BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN

NASKAH SEMINAR INTISARI

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

BAB III LANDASAN TEORI

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

NASKAH SEMINAR. PENGARUH LIMBAH PADAT STYROFOAM DENGAN VARIASI 0%, 2%, 4% dan 6% PADA CAMPURAN AC-WC DI TINJAUH DARI KARAKTERISTIK MARSHALL 1 ABSTRACT

TINJAUAN VOID CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT ROLLER SLAB (APRS) DAN STAMPER

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH PLASTIK POLIPROPILENA SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT PADA CAMPURAN LASTON TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL (105M)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

ANALISIS ITS (INDIRECT TENSILE STRENGTH) CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE) YANG DIPADATKAN DENGAN APRS (ALAT PEMADAT ROLLER SLAB) Naskah Publikasi

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Islam Indonesia, maka dapat diketahui nilai-nilai yang berpengaruh terhadap

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

PENGGUNAAN ASPAL BUTON TIPE RETONA BLEND 55 SEBAGAI BAHAN SUSUN CAMPURAN HRS-B

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

ANITA RAHMAWATI, ST., MSc. (NIDN )

PENGARUH PENAMBAHAN FILLER GRANIT DAN KERAMIK PADA CAMPURAN LASTON AC-WC TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

PENGARUH PERENDAMAN BERKALA PRODUK MINYAK BUMI TERHADAP DURABILITAS CAMPURAN BETON ASPAL

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT DAN AIR HUJAN

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) TAMBAHAN LATEKS TERHADAP SIFAT MARSHALL

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PENGGUNAAN LIMBAH PELEBURAN TIMAH (TIN SLAG) SEBAGAI AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED SHEET- WEARING COURSE UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH STEEL SLAG DALAM CAMPURAN AC-WC SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR No. ½ DAN No. 8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH PENAMBAHAN KARET SOL PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT (204M)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PERENCANAAN PERSENTASE AGREGAT CAMPURAN. Dalam memperoleh gradasi argegat campuran yang sesuai dengan spesifikasi

KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE MENGGUNAKAN PENGIKAT SEMARBUT TIPE II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB III Landasan Teori LANDASAN TEORI. A. Bahan Penyusun Campuran Perkerasan Lapis Aus

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PERBANDINGAN PENGARUH PENAMBAHAN PLASTIK HIGH DENSITY POLYETILENE (HDPE) DALAM LASTON-WC DAN LATASTON-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Agregat Kasar A. Hasil Pengujian Agregat Agregat kasar yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari desa Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pemeriksaan bahan susun campuran benda uji agregat kasar disajikan dalam Tabel 5.1 Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar No 1 p2 3 Jenis Pengujian Berat Jenis Bulk Berat jenis Apparent Berat jenis efektif Spesifikasi Pengujian Satuan Hasil Minimal Maksimal - 2,606 - - - 2,682 2,5 - - 2,629 - - 4 Penyerapan % 1,092-3 5 Pengujian Abrasi % 36,4-40 Pada tabel 5.1 di atas dapat disimpulkan bahwa agregat yang digunakan pada penelitian ini memenuhi persyaratan yang teah ditetapkan pada SNI 1969 ; 2008 dan SNI 2417 : 2008, sehingga dapat disimpulkan bahwa agregat tersebut dapat digunakan dalam pengujian ini sebagai bahan dasar campuran aspal dari penelitian ini. 2. Agregat Halus Agregat halus yang digunakan juga berasal dari desa Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pengujian agregat halus disajikan dalam tabel 5.2 47

