Ranty Aditya Anggriamurti Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

Keaktifan Belajar Matematika Siswa SD dengan Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Alat Peraga

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

Lilik Endang Wardiningsih Guru SDN Gajah I Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya peradaban dunia membawa perubahan terhadap budaya,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

JURNAL LOGIKA, Vol XVI, No 1 Maret Tahun 2016 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

2 Namun pembelajaran matematika di sekolah memiliki banyak sekali permasalahan. Majid (2007:226) menyatakan bahwa masalah belajar adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

Pendekatan Inkuiri dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VII

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENURUT PANDANGAN KONSTRUKTIVISME Oleh: Mujiono*

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

I. PENDAHULUAN. manusia. Banyak kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Bidang studi matematika secara garis besar memiliki dua arah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

A.A. Gde. Somatanaya Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Siliwangi ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

Deti Ahmatika Universitas Islam Nusantara, Jl. Soekarno Hatta No. 530, Bandung; Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

Tita Mulyati. Abstrak elajar menuntut peran serta semua pihak. Pengetahuan bukan sesuatu yang diserap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

P 6 Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Koneksi Matematis

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.2, September 2012

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di semua bidang, salah satunya membangun sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Angie (Uno : 2009) menyatakan tanpa disadari

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP ANTARA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN SETTING

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. ini mengakibatkan hasil belajar siswa belum mencapai taraf optimal.

BAB I PENDAHULUAN. perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

DAFTAR PUSTAKA. Darsono, Max. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MEMBANGUN KONSERVASI MATERI PELAJARAN Dudung Priatna*)

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk menuntun siswa agar mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AJAR VOLUME BANGUN RUANG SISI LENGKUNG. Abu Khaer

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA PADA MATERI KUBUS DAN BALOK DI KELAS VIII SMP NEGERI 1 TIBAWA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki peranan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil belajar matematika sampai saat ini masih menjadi suatu permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dwi Widi Andriyana,2013

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

PENINGKATAN PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN SOAL OPEN ENDED MENANTANG SISWA BERPIKIR TINGKAT TINGGI. Endah Ekowati 1 dan Kukuh Guntoro 2.

BAB I PENDAHULUAN. teknologinya. Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu

Desi Rusnita SDN 08 Kepahiang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan ilmu lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

PEMBELAJARAN TRANSFORMASI GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS UNTUK MENINGKATKAN PENALARAN LOGIS SISWA KELAS XII SMA BPI 2 BANDUNG (Suatu Penelitian Deskriptif dengan Pokok Bahasan Transformasi Geometri) Ranty Aditya Anggriamurti Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia Penelitian ini bertitik tolak pada permasalahan: Bagaimana pengaruh pembelajaran transformasi geometri dengan pendekatan konstruktivis terhadap peningkatan penalaran logis siswa kelas XII SMA BPI 2 Bandung? Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui apakah pembelajaran transformasi geometri dengan pendekatan konstruktivis dapat meningkatkan penalaran logis siswa kelas XII SMA BPI 2 Bandung: (2) Untuk mengetahui bagaimanakah respons siswa SMA kelas XII SMA BPI 2 Bandung terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivis. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA-3 SMA BPI 2 Bandung. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan kelas, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran transformasi geometri dengan pendekatan konstruktivis dapat meningkatkan penalaran logis siswa. Beberapa kesimpulan hasil penelitiannya adalah: (1) pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivis dapat meningkatkan penalaran logis siswa; (2) Berdasarkan hasil jurnal pembelajaran dan angket siswa, diketahui bahwa respons siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivis menunjukkan respons yang positif. A. Pendahuluan Matematika, bagi sebagian kecil siswa merupakan mata pelajaran yang paling digemari dan menjadi suatu kesenangan. Namun bagi sebagian besar siswa, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang amat berat dan sulit. Bagi sebagian siswa dari kelompok kedua ini beranggapan untuk 1

