EFEKTIVITAS BRAIN GYM DALAM MENURUNKAN STRES PADA ANAK

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIVITAS BRAIN GYM DALAM MENINGKATKAN KONSENTRASI BELAJAR PADA ANAK

EFEKTIVITAS BRAIN GYM DALAM MENINGKATKAN KECAKAPAN MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN OPERASI HITUNG BILANGAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

EFEKTIVITAS BRAIN GYM DALAM MENINGKATKAN DAYA INGAT JANGKA PENDEK PADA ANAK SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. juga secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa, dan memiliki

EFEKTIVITAS BRAIN GYM DALAM MENINGKATKAN KECAKAPAN MATEMATIKA PADA SISWA SEKOLAH DASAR

OPTIMALISASI PENERAPAN BRAIN GYM UNTUK MEMINIMALKAN PHOBIA SISWA DALAM BELAJAR MATEMATIKA (PTK Pembelajaran di Kelas IV SD Negeri Kaliancar Selogiri)

EFEKTIVITAS BRAIN GYM DALAM MENURUNKAN STRES PADA ANAK

PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D IV FISIOTERAPI TINGKAT AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan

PERBEDAAN PENYESUAIAN DIRI DAN STRES BELAJAR ANTARA SISWA KELAS AKSELERASI DENGAN SISWA KELAS REGULER DI SMU NEGERI 3 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mutu pendidikan yang rendah merupakan problem besar yang melanda dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

pengurangan, perkalian dan pembagian. Pada hakikatnya, pelajaran matematika pada jenjang lanjut dikarenakan ketidaksiapan anak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tuntutan kehidupan (Sunaryo, 2013). Menurut Nasir & Muhith (2011) stres

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB V PEMBAHASAN. A. Hasil Belajar Pretest Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok. Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai rerata pretest pada

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dibawah rata-rata, ketidakmampuan menyesuaikan perilaku, serta

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres,

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

STRES KERJA PADA PERAWAT UNIT GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. bagian penting dalam proses pembangunan suatu Negara. Untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nera Insan Nurfadillah, 2013

Ariesta Marsitho Nugrahawan F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jiwa, kepribadian serta mental yang sehat dan kuat. Selayaknya pula seorang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

PENGARUH BIMBINGAN BELAJAR TERHADAP KECEMASAN SISWA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk stimulasi potensi-potensi anak, sehingga secara nature dan nurture anak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, dikarenakan anak usia sekolah sebagai generasi penerus dan

dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia menjadi sehat dan kuat secara jasmani maupun rohani atau dalam istilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Balai Kesehatan dan Olahraga untuk Lanjut Usia Di Solo. a. Balai. b. Kesehatan. c. Olahraga. d. Lanjut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia dini merupakan anak yang memiliki masa keemasan bagi

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Pendidikan sebagai pengubahan sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aspek yang mendukung siswa untuk mencapai prestasi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. terjadi bila sel telur (ovum) dibuahi dan berkembang sampai menjadi janin (fetus)

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SMA Al-Islam 1 Surakarta merupakan salah satu sekolah menengah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Undang-undang tentang. sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 Ayat (3) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan rakyatnya rendah dan tidak berkualitas. Sebaliknya, suatu negara dan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kesuksesan didalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari media internet ketimbang harus membaca.kecenderungan ini ternyata

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN ADVERSITY DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI DUNIA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. terduga makin mempersulit manusia untuk meramalkan atau. dibutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

EFEKTIVITAS AROMATERAPI DALAM MENURUNKAN KECEMASAN MENGHADAPI KELAHIRAN ANAK PERTAMA. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merasa badan tidak segar meskipun sudah tidur (Puspitosari, 2008).

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KECEMASAN TERHADAP PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA BERPRESTASI DI SMP NEGERI 14 PEKALONGAN. A. Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi di SMP Negeri 14 Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mudzakkir Faozi, 2014

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab V ini berisi simpulan dan saran. Simpulan didasarkan pada hasil

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerja maupun pihak yang menyediakan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

Transkripsi:

