KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI Siswosubroto E. Surtijono 1 ; Indyah Wahyuni 1, Arie Dp. Mirah 1 1) Fakultas Peternakan Unsrat Manado, 95115 (E-mail: edmund1403@gmail.com) ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini untuk menemukan dan menentukan jenis dan konsentrasi filler yang berbeda untuk menghasilkan sosis daging babi yang dapat diterima oleh konsumen ditinjau dari segi fisik, dan organoleptik. Sosis merupakan salah satu produk olahan yang dapat digunakan sebagai bentuk pengolahan daging segar dan dapat meningkatkan nilai gizi.. Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 20 Juli sampai 20 Agustus 2010 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado. Materi penelitian yang digunakan terdiri dari daging dan lemak babi sebanyak 5400 gram, bahan pengikat (susu krim), 3 jenis filler yaitu tepung tapioka, tepung maizena dan tepung sagu, dan juga bumbu-bumbu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 9 perlakuan dan 3 ulangan dan pengukuran dengan metode Hedonik dengan menggunakan skala Hedonik. Data dianalisa dengan menggunakan Analysis of Variance dan jika terdapat perbedaan diantara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sosis yang menggunakan jenis tepung tapioka pada konsentrasi 9% menghasilkan sosis daging babi yang memperlihatkan sifat fisik dan organoleptik yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Secara umum semua filler yang digunakan dapat diterima oleh panelis dan didukung oleh sifat fisik dan kimia. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sosis yang menggunakan jenis filler tepung tapioka pada konsentrasi 9 % menghasiulkan sosis daging babi yang memperlihatkan sifat fisik dan organoleptik yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kata-kata Kunci : Sosis, daging babi, filler, sifat fisik dan sifat organoleptik PENDAHULUAN Sosis adalah salah satu produk olahan daging yang terbuat dari daging segar yang telah mengalami pengecilan ukuran dan ditambahkan bahan pengikat, bahan pengisi (filler), bumbubumbu dan dimasukkan ke dalam selongsong (pembungkus) serta dimasak atau diasap. Daging babi cukup tersedia di Sulawesi Utara karena banyak masyarakat yang beternak babi, sehingga untuk menambah variasi produk daging olahan dan penganeka ragaman produk daging babi dapat dibuat produk daging olahan berupa sosis. Sosis adalah bahan pangan yang terbuat dari daging yang telah mengalami pengecilan ukuran, misalnya dengan pencincangan serta penambahan bumbu dan biasanya berebentuk simetris (Naruki, 1991). Dalam pembuatan sosis, filler diperlukan untuk membentuk 103
kekompakan adonan dalam pemasakan, dapat memperbaiki palatabilitas sosis, meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan flavor, mengurangi pengerutan selama pemasakan dan mengurangi biaya formulasi. Filler berupa tepung berpati yang merupakan bahan bukan daging yang biasanya ditambahkan dalam pembuatan sosis dan bertujuan untuk memperbaiki citarasa, memperbaiki kekenyalan dan tekstur, meningkatkan daya menyerap air sehingga mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan (Price and Schweigert (1986), dalam Elviera, 1988). Sosis yang beredar dipasaran umumnya dibuat dari daging sapi dan ayam, di mana filler yang digunakan dalam pembuatan sosis berupa tepung tapioka. Namun ada beberapa filler yang dapat digunakan selain tepung tapioka yakni tepung maizena dan tepung sagu, di mana tepung maizena merupakan pati yang diekstrak dari jagung dan tepung sagu mempunyai kelebihan dalam ukuran granula yang lebih besar. Penggunaan filler dalam pembuatan sosis sekitar 3,5 % dari berat produk akhir. Dalam rangka pemanfaatan filler dan untuk menambah variasi cita rtasa, maka akan digunakan filler yang lebih tinggi dari yang disarankan. Berdasarkan pemikiran di atas, maka telah dilakukan suatu penelitian di mana filler mempunyai struktur, sifat fungsional dan kadar protein, lemak, abu dan karbohidrat yang beragam sehingga akan mempengaruhi sifat