mendapatkan nilai cukup mereka harus belajar ekstra keras. Hal ini membuat mereka takut terhadap matematika dan sekaligus malas mempelajarinya. Sampai saat ini, pembelajaran matematika belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Ruseffendi (1991: 156) menyatakan, Terdapat anak-anak yang setelah belajar matematika yang sederhanapun banyak yang tidak dipahami, banyak konsep yang dipahami secara keliru. Dari tahun ke tahun prestasi matematika siswa diberbagai tingkatan sekolah selalu sulit untuk dikatakan meningkat secara signifikan. Menurut Djadjuli (dalam Husnul, 2004) rendahnya kualitas pendidikan matematika, dari tingkat SD sampai dengan SMU, dibuktikan dengan rendahnya hasil yang dicapai dalam evaluasi nasional. Berdasarkan pada hasil penelitian, alasan mengapa prestasi matematika rendah adalah rendahnya penalaran siswa. Rendahnya penalaran siswa dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumarmo (1987) bahwa, baik secara keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitif siswa, skor kemampuan pemahaman dan penalaran matematis sangat rendah. Selain rendahnya penalaran siswa juga dikarenakan kurangnya pemahaman konsepkonsep matematika. Tanpa pemahaman yang baik siswa tidak akan bisa menyelesaikan soal-soal yang merupakan alat untuk melihat prestasi belajar siswa. Menurut Wahyudin (1999: 191), salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika yaitu karena siswa kurang menggunakan nalar yang 2

logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan. Sejalan dengan hal tersebut, Matz (dalam Priatna, 2003: 3) juga menyatakan bahwa kesalahan yang dilakukan siswa sekolah menengah dalam mengerjakan soal-soal matematika dikarenakan kurangnya kemampuan penalaran terhadap kaidah dasar matematika. Pendapat di atas didukung juga oleh hasil penelitian Lovell yang mengungkapkan bahwa jika siswa belum memiliki kemampuan bernalar yang diperlukan, maka pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran akan terlupakan atau kalaupun masih tertinggal, hanya merupakan pengetahuan hapalan (Priatna, 2001: 35). Demikian pula dengan hasil penelitian Sumarmo (1987: 297) terhadap siswa SMA, yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang berarti antara penalaran logik siswa dengan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa. Menyadari pentingnya pemahaman dan penalaran matematik, maka diperlukan pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Namun, jika kita lihat pembelajaran yang berlangsung disebagian besar sekolah selama ini memberikan dampak yang sebaliknya dari yang diharapkan. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran yang masih berpusat pada guru, sedangkan siswa hanya duduk mendengarkan penjelasan guru, mencatat pelajaran tersebut, kemudian mengerjakan soal-soal rutin (Zulkardi, 2000). Menurut Ruseffendi (1991) salah satu faktor yang mempengaruhi belajar siswa adalah penyajian materi, apakah penyajian materi tersebut membuat siswa 3

tertarik, termotivasi, dan timbul perasaan pada diri siswa untuk menyenangi materi tersebut. Atau justru membuat siswa jenuh terhadap materi. Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam pendidikan baik itu pendidikan secara umum maupun untuk pendidikan matematika. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi langsung kepada benda-benda kongkret atau model artifisial. Seorang guru perlu memperhatikan konsepsi awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan mungkin salah. Salah satu cara adalah dengan merancang pembelajaran yang dapat membentuk siswa membangun sendiri pengetahuannya, sedangkan peran pendidik adalah sebagai motivator dan fasilitator. Ausubel (dalam Dahar, 1988: 99) mengatakan bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar siswa adalah apa yang telah diketahui siswa atau konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Karena sebenarnya siswa telah memiliki 4

satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitifnya melalui interaksi mereka dengan lingkungan. Sedangkan tugas seorang pengajar adalah membantu siswa agar mampu mengonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi yang kongkret. Dari permasalahan tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran matematika terhadap penalaran logis siswa. Dengan harapan melalui pendekatan konstruktivis ini dapat meningkatkan penalaran logis siswa. B. Pendekatan Konstruktivis, Penalaran, dan Penalaran Logis 1. Pendekatan Konstruktivis Asal kata konstruktivisme adalah to construct yang artimya membangun atau menyusun. Teori Konstruktivisme adalah suatu teori belajar yang menekankan bahwa para siswa sebagai pebelajar tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif membangun pengetahuan secara individual menurut Carin (dalam Iskandar, 2001). Menurut Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997: 18) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi 5

baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133). Dalam hal ini belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudojo, 1998:5). Menurut pandangan konstruktivis (Tresna, 2006: 8-9), pengetahuan matematika dibentuk melalui tiga prinsip dasar berikut ini: 1. Pengetahuan tidak diterima secara pasif. Pengetahuan dibentuk atau ditemukan secara aktif oleh anak. Seperti disarankan Piaget bahwa pengetahuan matematika sebaiknya dikonstruksi oleh anak sendiri, bukan diberikan dalam bentuk jadi. 2. Anak mengkonstruksi pengetahuan matematika baru melalui refleksi terhadap aksi-aksi yang dilakukan baik yang bersifat fisik maupun mental. Mereka melakukan observasi untuk menemukan keterkaitan dan pola, serta membentuk generalisasi dan abstrak meneurut Dienes (dalam Suryadi, 2005: 34). 3. Bruner (dalam Suryadi, 2005: 34) berpandangan bahwa belajar merefleksikan suatu proses sosial yang di dalamnya anak terlibat dalam dialog dan diskusi baik dengan diri mereka sendiri maupun orang lain termasuk guru sehingga mereka berkembang secara intelektual. Prinsip ini pada dasarnya menyarankan bahwa anak sebaiknya tidak hanya terlibat dalam manipulasi material, pencarian pola, penemuan algoritma dan solusi yang berbeda, akan tetapi juga dalam mengkomunikasikan hasil observasi 6

matematika, membicarakan adanya keterkaitan dan menjelaskan prosedur yang mereka gunakan serta memberikan argumentasi atas hasil yang mereka peroleh. Menurut Nickson (dalam Hudojo, 1998) pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun konsepkonsep matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep itu terbangun kembali melalui transformasi informasi untuk menjadi konsep baru. Konstruksi sebagai salah satu paradigma dalam teori belajar telah banyak mempengaruhi pembelajaran matematika, terutama pada pendekatan mengajar yang disampaikan guru. Peran guru bukan pemberi jawaban akhir atas pertanyaan siswa, melainkan mengarahkan mereka untuk membentuk pengetahuan sehingga diperoleh struktur matematika. Sedangkan dalam paradigma tradisional, guru mendominasi pembelajaran dan guru senantiasa menjawab dengan segera terhadap pertanyaan siswa (Shofiah, 2007: 10). 2. Penalaran Penalaran sebagai terjemahan dari istilah reasoning dapat didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan menurut Shurter dan Pierce (dalam Sumarmo, 1987: 31). Kenedi juga mengartikan bahwa penalaran merupakan kemampuan mengidentifikasi atau menambahkan argumentasi logis yang diperlukan siswa untuk menyelesaikan soal (dalam Priatna, 2003: 2). 7

Copi (dalam Jacob, 2000: 1) mengartikan penalaran sebagai bentuk khusus dari berpikir dalam upaya pengambilan konklusi yang digambarkan premis. Sastrosudirjo (dalam Al Jupri, 2004: 16) juga mengemukakan bahwa kemampuan penalaran meliputi: kemampuan untuk menemukan penyelesaian atau pemecahan masalah, kemampuan untuk menarik kesimpulan suatu pernyataan dan melihat hubungan implikasi, serta kemampuan untuk melihat hubungan antar idea-idea. Penalaran diartikan sebagai penarikan kesimpulan dalam sebuah argumen dan cara berpikir yang merupakan penjelasan dalam upaya memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat-sifat atau hukum-hukum tertentu yang diakui kebenarannya, dengan menggunakan langkah-langkah tertentu yang berakhir dengan sebuah kesimpulan (Kusumah, 1986: 1). Menurut Tim Balai Pustaka (dalam Shofiah, 2007) istilah penalaran mengandung tiga pengertian, di antaranya: 1. Cara (hal) menggunakan nalar, pemikir atau cara berpikir logis. 2. Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman. 3. Proses mental dalam mengembangkan atau mengendalikan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. 3. Penalaran Logis Menurut Galotti (dalam Jacob, 1997: 30) bahwa penalaran logis adalah mentransformasikan informasi yang diberikan untuk memperoleh suatu konklusi. 8

