BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan manusia dalam rangka bertahan hidup. Pasal 28 C

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana termaktub dalam ideologinya, yaitu Pancasila. Kelima sila

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. ini hampir seluruh kegiatan ekonomi yang terjadi, berkaitan dengan bank. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. penduduk menjadikan Indonesia harus dapat meningkatkan berbagai

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB I PENDAHULUAN bagian Menimbang huruf (a). Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hukum dan ekonomi merupakan dua variable yang tidak dapat dipisahkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT BANK DI BPR BKK Capem BATURETNO Kab. WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan, perkembangan, dan kemajuan internasional yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, perekonomian dimasyarakat dituntut untuk tetap stabil, agar membantu

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini di Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebenarnya tidak terdapat dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya, namun kita dapat

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

I. PENDAHULUAN. Seiring meningkatnya perekonomian Indonesia, maka semakin tinggi pula

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Keinginan manusia akan benda

PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT CITA DEWI COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. 1 Oetarid Sadino, Pengatar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hlm. 52.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I P E N D A H U L U A N. perusahaan atau badan usaha memerlukan sumber daya atau faktor faktor produksi

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat pengguna layanan perpustakaan atau yang biasa disebut dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilakukan sebagai salah satu cara untuk. itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai investasi, mengingat nilainya yang

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal, dari peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk mencapai. pembangunan, termasuk dibidang ekonomi dan keuangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan terssebut diperoleh melalui pinjaman-pinjaman atau

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) yang menyatakan: Tiap-tiap warga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. KUHPerdata sehingga disebut perjanjian tidak bernama. Dalam Buku III

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, hal ini tertulis jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan. Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan bangun perusahaan yang

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga dibutuhkan adanya aturan yang disebut dengan hukum. adanya hukum sebagai suatu norma dalam masyarakat diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian dari kegiatan pembangunan yang terdahulu, bahwa pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN. handy talky. Tren alat komunikasi yang selalu mengalami pergeseran,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HABIB ADJIE - MAGISTER ILMU HUKUM - UNIV. NAROTAMA SURABAYA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan serta cita-cita bangsa, termasuk di dalamnya mengandung nilai-nilai Pancasila serta aturan-aturan dasar yang wajib dipatuhi oleh seluruh masyarakat Indonesia. Tujuan negara Indonesia tercantum pada alinea ke- 4 Pembukaan (Preambule) UUD 1945 yaitu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Memajukan kesejahteraan umum berarti yang berarti merujuk kepada rakyat luas atau berorientasi pada kesejahteraan yang merata sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial di kalangan masyarakat itu sendiri. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum untuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk di bidang ekonomi dan keuangan. 1

2 Salah satu jenis pembangunan nasional yang menjadi sorotan adalah sistem perekonomian Indonesia. Sistem perekonomian Indonesia dirumuskan didalam batang tubuh UUD 1945 Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial dalam Pasal 33 UUD 1945 dikatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas asas kekeluargaan, demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Koperasi merupakan suatu badan usaha sebagai sarana membangun dan mengembangkan potensi serta menegakan kemandirian dan koperasi didirikan atas usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi sesuai UUD 1945 yang mencantumkan demokrasi ekonomi sebagai cita-cita sosial pada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, sehingga di dalam pelaksanaan perekonomian nasional harus didasarkan pada demokrasi ekonomi bahwa siapapun dapat melakukan kegiatan ekonomi. Terwujudnya demokrasi ekonomi dijalankan atas suatu asas yaitu asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945, kemudian penjelasan pasal tersebut mengatakan bahwa pembangunan perusahaan yang sesuai dengan asas kekeluargaan adalah koperasi. Perkembangan ekonomi nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks selain itu seiring dengan perkembangan