48 Table 5.2 Hasil pengujian agregat halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil 1 Berat Jenis Bulk Berat jenis 2 Apparent Berat jenis 3 efektif Spesifikasi Pengujian Minimal Maksimal - 2,429 - - - 2,484 - - - 2,629 - - 4 Penyerapan % 0,916-3 Pada tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa agregat halus yang digunakan pada penelitian ini memenuhi persyaratan yang teah ditetapkan pada SNI 1970 ; 2008, sehingga dapat disimpulkan bahwa agregat tersebut dapat digunakan dalam pengujian ini sebagai bahan dasar campuran aspal dari penelitian ini. B. Hasil Pengujian Aspal Aspal berfungsi sebagai bahan pengikat antara agregat sehingga agregat tidak mudah lepas akibat lalu lintas. Aspal merupakan hasil produksi dari bahan bahan alam sehingga aspal harus diperiksa di laboratorium untuk mengtahui sifat sifat dari aspal. Aspal yang dapat dipergunakan sebagai bahan pengikat dalam campuran harus memenuhi syarat yang telah ditentukan. Hasil pengujian aspal dapat disimpulkan dalam Tabel 5.3. Tabel 5.3 Hasil pengujian aspal keras 60 /70 No Jenis Pengujian Satuan 1 Penetrasi (25º, 5 dt, 100 gr) Hasil rata-rata Spesifikasi Pengujian Min Maks 0,1 mm 61 60 70 2 Titik Lembek ºC 54,5 48 58 3 Titik Nyala ºC 34 232-4 Daktilitas Cm > 100 100-5 Berat Jenis gr/cm 3 1,02 1 -

49 Dilihat dari hasil pengujian aspal pada Tabel 5.3 dapat disimpulkan bahwa pada pengujian penetrasi didapatkan nilai rata rata 61 dmm. Hasil ini memenuhi persyaratan yang ditentukan pada SNI 06-2456-1991 dengan nilai mimimal penetrasi 60 dan nilai maksimal 70. Pada pengujian titik lembek aspal diperoleh nilai rata rata sebesar 54,5 C. Nilai titik lembek pada yang diperoleh telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan pada SNI 2434 : 2011 dengan minilam nilai titik lembek adalah 48 C dan nilai maksimal titik lembek adalah 58 C. Pada pengujian titik nyala aspal diperoleh sebesar 350,4 C, dimana pada persyaratan SNI 2433 : 2011 nilai minimal untuk pengujian titik nyala adalah 232 C sehingga dapat disimpulkan bahwa pengujian titik nyala pada pengujian ini memenuhi persyatana yang telah ditentukan. Pengujian daktilitas bertujuan untuk mengukur fleksibilitas aspal yang digunakan. Nilai minimum untuk pengujian daktilitas yang disyaratkan pada SNI 2432 : 2011 adalah 100 cm. pada pengujian ini didapatkan nilai daktilitas lebih dari 100 cm, sehingga pengujian daktilitas aspal yang digunakan memenuhi persyaratan. Pada pengujian berat jenis aspal diperoleh nilai rata rata sebesar 1,02 gr/cc, sehingga aspal yang digunakan dalam pengujian ini memenuhi persyaratan dalam SNI 2441 : 2011 dengan nilai minimal berat jenis 1 gr/cc. C. Hasil Pengujian Marshall Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Kadar Aspal Optimum adalah pengujian yang dilakukan untuk menentukan kadar aspal pada suatu perancangan perkerasan. Penentuan kadar aspal optimum ini harus dilakukan secara tepat karena pada penentuan kadar aspal optimum ini akan dihasilkan kadar aspal yang telah memenuhi persyaratan dalam pengujian Marshall. Untuk menentukan kadar aspal optimum dalpat menggunakan dengan formula yang terdapat pada 3.1. Penggunaan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan perkerasan jalan mudah runtuh, sedangkan apabila kadar aspal terlalu banyak akan mengakibatkan aspal meleleh keluar (bleeding). Berikut adalah hasil pengujian Marshall untuk menentukan KAO yang terdapat pada Tabel 5.4.

50 Tabel 5.4 Hasil pengujian Marshall No Kriteria Spesifikasi Kadar Aspal 6% 6.50% 7% 7.5% 1 VFWA Min 68% 65,94 71,18 70,51 69,88 2 VITM 4%-6 % 6,83 5,83 6,47 6,97 3 VMA Min 18% 19,99 20,14 21,67 23,05 4 Stability Min 800 Kg 1317,93 1231,2 1244,8 1264,6 5 Flow >3 mm 3.35 3.786 4.8 3.423 6 MQ Min 250 Kg/mm 393,67 331,96 259.335 369.9 Dari hasil tersebut nilai KAO didapat berdasarkan jumlah terbanyak dari masing masing parameter yang memenuhi spesifikasi. Tabel 5.5 menunjukkan hasil masing masing parameter dengan spesifikasinya. Tabel 5.5 Hasil pengujian Marshall untuk menentukan Kadar Aspal Optimum Dari Tabel 5.5 di atas dapat disimpulkan bahwa kadar aspal yang memenuhi spesifikasi adalah 6.5 %. Sehingga kadar aspal optimum yang digunakan sebesar 6.5 % karena pada nilai VMA, VIM, VFWA, Stabilitas (stability), Kelelehan

