BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi, pendidikan dan teknologi di Indonesia adalah kecenderungan seseorang

dokumen-dokumen yang mirip
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak diantara koordinat 110 o o Bujur Timur,

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

KEADAAN UMUM KABUPATEN BANTUL. Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan, 75 desa, dan 933 dusun. Secara

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM. Progo, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta. Secara geografis, Kabupaten

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

BAB IV GAMBARAN UMUM

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 132 TAHUN 2016 T E N T A N G

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

KEADAAN UMUM WILAYAH. Projotamansari singkatan dari Produktif-profesional, ijo royo royo, tertib, aman,

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG BESARAN UANG PERSEDIAAN PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 143 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Pengarusutamaan Gender Berbasis Spasial untuk Pengurangan Risiko Bencana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks dan dalam

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun untuk memperjelas tentang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pemukiman yang sehat. Terwujudnya suatu kondisi lingkungan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. Alokasi Kebutuhan, Pupuk Bersubsidi, Sektor Pertanian.

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DANA DESA KABUPATEN BANTUL TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI BANTUL,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 123 TAHUN 2013 TENTANG PENUNJUKAN BAPAK/IBU ASUH PENANGGULANGAN KEMISKINAN KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL,

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH. dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan

BAMBANGLIPU A. DATA PEMILIH NAMA DAN TANDA TANGAN ANGGOTA KPU KABUPATEN/KOTA

BAB IV GAMBARAN UMUM

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul. Unit pelaksana, satuan polisi pamong praja, kecamatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 229 TAHUN 2011 TENTANG

Gbr.1 Jaringan di Ruang Sekpri Bupati

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

BAB III METODE PENELITIAN

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

Nama SKPD Alamat Status

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan berkelanjutan secara terus menerus.

BAB I PENDAHULUAN. menurut data BPS Kota Padang dalam angka 2016, angka harapan hidup Kota

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penetapan tarif sewa Rusunawa Tamanan Banguntapan. Berdasarkan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk

ASPEK KEPENDUDUKAN III. Tujuan Pembelajaran

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DI KABUPATEN BANTUL

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan. masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 148 TAHUN 2016 TENTANG

Jumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dapat mempercepat pertumbuhan kesempatan kerja, untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. membuka unit usaha syariah yang pada akhirnya melakukan spin off (pemisahan).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan sebagai jenis budidaya. Pasokan ikan di dunia ini sebagian

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 05 TAHUN 2017 TENTANG

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 205 A TAHUN 2011 TENTANG

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN SEMESTER II TAHUN 2016 MENURUT JENIS KELAMIN PER DESA

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

DAFTAR ISI HALAMAN IDENTITAS. LEMBAR PERSETUJUAN.. PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ISSN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan semakin modernnya teknologi yang berkembang di sektor

BAB I PENDAHULUAN. Ruang sebagai wadah dimana manusia, hewan dan tumbuhan bertahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi, pendidikan dan teknologi di Indonesia adalah kecenderungan seseorang untuk menunda usia perkawinan,usia melahirkan dan pembatasan jumlah anak yang lebih sedikit karena pengaruh pekerjaan. Kemajuan dalam bidang kedokteran dan kesehatan akan menurunkan angka kematian dan membuat seseorang sehat sehingga memiliki usia yang panjang yang artinya terjadi peningkatan usia harapan hidup masyarakat Indonesia Tabel 1. Angka Harapan Hidup Penduduk di Indonesia dari Tahun 2006 Sampai Tahun 2015 No Tahun Angka Harapan Hidup (Tahun) 1 2006 69,47 2 2009 69,21 3 2012 69,87 4 2015 72 Sumber: Indeks Pembangunan Manusia 2012, Badan Pusat Statistik. Dari Tabel 1. tentang usia harapan hidup penduduk Indonesia tahun 2006 sampai tahun 2015 diatas, dapat diketahui bahwa usia harapan hidup penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan harapan hidup penduduk Indonesia menunjukkan bahwa semakin banyak penduduk yang berumur panjang. Informasi mengenai umur merupakan salah satu informasi yang paling mendasar. Umur tidak hanya menentukan didalam kelompok mana seseorang dapat digolongkan dan jangka waktu tersisa dalam kelompok tersebut, tetapi yang lebih penting bahwa umur juga ternyata amat 1