fisik dan organoleptik sosis daging babi yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menentukan jenis dan konsentrasi filler yang berbeda untuk menghasilkan sosis daging babi yang dapat diterima oleh konsumen ditinjau dari segi fisik, dan organoleptik METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 20 Juli sampai 20 Agustus 2010 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado. Materi Penelitian Bahan-bahan untuk pembuatan sosis daging babi terdiri atas daging dan lemak babi. Sebagai filler digunakan tepung tapioka, tepung sagu, dan tepung maizena, sedangkan untuk bahan pengikat digunakan susu krim. Bumbu-bumbu dan penyedap (bawang putih, lada/merica, garam, gula pasir dan MSG), selain itu juga gula pasir, minyak kelapa, air/es, STPP (Sodium Tripoli Phosphat). Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisa yaitu : H 2 SO 4 pekat, NaOH, HCl, H 3 BO 4, K 2 SO 4 dan Hexane Alat-alat yang digunakan yaitu pisau, telenan, food processor, 104
panci plastik selongsong, kompor, timbangan, penggiling daging, pengisi selongsong, waterbath (penangas air), untuk analisa fisik digunakan alat penetrometer. Sedangkan untuk uji organoleptik digunakan piring, garpu, gelas, kertas format, pinsil atau bollpoint, Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 9 perlakuan dan 3 ulangan dan pengukuran dengan metode organoleptik yaitu uji dengan menggunakan skala Hedonik. Sebagai perlakuan adalah jenis dan konsentrasi filler yaitu : T1 : Tepung Tapioka 3 % ; T2 : Tepung Tapioka 6 %; T3 : Tepung Tapioka 9 %; T4 : Tepung Maizena 3 %; T5: Tepung Maizena 6 %; T6 : Tepung Maizena 9 %; T7 : Tepung Sagu 3 %; T8 : Tepung Sagu 6 %; T9 : Tepung Sagu 9 %. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis keragaman (Analysis of Variance) dan pengujian data dengan menggunakan uji beda nyata jujur (BNJ) Prosedur Kerja Pembuatan sosis daging babi dimulai dengan menyiapkan daging dan lemak babi seberat 5400 gram kemudian dipotong-potong dan digiling dengan menggunakan alat pengiling daging. Daging giling dicampur dengan bahanpengikat, bumbu-bumbu, gula pasir, minyak kelapa, es batu/air es, STTP, dan juga bahan pengisi atau filler (tepung tapioka, tepung maizena dan tepung sagu) sesuai perlakuan kemudian digiling dengan menggunakan food processor. Adonan yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam selongsong dengan menggunakan alat pengisi dan diikat dengan benang katum, selanjutnya dikukus dengan menggunakan waterbath dengan suhu yang telah ditentukan yaitu 85 o C selama 30 menit, kemudian diangkat dan didinginkan. Untuk uji organoleptik dengan menggunakan panelis sebanyak 35 orang, dan dilanjutkan dengan analisa laboratorium. Pengukuran Variabel Analisa Sifat Fisik : Susut masak dan keempukan. Analisa Organoleptik : Tekstur, warna dan Cita rasa Sifat Fisik Sosis Daging Babi HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisik sosis daging babi yang diamati dalam penelitian ini meliputi susut masak dan keempukan. 105
Tabel 1. Rataan Sifat Fisik dari Sembilan Macam Sosis Daging Babi Perlakuan V a r i a b e l Susut Masak ( % ) Keempukan (mm / 20 detik / 50 mg) T1 2,39 a 1,04 c T2 2,02 a 1,05 c T3 1,98 a 0,99 b T4 3,61 b 0,95 a T5 2,73 a 0,95 a T6 2.29 a 0,94 a T7 4,85 b 1,27 e T8 3,70 b 1,19 d T9 3,59 b 1,25 e Keterangan : Superskrip berbeda pada baris dan kolom variabel yang sama berarti berbeda sangat nyata (P < 0,01). 1.Susut Masak Susut masak adalah banyaknya cairan yang hilang atau berkurangnya berat daging pada waktu pemanasanatau pemasakan. Susut masak pada umumnya bervariasi antara 1,5 % sampai 54,5 % dengan kisaran 154 % sampai 40 % (Soeparno, 1994). Susut masak sosis daging babi dalam penelitian ini berada pada kisaran 1,98% sampai 4,85%. Hasil penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Rompis (1998) bahwa susut masak sosis daging sapi berkisar antara 5,66% sampai 13,96%. Hasil analisis keragaman (Lampiran 2a.) menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P < 0,01) terhadap susut masak sosis daging babi. Dengan uji BNJ memperlihatkan bahwa perlakuan T 3 (Tapioka 9% ) menghasilkan susut masak yang terendah, sedangkan tertinggi adalah perlakuan T 7 (Tepung Sagu 3% ). Rendahnya susut masak sosis daging babi yang menggunakan tepung tapioka 9% karena granula tepung tapioka yang berbentuk oval dan berukuran kecil yang menyebabkan kehilangan air selama pemasakan menjadi kecil, sedangkan pada tepung sagu granulanya lebih besar sehingga air yang keluar menjadi besar. