TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN MUT AH DALAM PUTUSAN MA RI NO. REG. 441 K/ AG/ 1996

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru al Gesindo, Jakarta. Cet. Ke XXVII. Hal. 374.

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

P U T U S A N Nomor : 053/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

bismillahirrahmanirrahim

BAB I PENDAHULUAN. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh pasangan suami istri yang terikat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

P U T U S A N Nomor : 038/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

P U T U S A N Nomor : 0158/Pdt.G/2011/PA.Bn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kodrat manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai

P U T U S A N. Nomor: 1294/Pdt.G/2014/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

P U T U S A N. Nomor 1745/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Melawan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

BAB I PENDAHULUAN. menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

P U T U S A N. NOMOR : 54/Pdt.G/2011/PA.Pts DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan telah menciptakan makhluknya berpasang-pasangan, menjadikan

P U T U S A N Nomor 0485/Pdt.G/2015/PA.Pkp. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 1599/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

Permohonan Cerai Talak antara pihak-pihak ; LAWAN. Termohon ;--

BAB IV CERAI TALAK DALAM PERSPEKTIF YURIDIS. DALAM PUTUSAN PERKARA NO. 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs PENGADILAN AGAMA GRESIK

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir batin ini harus ada, karena

PUTUSAN Nomor : 002/Pdt.G/2011/PA.Mto. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 330/Pdt.G/2010/PAJP BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

P U T U S A N Nomor XXXX/Pdt.G/2016/PA.Ktbm DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

P U T U S A N. Nomor : 64/Pdt.G/2011/MS-Aceh

P U T U S A N. Nomor 1965/Pdt.G/2013/PA Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor 0040/Pdt.G/2014/PA.Pkc

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk bisa hidup

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

PUTUSAN Nomor 1191/Pdt.G/2014/PA.Pas

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari hukum perdata. dikemukakan oleh Abdul Ghofur Anshori, yaitu hukum perkawinan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

Salinan P U T U S A N

P U T U S A N. Nomor :81/Pdt.G/2012/PA. Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

PUTUSAN Nomor 975/Pdt.G/2014/PA.Pas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling

PUTUSAN Nomor: 467/Pdt.G/2011/PA.Dum BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

P U T U S A N. Nomor :./Pdt.G/2011/PA.Pso BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor :../Pdt.G/2012/PA.Dgl BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor xx/pdt.g/2013/pa.ktbm

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

TENTANG DUDUK PERKARANYA

Nomor : 0048/Pdt.G/2012/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MELAWAN

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

PUTUSAN Nomor: 221/Pdt.G/2010/PA.Pkc.

BAB IV. ANALISIS PELAKSANAAN PUTUSAN No. 0985/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MUT AH DAN NAFKAH IDDAH

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

P U T U S A N Nomor :----/Pdt.G/2010/PA.Slw. BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Cerai Talak : Termohon Sakit Jiwa

STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA

Transkripsi:

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN MUT AH DALAM PUTUSAN MA RI NO. REG. 441 K/ AG/ 1996 SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Islam Pada Fakultas Agama Islam Dan Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh : RIZQIA ANNISA PARAMITA I.000.050.008 / C.100.060.403 TWINNING PROGRAM FAKULTAS AGAMA ISLAM-HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan sangat penting bagi kehidupan manusia baik perseorangan maupun kelompok dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang mempunyai kehormatan dan kedudukan mulia. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai, tentram dan penuh kasih sayang antara suami dan istri. Anak keturunan dari hasil perkawinan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan kelangsungan hidup manusia secara bersih dan berkehormatan. Oleh karena itu, pada tempatnyalah apabila Islam mengatur masalah perkawinan dengan amat teliti dan terperinci, untuk membawa manusia hidup berkehormatan, sesuai kedudukannya yang amat mulia di tengah-tengah makhluk Allah yang lain. Perkawinan dilaksanakan atas dasar kerelaan pihak-pihak yang bersangkutan, yang dicerminkan dalam adanya ketentuan peminangan sebelum kawin dan ijab qabul dalam akad nikah yang dipersaksikan pula di hadapan masyarakat dalam suatu perhelatan (walimah). Hak dan kewajiban suami istri timbal-balik diatur amat rapi dan tertib, demikian pula hak dan kewajiban antara orang tua dan anak-anaknya. 1 1 Ahmad Azhar Basyir, 2004 Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Pres, Hal 1. 1