membedakan sikap dan perilaku baik menurut demografi maupun sosialekonomi (Haidy Achmad, 1984:4). Selama kurun waktu 6 tahun (tahun 2006-2012), Indonesia berhasil meningkatkan angka harapan hidup sebesar 1,4 tahun, yaitu dari 68,47 tahun menjadi 69,87 tahun dan diharapkan mengalami peningkatan pada tahun 2016 menjadi 74 tahun (BPS DIY, 7-8). Disisi lain peningkatan usia harapan hidup tersebut akan menambah jumlah lanjut usia di Indonesia. Menurut Bondan Sikoki dalam Survey Meter (2013: 4) menyatakan bahwapada tahun 2010, jumlah lansia di Indonesia adalah 18 juta jiwa. Jumlah ini akan mencapai sekitar 30 juta jiwa pada tahun 2025, suatu kenaikan mencapai 66,67% hanya dalam jangka waktu satu setengah dasawarsa. Tahun 2030, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia diperkirakan akan menembus angka sekitar 40 juta jiwa, melampaui jumlah penduduk usia di bawah 15 tahun pada masa yang sama. Jumlah lanjut usia di Indonesia yang terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun mengidentifikasikan bahwa di Indonesia sedang mengalami fenomena grey population (BPS DIY:8). Fenomena grey population adalah kondisi dimana membludaknya penduduk lanjut usia dan rendahnya angka kelahiran. Selain itu, persentase penduduk lanjut usia di Indonesia sejak tahun 2000 sudah lebih dari 7% yaitu sebanyak 7,18%, hal tersebut berarti secara demografi Indonesia memiliki sruktur penduduk tua karena proporsi jumlah penduduk lanjut usia sudah di atas 7% dan 2

proporsi penduduk muda (kelahiran) cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Fenomena grey population juga tampak terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta yang nyaman dan ketersediaan sarana prasarana yang mendukung mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia di Daerah Istimewa Yogyakarta jumlahnya paling tinggi di Indonesia (merdeka.com/uang/jumlah-penduduk-lansia-diyogyakarta-tertinggi-di-indonesia.html). Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, proporsi penduduk lanjut usia di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 12,96% dari total penduduk Indonesia, sehingga mengakibatkan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki proporsi penduduk lanjut usia paling tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain. Keadaan ini tentunya memberikan implikasi pada skala kebijakan yang harus di buat oleh pemerintah agar kebijakan yang dihasilkan dapat mengakomodasi keberadaan penduduk lanjut usia dengan segala karakteristiknya. Berdasarkan kelompok umur, sex ratio penduduk di Indonesia menunjukkan pola semakin menurun seiring dengan meningkatnya kelompok umur. Nilai sex ratio penduduk DIY mulai dari lahir sampai umur 29 tahun berada di atas 100, artinya jumlah penduduk pria pada usia tersebut lebih dominan dari wanita. Mulai usia 30 tahun, jumlah penduduk wanita lebih dominan dari pria yang ditunjukkan oleh nilai sex ratio kurang dari 100 (Statistik DIY, 2013:12). Hasil Sensus Penduduk tahun 3

2010 jumlah penduduk lanjut usia di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 448.223 jiwa dari keseluruhan penduduk. Jumlah lansia wanita sebanyak 249.784 jiwa lebih banyak dari jumlah penduduk lanjut usia pria yang berjumlah 198.439 jiwa. Lanjut usia ditandai dengan menurunnya produktivitas kerja dan pendapatan karena telah memasuki usia pensiun dari pekerjaan terdahulu. Keberadaan penduduk lanjut usia juga sering disinggungkan dengan perhitungan rasio ketergantungan lansia. Rasio ketergantungan lansia (old dependency ratio) di Daerah Istimewa Yogyakarta menurut hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah sebesar 19,92. Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 penduduk produktif menanggung sebanyak 20 orang lanjut usia dan akan terus meningkat sejalan dengan kenaikan angka harapan hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta. Rasio ketergantungan penduduk lanjut usia di daerah perdesaan sebesar 28,87 lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah perkotaan sebesar 15,88 (BPS DIY, 2010: 22). Tingginya angka ketergantungan penduduk lanjut usia di daerah perdesaan disebabkan jumlah penduduk usia produktif di daerah perdesaan lebih kecil dibandingkan dengan di daerah perkotaan. Profil tenaga kerja penduduk lansia Daerah Istimewa Yogyakarta di daerah perdesaaan dan di perkotaan cenderung berbeda. Jumlah penduduk lansia yang masih bekerja di perdesaan lebih tinggi dibanding di perkotaan. Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa persentase 4