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa sosis daging babi yang menggunakan tepung tapioka 9% mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain. 2.Keempukan Derajat keempukan dapat dihubungkan dengan tiga kategori protein dalam urat daging yaitu tenunan pengikat, miofibril dan sarkoplasma (Lawrie, 1995). Hasil pengamatan tingkat 106
keempukan sosis daging babi dalam penelitian ini berkisar antara 0,94 sampai 1,27. Hasil penelitian ini masih dalam kisaran nilai keempukan yang dihasilkan dalam penelitian Komansilan (2005) bahwa nilai keempukan hasil olahan daging (chicken nugget) berkisar antara 0,97 sampai 1,27. Berdasarkan hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap tingkat keempukan sosis daging babi. Hasil uji BNJ ternyata perlakuan T 6 (tepung maizena 9%) menghasilkan nilai keempukan yang terendah, sedangkan perlakuan T 7 (tepung sagu 3%) menghasilkan nilai keempukan tertinggi. Nilai keempukan yang tinggi pada perlakuan T 7 (tepung sagu 3%) karena kandungan amilosa dan sifat gelatinasi yang lebih baik dibandingkan dengan tepung tapioka dan tepung maizena. Rendahnya nilai keempukan dari sosis daging babi yang menggunakan tepung maizena 9% karena granulanya berbentuk poligon sehingga selama pemasakan granulanya membengkak dan tidak dapat kembali kebentuk semula yang menyebabkan sosis yang dihasilkan menjadi agak keras. Sifat Organoleptik Uji organoleptik pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan (palatabilitas) konsumen terhadap sosis daging babi hasil penelitian. Kriteria yang digunakan dalam uji organoleptik ini meliputi tekstur, warna dan cita rasa. Hasil uji organoleptik untuk efek filler dari sosis daging babi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Uji Organoleptik Efek Filler dari SosisDaging Babi. Perlakuan V a r i a b e l Tekstur Warna Cita Rasa T1 3,94 b 3,00 a 2,77 a T2 3,23 a 2,89 a 3,20 a T3 2,83 a 2,77 a 2,45 a T4 4,00 b 3,40 a 3,26 a T5 3,74 b 3,00 3,31 a T6 3,31 a 2,97 a 3,66 b T7 4,31 b 4,17 b 3,17 a T8 3,74 b 3,63 b 2,86 a T9 4,03 b 3,80 b 3,23 a Keterangan : Superskrip berbeda pada baris dan kolom variabel yang sama berarti berbeda nyata (P<0,01) 107
1. Tekstur Tekstur menunjukkan ikatan-ikatan serabut otot yang dibatasi oleh septum-septum perimisel jaringan ikat yang membagi otot secara longitudiunal (Soeparnio, 1994). Hasil pengamatan rataan uji organoleptik untuk kriteria tekstur berkisar antara 2,83 sampai 4,31. Menurut skala Hedonik kisaran tersebut memperlihatkan sosis yang dihasilkan mempunyai tekstur halus sampai agak tidak halus. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap tekstur sosis daging babi. Hasil uji BNJ ternyata perlakuan T 3 (tepung tapioka 9%) memberikan nilai tekstur terkecil dengan tekstur antara halus sampai agak halus, sedangkan nilai tekstur terbesar adalah pada perlakuan T 7 (tepung sagu 3%) dengan tekstur antara biasa (netral) sampai agak tidak halus. Penggunaan tepung tapioka 9% dapat memperbaiki tekstur sosis daging babi karena jenis tepung berpati ini memiliki granula yang cukup besar sehingga pada saat proses gelatinisasi pecahnya granula pati tapioka lebih cepat dan hasilnya merata dibandingkan dengan granula pati maizena yang ukuran granula patinya lebih kecil dan proses gelatinisasi lebih lambat. Sidik, (1990) dalam Komansilan, (2005) menyatakan bahwa granula pati yang berukuran lebih kecil tahan terhadap gelatinisasi dibandingkan dengan granula pati yang berukuran besar. 