1 EFEKTIVITAS BRAIN GYM DALAM MENURUNKAN STRES PADA ANAK Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan Oleh : RANITA WIDYASWATI F 100060073 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak-anak bisa mengalami stres karena kegiatan sehari-harinya. Salah satunya dari sekolah. Banyaknya tugas yang harus dikerjakan setelah pulang sekolah, atau beratnya beban yang diberikan pihak sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar anak. Banyak orangtua yang menuntut agar anak selalu berprestasi di sekolah, sehingga semua les pun wajib diikuti anak yang bisa menambah beban anak menjadi berat. Rasa tertekan jelas menimbulkan dampak negatif pada anak, baik secara fisik maupun psikis (Wibisono, 2009). Banyak pelajar menganggap ruang kelas sebagai penjara, karena proses belajar yang tidak menyenangkan. Duduk berjam-jam mencurahkan perhatian dan pikiran pada mata pelajaran tak ubahnya duduk di atas bara api. Belajar dirasakan sebagai beban dan tidak nyaman. Bahkan, kata Bobbi DePorter (2009), "Pada akhir sekolah dasar, kata belajar dapat membuat banyak siswa tegang dan takut." Yang terjadi ialah anak menghambat pengalaman belajarnya secara terpaksa karena mengalami kebuntuan belajar. Senada dengan pernyataan diatas, Hidayati (2010) memaparkan bahwa suasana belajar yang tidak nyaman dan metode pembelajaran yang kurang efektif (kurang menyentuh aspek emosional/afektifnya) bisa membuat anak sulit mengikuti dan menyesuaikan kemampuannya, sehingga lama-lama anak menjadi malas, jenuh dan stres menghadapi pelajaran di sekolah. 1

2 Memaksakan anak mengikuti kegiatan les atau kursus tertentu yang tidak sesuai dengan keinginannya juga bisa menimbulkan hal yang sama. Sebuah survei yang dilansir oleh sebuah lembaga psikologi di Amerika, APA, mengenai stres pada anak menyatakan bahwa jika anak tidak segera diajarkan cara untuk mengatasi stres, maka kesehatannya akan terancam. Studi tersebut menyatakan bahwa setidaknya 8 dari 10 anak di Amerika mengalami stres dan gejala yang berkaitan dengans stres. Sumber stres anak di sekolah, guru adalah pengganti orangtua bagi anak. Selain itu, tujuan pendidikan sesungguhnya adalah membentuk anak menjadi pribadi yang antara lain cerdas secara intelektual dan emosional. Kenyataannya, guru dan aturan sekolah seringkali menjadi sumber stres anak. Jika anak tidak mencoba belajar menghadapi stres, maka hal tersebut akan bisa berdampak pada kesehatannya, baik psikis maupun psikologis (bataviase.co.id, 2010). Kasus anak stres juga menimpa Lysher (Siswi SD: Selamat Tinggal Sekolah, Selamat Tinggal Hidup; Koran Tempo, 23 Agustus 2001). Siswi kelas empat SD berusia 10 tahun asal Singapura itu, mengakhiri hidupnya dengan terjun bebas dari sebuah apartemen di tingkat lima. Ia ditemukan terkapar tewas dengan mengenakan kaus oblong - celana pendek seragam sekolahnya. Siswi yang tergolong pintar di sekolah itu sangat terpukul ketika mendapat ranking ketiga. Selain itu, sebuah artikel dari voa-islam.com edisi 01 September 2009, memaparkan bahwa berdasarkan penelitian mengenai pemetaan merokok anak di Medan, ditemukan banyak anak sekolah di Medan yang merokok dengan alasan untuk menghilangkan stres. Temuan tersebut berdasarkan hasil penelitan pada

3 Agustus-November 2008 terhadap anak laki-laki dan perempuan berusia 10-18 tahun dengan sampel anak sekolah siswa SD, SMP dan SMA di pusat maupun pinggiran kota sebanyak 12 sekolah dan MI, MTS, dan MA di pusat kota. Alasan anak merokok juga beragam, yaitu sebanyak 32,12 persen anak sekolah di Medan merokok dengan alasan untuk menghilangkan stres. Dalam istilah medis, stres didefinisikan sebagai suatu rangsangan fisik dan psikologi yang menghasilkan reaksi mental dan fisiologi yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Sedangkan secara teknis, stres merupakan pengrusakan keseimbangan tubuh (homeostasis), yang dicetus oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan, baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Anak-anak yang sedang mengalami stres mungkin tidak tahu bahwa mereka sedang berada dalam kondisi stres, sehingga dibutuhkan peran orang tua untuk mengenali tandatanda stres pada anak (Catootjie, 2009). Pendapat Irzal (2010) seorang anak yang stres dapat diidentifikasi dengan memperhatikan tingkah lakunya. Reaksi-reaksi psikosomatik, termasuk problem pencernaan, sakit kepala, kelelahan, gangguan tidur, dan mengompol mungkin merupakan tanda-tanda bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Tanda lainnya seperti sering menangis, senang menyendiri, rewel, tidak mau berangkat ke sekolah atau suatu tempat, membuat kenakalan di sekolah atau di lingkungan tempat bermainnya, penurunan nilai sekolah. Bahkan, penyakit fisik pada anak, misalnya merasa pusing, mual, diare, kelumpuhan akibat depresi, atau penyakit lainnya merupakan dampak dari stres.