2 Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1, Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara sorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada prinsipnya suatu perkawinan itu ditujukan untuk selama hidup dan kehidupan yang kekal abadi bagi pasangan suami istri yang sah menurut hukum Islam maupun hukum Negara. Keluarga yang kekal abadi, bahagia sejahtera merupakan diantara sekian banyak dari tujuan perkawinan (pernikahan ) dalam agama Islam. Di dalam al-qur an banyak ayat-ayat yang memerintahkan untuk menikah dengan maksud untuk menggapai ketentraman berkeluarga yang kekal, abadi selamanya. 2 Ayat-ayat tersebut diantaranya adalah 3 ; 1) QS. Ar-Rum (30) : 21 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. 2 Mohd.Idris Ramulyo, 2002 Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Hal 98. 3 Ahmad Azhar Basyir, Op. Cit, Hal 2

3 2) QS. An-Nisa (4) : 19 ا الله Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. Hal ini dipicu karena salah satu dari mereka tidak melaksanakan kewajibannya, sikap kurang saling mempercayai, saling curiga, mau menang sendiri dan sebagainya. Karena itu, jika sekiranya dalam kehidupan rumah tangga terjadi perselisihan, hendaknya segera diupayakan jalan perdamaian, solusi dan penyelesaian permasalahan dengan dimusyawarahkan dengan pihak-pihak terkait. Jika hal tersebut tetap sulit dilakukan, maka kedua belah pihak dapat mencari atau menunjuk juru damai, baik itu perorangan maupun lembaga atau instansi guna mendapatkan nasehat-nasehat dan jalan keluar dari kemelut dan permasalahan yang dihadapi. Apabila berbagai daya upaya sudah dilakukan untuk mendamaikan keduanya tapi tetap bersikeras untuk berpisah (cerai), maka islam memberi

4 pedoman dan arahan bahwa perceraian itu dibenarkan dan dibolehkan jika kalau perceraian itu dianggap lebih baik dari pada mempertahankan perkawinan tersebut. Meskipun Islam memperbolehkan perceraian dan syari atnya ada, akan tetapi perceraian itu sebagai alternatif terakhir bagi suami istri yang gagal membina rumah tangga, tetapi bukan berarti cerai dalam Islam legal dan menyukai perceraian dari suatu perkawinan. Untuk menjaga agar perceraian jangan terlalu mudah terjadi dan dengan pertimbangan maslahah mursalah maka perceraian apapun bentuknya duharuskan melalui satu pintu yaitu institusi pengadilan, dalam hal ini pengadilan agama. Sebagaimana dijelaskan pada pasal 39 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang berbunyi Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian yang dilakukan di depan pengadilan lebih menjamin persesuaiannya dengan pedoman Islam tentang perceraian sebab sebelum ada keputusan terlebih dahulu diadakan penelitian tentang apakah alasanalasannya cukup kuat untuk terjadi perceraian antara suami dan istri. Dapat ditambahkan, perceraian yang dilakukan dimuka pengadilan akan dapat memperkecil jumlah perceraian. 4 4 Ahmad Azhar Basyir, Ibid, hal 92

5 Menurut hukum Islam, setelah terjadinya perceraian yang dilakukan di hadapan pengadilan, maka bekas suami mempunyai beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan kepada bekas istri yang diceraikan, 5 diantaranya adalah : a. Memberi Mut ah ( memberi untuk menggembirakan hati ) kepada bekas istrinya. Suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya hendaklah memberi mut ah pada bekas istrinya itu. Mut ah itu boleh berupa pakaian, barangbarang atau uang sesuai dengan keadaan dan kedudukan suami. Firman Allah dalam surat al-baqarah (2) : 241, yang menyatakan : Untuk perempuan-perempuan yang ditalak berikanlah mut ah itu, maka boleh dimintakan keputusan kepada hakim untuk menentukan kadar dari mut ah tersebut dengan memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan, kondisi dan kedudukan suami. b. Memberi Nafkah. Nafkah disini adalah pakaian dan tempat kediaman untuk istri yang ditalak itu selama ia masih dalam masa iddah. Apabila habis masa iddahnya maka habislah kewajiban memberi nafkahnya,. Pakaian dan tempat kediaman, sesuai dengan firman Allah dalam surat at-talaq (65) : 6, yang menyatakan : Berikanlah mereka itu (perempuan yang ditalak) tempat kediaman seperti tempat kediaman kamu dari kekayaan kamu. Menurut ayat ini suami wajib memberi tempat kediaman untuk istri yang telah ditalak, sedangkan memberi makanan dan pakaian dikiaskan kepadanya. c. Membayar atau Melunasi Mas Kawin 5 Mohd. Idris Ramulyo, Op. Cit, Hal 115.