51 (Flow) dan Marshall Quotient (MQ) yang memiliki nilai yang memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Spesifikasi Umum Bina Marga Edisi 2010 (Revisi 3). D. Hasil Penelitian Aspal Styrofoam Aspal Modifikasi antara aspal dan styrofoam perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium sehingga dapat mengetahui hasil pengujian aspal dan styrofoam sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Pengujian aspal styrofoam sangat penting dilakukan untuk dapat mengetahui perbandingan dari sifat fisik campuran aspal dan styrofoam yang meliputi penetrasi, titik lembek dan berat jenis. Teknik pencampuran untuk aspal styrofoam ini dilakukan dengan memotong Styrofoam menjadi kecil kecil kemudian dicampurkan dengan aspal yang telah dipanaskan kemudian di aduk hingga rata. Pada pencampuran ini suhu aspal mencapai 280 C. hal ini dikarenakan suhu leleh styrofoam lebih tinggi dari aspal. Pencampuran aspal Styrofoam dengan suhu tinggi ini mengakibatkan perubahan komposisi mineral pada aspal. Semakin tinggi suhu akan membuat kandungan resins dan minyak dalam aspal semakin berkurang sehingga kandungan aspal yang tersisa adalah asphaltnes. Sehingga hal ini mengakibatkan aspal memiliki nilai titik lembek yang tinggi, lebih kaku dan keras, Hasil pengujian aspal dan styrofoam ditunjukkan dalam Tabel 5.6. Tabel 5.6 Hasil pengujian aspal styrofoam No Jenis Pengujian Satuan Hasil 1 Penetrasi 0 % 0,1 mm 61 2 Penetrasi 7% 0,1 mm 56 3 Penetrasi 8% 0,1 mm 53.2 4 Penetrasi 9% 0,1 mm 46.5 5 Penetrasi 10% 0,1 mm 41.5 6 Titik Lembek 0% ºC 54.5 7 Titik Lembek 7% ºC 56 8 Titik Lembek 8% ºC 57 9 Titik Lembek 9% ºC 59 10 Titik Lembek 10% ºC 60 11 Berat Jenis 0% gr/cm 3 1.02 12 Berat Jenis 7% gr/cm 3 1.029 13 Berat Jenis 8% gr/cm 3 1.035 14 Berat Jenis 9% gr/cm 3 1.035 15 Berat Jenis 10% gr/cm 3 1.11

TITIK LEMBEK (c) PENETRASI (CM) 52 Berdasarkan hasil Tabel 5.6 hasil pengujian penetrasi dapat ditunjukkan sebagai berikut : 65 60 55 50 45 PENETRASI CAMPURAN Min 40 35 ASPAL + STYROFOAM (%) Gambar 5.1 Hubungan kadar aspal styrofoam dengan penetrasi. Pada grafik pengujian penetrasi di atas menunjukkan hasil campuran aspal dengan penambahan kadar styrofoam sebesar 7%, 8%, 9% dan 10% cenderung mengalami penurunan. Semakin banyak kadar styrofoam yang ditambah maka semakin rendah nilai penetrasi yang didapatkan. Hal ini dikarenakan pencampuran styrofoam akan mempengaruhi tingkat keras lunaknya aspal. Semakin banyak kadar styrofoam yang digunakan maka akan semakin keras. Nilai penetrasi semakin kecil menunjukkan aspal semakin keras. Semakin kerasnya aspal dapat dipengaruhi oleh penguapan dan perubahan sifat kimiawi pada aspal yang lain. 61 59 57 55 53 51 49 TITIK LEMBK Min 47 45 ASPAL + STYROFOAM (%) Gambar 5.2 Hubungan kadar aspal styrofoam dengan titik lembek.

