4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah persilangan sapi peranakan ongole betina yang merupakan sapi lokal Indonesia dengan sapi jantan FH yang masih murni yang berasal Belanda melalui sitem perkawianan grading up yang yang menjadi salah satu sapi perah dikembangkan di Indonesia karena kemampuan produksi susu lebih tinggi dari sapi perah lainnya dan kemampuan untuk beradaptasi di lingkungan yang baru (Putra, 2009). Sapi FH memiliki corak yang khas yaitu hitam dan putih pada bulunya yang merupakan ciri atau terdapat sifat fisik dominan dari sapi FH. Ciri khas yang terlihat jelas yaitu terdapat bulu warna putih berbentuk segitiga pada dahinya dan memiliki tanduk berukuran kecil yang menjurus ke depan. Susu sapi perah merupakan produk ternak sumber pakan hewani bagi masyarakat yang berasal dari proses pemerahan ternak betina yang mengalami masa laktasi, susu memiliki nilai nutrisi yang tinggi dengan rata rata produksi susu sapi sebesar 4500 liter pertahun dengan karakteristik susu berwarna putih (Suryowardojo, 2012). Susu pada umumnya memiliki 3 komponen penting yang berguna bagi pertumbuhan yaitu karbohidrat berupa laktosa sebesar 4,8%, lemak 3,8% dan protein sebesar 3,5% dan komponen lain berupa air sebesar 87%, mineral 0,7% yang sebagian besar adalah kalsium dan vitamin dalam jumlah yang sedikit (Eckles dan Anthony, 1958). 4
5 Ilustrasi 1. Kurva Laktasi (Blakely dan Bade, 1994) Kurva produksi susu (Ilustrasi 1) pada awal laktasi akan mengalami kenaikan menuju puncak laktasi yang kemudian berangsur-angsur menurun sampai akhir laktasi (Kurniawan et al., 2012). Produksi susu mengalami peningkatan pada bulan pertama sampai bulan kedua, kemudian menurun bertahap sampai masa kering (Pratiwi et al., 2013). 2.2. Bahan Pakan Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, disenangi, dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorbsi dan bermanfaat bagi ternak. Pakan sapi perah secara umum terdiri atas hijauan dan konsentrat (Djaja et al., 2007). Hijauan adalah bahan pakan dalam bentuk daun-daunan yang kadang-kadang masih bercampur dengan batang, ranting serta bunga yang pada umumnya berasal dari tanaman sebangsa rumput dan kacang-kacangan (Kamal, 1994). Konsentrat 5
6 berupa bijian dan butiran serta bahan berserat yaitu jerami dan rumput yang merupakan komponen penyusun ransum (Blakely dan Bade, 1994). Tersedianya pakan yang cukup jumlah maupun mutunya dan berkesinambungan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha pengembangan peternakan (Guntoro et al., 2000). Jumlah kebutuhan pakan setiap ternak berbeda tergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembapan udara) serta bobot badannya (Winugroho, 2002). 2.2.1. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan tanaman hijauan pakan ternak yang dapat tumbuh di daerah dengan minimal nutrisi serta dapat hidup pada tanah kritis dimana tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan baik (Sanderson dan Paul, 2008). Rumput gajah merupakan tanaman tahunan, tumbuh tegak, mempunyai perakaran dalam dan berkembang dengan rhizoma yang digunakan untuk membentuk rumpun (Kartadisastra, 2001). Rumput gajah, disukai ternak, tahan kering berproduksi tinggi, bernilai gizi tinggi dan merupakan rumput yang sangat baik untuk silase. Kandungan nutrisi rumput gajah terdiri atas, bahan kering (BK) 19,9%; protein kasar (PK) 10,2%; lemak kasar (LK) 1,6%; serat kasar (SK) 34,2%; abu 11,7%; dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 42,3% (Lubis,1992). 6
7 2.2.2. Asam lemak tidak tenuh (ALTJ) terproteksi Asam lemak susu terdiri dari dua jenis, yaitu asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap dan cenderung menaikkan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah. Kadar asam lemak jenuh dalam susu sebesar 60% dari kadar asam lemak total susu sapi (Bauman dan Lock, 2010). Bahan pakan sumber asam lemak tidak jenuh untuk ternak adalah dari hijauan, akan tetapi sebagian besar asam lemak tidak jenuh ini akan menjadi jenuh di dalam rumen akibat aktivitas biohidrogenasi mikroba rumen. Kondisi ini menyebabkan asam lemak darah yang diserap oleh sel kelenjar mamae untuk sintesis lemak susu sebagian