3 zaman, kebutuhan masyarakat semakin meningkat namun terkadang sulit untuk dipenuhi karena keterbatasan dana. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maka koperasi kemudian melalui usaha simpan pinjam memberikan sarana kepada masyarakat agar dapat melakukan pinjaman dengan pemberian kredit, dikarenakan hal tersebut koperasi simpan pinjam tidak lepas dari masalah kredit, terutama koperasi simpan pinjam yang memang usahanya adalah koperasi yang bergerak sebagai lembaga simpan pinjam yang harus mampu mengelola, menghimpun, serta menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien agar dapat meningkatkan taraf hidup bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Koperasi Sejahtera Bersama merupakan koperasi yang bergerak di bidang simpan pinjam dan telah memiliki 70 (tujuh puluh) kantor pelayanan yang tersebar di Pulau Jawa. 1 Dalam rangka melakukan kegiatan pemberian pinjaman maka Koperasi Sejahtera Bersama mendasarkan pada perjanjian baku. Perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang didalamnya telah terdapat syarat-syarat tertentu yan dibuat oleh satu pihak saja. Perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman dalam mengadakan hubungan hukum dari segi model, rumusan, dan ukurannya sudah dibakukan. Perjanjian baku terkadang terasa tidak adil bagi debitur, tetapi pemahaman ini sebenarnya tidak serta merta menyatakan bahwa perjanjian baku selalu 1 Koperasi Sejahtera Bersama, Apa itu KSP Sejahtera Bersama?, diakses melalui https://ksusb.co.id/faq/ pada 12 April 2017.

4 merugikan, perjanjian baku sebagai perjanjian pemberian pinjaman komersial oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama sebenarnya dibuat untuk memudahkan koperasi untuk menyediakannya setiap saat untuk nasabah yang membutuhkannya, karena dilihat dari sifatnya yang praktis dan kolektif dan pemberian pinjaman komersial merupakan jenis pelayanan utama di dalam koperasi simpan pinjam. Perjanjian dibuat berdasarkan kehendak para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan dan berkewajiban untuk menaati serta melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis) kemudian kehendak para pihak ini diwujudkan dalam kesepakatan yang merupakan dasar dari mengikatnya suatu perjanjian dalam hukum perjanjian. Kehendak itu dapat dinyatakan dengan berbagai cara, didalam perjanjian kredit kehendak dinyatakan dalam bentuk tertulis dan mengikat kepada para pihak dengan segala akibat hukumnya, hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Buku III tentang Perikatan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan didasarkan pada Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yaitu setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian pinjaman yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama disebut sebagai Perjanjian Pinjaman Komersial, perjanjian ini termasuk dalam suatu perjanjian kredit. Dalam Buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuan khusus mengatur perihal perjanjian

5 kredit akan tetapi, perjanjian kredit tetap tunduk kepada KUH Perdata sesuai dengan ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.. Perjanjian kredir berlaku karena terdapat asas-asas perjanjian dimana salah satunya merupakan asas kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak berarti adanya kebebasan seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada para pihak untuk mengadakan perjanjian dan menentukan isi perjanjian namun bukan berarti perjanjian dapat dilakukan sebebas-bebasnya, tetap terdapat pembatasan didalam definisi kebebasan berkontrak ini, yaitu asalkan perjanjian tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan ketertiban umum. Penegasan mengenai adanya pembatasan dalam kebebasan berkontrak ini termaktub dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini juga dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang, sehingga asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan asas pacta sunt servanda atau asas kepastian hukum yang didasarkan pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Asas kebebasan berkontrak juga dibatasi oleh pasal 1338 ayat (3)