BERAT JENIS 53 Pada Gambar 5.2 dapat dilihat bahwa hasil pengujian titik lembek yang diperoleh dari pengujian menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kadar styrofoam yang digunakan nilai titik lembek semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat dipengaruhi pada tahap pencampuran aspal dan styrofoam dengan suhu yang tinggi hingga proses pengujian titik lembek. Titik lembek aspal harus lebih tinggi daripada suhu permukaan jalan agar tidak terjadi pelelehan aspal dipermukaan jalan. 1.12 1.1 1.08 1.06 1.04 1.02 1 0.98 0.96 0.94 BERAT JENIS Min ASPAL + STYROFOAM (%) Gambar 5.3 Hubungan kadar aspal styrofoam dengan berat jenis. Pada grafik berat jenis diatas dapat disimpukan bahwa pengujian berat jenis yang diperoleh cenderung mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya kadar styrofoam. Hal ini dikarenakan berkurangnya minyak dan resins pada komposisi aspal yang mengakibatkan asphaltenes lebih banyak yang tersisa. E. Hasil dan Pembahasan Pengujian Marshall Aspal Styrofoam 1. Pengaruh Presentase Styrofoam Terhadap Nilai VMA (Voids in the Mineral Aggregat) VMA (Voids in the Mineral Aggregat) adalah rongga diantara agregat dalam campuran aspal agregat yang telah dipadatkan dan dinyatakan dalam presentase dari volume campuran aspal agregat. Nilai VMA yang besar dapat dipengaruhi oleh kadar aspal, bentuk dan gradasi agregat serta cara pemadatan. Nilai VMA dapat berpengaruh terhadap ketahanan dari campuran aspal. Nilai VMA ditentukan dalam spesifikasi umum bidang jalan raya Depetemen

VMA (%) 54 Pekerjaan Umum (2010) sebesar 18%. Nilai hasil pengujian VMA dapat ditunjukkan pada tabel 5.8 dan Gambar 5.4 Tabel 5.7 Nilai VMA untuk masing masing campuran ASPAL STYROFOAM (%) VMA (%) 6,5 % 0 % 20,146 7 % 20,134 8 % 20,766 9 % 22,248 10 % 24,361 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 STYROFOAM (%) VMA MIN Gambar 5.4 Hubungan antara VMA dan variasi kadar Styrofoam. Pada Gambar 5.4 menunjukkan bahwa semakin besar kadar styrofoam yang digunakan maka semakin besar nilai VMA yang didapatkan. Hal ini dikarenakan sifat aspal jika dicampur dengan styrofoam akan cenderung kaku sehingga sulit untuk merektkan butir butir agregat sehingga jarak rongga antar agregat akan semakin besar dan aspal yang menyelimuti agregat semakin tebal. Nilai VMA akan meningkat jika diselimuti aspal yang lebih tebal atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka (Sukirman, 2003). 2. Pengaruh Presentase Styrofoam Terhadap Nilai VITM (Voids in The Mix) VITM (Voids in The Mix) adalah rongga diantara butir butir agregat yang diselimuti oleh aspal dinyatakan dengan presentase terhadap volume

VITM (%) 55 beton aspal padat. Semakin besar nilai VITM maka dapat mengakibatkan campuran kurang kedap air, sehingga dapat meningkatkan proses oksidasi aspal yang dapat mempercepat penuaan aspal dan dapat menurunkan durabilitas campuran, apabila nilai VITM teralu kecil dapat mengakibatkan perkerasan mengalami bleeding jika suhu meningkat (Sukirman, 2003). Tabel 5.8 Nilai VITM untuk masing masing campuran ASPAL STYROFOAM (%) VITM (%) 6,5 % 0 % 5,83 7 % 5,96 8 % 6,84 9 % 8.58 10 % 11,9 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 STYROFOAM (%) VIM MIN MAX Gambar 5.5 Hubungan antara VITM dan variasi kadar styrofoam. Pada Gambar 5.5 menunjukkan bahwa semakin besar kadar styrofoam yang digunakan maka semakin besar nilai VITM yang didapatkan. Hal ini kemungkinan terjadi karena sifat aspal jika di campur dengan styrofoam akan cenderung lebih kaku dan memiliki nilai titik lembek yang lebih tinggi daripada aspal murni sehingga sulit untuk merekatkan butir butir agregat pada suhu pemadatan yang sama pada aspal murni. Nilai VITM sesuai dengan spesifikasi umum bidang jalan raya Depetemen Pekerjaan Umum (2010) pada campuran HRS WC minimum 4% dan nilai maksimum 6%.

VFWA (%) 56 3. Pengaruh Presentase Styrofoam Terhadap Nilai VFWA ( Voids Filled With Aggregat) VFWA adalah bagian dari VMA yang terisi oleh aspal tidak termaksuk aspal yang terserap oleh agregat dengan demikian, aspal yang mengisi VFWA adalah aspal yang berfungsi untuk menyelimuti agregat didalam beton aspal (Sukirman, 2003). Nilai hasil pengujian VFWA dapat ditunjukkan pada tabel 5.10 dan Gambar 5.6 Tabel 5.9 Nilai VFWA untuk masing masing campuran ASPAL STYROFOAM (%) VFWA (%) 6,5 % 0 % 71,18 7 % 70,38 8 % 67,06 9 % 61,42 10 % 51,15 75 70 65 60 55 50 VFA MIN 45 40 STYROFOAM (%) Gambar 5.6 Hubungan antara VFWA dan variasi kadar styrofoam. Pada Gambar 5.6 menunjukkan bahwa semakin besar kadar styrofoam yang digunakan maka semakin rendah nilai VFWA yang didapatkan. Hal ini dikarenakan aspal yang mengisi rongga antar agregat (VMA) sedikit sehingga rongga udara besar mengakibatkan agregat yang diselimuti aspal kecil yang dapat menyebabkan campuran tidak tahan lama. Nilai VFWA sesuai dengan spesifikasi umum bidang jalan raya Depetemen Pekerjaan Umum (2010) pada

STABILITAS (KG) 57 campuran HRS WC adalah > 68. Maka untuk kadar styrofoam 0%- 8% memenuhi persyaratan yang ditetapkan. 4. Pengaruh Presentase Styrofoam Terhadap Nilai Stabilitas (Stability) Nilai stabilitas dapat menunjukan besarnya kemampuan benda uji menahan beban sampai terjadi keruntuhan. Semakin tinggi nilai stabilitas maka semakin besar beban lalu lintas yang ditahan, tetapi nilai stabilitas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan campuran menjadi kaku sehingga mudah mengalami retak retak saat menerima beban lalu lintas. Sebaliknya semakin rendah nilai stabilitas maka akan mudah mengalami kerusakan alur (rutting). Berdasarkan Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2010 (Revisi 3), persyaratan untuk nilai stabilitas yaitu minimal 800 kg. Tabel 5.10 Nilai Stabilitas untuk masing masing campuran ASPAL STYROFOAM (%) STABILITAS (Kg) 6,5 % 0 % 1231,2 7 % 1335,7 8 % 1121,45 9 % 1241,56 10 % 1093,33 1400.00 1300.00 STABILITAS MIN 1200.00 1100.00 1000.00 900.00 800.00 700.00 STYROFOAM (%) Gambar 5.7 Hubungan antara stabilitas dan variasi kadar

FLOW ( MM) 58 Stabilitas dapat dipengaruhi oleh sifat kohesi aspal dan gesekan antar agregat (Sukirman, 2003). Perubahan nilai dalam stabilitas dapat dipengaruhi karena perubahan komposisi yang ada di dalam aspal. Nilai stabilitas tertinggi pada kadar styrofoam 7% sebesar 1335,7 Kg. 5. Pengaruh Presentase Styrofoam Terhadap Nilai Kelelehan (Flow) Kelelehan (flow) adalah besarnya penurunan suatu campuran yang terjadi akibat beban yang dinyatakan dalam satuan mm. Nilai kelelehan dipengaruhi oleh kadar aspal, gradasi aspal, viskositas dan temperatur pemadatan. Nilai kelelehan rendah dan dengan nilai stabilitas yang tinggi cenderung akan menghasilkan campuran yang semakin kaku, sehingga mengakibatkan mudah retak apabila menerima beban lalu lintas yang tinggi. Sebaliknya apabila nilai kelelehan yang tinggi maka akan bersifat plastis yang mengakibatkan perubahan bentuk (deformasi plastis) akibat beban lalu lintas yang tinggi. Tabel 5.11 Nilai Kelelehan untuk masing masing campuran ASPAL STYROFOAM (%) KELELEHAN (mm) 6,5 % 0 % 3,35 7 % 1,967 8 % 1,187 9 % 1.293 10 % 1.125 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 FLOW MIN 0.5 0 STYROFOAM (%) Gambar 5.8 Hubungan antara flow dan variasi kadar styrofoam.