besar berupa asam lemak jenuh. Sumber pembentukan lemak susu ada tiga yaitu glukosa, triasilgliserol dari bahan pakan dan atau asam lemak yang disintesis oleh kelenjar ambing pada sapi perah (Tyler dan Ensminger, 2006). Sumber lemak berupa trigliserida, glikolipida, dan fosfolipida yang dikonsumsi oleh ternak akan mengalami dua proses besar di dalam rumen, yaitu hidrolisis dan biohidrogenasi. Hidrolisis adalah proses pemecahan ikatan ester pada lemak pakan sehingga lemak pakan menjadi asam lemak bebas, dan biohidrogenasi adalah penambahan ion hidrogen (H) pada ikatan rangkap asam lemak bebas (Bauman dan Lock, 2010). Prinsip proteksi lemak pakan adalah supaya lemak tidak jenuh pakan yang terkonsumsi oleh ternak ruminansia tidak mengalami biohidrogenasi di dalam rumen sehingga tidak menjadi lemak jenuh. Beberapa teknologi proteksi lemak yang pernah digunakan adalah KOH dan CaCl 2 (Widiyanto et al., 2007), susu 7
8 skim dan formaldehid 37% (Hartati, 2014) atau urea dan formaldehid (Purwaningsih et al., 2010). Berdasarkan penelitian dari Hartati (2014), proteksi lemak terbaik agar meningkatkan produksi susu, meningkatkan produksi susu dalam 4% FCM, BK susu, laktosa susu, kadar lemak susu, produksi lemak susu, protein susu, dan BJ susu adalah dengan menggunakan susu skim : formaldehid sebesar 3 : 1 dengan proporsi lemak terproteksi dalam ransum sebesar 2%. 2.2.3. Suplementasi urea Mikroba rumen mempunyai peranan penting dalam metabolisme protein pada ternak ruminansia, serta dapat memanfaatkan nitrogen dari beberapa sumber seperti amida, asam-asam amino, garam-garam amonia serta non protein nitrogen (NPN) untuk diubah menjadi protein yang bermanfaaat bagi tubuh mikrobia (Loosli dan McDonald, 1968; Ørskov, 1992). Salah satu NPN yang telah umum dikenal dan mudah didapat adalah urea yang merupakan senyawa dengan rumus CO(NH 2 ) 2 dan mengandung 40 45% nitrogen (Loosli dan McDonald, 1968; Cullison, 1978). Urea merupakan zat kimia yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia (Ørskov, 1992; Aquino et al., 2008). Tujuan pemberian urea atau NPN lainnya pada ternak ruminansia adalah untuk mengurangi keharusan memberi tambahan protein pada keadaan ransum yang diberikan ternak rendah kadar proteinnya. Efisiensi penggunaan urea menurun dengan semakin meningkatnya taraf urea, tingginya kadar protein dan semakin rendahnya energi ransum (Clark dan Davis,1980; Ørskov, 1992). Urea di dalam pakan dapat termanfaatkan dengan baik untuk proses fermentasi dan sintesis protein mikroba rumen dapat berjalan lebih efisien, maka 8
9 semua komponen pendukung harus tersedia dalam konsentrasi yang optimum. Hal ini berarti bahwa pemberian NPN harus diselaraskan dengan ketersediaan bahanbahan lain untuk pertumbuhan mikroba rumen (Huber dan Kung, 1981). Berkaitan dengan hal tersebut, maka penambahan urea dalam pakan perlu dibarengi dengan penambahan bahan pakan yang mengandung karbohidrat dengan tingkat kelarutan yang sepadan dengan larutan urea, sehingga ketersediaan amonia dapat segera disintesis menjadi asam-asam amino penyusun protein mikroba rumen (Manik dan Sastradipradja, 1989). Penelitian yang dilakukan Susmel et al. (1995) pada sapi Friesian Holstein (FH) laktasi yang mendapatkan pakan dengan kandungan 20 g urea per kg konsentrat mengakibatkan pernurunan kecernaan bahan kering (BK), bahan organik (BO), neutral detergent fiber (NDF) dan protein susu, tetapi meningkatkan nitrogen bebas dalam urin dan milk urea nitrogen (MUN). 2.2.4. Ransum sapi perah Ransum merupakan suatu gabungan berbagai macam bahan pakan yang akan diberikan kepada ternak dalam memenuhi kebutuhan gizinya selama 24 jam. Kebutuhan BK untuk sapi perah yaitu sebesar 3-4 % dari bobot badan (BB) sedangkan Kebutuhan nutrien ransum yang terkandung dalam konsentrat sapi perah yaitu TDN 70-75% ; PK 16-18% ; Ca 0,8-1,2% dan P 0,6-0,8% (Standar Nasional Indonesia, 2009). Penampilan produksi ternak dipengaruhi oleh pakan, jika kebutuhan nutrisi terpenuhi oleh nutrisi pakan maka produktivitas ternak dapat mencapai optimal (Yani dan Purwanto, 2006). 9