6 KUH Perdata yang menentukan tentang berlakunya asas itikad baik dalam melaksanakan kontrak. Pada hakikatnya dalam perjanjian kredit, kehendak debitur dalam perjanjian kredit hanya diberikan secara formal, disebabkan karena adanya kebutuhan kredit. Disinilah letak kedudukan debitur tidak memiliki posisi tawar-menawar atau negosiasi dan hanya memiliki pilihan untuk menerima persyaratan yang disodorkan kepadanya. Adanya ketidak seimbangan kedudukan antara Kreditur dan Debitur membuat asas itikad baik dibutuhkan dalam suatu perjanjian untuk membatasi asas kebebasan berkontrak dan juga sebagai sarana penyeimbang kedudukan tersebut. Berlakunya asas itikad baik ini bukan saja harus ada pada saat pelaksanaan kontrak, tetapi juga ada pada saat dibuat atau ditandatanganinya kontrak. 2 Dengan demikian, asas itikad baik mengandung definisi bahwa kebebasan suatu pihak membuat perjanjian tidak dapat diwujudkan secara bebas, tetapi dibatasi oleh itikad baik dari para pihak yang terikat perjanjian. Asas itikad baik merupakan landasan fundamental dalam pembuatan dan pelaksanaan kontrak karena adanya itikad baik dari para pihak akan membuat perjanjian berjalan sesuai dengan sebagaimana mestinya. Itikad baik merupakan sifat batin yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata sehingga sulit untuk menentukan batasannya, kemudian Wirjono Projodikoro memberikan definisi batasan itikad baik dengan 2 Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta. hlm. 4.

7 istilah jujur atau secara jujur. 3 Prinsip itikad baik pada umumnya telah menjadi landasan fundamental bagi pembuatan dan pelaksanaan kontrak, sebab tanpa dilandasi dengan itikad baik para pihak yang terlibat dalam perjanjian mustahil perjanjian itu akan berjalan dengan baik sebagaimana yang telah disepakati bersama. Munculnya asas itikad baik ini berawal dari kesepakatan atau persesuaian kehendak yang dibuat oleh para pihak sebagai implementasi dari asas konsensualisme yaitu perjanjian dinyatakan timbul setelah adanya kata sepakat dan asas pacta sunt servanda yang merupakan asas kepastian hukum dalam melakukan perjanjian. Jika prinsip itikad baik ini tidak dijalankan dengan baik dalam sebuah perjanjian khususnya perjanjian kredit, maka akan muncul banyaknya kredit bermasalah yang tentunya akan berakibat pada kerugian pada lembaga keuangan koperasi itu sendiri. Kredit bermasalah merupakan sesuatu yang sangat menakutkan bagi semua lembaga keuangan tidak terkecuali pihak koperasi sebagai lembaga yang memberi pinjaman, karena asas itikad baik dalam suatu perjanjian merupakan kehausan dan wajib untuk disertakan dalam suatu perjanjian. Pentingnya asas itikad baik akan menjadi dasar pembelaan bagi seseorang apabila suatu saat hambatan dalam pelaksanaan perjanjian terjadi. Pemberian kredit yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama disebut sebagai pemberian pinjaman komersial, 3 Wirjono Prodjodikoro, 1992, Asas-asas Hukum Perdata, Sumur, Bandung, hlm. 124.

8 pemberian pinjaman ini sesuai dengan pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi, yaitu Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam. Perjanjian pinjaman komersial yang dibuat oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama dengan anggota tidak lepas dari permasalahan kredit yang salah satunya menyangkut pelanggaran atas norma kepatutan dan kejujuran yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah, salah satu kredit bermasalah yang dialami ada pada Perjanjian Pinjaman Komersial Nomor: 033/KSU-SB/E05/05.2014, antara Tn. F dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama cabang Cempaka Putih, Jakarta. Perjanjian ini telah mengikat kedua belah pihak secara sah layaknya undang-undang. Dalam pembuatannya perjanjian pinjaman komersial ini dibentuk melalui serangkaian tahapan penyusunan kontrak. Pada tahapan pra kontraktual pihak koperasi telah melakukan analisis atas harta yang dimiliki dengan pinjaman yang dimintakan kemudian hasilnya dijadikan sebagai dasar kemampuan membayar anggota. Analisis dan penentuan plafon pinjaman dan angsuran bulanan yang harus dibayarkan oleh anggota adalah dasar kesepakatan sebelum dibentuknya kontrak. Kontrak yang telah dibuat dan disepakati bersama oleh para pihak ini dilaksanakan dengan itikad baik, namun seiring berjalannya waktu salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya sebagaimana telah