4 Respons anak-anak terhadap situasi tertentu dapat berbeda-beda. Ada situasi yang dianggap menegangkan bagi anak yang satu, tapi tidak untuk anak lain. Meski demikian, stres pada anak biasanya disebabkan oleh : situasi baru yang terasa asing atau tak terduga, harapan-harapan yang tidak pasti terpenuhinya, antisipasi terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan (sakit dan sebagainya), ketakutan akan gagal (prestasi belajar ataupun dalam pergaulan), memasuki tahap penting dalam kehidupan (meninggalkan TK masuk SD, dan sebagainya) (Widyarini, 2010). Stres yang terlalu banyak atau terlalu sedikit sama-sama dapat berbahaya. Jika orang tua terlalu melindungi anaknya dari bermacam-macam stres, anak tidak akan pernah belajar bagaimana menghadapi berbagai macam stres secara aman. Sejumlah stres yang dapat diterima akal sesungguhnya akan membantu anak berhasil di sekolah. Macam stres ini memotivasi anak untuk mencapai keberhasilan dan membuat lebih kreatif dan produktif. Agar sekolah berhasil, anak musti belajar memanfaatkan energi positif yang dimunculkan oleh stres. Pada saat yang sama, anak harus belajar mengurangi tingkatan-tingkatan stres yang tidak sehat yang dapat menurunkan prestasi sekolahnya dan keberadaannya. (Stainback, 1999) Untuk menolong anak-anak yang sedang menghadapi stres diperlukan strategi pengendalian yang tepat dari orang dewasa (Catootjie, 2009). Strategi pengendalian ini haruslah didasarkan pada tingkat perkembangan anak karena hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan anak untuk mengerti dan memahami keadaan yang sedang mereka alami. Para pakar anak menyebutkan bahwa ada

5 banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres pada anak salah satunya dengan mengajarkan kepada anak-anak teknik relaksasi (beristirahat). Dengan cara memberikan saran-saran seperti: tarik napas yang dalam, berhitung mundur, tarik dan regangkan otot-ototmu, bermain dengan adonan tanah liat, berdansa atau membayangkan tempat-tempat yang disukai untuk dikunjungi dan menghayal mengunjungi tempat-tempat tersebut. Hal senada juga di ungkap oleh Irzal (2010) bahwa dunia anak pada dasarnya adalah dunia bermain, dunia kecerian dan dunia kebahagiaan. Namun terkadang banyak orang tua sering melupakan hal ini. Anak-anak terlalu dibebani dengan mimpi-mimpi yang luar biasa menyibukan mereka dan menuntut mereka belajar dan belajar. Sehingga waktu mereka untuk bermain hilang ditelan ambisi orang tua. Anak juga membutuhkan suasana dimana mereka bisa bermain sesuka hatinya sebagai refresh terhadap aktivitas belajar. Jika tidak diantisipasi sejak dini anak bisa menjadi stres dan bahkan phobia dengan sekolah. Sikap otoriter orang tua pun bisa menjadi penyebab munculnya stres ketika belajar pada anak. Memahami cara belajar anak adalah kunci pokok untuk menunjang keberhasilan anak. Meminta anak secara terus menerus belajar dengan cara yang tidak sesuai dengan tipe cara belajar anak nantinya akan membuat anak tidak mampu secara maksimal menyerap isi pelajaran, sehingga anak tidak berkembang dengan maksimal. Ada tiga macam cara belajar yaitu visual (belajar dengan cara melihat), audiotorial (belajar dengan cara mendengar), dan kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh). Anak adalah seorang siswa yang aktif. Mereka membutuhkan gerak untuk belajar. Dalam proses belajar, bergerak

6 dengan keterampilan, ketelitian disertai rasa gembira. Beighle (2008) dalam penelitiannya dengan subjek murid-murid kelas tiga, empat dan lima menemukan bahwa 78% anak laki-laki dan 63% perempuan menghabiskan waktu istirahat mereka dalam aktivitas fisik. Di luar sekolah anak perempuan menghabiskan waktunya 20% dan anak laki-laki 25% dari waktu meraka dengan melibatkan aktivitas fisik. Denisson (2008) mengemukakan bahwa pada umumnya, gerakan di dalam kelas terjaga dengan ketat, dan banyak siswa tidak nyaman karena terbelenggu di kursi-kursi. Anak-anak menerima pelajaran yang terutama diberikan secara verbal, dan diminta menyampaikannya kembali dalam suatu bentuk yang tidak tercerna-suatu proses yang diharapkan tercapai melalui penalaran deduktif, tetapi lebih seperti menghafal dan menyampaikannya lagi untuk menyenangkan guru. Sebagai contoh, kegiatan membaca buku merupakan tindakan fisik dan juga merupakan aktivitas mental. Oleh karenanya, akan menyenangkan jika tubuh diikutsertakan, dan akan sangat menekan jika tidak diikutsertakan. Ketika ketrampilan fisik sudah dikuasai, bagian mentalnya akan terurus dengan sendirinya. Educational Kinesiology (Edu-K) adalah studi tentang kaitannya dengan integrasi otak dan penerapan gerakan untuk proses pembelajaran sebagaimana pada keterampilan intelektual dan atletis, komunikasi, hubungan interpersonal dan kreativitas. Payung Edu-K juga mencakup senam otak (Brain Gym), senam penglihatan dan banyak teknik-teknik canggih untuk meningkatkan pembelajaran dan performansi. Brain Gym merupakan program komersial yang populer yang

