989. Teknologi Pengolahan Singkong. Pros.Seminar Nasional Peningkatan Nilai Tambah Singkong. Fakultas Pertanian UNPAD. Grace, M.R. 1997. Cassava processing. FAO Plant Production and Protection Series. FAO-UN, Roma. Haroen, U. 1993. Pemanfaatan Onggok Dalam Ransum dan Pengaruhnya Terhadap Performans Ayam Broiler. Thesis Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Hardiyanto, S. 2001. Kecernaan In Vitro dan Kelarutan Ransum Komplit domba berbahan Baku Jerami Teramoniasi dan Onggok yang mendapat perlakuan Cairan Rumen. Skripsi. IPB Bogor Fakultas Peternakan. Hartadi, h., S. Reksohadiprodjo, S. Lebdosukojo, A.D.Tillman, L.C. Kearl And L.E. Haris. 1980. Tabel dari komposisi bahan makanan ternak untukindonesia. ifi. usa. Hendalia, E., Latief, A. dan Adrizal. 1998. Upaya Peningkatan Nilai Nutrisi Onggok Bioproses dengan Menggunakan Probiotik Starbio. Jurnal Ilmu Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Kompiang I. P., A.P. Sinurat, S. Kompiang, T. Purwadaria and J. Darma. 1994. Nutritional value of protein enriched cassava-cassapro. Ilmu dan Peternakan. Kosnoto, M. 1999. Teknologi Limbah Rumen Untuk Pakan dan Pupuk Organik. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Nurwidyarini, W. dkk. 2008. Peningkatan Onggok dengan Bioteknologi sebagai Pakan Ternak unggas. Laporan Akhir Program Kreatifitas Mahasiswa. IPB, Bogor. Purwadaria T., T. Haryati, A.P. Sinurat, I.P Kompiang, Supriyati and J. Darma. 1997. The correlation between amylase and cellulase activities with starch and fiber content on the fermentation of cassapro (cassava protein) by Aspergillus niger. In: Proceeding Indonesian Biotechnology Conference. Indonesian Biotechnology Consorsium. Jakarta June 17-19, 1997. Sabrina, N dan S.A. Latif, 2008. Performa Ayam dan Kualitas Telur yang Menggunakan Ransum Mengandung Onggok Fermentasi dengan Neurospora Crassa. Media Peternakan :195-201. Universitas Andalas. Sani A., F.A. Awe and J.A. Akiyanju. 1992. Amylase synthesis in Aspergillus flavus and Aspergillus niger grown on cassava peel. Journal of Indonesian Microbiol. Supriyati. 2003. Onggok terfermentasi dan pemanfaatannya dalam ransum ayam ras pedaging. Jurnal Balitnak. Susana, I.W.R., B. Tangendjaja dan S. Hastiono. 2000. Seleksi Kapang Penghasil Enzim Fitase. Tabrany, H., Endang, K.,Surono, Enny T.S., Bambang, W., H.E. Prasetyo, 2004. Pemanfaatan Limbah Onggok dengan Biofermentasi dalam Meningkatkan Daya Gunanya Sebagai Pakan Ternak.