MQ (KG/MM) 59 Sesuai dengan spesifikasi umum bidang jalan raya dan jembatan, Departemen Pekerjaan Umum (2010) nilai kelelehan (flow) memiliki batas minimum sebesar 3 mm. Semakin banyak kadar styrofoam yang digunakan nilai kelelehan yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini dikarenakan susunan mineral pada aspal yang di campur dengan styrofoam berubah dan mengakibatkan sifat aspal memiliki titik lembek yang tinggi dan aspal lebih keras dapat membuat campuran akan menjadi kurang fleksibel. 6. Pengaruh Presentase Styrofoam Terhadap Nilai Marshall Quotient (MQ) Nilai dari Marshall Quotient (MQ) menunjukkan sifat kekakuan suatu campuran. Apabila nilai MQ semakin tinggi menujukkan campuran cenderung kaku dan mudah retak. Sebaliknya apabila nilai MQ yang didapatkan rendah maka campuran akan lebih plastis sehingga mudah mengalami perubahan bentuk saat menerima beban lalu lintas yang tinggi. Marshall Quotient (MQ) adalah rasio dari stabilitas terhadap kelelehan yang digunakan sebagai indicator kekakuan campuran (Sukirman, 2003). Tabel 5.12 Nilai Marshall untuk masing masing campuran ASPAL STYROFOAM (%) MQ (Kg/mm) 6,5 % 0 % 364.18 7 % 739.04 8 % 958,4 9 % 965,59 10 % 981,85 1200 1000 800 600 400 MQ MIN 200 0 STYROFOAM (%) Gambar 5.9 Hubungan antara MQ dan variasi kadar styrofoam.

60 Sesuai dengan spesifikasi umum bidang jalan raya Departemen Pekerjaan Umum 2010 (Revisi 3) maka nilai MQ pada campuran HRS - WC dengan pengujian Marshall adalah sebesar 250 kg/mm. Pada grafik di atas menunjukkan bahwa campuran HRS-WC untuk berbagai variasi penggunaan styrofoam memenuhi syarat yang ditetapkan untuk nilai MQ yaitu lebih dari 250 kg/mm. Nilai MQ cenderung semakin meningkat dengan bertambahnya penggunaan kadar styrofoam. Campuran yang baik adalah campuran yang memiliki nilai MQ di atas rata-rata tetapi tidak terlalu besar. Campuran yang memiliki nilai MQ dibawah rata rata akan menyebabkan perkerasan lentur dan campuran yang memiliki nilai MQ terlalu besar akan menyebabkan perkerasan kaku dan menimbulkan retak. Perbedaan MQ pada benda uji yang,menggunakan aspal murni dengan benda uji yang menggunakan campuran styrofoam adalah sebagai berikut : Tabel 5.13 Perbandingan MQ benda uji dengan aspal murni dan benda uji dengan aspal bercampur styrofoam No Kriteria Spesifikasi Kadar styrofoam terhadap aspal 0% 7% 8% 9% 10% 1 VFWA (%) min 68 71,185 70,389 67,062 61,429 51,153 2 VITM (%) 4-6% 5,83 5,96 6,84 8,58 11,9 3 VMA (%) min 18% 20,146 20,134 20,766 22,248 24,361 4 Stabilitas(kg) Min 800 Kg 1231,2 1335,7 1121,45 1241,56 1093.3 5 Flow (mm) min 3 mm 3.35 1.967 1.1867 1.2933 1.125 6 MQ (kg/mm) min 250 Kg/mm 367,8 748,4 980,8 965.59 981.85 Dilihat dari tabel diatas kadar aspal styrofoam yang baik digunakan adalah kadar 7%, karena semua nilai parameter Marshall memenuhi spesifikasi kecuali nilai flow yang tidak sesuai dengan spesifikasi.

61