BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat. Peran UMKM terhadap perekonomian Indonesia adalah menjadi tumpuan sumber pendapatan bagi sebagian besar masyarakat dalam peningkatan kesejahteraannya. UMKM mempunyai potensi untuk berkembang dan mampu bertahan pada masa krisis karena sebagian besar UMKM memiliki modal yang terbatas dan pasar yang bersaing. UMKM menyerap tenaga kerja yang lebih besar sehingga berpotensi dalam menurunkan angka pengangguran nasional. Berdasarkan Statistik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Tahun 2010 2011, jika ditinjau dari proporsi unit usaha pada sektor ekonomi UMKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah sektor (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (3) Pengangkutan dan Komunikasi; (4) Industri Pengolahan; serta (5) Jasa-jasa, yang masing-masing tercatat sebesar 48,85%; 28,83%; 6,88%; 6,41%, dan 4,52%. Jumlah UMKM dari tahun 2009 sampai 2012 terus mengalami peningkatan. Jumlah UMKM pada tahun 2009 adalah sebanyak 52.764.603 unit. Sedangkan pada tahun 2012, jumlah UMKM mencapai 56.534.592 unit. Perkembangan jumlah UMKM dari tahun 2009 sampai 2012 mengalami fluktuasi, meningkat pada tahun 2009 dan 2011 kemudian menurun pada tahun 2010 dan 2012. 1
2 Perkembangan UMKM pada periode 2009 2012 disajikan pada Tabel 1.1 di bawah ini (BPS, 2015). Tabel 1.1 Tabel Perkembangan UMKM pada Periode 2009 2012 No Indikator Satuan 2009 2010 2011 2012 1. Jumlah UMKM Unit 52.764.603 53.823.732 55.206.444 56.534.592 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pertumbuhan jumlah UMKM Jumlah tenaga kerja UMKM Pertumbuhan jumlah tenaga kerja UMKM Sumbangan PDB UMKM (harga konstan) Pertumbuhan sumbangan PDB UMKM Nilai ekspor UMKM 8. Pertumbuhan nilai ekspor UMKM Persen (%) 2,64 2,01 2,57 2,41 Orang 96.211.332 99.401.775 101.722.458 107.657.509 Persen (%) 2,33 3,32 2,33 5,83 Rp. Miliar 1.212.599.30 1.282.571.80 1.369.326.00 1.504.928.20 Persen (%) 4,02 5,77 6,76 9,90 Rp. Miliar 162.254.52 175.894.89 187.441.82 208.067.00 Persen (%) 8,85 8,41 6,56 11,00 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2015 Menurut data Disperindagkop DIY (2014), jumlah UMKM tercatat ada 135.554 unit usaha dan menyerap 764.100 tenaga kerja. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa sampai dengan awal Triwulan IV Tahun 2014 dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2013, posisi UMKM DIY telah mencapai 66% dan penyerapan tenaga kerja 99,5%. Jenis usaha yang paling menonjol tiap
3 tahun adalah perdagangan, mencapai hampir 32% dari jumlah total UMKM di DIY dan konsekuensinya menyerap tenaga kerja paling besar mencapai hampir 29% dari total tenaga kerja yang terserap oleh UMKM. Kemudian disusul oleh industri pertanian, dan industri non pertanian.pertumbuhan UMKM dari tahun 2012 hingga 2013 mencapai 0,6% dan penyerapan tenaga kerja 0,4%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan UMKM di DIY memiliki potensi tinggi untuk terus berkembang. Untuk pengembangan UMKM diperlukan manajemen atau pengelolaan yang baik dan tepat, baik finansial maupun operasional perusahaan. Pengelolaan operasional mencakup pengelolaan aktivitas fungsional perusahaan dalam proses transformasi material menjadi produk jadi. Pengelolaan aktivitas fungsional perusahaan dalam proses transformasi material menjadi produk jadi ini disebut dengan produksi. Produksi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhanmanusia dalam mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi. Total biaya produksi dalam keseluruhan sistem tidak lepas dari biaya tiap aktivitas produksi. Hal tersebut dikarenakan perubahan biaya pada satu atau beberapa aktivitas produksi dapat berdampak pada aktivitas yang lain dan keseluruhan biaya produksi. Pada kegiatan industri yang terintegrasi, mengoptimalkan sumber daya merupakan tujuan utama sehingga dibutuhkan transparansi informasi mengenai biaya produksi di setiap tingkatan aktivitas.