penduduk lanjut usia di perdesaan yang bekerja 72,64 persen dari total lanjut usia di perdesaan (202.045 jiwa), jauh lebih tinggi dibandingkan penduduk lanjut usia bekerja di perkotaan 47,71 persen dari total lansia di perkotaan (246.178 jiwa) (BPS DIY: 41). Lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga kerja lanjut usia di DIY paling besar dari sektor pertanian. Tingginya persentase lanjut usia yang bekerja disektor pertanian antara lain terkait dengan tingkat pendidikan penduduk lanjut usia yang pada umumnya masih rendah yaitu 55,51%, penduduk lansia tidak/belum pernah sekolah dan tidak tamat SD (Statistik Penduduk Lansia, 2010: 31-42). Setiap individu pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk bermasyarakat. Lansia sebagai makhluk individu tentu juga melakukan aktivitas sosial, baik dengan keluarga maupun masyarakat. Terdapat perbedaan antara aktivitas sosial lansia di pedesaan dan perkotaan. Boedhi Darmojo (1999:20) menyatakan di daerah perdesaan orang-orang lanjut usia lebih banyak melakukan aktivitas sosial seperti bertamu/kunjung mengunjungi sedangkkan di daerah perkotaan orang-orang lansia lebih banyak yang ikut serta dalam organisasiorganisasi masyarakat Persebaran penduduk lanjut usia di Daerah Istimewa Yogyakarta jauh lebih banyak di daerah perkotaan (246.178 jiwa) dibandingkan dengan di daerah perdesaan (202.045 jiwa) (BPS DIY, 2010: 20). Perbedaan jumlah penduduk lanjut usia yang tinggal diperkotaan dan 5

perdesaan ini salah satunya dilatarbelakangi oleh sarana dan prasana di perkotaan yang lebih memadai. Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari lima kabupaten, setiap wilayah kabupaten memiliki perkembangan dan kemajuan yang berbeda antara wilayah satu dengan lainnya, karakteristik yang dihasilkan setiap wilayah berbeda. Terdapat daerah yang memiliki karakteristik sebagai daerah perkotaan dan daerah yang memiliki karakteristik perdesaan. Menurut Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa pemerintahan, sedangkan perdesaan adalah wilayah yan memiliki kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai pemukiman perdesaan, pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Daerah yang memiliki karakteristik perkotaan (Urban) ditandai dengan tingkat kepadatan atau konsentrasi penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Kepadatan penduduk ini mempunyai pengaruh besar terhadap pola pembangunan perumahan. Di daerah perkotaan pola pembangunan perumahan cenderung ke arah vertical, hal ini dikarenakan ketidakseimbangan antara jumlah penduduk yang tinggi dengan luas tanah permukiman yang ada. Ciri yang paling menonjol dari daerah perkotaan adalah dari segi mata pencaharian penduduk. Daerah perdesaan memiliki kegiatan utama disektor ekonomi primer yaitu 6

dibidang agraris, sedangkan kota merupakan pusat kegiatan sektor ekonomi sekunder yang meliputi bidang industri, dan bidang ekonomi tertier yaitu bidang pelayanan dan jasa. Corak kehidupan sosial di daerah perkotaan lebih kompleks daripada di perdesaan, sehingga terdapat sistem pelapisan sosial (stratifikasi sosial) Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada di bagian selatan dengan luas sekitar 506,85 km 2 (sekitar 15,91% dari luas wilayah D.I Yogyakarta). Kabupaten Bantul dalam penyelenggaraan administrasi pemerintah terbagi menjadi 17 kecamatan, 75 desa dan 933 pedukuhan. Kecamatan Sanden berada di wilayah administrasi Kabupaten Bantul, dalam menjalankan pemerintahannya Kecamatan Sanden memiliki 4 desa yaitu Desa Gadingsari, Gadingharjo, Srigading, dan Murtigading. Dengan luas wilayah seluas 23,16 km 2 yang dihuni oleh 29.939 jiwa, ratarata kepadatan penduduk Kecamatan Sanden adalah 1.293 jiwa/km 2 dan proporsi penduduk lanjut usia di Kecamatan Sanden sebanyak 18,8% (5.764 jiwa). Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2016 proporsi jumlah lanjut usia di Kecamatan Sanden merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Bantul yakni sebesar 18,8%. Kecamatan Sanden pada tahun 2016 memiliki jumlah penduduk sebanyak 30.114 jiwa dengan jumlah lansia sebanyak 5.764 jiwa. Tabel 2. Proporsi Lansia per kecamatan di Kabupaten Bantul 2016 7