7 dipasarkan di lebih 80 negara yang telah menerima sejumlah perhatian yang perlu dipertimbangkan di media pers, dengan banyaknya individu yang mengklaim bahwa itu memberikan stimulasi yang sangat dibutuhkan untuk pembelajaran efektif. Sebagian besar asumsi mendasar Brain Gym adalah gagasan mengenai pemolaan ulang neurologis, dan banyak dari kegiatan-kegiatannya didasarkan pada pengembangan teori Doman-Delacato (Hyatt, 2007). Penelitian eksperimental dilakukan oleh Jan Irving, Ph.D. dari Chemekata Community College di Salem, Oregon, mendukung klaim ini. Dalam beberapa desain awal dengan tiga kelompok kontrol terpisah, Dr Irving menggunakan empat kegiatan Brain Gym, dalam suatu rangkaian yang mana Dennisons disebut dengan PACE (Positive, Active, Clear, Energetic) sebagai variabel terisolasi. Ia mengukur efeknya pada kecemasan dengan self report (69,5% pengurangan) dan performa mingguan pada tes keterampilan (18,7% peningkatan) siswa keperawatan tingkat pertama (Rentschler, 2007). Brain Gym adalah serangkaian gerak sederhana yang menyenangkan dan digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan otak. Gerakan Brain Gym dibuat untuk menstimulasi (Dimensi Lateralitas), meringankan (Dimensi Pemfokusan), atau merelaksasi (Dimensi Pemusatan) siswa yang terlibat dalam situasi belajar tertentu. Menurut Paul E. Denisson Ph.D.,(2008) meski sederhana, Brain Gym mampu memudahkan kegiatan belajar dan melakukan penyesuaian terhadap ketegangan, tantangan, dan tuntutan hidup sehari-hari. Pakar penelitian otak inilah yang pertama kali memperkenalkan

8 metode terapi ini di Amerika, 19 tahun silam. Awalnya senam otak dimanfaatkan untuk anak yang mengalami gangguan hiperaktif, kerusakan otak, sulit konsentrasi dan depresi. Namun dalam perkembangannya setiap orang bisa memanfaatkannya untuk beragam kegunaan. Saat ini, di Amerika dan Eropa Brain Gym sedang digemari. Banyak orang yang merasa terbantu melepaskan stres, menjernihkan pikiran, meningkatkan daya ingat, dan sebagainya. Program Brain Gym menekankan keterampilan belajar fisik, kemampuan berbasis tubuh yang menjadi kurang diperhatikan ketika keterampilan mental menjadi bagian utama kurikulum. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah Apakah ada pengaruh antara pemberian Brain Gym dengan penurunan stres pada anak?. Dengan rumusan masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dengan mengadakan penelitian dengan judul Efektivitas Brain Gym Dalam Menurunkan Stres Pada Anak. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat stres pada anak sebelum diberi perlakuan berupa Brain Gym. 2. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat stres pada anak setelah diberi perlakuan pada kelompok eksperimen dan tanpa diberi perlakuan pada kelompok kontrol.

9 3. Untuk mengetahui sejauhmana efektivitas Brain Gym dalam menurunkan stres pada anak. C. Manfaat Penelitian Diharapkan manfaat dari hasil penelitian ini : 1. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan kegiatan belajar mengajar. 2. Bagi Guru, hasil penelitian ini dapat memasukan kegiatan Brain Gym saat kegiatan belajar mengajar 3. Bagi fakultas psikologi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana dan keilmuan dalam bidang psikologi pendidikan. 4. Bagi ilmuwan psikologi, hasil penelitian dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wacana pada dunia pendidikan, tentang upaya menurunkan stres anak saat belajar. 5. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmuwan psikologi khususnya psikologi pendidikan dalam kajian eksperimen, yang nantinya penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti jenis bidang yang sama.