9 disepakati bersama. Dalam Perjanjian Pinjaman Komersial Nomor: 033/KSU- SB/E05/05.2014, anggota sebagai debitur tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik yaitu tidak melakukan pembayaran angsuran tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya didalam perjanjian, debitur menurut perjanjian, meminjam uang dengan plafon sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sesuai dengan kemampuan membayar yang telah di analisis oleh koperasi dengan jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan dengan angsuran per bulan Rp4.677.700,00 (empat juta enam ratus tujuh puluh tujuh tujuh ratus rupiah) sehingga menyebabkan kredit bermasalah dikarenakan debitur hanya membayar cicilan dengan tertib pada 16 (enam belas) bulan pertama dan selanjutnya debitur membayar terlambat tanpa pembeitahuan kepada pihak Koperasi sebagai kreditur dan pada bulan ke 30 (tiga puluh) pihak debitur tidak membayar angsuran lagi sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Hal ini tentu melanggar norma kepatutan dan merugikan salah satu pihak dengan kata lain anggota sebagai debitur telah melanggar asas itikad baik, karena secara patut, sesungguhnya para pihak dituntut untuk memenuhi segala kewajiban yang tercantum dalam kontrak yang dibuat oleh para pihak dan terdapat konsekuensi hukum jika perjanjian tersebut tidak terlaksana sesuai dengan yang seharusnya. Konsekuensi hukum dan upaya penyelesaian jika terjadi

10 pelanggaran dalam asas itikad baik tidak diatur secara jelas didalam KUH Perdata, sehingga penyelesaiannya dikembalikan lagi kepada perjanjian itu sendiri. Dalam perjanjian pinjaman komersial yang dibuat oleh Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama terdapat klausul yang memuat mengenai upaya penyelesaian jika terjadi penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disepakati, namun pada kenyataannya upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pihak koperasi tidak mutlak sesuai dengan apa yang terdapat didalam perjanjian. Berdasarkan atas dasar pemikiran yang telah diuraikan oleh penulis diatas, maka penulis memilih judul Analisis Penerapan Asas Itikad Baik Dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama. B. Rumusan Masalah 1. Apakah asas itikad baik telah diterapkan dalam penyelesaian kredit bermasalah di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama? 2. Bagaimana upaya penyelesaian yang dilakukan terkait dengan keterlambatan pemenuhan prestasi di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama? C. Tujuan Penelitian a. Tujuan Objektif 1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai penerapan asas itikad baik dalam penyelesaian kredit bermasalah di Koperasi Simpan

11 Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama. 2. Untuk mengetahui serta menganalisis upaya penyelesaian yang dilakukan terkait dengan keterlambatan pemenuhan prestasi di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama b. Tujuan Subjektif Memperoleh data yang akurat yang berkaitan dengan data penelitian dan dijadikan dasar dalam penyusunan Penelitian Hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Sepanjang peneluruan kepustakaan yang penulis lakukan, penulis menemukan beberapa penelitian yang hanya membahas sebagian unsur dari penelitian dengan kajian yang berbeda, diantaranya: 1) Skripsi dengan judul, Penerapan Asas Itikad Baik Dalam Pelaksanaan Perjanjian Peminjaman Buku di Balai Perpustakaan dan Arsip Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta (BPAD DIY) Disusun oleh Veronica Puspa Wulandari, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2016, dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana penerapan asas itikad baik yang dilakukan pemustaka dan pustakawan dalam tahapan perjanjian peminjaman buku di Balai Perpustakaan dan Arsip Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (BPAD DIY)?

12 b. Bagaimana upaya penyelesaian wanprestasi yang terjadi pada perjanjian pinjam pakai antara pemustaka dan Balai Perpustakaan dan Arsip Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (BPAD DIY)? Perbedaan dengan penelitian penulis adalah penelitian diatas memiliki lokasi penelitian yang dilakukan di Balai Perpustakaan dan Arsip Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta (BPAD DIY), penelitian penulis mengambil lokasi di Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama cabang Cempaka Putih, Jakarta. Obyek penelitian diatas adalah perjanjian pinjam pakai berupa buku perpustakaan pada perpustakaan daerah, sedangkan obyek penelitian penulis adalah perjanjian pinjaman komersial Nomor: 033/KSU-SB/E05/05.2014 antara Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama cabang Cempaka Putih, Jakarta dengan Tn.F. Adanya perbedaan pada lokasi dan obyek penelitian, mengakibatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis akan berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya. 2) Skripsi dengan judul, Penerapan Asas Itikad Baik Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pada Bank Perkreditan Rakyat M di Palembang. Disusun oleh Hira Hanifah Maruhun, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015, dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Apakah pelaksanaan perjanjian kredit pada Bank perkreditan M di Palembang telah memenuhi asas itikad baik?