Penalaran logis adalah penalaran yang sesuai dengan aturan-aturan logika atau konsisten dengan aturan-aturan logika (Jacob, 2001: 2). Penalaran logis menurut Matlin (dalam Jacob, 1997: 30) terbagi atas: a. Penalaran kondisional berhubungan dengan pernyataan atau proposisi: Jika..., maka..., bagian Jika... disebut anteseden atau implikan atau protasis (antecedent or implicant or protasis), sedangkan bagian maka... disebut konsekuen atau implikeit atau apodosis (consequent or implicate or apodosis) berdasarkan Irving (dalam Jacob, 1997: 31). b. Penalaran silogistik atau silogisme (selanjutnya disebut silogisme saja) memuat dua premis atau pernyataan yang harus kita asumsikan benar, ditambah suatu konklusi (Jacob, 1997: 32). Silogisme meliputi kuantitas, sehingga menggunakan kata-kata: semua, untuk setiap, ada, tak satupun, atau istilah-istilah yang sama lainnya. Dalam penalaran kondisional, pernyataan sering dinyatakan dengan huruf-huruf p dan q, sedangkan dalam silogisme menggunakan simbol-simbol tradisional A, B, dan C (Jacob, 1997: 33). Salah benarnya konklusi suatu silogisme sangat bergantung dari pola inferensi yang digunakan (Jacob, 1997: 35). Penalaran logis ini sangat penting untuk dilatih dan ditingkatkan secara optimal dalam pembelajaran agar siswa dapat membuat keputusan secara tepat dan rasional. Mengingat pentingnya kemampuan penalaran logis dan merupakan kewajiban guru untuk mencari dan menerapkan pendekatan pembelajaran yang 9

baik serta sesuai dengan bagaimana seharusnya siswa belajar (Sulistianti, 2008: 19). C. Penalaran Logis Siswa Menurut Galotti (dalam Jacob, 1997: 30) bahwa penalaran logis adalah mentransformasikan informasi yang diberikan untuk memperoleh suatu konklusi. Penalaran logis siswa diukur melalui tes hasil belajar, setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Jika siswa memperoleh skor hasil belajar 90% A 100% dari skor total, maka siswa memperoleh kualifikasi tingkat penalaran logis siswa Sangat baik; 75% B < 90% dari skor total, maka siswa memperoleh kualifikasi tingkat penalaran logis siswa Baik; 55% C < 75% dari skor total, maka siswa memperoleh kualifikasi tingkat penalaran logis siswa Cukup; 40% D < 55% dari skor total, maka siswa memperoleh kualifikasi tingkat penalaran logis siswa Kurang; dan E < 40% dari skor total, maka siswa memperoleh kualifikasi tingkat penalaran logis siswa Buruk. D. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui apakah pembelajaran transformasi geometri dengan pendekatan konstruktivis dapat meningkatkan penalaran logis siswa kelas XII SMA BPI 2 Bandung. (2) Mengetahui bagaimanakah respons siswa SMA kelas XII SMA BPI 2 Bandung terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivis. 10

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA-3 SMA BPI 2 Bandung. Pemilihan kelas ini berdasarkan hasil dari observasi dan identifikasi masalah bahwa kelas XII IPA-3 mengalami kelemahan dalam hal penalaran logisnya dan siswa mempunyai potensi untuk ditingkatkan penalaran logisnya. Metoda yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tindakan kelas, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah siswa yang mendapatkan model pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivis dapat meningkatkan penalaran logis siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar, angket, dan lembar observasi. Data tes hasil belajar digunakan untuk mengetahui penalaran logis siswa dan ketuntasan belajar siswa; data angket yang diperoleh dipersentasekan dan ditafsirkan; sedangkan lembar observasi digunakan untuk memperoleh gambaran langsung mengenai aktivitas siswa, guru, dan suasana pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualifikasi tingkat penalaran logis siswa Buruk hanya ada pada siklus I; kualifikasi tingkat penalaran logis siswa Kurang terjadi penurunan pada siklus II dan IV, tetapi terjadi kenaikan pada siklus III; kualifikasi tingkat penalaran logis siswa Cukup terjadi penurunan pada siklus II dan IV, tetapi terjadi kenaikan pada siklus IV; kualifikasi tingkat penalaran logis siswa Baik terjadi penurunan pada siklus II, tetapi terjadi kenaikan pada siklus III dan IV; dan kualifikasi tingkat penalaran logis siswa 11