4 Salah satu indikator yang tepat dalam monitoring dan evaluasi terhadap aktivitas industri adalah dengan melakukan pengukuran biaya produksi. Selain itu, biaya produksi merupakan salah satu komponen yang berada dalam harga produk. Pendekatan biaya total merupakan pendekatan yang terstruktur untuk menentukan biaya total produk atau jasa. Analisis biaya total merupakan kunci untuk mengatur fungsi produksi keseluruhan. Pasar makanan ringan di Indonesia masih didominasi oleh makanan ringan tradisional yang diproduksi oleh perusahaan skala kecil menengah atau industri rumahan. Tetapi masih sedikit produk makanan ringan hasil produksi industri rumahan yang masuk ke retail modern karena kelemahan finansial untuk membayar uang agar produk mereka dipajang di outlet retail modern tersebut. Produk makanan ringan yang diproduksi oleh industri rumahan umumnya adalah jenis kacang, crackers dan keripik, di mana industri rumahan ini menguasai hampir 70 % pasar makanan ringan dan luas distribusi umumnya hanya kios kios dan retail skala menengah serta target konsumen adalah golongan menengah bawah hingga menengah atas. Salah satu jenis makanan ringan yang cukup digemari adalah keripik. Keripik atau kripik adalah sejenis makanan ringan berupa irisan tipis dari umbi umbian, buah buahan atau sayuran yang digoreng di dalam minyak nabati. Untuk menghasilkan rasa yang gurih dan renyah biasanya dicampur dengan adonan tepung yang diberi bumbu rempah tertentu. Salah satu UMKM yang memproduksi keripik di DIY adalah Citra. UMKM Citra terletak di Barepan, Tamanmartani, Kalasan, Sleman,
5 Yogyakarta. UMKM ini telah berdiri selama hampir dua tahun. Produk olahan UMKM Citra adalah keripik sagu dan keripik koro yang menjadi camilan sekaligus oleh oleh. Aktivitas produksi keripik sagu Citra dimulai dari order atau pemesanan bahan baku, pengadaan bahan baku, perendaman kedelai, perebusan kedelai, fermentasi, pemotongan tempe, penghalusan bumbu, penggorengan keripik, dan pengemasan produk keripik. Setiap aktivitas dalam suatu industri membutuhkan biaya, seperti halnya di UMKM Citra. Biaya dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam arti sempit, biaya merupakan bagian daripada harga pokok yang dikorbankan di dalam usaha untuk memperoleh penghasilan. Biaya ini ialah suatu komponen yang sangat penting dalam menunjang pelaksanaan kegiatan sebagai usaha mencapai tujuan. Tujuan perusahaan secara umum adalah minimasi biaya dan maksimasi profit, artinya bagaimana cara meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan industri untuk menghasilkan suatu produk demi memperoleh keuntungan yang maksimal dari produk tersebut. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila biaya yang dikeluarkan sebagai bentuk pengorbanan oleh industri yang bersangkutan telah diperhitungkan secara tepat.biaya juga merupakan hal yang kritis karena dapat mencerminkan keadaan suatu perusahaan dan harga dari suatu produk. Biaya berdampak pula pada laba maupun rugi suatu industri. Berdasarkan fungsinya dalam perusahaan, biaya dapat digolongkan menjadi biaya produksi, biaya distribusi pemasaran, dan biaya manajemen
6 (sumber daya manusia dan kebutuhan administrasi perusahaan). Biaya produksi merupakan biaya yang digunakan untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dijual. Biaya distribusi pemasaran adalah biaya yang digunakan dalam proses penawaran dan penyampaian barang jadi kepada konsumen atau pasar. Biaya manajemen adalah biaya yang berhubungan dengan sumber daya manusia di dalam perusahaan serta berbagai kegiatan administrasi. Hampir 80 % aktivitas UMKM Citra didominasi oleh aktivitas produksi, sementara 20 % lainnya adalah aktivitas distribusi pemasaran dan manajemen. Prosentase tersebut