13 b. Bagaimana upaya pihak bank dalam hal debitur tidak beritikad baik? Perbedaan dengan penelitian penulis adalah penelitian diatas memiliki lokasi penelitian yang dilakukan di Bank Perkreditan Rakyat M, Palembang sedangkan penelitian penulis mengambil lokasi di Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama cabang Cempaka Putih, Jakarta. Pada rumusan masalah penelitian tersebut merumuskan mengenai pemenuhan asas itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian kredit pada Bank perkreditan M di Palembang sedangkan penulis merumuskan mengenai penerapan asas itikad baik dalam penyelesaian kredit macet di Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama. Adanya perbedaan pada lokasi dan rumusan masalah, mengakibatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis akan berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya. 3) Tesis dengan judul, Analisis Yuridis Pemenuhan Asas Itikad Baik Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Batealit Cabang Jepara. Disusun oleh Febrina Indrasari, Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret pada tahun 2012, dengan rumusan masalah sebagai berikut: a. Apakah pelaksanaan perjanjian kredit pada Bank Rakyat Indonesia Unit Batealit Cabang Jepara telah memenuhi asas itikad baik

14 sebagaimana pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata? b. Apakah yang menjadi penyebab terpenuhi atau tidak terpenuhinya asas itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian kredit pada Bank Rakyat Indonesia Unit Batealit Cabang Jepara? Perbedaan dengan penelitian penulis adalah penelitian diatas memiliki lokasi penelitian yang dilakukan di Bank Rakyat Indonesia Unit Batealit Cabang Jepara sedangkan penelitian penulis mengambil lokasi di Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama cabang Cempaka Putih, Jakarta. Pada rumusan masalah penelitian tersebut merumuskan mengenai pemenuhan asas itikad baik dalam Rakyat Indonesia Unit Batealit Cabang Jepara sedangkan penulis merumuskan mengenai penerapan asas itikad baik dalam penyelesaian kredit macet di Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama. Adanya perbedaan pada lokasi dan rumusan masalah, mengakibatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis akan berbeda dengan penelitian yang telah ada sebelumnya. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu hukum perdata, terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan asas

15 itikad baik dalam suatu perjanjian dan diharapkan menjadi referensi bagi penelitian-penelitian terkait. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis dalam menerapkan Metode Penelitian dan Penelitian Hukum. b. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peranan asas itikad baik dalam suatu perjanjian melakukan simpanan yang dibuat lisan dalam suatu koperasi simpan pinjam.

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Definisi Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur pada Buku III Bab II Pasal 1313KUH Perdata tentang Perikatan, yang merumuskan suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih telah mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Definisi tersebut terlalu luas karena di dalam Pasal 1313 KUH Perdata hanya menyebutkan perbuatan sehingga didalamnya termasuk pula perbuatan melawan hukum dan perbuatan-perubuatan lainnya. Pasal 1313 KUH Perdata hanya mengatur mengenai perjanjian sepihak dan adanya kata perbuatan, hal ini berarti bahwa dalam suatu perjanjian lahir kewajiban (prestasi) hanya dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut. Memaknai definisi perbuatan di dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah tidak adanya penunjukan mengenai perbuatan apa yang dilakukan. Perbuatan hukum bukan hanya mengenai perbuatan yang dilakukan dalam suatu perjanjian saja, tetapi dapat juga diartikan mengenai perbuatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum lainnya sehingga memaknai makna perbuatan tidaklah dianggap cukup apabila hanya didasari kata perbuatan saja melainkan harus