No Kecamatan Jumlah penduduk Jumlah Lansia Proporsi Lansia (%) 1 Pleret 45.949 4.839 10,5 2 Pajangan 34.968 4.526 12,9 3 Bambanglipuro 38.071 6.182 16,2 4 Sanden 30.114 5.764 18,8 5 Dlingo 36.342 5.611 15,4 6 Kretek 30.014 5.537 18,4 7 Jetis 54.083 7.083 13 8 Bantul 61.960 7.882 12,7 9 Pundong 32.201 5.132 15,9 10 Sewon 112.245 10.860 9,7 11 Banguntapan 135.420 10.877 8 12 Piyungan 53.282 6.003 11,2 13 Sedayu 46.398 6.308 13,6 14 Imogiri 57.901 8.209 14,2 15 Srandakan 29.022 4.773 16,4 16 Kasihan 121.995 11.152 9,1 17 Pandak 48.768 7.227 14,8 Sumber : Kecamatan dalam Angka 2016 Rasio ketergantungan lansia (old age dependency ratio) Kecamatan Sanden sebesar 22, artinya setiap 100 penduduk produktif (usia15-64 tahun) menanggung sebanyak 22 orang lansia. Pergeseran bentuk keluarga besar menjadi keluarga inti akibat dari mobilitas yang semakin tinggi dan kebutuhan hidup yang tinggi memberikan dampak terhadap lanjut usia yang berstatus sebagai kepala keluarga untuk tetap bekerja. Sektor pertanian menjadi ciri khas dan merupakan sektor andalan bagi masyarakat di daerah perdesaan. Sektor pertanian merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja lansia karena tidak membutuhkan syarat pendidikan formal yang tinggi. Berkembangnya sistem perekonomian dan pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan, hal tersebut memberikan dampak negatif pada menyempitnya 8

lapangan dan kesempatan kerja lansia, tidak terkecuali lansia di Kecamatan Sanden. Menyempitnya lapangan pekerjaan pada sektor pertanian dan tingginya kebutuhan ekonomi mendorong lansia beralih pekerjaan pada sektor non-pertanian untuk tetap bertahan hidup. Penduduk lanjut usia yang masih bekerja banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan penelitian Sri Mandayani (2012:99) aktivitas ekonomi lansia tidak terlepas dari faktor pendorong dan penghambat. Faktor pendorong tersebut meliputi faktor ekonomi, faktor sosial, pendapatan, adanya pemuasan diri, adanya kesempatan kerja dan kemandirian, sedangkan untuk faktor penghambatnya ialah masalah kesehatan. Jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh penduduk lanjut usia tidak lagi beragam, lansia harus memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik (kesehatannya). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, lansia yang berada di Kecamatan Sanden masih banyak yang melakukan aktivitas ekonomi dan sosial. Umumnya lansia yang masih melakukan aktivitas ekonomi (bekerja) memiliki status pendidikan yang rendah dan berstatus sebagai kepala keluarga. Lansia yang memiliki status pendidikan rendah bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup pada saat itu saja tanpa memikirkan hari tua sehingga kebanyakan dari mereka tidak memiliki jaminan/simpanan untuk hari tua mereka. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Nomor 37 Tahun 2010 tentang klasifikasi daerah perkotaan dan perdesaan. BPS 9

mengklasifikasikan daerah (sampai tingkat kelurahan/desa) dengan tipologi perkotaan/urban (kota besar, kota sedang,kota kecil) dan tipologi perdesaan. Di Kecamatan Sanden terdapat 3 desa yang masuk dalam tipologi perkotaan kota kecil yaitu Desa Gadingsari, Desa Srigading dan Desa Murtigading, sedangkan Desa Gadingharjo termasuk dalam tipologi perdesaan/rural. Perbedaan jenis wilayah dilihat dari ketersediaan lahan pertanian, matapencaharian penduduk, kepadatan penduduk, dan tersedianya fasilitas umum yang terdapat di wilayah tersebut. (BPS DIY, 32-33). Perbedaan karakteristik pada wilayah dari tiap desa di Kecamatan Sanden memberikan dampak pada perbedaan variasi aktivitas ekonomi sosial yang dapat dilakukan oleh lansia. Pandangan yang menyatakan bahwa penduduk lanjut usia merupakan sumber daya manusia yang tidak produktif, sulit berbaur dengan lingkungan sekitar dan menggantungkan kehidupan/kebutuhan hidupnya pada penduduk produktif harus diubah, kenyataannya masih banyak lanjut usia yang masih mandiri, produktif melakukan aktivitas baik yang bernilai ekonomi maupun non-ekonomi. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul AKTIVITAS EKONOMI DAN SOSIAL PENDUDUK LANJUT USIA DI KECAMATAN SANDEN KABUPATEN BANTUL 10