10 Pakan yang diberikan pada sapi perah didasarkan pada kebutuhan nutrisi untuk mencukupi kebutuhan pokok, produksi dan reproduksi. Kebutuhan nutrisi diantaranya kebutuhan bahan kering, TDN, protein dan mineral terutama Ca dan P. Bahan kering yang dibutuhkan oleh sapi perah yaitu antara 3-4% bobot badan (NRC, 2001). Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Sapi Perah Laktasi menurut NRC, 1998 Kebutuhan BB TDN PK Ca P -------- kg ------- ----------------- g ------------------ Hidup Pokok 350 2,85 295 14,00 10,00 400 3,13 318 16,00 11,00 450 3,42 341 18,00 13,00 500 3,70 364 20,00 14,00 Kebuntingan 350 3,77 822 22,50 14,00 400 4,15 875 26,00 16,00 450 4,53 928 30,00 18,00 500 4,90 978 33,00 20,00 Produksi Susu (%FCM) 3,00 0,28 78 2,73 1,68 3,50 0,30 84 2,97 1,83 4,00 0,32 90 3,21 1,98 4,50 0,34 96 3,45 2,31 Keterangan: BB = Bobot Badan; TDN = Total digestible nutrients;.pk= Protein Kasar; FCM = Fat Corrected Milk 2.3. Konsumsi Bahan Kering Konsumsi pakan merupakan faktor kunci mempertahankan produksi susu. Sapi seharusnya diusahakan agar dapat memaksimalkan konsumsinya selama awal laktasi. Pada setiap kilogram konsumsi BK akan mendukung 2-2,4 kg atau lebih produksi susu (Anonimus, 2001 dalam Astuti et al., 2009). Konsumsi bahan kering pada sapi perah adalah antara 2,25-4,32% dari berat badan dengan tingkat kecernaan 52-75% (NRC, 2001). Konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi oleh daya cerna, palatabilitas, bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi ternak (Lubis, 1992). 10
11 Penambahan pakan berupa konsentrat dan hijauan akan meningkatkan konsumsi zat-zat gizi yang berdampak pada peningkatan kemampuan berproduksi susu apabila potensi genetiknya masih memungkinkan (Siregar, 2001). Peningkatan konsumsi BK pakan diikuti peningkatan konsumsi TDN dan PK pakan, dan sebaliknya apabila terjadi penurunan konsumsi BK pakan maka akan diikuti penurunan konsumsi TDN dan PK pakan (Zulbadri et al., 1995). 2.4. Volatile Fatty Acids (VFA) Sumber energi ternak ruminansia berbeda dengan ternak non ruminansia. Sumber energi utama ternak ruminansia adalah VFA dan ternak non ruminasia adalah glukosa. Selulosa, hemiselulosa, pati, dan komponen karbohidrat lainnya akan difermentasi oleh mirobia rumen menjadi VFA. Produk VFA utamanya adalah asetat, propionat dan butirat yang digunakan sebagai energi utama ternak ruminansia (Tillman et al., 1991). Kisaran konsentrasi VFA rumen optimum untuk pertumbuhan mikrobia rumen yaitu 80 160 mm (Sutardi, 1983). Konsentrasi VFA akan meningkat apabila pakan yang diberikan mudah difermentasi sehingga meningkatkan aktivitas mikrobia rumen. Faktor faktor yang mempengaruhi produksi VFA antara lain, sifat karbohidrat pakan, gerak laju pakan meninggalkan rumen, dan frekuensi pemberian pakan (Van Soest, 1982). 2.5. Produksi Susu Komposisi nutrisi yang masuk kedalam tubuh ternak harus sesuai dengan kebutuhan sapi, agar puncak produksi dapat dipertahankan (Makin, 2011). Produksi susu sapi perah FH tanpa perlakuan berkisar 10,98 liter/hari 11
12 (Aisyah, 2011). Produksi susu sapi yang diberi pakan jerami dan konsentrat sebesar 10,87 liter/hari, produksi susu pagi lebih tinggi dari pada sore, produksi susu dipengaruhi oleh jenis pakan dan manajemen pemeliharaan, serta kualitas konsentrat yang digunakan (Utomo dan Miranti, 2010). Produksi susu dipengaruhi oleh jumlah produksi glukosa dalam darah yang merupakan precursor pembentukan laktosa. Glukosa didalam darah ternak berfungsi sebagai prekursor utama sekitar 80% laktosa air susu berasal dari laktosa darah dan hanya sekitar 12 % terbentuk dari proses glukoneogenesis protein. Fungsi lain dari glukosa darah adalah sebagai pembentuk asam sitrat yang menjadi prekursor pembentukan air susu. Asam sitrat terbentuk melalui proses kondensasi Acetyl-CoA bersama dengan Oxalo-Acetate (OAA). Semakin tinggi laktosa dalam sel sekretori maka semakin banyak air yang diserap oleh ternak, sehingga produksi susu akan meningkat karena laktosa berperan sebagai osmoregulator pada kelenjar ambing (Wikantadi, 1978). Laktosa akan menentukan jumlah yang akan diproduksi karena laktosa akan menghasilkan tekanan osmosis dalam sel alveoli yang selanjutnya mampu menarik air lebih banyak dari darah untuk menciptakan tekanan yang sama (Ardiato, 1995). 12