6 Membayar atau melunasi mas kawin, apabila suami menjatuhkan talak kepada istrinya, maka wajiblah membayarkan atau melunaskan mas kawin tersebut. d. Membayar Nafkah untuk Anak-Anaknya Suami yang menjatuhkan talak pada istrinya, maka ia wajib membayar nafkah untuk anak-anaknya, yaitu belanja untuk memelihara dan keperluan pendidikan anak-anaknya itu, sesuai dengan kondisi dan kedudukan suami. Kewajiban memberi nafkah anak-anak itu harus terusmenerus sampai anak baligh dan mempunyai penghasilan tetap. Hal ini sesuai dengan al-qur an yang menyatakan : Kalau mereka itu (bekas istrimu) mempunyai anak, maka berilah upah mereka itu. Berkaitan dengan pemberian mut ah, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah ayat 241: Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa. Jadi di dalam ayat tersebut diatas dipeoleh ketentuan bahwa suami wajib memberikan mut ah atau uang hiburan perceraian kepada istrinya, disamping nafkah iddah jumlah mut ah ini adalah disesuaikan dengan kemampuan suami dan tidak memberatkan pihak suami. 6 6 Soemiyati, SH, 1986, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan,edisi ke 2, Yogyakarta : Liberty, Hal 124

7 Dengan adanya pemberian tersebut duharapakan bekas istrinya menjadi terhibur hatinya dan tidak larut dalam kesedihan, serta ekonomi akan lebih terjamin dengan adanya pemberian tersebut. Manakala suatu peraturan dalam masyarakat apapun bentuknya sudah tidak lagi mempunyai wibawa dan tidak lagi di indahkan oleh masyarakat sebagai subyek sekaligus obyek hukum tersebut, maka pandangan yang akan terlihat berikutnya adalah ketidak teraturan dan kesemerawutan dalam masyarakat. Oleh karenanya, menyajian peraturan hukum yang dapat menjawab perubahan dan perkembangan zaman merupakan suatu keharusan dan sangat mendesak. Hal ini karena pola perubahan hukum dan peraturan senantiasa berkembang berdasarkan kebutuhan modernisasi. Hal itu yang menjadi salah satu alasan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan No. 441 K/ AG/ 1996, yang pada intinya membatalkan dan menganulir keputusan Pengadilan Tinggi Agama Samarinda tanggal 20 Mei 1996 dengan No. 03/Pdt./9/PP. Smd. Yang membatalkan putusan Pengadilan Agama Samarinda No. 257/Pdt.G/1995/PA Smd. Selain itu, ada salah satu putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 441 K/ AG/ 1996 yang sangat menarik untuk dikaji yaitu : Jika permohonan perceraian diajukan oleh suami sebagai pemohon, sedangkan faktor penyebab retaknya rumah tangga dari hasil pemeriksaan dalam sidang adalah pemohon sendiri, maka pemohon wajib memberi nafkah kepada

8 mantan istrinya ( termohon ) selama belum menikah lagi. Hal ini sesuai dengan pokok pembahasan penelitian dan juga sesuai dengan pokok perkara yang terdapat pada putusan tersebut. Yurisprodensi yang dikeluarkan Mahkamah Agung Republik Indoesia mempunyai pengaruh yang teramat kuat terhadap putusan-putusan yang diambil oleh institusi pengadilan dibawahnya, meski hal tersebut tidak mengikat secara ketat. Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat dipahami bahwa masalah mut ah telah dijelaskan dalam hukum Islam dan hukum perkawinan. Namun menurut pengamatan penulis sejauh ini belum ditentukan batas minimal dan batas maximum pemberian mut ah baik ditingkat pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama maupun ditingkat Mahkamah Agung. Pertama, masalah mut ah belum mendapat tempat dan perhatian yang khusus dalam sidang perceraian di Pengadilan Agama dan Mahkamah Agung. Kedua, mut ah dimunculkanatau dibacakan dalam suatu bidang perceraian ketika hakim telah menetapkan putusan perkawinan suami istri tersebut dengan suatu putusan. Ketiga, kadar mut ah disesuaikan dengan kemampuan suami dan berdasarkan pertimbangan hakim yang mengenai kasus perceraian tersebut.

9 Dengan adanya latar belakang masalah di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN MUT AH DALAM PUTUSAN MA RI NO. REG. 441 K/ AG/1996. B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah sebenarnya merupakan upaya mengkhususkan tentang suatu masalah berdasarkan hal tersebut serta terbatasnya penulis, maka lingkup pembahasannya perlu dibatasi guna tercapainya sasaran dari judul tersebut. Maka yang menjadi fokus pembahasan dari penelitian ini, yaitu Tinjauan Hukum Islam mengenai Mut ah dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. Reg. 441 K/AG/1996. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan untuk menjadi pedoman pembahasannya. Adapun perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana ketentuan Mut ah ditinjau dari hukum Islam? 2. Bagaimana analisis putusan MA RI No. Reg 441 K/ AG/ 1996 mengenai pemberian mut ah tinjauan hukum Islam?