Sangat Baik terjadi penurunan pada siklus III, tetapi terjadi kenaikan pada siklus II dan IV. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketuntasan belajar pada siklus II terjadi kenaikan sebesar 12,9%, pada siklus III terjadi penurunan sebesar 9,68%, dan pada siklus IV terjadi kenaikan sebesar 38,71%. Ketuntasan belajar kelas hampir tercapai, tetapi siklus dihentikan karena subjek penelitian adalah siswa kelas XII IPA-3 yang akan mengikuti Ujian Nasional sehingga waktu yang diberikan untuk meneliti sangat terbatas. Penurunan hasil belajar tersebut disebabkan karena materi yang dipelajari terlalu sulit bagi siswa yaitu Transformasi Kurva. E. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data terhadap hasil tes siklus, jurnal pembelajaran siswa, angket siswa, dan lembar observasi, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembelajaran transformasi geometri dengan pendekatan konstruktivis dapat meningkatkan penalaran logis siswa kelas XII SMA BPI 2 Bandung. 2. Respons siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivis menunjukkan respons yang positif. 12

F. Referensi Andjung, S. (2004). Meningkatkan Pemahaman dan Penalaran Siswa dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi. Jurusan Pendidikan FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan. Aryanti. (2004). Efektivitas Pembelajaran Matematika Menggunakan Media Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SLTP Berdasarkan Paradigma Konstruktivisme (Suatu Penelitian terhadap Siswa SMP 12 Bandung pokok bahasan Relasi, Pemetaan, dan Grafik). Skripsi. Jurusan Pendidikan FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan. Dahar, R. W. (1988). Teori-teori belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi. Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajarn Open-Ended. Disertasi. Tidak Diterbitkan. Bandung: FPMIPA UPI. Drost, J. (2005). Dari KBK sampai MBS. Jakarta: Buku Kompas. Hudojo, H. (2001). Common Textbook Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: JICA. Jacob, C. (2000). Matematika Sebagai Penalaran: Suatu Upaya Meningkatkan Kreativitas Berpikir. Makalah pada Seminar Nasional Jurusan Pendidikan FPMIPA Universitas Negeri Malang. 13

Jacob, C. (2003). Pembelajaran Penalaran Logis (Suatu Upaya Meningkatkan Penguasaan Konsep Matematika). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika: RME. Yogyakarta: Sanata Dharma. Jacob, C. (2007). Logika Informal: Pengembangan Penalaran Logis. Laporan Hasil Penelitian Kompetitif UPI 2007. Bandung: Lembaga Penelitian UPI. Jacob, C. (2007). Logika Informal: Pengembangan Penalaran Logis. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika: Permasalahan Pendidikan Matematika dan Matematika Terkini. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. Karli, H & Yuliariatiningsih, M. S. (2003). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Model-model Pembelajaran. Bandung: Bina Media Informasi. Karso. (1993). Dasar-dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: DEPDIKBUD. Kountur, R. (2004). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM. Mudianingsih, I. (2007). Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. Skripsi. Jurusan Pendidikan FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan. Nasution, S. (2005). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. 14

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung Press: Tidak Diterbitkan. Ratnasari, S. (2005). Implementasi Model Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Deduktif Siswa SMP. Skripsi. Jurusan Pendidikan FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan. Riduwan. (2006). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Rooijakkers, A. (1991). Mengajar dengan Sukses Petunjuk untuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran. Jakarta: Grasindo. Ruseffendi, E. T. (1998). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sagala, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta. Shane, H. G. (2002). Arti Pendidikan Bagi Masa Depan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suparno, P. (1996). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Sudjana, N. (1996). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sukadi. (2006). Guru Powerful Guru Masa Depan. Bandung: Kolbu. 15

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung Press: Tidak Diterbitkan. Sunarto & Hartono, A. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta. Sulistianti, S. (2008). Pembelajaran Logika Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Logis. Skripsi. Jurusan Pendidikan FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan. Tayibnapis, F. Y. (2000). Program Evaluasi. Jakarta: Rineka Cipta. Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI. Tresna, R. S. (2006). Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP melalui strategi Think Talk Write. Skripsi. Jurusan Pendidikan FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan. Uno, H. B. (2006). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika Calon Guru dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi Doktor pada PPS IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan. Yamin, M. (2004). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press. 16