menunjukkan bahwa aktivitas produksi adalah aktivitas inti serta penggerak UMKM Citra. Oleh karena itu, biaya yang paling mendominasi dan kritis dari keseluruhan aktivitas perusahaan adalah biaya produksi. Selama dua tahun UMKM ini beroperasi, muncul permasalahan terkait aktivitas produksi dan biayanya. Permasalahan tersebut adalah adanya ketidak sesuaian antara biaya standar dengan biaya aktual atau biaya sebenarnya yang digunakan perusahaan untuk melakukan aktivitas produksi keripik sagu. Indikasi terjadinya ketidak sesuaian ialah biaya yang ditetapkan atau biaya standar produksi keripik lebih rendah daripada biaya yang sesungguhnya sehingga pihak UMKM Citra harus mengeluarkan biaya tambahan untuk produksi. Menurut perkiraan atau taksiran terdahulu, rata rata biayaproduksi keripik sagu per harinya adalah ± Rp 700.000 dengan tambahan Rp 50.000 sebagai biaya tak terduga. Biaya tersebut menjadi acuan atau patokan biaya produksi keripik sagu. Pada awal produksi, antara biaya acuan dan biaya aktual sudah sesuai dan jika ada tambahan biaya tidak melebihi dari yang ditolerir.
7 Namun selama ± 1 tahun terakhir, biaya produksi bertambah dari standarnya menjadi rata rata ± Rp 100.000 per harinya, artinya ada penyimpangan biaya sebesar Rp 50.000 dari tambahan biaya yang ditolerir. Jika ditinjau berdasarkan waktu (per hari), maka jumlah tersebut nampak tidak berarti. Namun, jika ditinjau berdasarkan tahun (biaya produksi dalam kurun satu tahun), maka jumlah tersebut menjadi lebih berarti karena dapat menentukan kinerja keuangan perusahaan dan menentukan keberlangsungan perusahaan pada priode periode selanjutnya. Penyimpangan biaya atau selisih yang terjadi dapat berasal dari bahan baku, tenaga kerja, maupun overhead dari tiap aktivitas produksi. Faktor penyebab terjadinya penyimpangan biaya produksi dari standarnya tersebut belum diketahui secara pasti oleh pihak UMKM Citra sehingga belum ada upaya untuk menekan penyimpangan biaya. Di samping itu, pengelolaan biaya yang dilakukan UMKM Citra masih bersifat tradisional sehingga munculnya masalah penyimpangan biaya kurang diperhatikan. Belum adanya penetapan standar biaya produksi keripik sagu yang terstruktur juga menyulitkan Citra dalam melakukan kontrol keuangan serta evaluasi total biaya produksi. Penetapan biaya standar akan memudahkan manajemen dalam pengambilan keputusan, mengontrol kegiatan produksi, dan melakukan tindakan perbaikan yang berkaitan dengan pengeluaran biaya produksi. Biaya standar akan menghasilkan selisih biaya yang ditetapkan sebelumnya dengan biaya sesungguhnya. Cara yang paling tepat untuk mengetahui dan menghitung besarnya penyimpangan yang terjadi dalam biaya produksi, apa saja yang menjadi penyebabnya, dan akibat apa yang ditimbulkan serta tindakan apa yang harus
8 diambil untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan analisis varians (Arti dkk, 2014). Akuntansi biaya adalah penghitungan biaya dengan tujuan untuk aktivitas perencanaan dan pengendalian, perbaikan kualitas dan efisiensi, serta pembuatan keputusan yang bersifat rutin maupun strategis. Pendekatan yang digunakan dalam akuntansi biaya meliputi biaya standar (standard costing), biaya berdasarkan kegiatan (activity-based costing), dan biaya berdasarkan hasil (akuntansi throughput). Sistem akuntansi tradisional mengasumsikan bahwa produk dan volume produksi yang berhubungan dengan produk merupakan penyebab timbulnya biaya. Hal ini mengakibatkan adanya distorsi biaya karena biaya overhead tidak ditelusuri ke individual produk dan total komponen biaya overhead dalam suatu biaya produk senantiasa terus meningkat. Pada saat prosentase biaya overhead semakin besar, maka biaya produk maupun biaya keseluruhan aktivitas produk pun menjadi semakin besar. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan metode lain yang lebih jelas dan mampu menjabarkan biaya overhead dalam aktivitas produk (Hansen dan Mowen, 2009). Salah satu metode untuk pengelolaan atau manajemen biaya adalah Activity Based Costing system (ABC system). ABC system merupakan salah satu metode pengendalian manajemen dengan menggunakan analisis aktivitas untuk mengembangkan gambaran tentang aktivitas spesifik yang dilakukan dalam industri. Metode ini memperhatikan aktivitas aktivitas apa saja yang ada di industri, khususnya industri keripik sagu Citra serta komponen biaya yang
9 ditimbulkan akibat dari aktivitas aktivitas industri tersebut. ABC system dapat digunakan untuk menghitung biaya total produksi keripik sagu. Menurut Kaplan dan Cooper (1998), prosedur pembebanan dua tahap terlihat sederhana untuk mengalokasikan biaya overhead untuk produksi, tetapi faktanya prosedur pembebanan dua tahap tidak akurat karena hanya menggunakan pusat biaya tunggal untuk seluruh plant dan hanya menggunakan dasar alokasi tunggal seperti tenaga kerja langsung. Berdasarkan permasalahan serta dampak yang dapat ditimbulkan akibat dari hal tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan. Dengan melakukan analisis biaya produksi keripik sagu Citra, diharapkan penulis dapat menjabarkan aktivitas apa saja yang ada di dalam industri tersebut serta menentukan biaya pada masing masing aktivitas untuk mengetahui biaya total produksi keripik sagu. Selain itu, dapat pula diketahui berapakah selisih total biaya standar produksi dengan biaya aktual produksi menurut akuntansi biaya serta bagaimana ketidaksesuaian antara biaya standar produksi dengan biaya aktual produksi dapat terjadi dengan melihat hasil selisihnya untuk selanjutnya dapat dilakukan suatu tindakan manajerial terkait hal tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan yang terjadi antara biaya standar produksi dengan biaya aktual yang digunakan untuk produksi keripik sagu Citra.
10 1.3 Batasan Masalah Ruang lingkup dan batasan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perhitungan biaya total produksi keripik sagu Citra dilakukan menggunakan metode ABC system dan hasilnya menjadi biaya aktual produksi. 2. Data yang digunakan adalah data primer UMKM Citra dengan menggunakan beberapa asumsi peneliti untuk perhitungan biaya produksi pada tahun 2015.Asumsi asumsi yang digunakan dalam penelitian : Data untuk perhitungan biaya produksi pada tahun 2015 berdasarkan asumsi permintaan produksi keripik sagu per hari konstan, yaitu 40 kg/hari. Libur produksi tidak diperhitungkan. Produksi dilakukan tiap hari dalam kurun waktu 1 tahun, tahun 2015 (1 tahun = 12 bulan = 360 hari). Untuk sumber daya yang memiliki biaya tetap dan diserap oleh beberapa aktivitas, penentuan biaya tiap aktivitas dihitung dengan membagi sumber daya secara proporsional di antara aktivitas aktivitas yang telah ditentukan tersebut.
11 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menentukan biaya standar serta biaya aktual produksi keripik sagu Citra dengan metode ABC system. 2. Mengetahui perbedaan atau selisih antara biaya standar dengan biaya aktual produksi keripik sagu Citra untuk setiap aktivitas produksi. 3. Menganalisis hasil selisih total biaya produksi keripik sagu Citra. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai salah satu sumber informasi terkait aktivitas produksi keripik sagu serta biaya produksi yang berperan di dalamnya. 2. Sebagai salah satu sumber informasi tentang pengaplikasian metode ABC system untuk manajemen biaya aktivitas industri. 3. Sebagai bahan masukan dan evaluasi kepada industri dalam hal manajemen biaya aktivitas demi tercapainya tujuan industri tersebut.