2. Warna Intensitas warna daging merupakan gambar dari jumlah mioglobin yang terdapat pada jaringan dagingmentah bewbas lemak dengan faktor yang mempengaruhi yaitu pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress, ph dan oksigen (Naruki, 1991). Hasil pengamatan rataan uji organoleptik untuk kriteria warna berkisar antara 2,77 sampai 4,17. Menurut skala Hedonik kisaran nilai tersebut menunjukkan warna menarik sampai biasa (netral). Warna sosis daging babi yang dihasilkan pada penelitian ini adalah warna cokelat abu-abu. Karbohidrat akan menjadi gula pereduksi saat terjadi pemanasan dan jika gula pereduksi kontak langsung dengan protein daging akan mempercepat reaksi pencokelatan. Menurut Winarno dkk., (1982) bahwa perubahan warna merupakan reaksi non enzimatis yaitu antara protein daging dengan gula pereduksi dan juga dipengaruhi oleh proses pemasakan yang meliputi lama dan suhu pemasakan. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan memberikan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) terhadap warna sosis daging babi yang dihasilkan. Dengan uji BNJ ternyata perlakuan T 3 (tepung tapioka 9%) memberikan nilai terkecil dengan tingkat warna antara 108
menarik sampai agak menarik, sedangkan perlakuan T 7 (tepung sagu 3%) memberikan nilai terbesar dengan tingkat warna antara biasa (netral) sampai agak tidak menarik. 3. Cita Rasa Cita rasa adalah sensasi yang kompleks, yang melibatkan dua sifat sensorik yaitu bau dan rasa (Lawrie, 1995), sedangkan menurut Naruki (1991) bahwa cita rasa yang merupakan gabungan antara bau dan rasa bergantung pada beberapa faktor seperti cara pemasakan, penambahan garam, bumbu-bumbu dan penyedap juga disebabkan oleh sumber pati yang digunakan mengandung komposisi kimia yang berbeda sehingga menimbulkan cita rasa yang khas. Nilai rataan hasil uji organoleptik untuk cita rasa sosis daging babi hasil penelitian berkisar antara 2,45 sampai 3,66 Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap cita rasa sosis daging babi. Uji BNJ ternyta perlakuan T 3 (tepung tapioka 9%) memberikan nilai terkecil dengan citarasa antara suka sampai agak suka dan perlakuan T 6 (tepung maizena 9%) dengan cita rasa antara agak suka sampai biasa (netral). Penggunaan tepung tapioka 9% dapat memperbaiki cita rasa sosis daging babi karena konsumen lebih menyukai rasa dari tepung tapioka dibandingkan dengan tepung maizena.. Hal ini sesuai dengan pendapat Tranggono dkk., (1990) bahwa jumlah air yang diserap oleh pati semakin besar akan menahan cairan daging dan komponen-komponen cita rasa di dalamnya untuk tidak keluar selama proses pemasakan. KESIMPULAN Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa sosis yang menggunakan jenis filler tepung tapioka pada konsentrasi 9% menghasilkan sosis daging babi yang memperlihatkan sifat fisik dan organoleptik yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.. DAFTAR PUSTAKA Elviera, G. 1988. Pengaruh Pelayuan Daging Sapi Terhadap Mutu Bakso. Skripsi. Fateta IPB. Bogor. Komansilan, S. 2005. Pengaruh Penggunaan Beberapa Jenis Filler Terhadap Sifat Fisik dan Kimia serta Palatabilitas Chicken Nugget. Tesis Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado. 109
Lawrie, R.A. 1995. Meat Science. 5th Edision. Pergamon Press Oxford. London. Naruki, S. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Daging. Bahan Ajar. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta. Rompis, J.E.G. 1998. Pengaruh Kombinasi Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi Terhadap Sifat Fisik, Kimia serta Palatabilitas Sosis Sapi. Tesis Program Pasca Sarjana IPB Bogor. Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging.Cetakan Kedua. Gajah Mada University Press., Inc. Engelwood Cliffs. New Jersey, USA. Tranggono, Sutardi, Haryadi, A. Murdiati, S. Sudarmadji dan K. Rahayu. 1990. Bahan Tambahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta. Winarno, D. Fardiaz dan S. Fardiaz. 1982. Pengantar teknologi Pangan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. 110