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut 1. Rasio ketergantungan penduduk lanjut usia di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah perkotaan. 2. Kecamatan Sanden merupakan kecamatan yang memiliki proporsi lansia paling tinggi di Kabupaten Bantul 3. Pergeseran bentuk keluarga besar menjadi keluarga inti akibat dari mobilitas yang semakin tinggi dan kebutuhan hidup, memberikan dampak terhadap lanjut usia yang berstatus sebagai kepala keluarga untuk tetap bekerja. 4. Berkembangnya sistem perekonomian dan pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian ke lahan nonpertanian di Kecamatan Sanden. 5. Dampak dari alih fungsi lahan pertanian ke lahan non-pertanian menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja lansia, dimana sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja lanjut usia. 6. Jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh penduduk lanjut usia tidak lagi beragam, lansia harus memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik (kesehatannya). 7. Karakteristik lanjut usia yang bekerja sebagian besar memiliki pendidikan yang rendah 11

8. Tingginya kebutuhan hidup menjadi alasan lansia untuk melakukan aktivitas ekonomi 9. Banyak pandangan yang mengatakan bahwa lanjut usia sulit untuk berbaur dengan lingkungan sekitar karena lansia dinilai memiliki kelompok sendiri dan memiliki kelas strata yang lebih tinggi dari kaum muda/dewasa. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan pada: 1. Karakteristik lanjut usia yang bekerja sebagian besar memiliki pendidikan yang rendah dan berstatus sebagai kepala keluarga. 2. Menurunnya kondisi fisik lanjut usia berakibat pada sempitnya jenis aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan. 3. Banyak pandangan yang mengatakan bahwa lanjut usia sulit untuk berbaur dengan lingkugan sekitar karena lansia dinilai memiliki kelompok sendiri dan memiliki kelas strata yang lebih tinggi dari kaum muda/dewasa. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi lansia di Kecamatan Sanden? 12

2. Bagaimana aktivitas ekonomi lansia di Kecamatan Sanden? 3. Bagaimana aktivitas sosial lansia di Kecamatan Sanden? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Karakteristik demografi, sosial, dan ekonomi lansia di Kecamatan Sanden. 2. Aktivitas ekonomi lansia di Kecamatan Sanden. 3. Aktivitas sosial lansia di Kecamatan Sanden. F. Manfaat Penelitian Dari berbagai hal yang telah dikemukakan diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Menambahkan pebendaharaan ilmu pengetahuan, terutama dalam pengembangan ilmu geografi manusia, geografi social, dan geografi penduduk b. Menambahkan wawasan terhadap penelitian kependudukan khususnya mengenai penduduk lanjut usia c. Bahan informasi dan acuan bagi penelitian sejenis dimasa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pendidikan 13

Hasil penelitian ini dijadikan sebagai salah satu sumber pengembangan materi kurikulum 2013 mata pelajaran geografi kelas XI semester II terutama pada sub-bab antroposfer. Standar kompetensi 1 (siswa mampu menganalisis fenomena biosfer dan antroposfer) terutama pada kompetensi dasar 3.4 (siswa mampu menganalisis aspek kependudukan) b. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan memberikan data dasar profil dan aktivitas lansia untuk keperluan penelitian lebih lanjut dan masukan mengenai perlunya perhatian kepada penduduk lansia khususnya di wilayah perdesaan dan memberikan masukan terhadap pembuatan kebijakan-kebijakan tentang kegiatan pemberdayaan kelompok usia lanjut berdasarkan karakteristik, aktivitas dan latar belakang mereka, khususnya kegiatan yang berkenaan dengan program pelayanan dan pengembangan lansia potensial agar tetap produktif khususnya di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul c. Bagi Masyarakat Sebagai dorongan dan memberikan gambaran tentang kondisi lansia sehingga diharapkan terciptanya masyarakat yang lebih peduli terhadap penduduk lansia. 14