10 D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan pandangan hukum Islam terhadap putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. Reg. 441 K/ AG/ 1996 tentang mut ah. 2. Untuk mengetahui sejauhmana hukum Islam mengatur tentang pemberian mut ah. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Memberikan sumbangan pemikiran terhadap khasanah ilmu pengetahuan pada umumnya dan untuk mengembangkan pengetahuan pemikiran yang bermanfaat dalam bidang ilmu hukum khususnya bagian hukum Islam. 2. Secara Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber pustaka dalam memberi informasi kepada masyarakat umum dan mahasiswa khusunya. Dan sebagai rujukan dan referensi para pemerhati dan praktisi hukum yang ingin berkembang dan mengembangkan hukum di Republik Indonesia ini.

11 F. Metode Penelitian Setiap penelitian, termasuk di dalam skripsi selalu memakai metode. Hal ini terjadi karena metode merupakan suatu instrument penting dalam penelitian agar terlaksana dengan rasional dan terarah, sehingga tercapailah hasil yang optimal. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan ini yaitu; 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan Yuridis digunakan untuk mengetahui dalil-dalil, baik al-qur an maupun sunnah tentang mut ah dan kitab-kitab fiqh konfensional. Sedangkan dalam pendekatan sosiologis dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara pada putusan No. 441 K/ AG/ 1996 mengenai pemberian mut ah. 7 2. Jenis Penelitian Penelitian mengenai Tijauan Hukum Islam terhadap Pemberian mut ah dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. Reg. 441 K/ AG/ 1996, termasuk dalam jenis penelitian Library Research, yaitu suatu jenis penelitian yang didalam memperoleh bahan dilakukan dengan cara menelusuri bahan-bahan pustaka karena sebgaian besar data yang diperlukan berasal dari bahan pustaka baik berupa buku maupun penelitian. Misalnya untuk mendeskripsikan mut ah dapat diperoleh dari 7 Amiruddin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

12 kitab-kitab fiqh maupun buku-buku yang sudah ada, kemudian untuk mengetahui seberapa jauh wewenang Mahkamah Agung dapat diperoleh dari buku-buku yang berisi mengenai hal itu. 3. Sumber Data Karena penelitian ini merupakan penelitian yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan maka dalam hal penulisan skripsi akan mengutamakan dengan menggunkaan sumber data tertulis. Maka sumber digunakan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data-data baik data primer maupun sekunder : a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan, dengan penelitian langsung pada obyek yang diteliti. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu berupa : 1) Al-Qur an 2) Al-Hadits 3) Kompilasi Hukum Islam 4) Yurisprodensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 1997 5) Buku,artikel yang mendukung dengan masalah yang diteliti 4. Metode Pengumpulan Data a. Pengumpulan Data Sekunder Metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan data

13 dengan jalan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, makalah, surat kabar, majalah, artikel, internet hasil penelitian dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Semua ini dijadikan sebagai pedoman dan landasan dalam penelitian. 8 b. Pengumpulan Data Primer Wawancara, merupakan hal penting untuk memperoleh data primer, dengan menanyakan hal-hal yang diperlukan untuk memperoleh data-data yang lebih mendalam yaitu wawancara langsung dengan responden yakni hakim Pengadilan Agama, ulama dan pihak pemberi mut ah dan penerima mut ah. 5. Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Yakni dengan metode induktif yaitu metode berfikir yang berangkat dari dimensi yang khusus selanjutnya digeneralisasi dengan semua dimensi. G. Sistematika Penelitian Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami dalam penyusunan skripsi ini, agar lebih terarah dan sistematis, maka penulis membagi sistematika penulisan sebagai berikut : 8 Khuzaifah Dimyati, Kelik Wardiono, 2004, Metodologi Penelitian Hukum, UMS Press: Surakarta, Hal 57

14 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Pembatasan Masalah C. Perumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian F. Metode Penelitian G. Sistematika Penelitian BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan 2. Tujuan Perkawinan 3. Syarat Syahnya Perkawinan 4. Rukun Perkawinan B. Tinjauan Umum Tentang Mut ah 1. Pengertian Mut ah a. Menurut Hukum Islam b. Menurut Hukum Positif 2. Mut ah dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) 3. Ukuran Dalam Menentukan Jenis dan Jumlah Pemberian Mut ah Dalam Islam 4. Alasan Mengapa Orang Diberi Mut'ah 5. Pendapat Ulama Tentang Pemberian Mut ah

15 C. Posisi dan Kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia Terkait Dalam Lingkungan Peradilan Agama BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penelitian 1. Bagaimana Ketentuan mut ah ditinjau dari Hukum Islam? 2. Bagaimana Analisis Putusan MA RI No. Reg. 441 K/ AG/ 1996 Mengenai Pemberian Mut ah Tinjauan Hukum Islam? B. Pembahasan 1. Bagaimana ketentuan Mut ah ditinjau dari Hukum Islam? 2. Bagaimana Analisis Putusan MA RI No. Reg. 441 K/ AG/ 1996 Mengenai Pemberian Mut ah Tinjauan Hukum Islam? BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA