BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

1. Pendeta Karel Burdam 1) Apa makna dan manfaat sasi? Sasi itu merupakan suatu larangan untuk mengambil/memanen sebelum waktunya (buka sasi)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

Hasil dan Pembahasan

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2. Kesimpulan Khusus Adapun kesimpulan secara khusus akan dijabarkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

Oleh: Rivzal Putra Sakti Mahasiswa Program Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap etnik (suku) di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik masing-masing. Karakteristik suku dan budaya tersebut memiliki

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. masih dipertahankan sampai saat ini. Bersama dangan adat yang lain, harta buang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BAB V PENUTUP. maupun negatif kepada umat manusia. Dampak tersebut berakibat kepada perubahanperubahan

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang beranekaragam. Menurut Sujarwa (1998:10-11), kebudayaan adalah seluruh

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Jaya, 2014 Kesenian Janeng Pada Acara Khitanan Di Wonoharjo Kabupaten Pangandaran

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN TRADISI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang diwajibkan untuk

Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

UPAYA PEMELIHARAAN LINGKUNGAN OLEH MASYARAKAT DI KAMPUNG SUKADAYA KABUPATEN SUBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

Transkripsi:

1 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Tradisi sasi merupakan salah satu bentuk upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat yang bertujuan untuk membatasi dan melarang mengambil, memanfaatkan, dan menggunakan suatu barang atau tanaman yang disasi dalam waktu tertentu, yang harus dipatuhi dan ditaati oleh masyarakatnya secara kolektif. Nama lain dari kata sasi adalah kabenet, sumelah, pele, sasiha, dan saksi. Tradisi sasi merupakan tradisi yang masih dipegang teguh masyarakat kampung Sailolof, yang dijadikan alat untuk melindungi harta milik masyarakat setempat. Tradisi sasi tersebut diyakini masyarakat memiliki kekuatan dan kemagisan di luar nalar manusia. Pewarisan tradisi sasi pada masyarakat kampung Sailolof dilakukan dalam bentuk lisan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Tradisi sasi di kampung Sailolof telah dilakukan sejak nenek moyang hidup dan ada di kampung Sailolof dengan sebutan kabenet, pele, atau sumelah. Dalam pelaksanaannya, tradisi sasi sebagai tradisi lisan, dilakukan melalui dua tahapan, yakni ritual pemasangan dan ritual pelepasan tradisi sasi. Kedua tahapan pelaksanaan ritual tradisi sasi dibagi menjadi tiga bagian, yakni persiapan, pelaksanaan, dan penutupan. Komponen tradisi sasi masyarakat adat kampung Sailolof terdiri dari: barang atau tanaman yang disasi, pemilik barang atau tanaman, orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan ritual tradisi sasi, bahan-bahan atau peralatan yang digunakan dalam ritual tradisi sasi, waktu yang digunakan dalam pelaksanaan ritual, peraturan dan sanksi pelanggaran pelaksanaan tradisi sasi, dan pengobatan terhadap pelanggaran tradisi sasi. Barang atau tanaman yang akan disasi di kampung Sailolof pada zaman kerajaan adalah di laut (lobster, mutiara, agar-agar, teripang, dan kerang) dan di

2 darat (kelapa, pinang damar, rotan, atau jenis kayu hutan lainnya). Sedangkan tanaman yang biasa disasi masyarakat sekarang adalah pinang, durian, kelapa, sirih, langsat, dan nangka. Pemilik tanaman yang disasi di kampung Sailolof adalah pelaku ritual yang memiliki tanaman dan orang yang bukan pelaku ritual yang memiliki tanaman. Pelaku ritual yang memiliki tanaman melakukan ritual tradisi sasi terhadap tanamannya sendiri. Sedangkan orang yang tidak memiliki ilmu tradisi sasi dapat menggunakan jasa pelaku ritual untk melakukan pemasangan tradisi sasi terhadap tanamannya dengan memberi imbalan jasa berupa nazar rokok dan hasil panen seikhlasnya. Orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan ritual tradisi sasi, yaitu pelaku ritual, pengguna jasa pelaku ritual, dan masyarakat terlibat. Pelaku ritual adalah orang yang mampu melaksanakan kegiatan ritual tradisi sasi, baik ritual pemasangan, pelepasan, maupun pengobatan secara tradisional berdasarkan tradisi sasi. Pengguna jasa pelaku ritual adalah orang-orang yang menggunakan jasa orang yang memiliki ilmu tradisi sasi (pelaku ritual). Masyarakat terlibat adalah orang-orang yang terlibat membantu pelaksanaan ritual tradisi sasi, baik secara langsung (istri, anak, keluarga, masyarakat lain, pedagang) yang dengan sengaja membantu menyiapkan, mendampingi seluruh kegiatan ritual hingga selesai dan tidak langsung yaitu masyarakat yang turut menjaga dan tidak mengganggu keberadaan tradisi sasi yang dijumpai di kampung Sailolof. Bahan atau peralatan ritual yang digunakan dalam ritual tradisi sasi terdiri dari dua bagian, yakni peralatan umum dan peralatan khusus. Peralatan ritual secara umum adalah peralatan yang digunakan oleh sebagian besar pelaku ritual, yakni sagu muda (bi kalon, bi kabos, kabuso, bikalun, atau kacow), kain putih (genes, sif kapal basbus, atau bus-bus), kain merah (sif kapalo, kasubu, kasube, sif kapal mame, atau meme), bambu tui (guf, kabalim, bulu tui), daun sodori (sodori kaminis cut mame). Peralatan khusus adalah peralatan yang hanya digunakan oleh seorang pelaku ritual sebagai bahan atau peralatan wajib, yakni: batang daun

3 gayyolom kamacu (Bapak Kilup Umpeles), nyana, love, tawako (Abdul Fatar Umpeles), nyana, love, tawako, dan uang koin (Bapak Lukas Maturbongs), goraka dalam bungkusan kasubu (Bapak Abdul Madjid Bucolli), tutgo (Bapak Abdul Hamid Manfanyiri), dan batang daun senol atau tongka setan (Bapak Daim Ulla). Waktu yang digunakan dalam ritual tradisi sasi kampung Sailolof setiap pelaku ritual berbeda-beda. Perbedaan tersebut terjadi karena faktor pewarisan, situasi, dan kondisi. Penggunaan waktu pelaksanaan ritual tradisi sasi di kampung Sailolof dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni: 1) golongan yang melakukan ritual sesuai dengan petunjuk atau yang diajarkan leluhur, yakni pelaksanaan ritual dilakukan bersamaan dengan solat Jum at dan penggunaan waktu ketika matahari mulai terbenam; 2) golongan yang melakukan ritual yang menyesuaikan situasi dan kondisi keadaan dengan cara menggeser sebelum atau sesudah solat Jum at atau di hari selain hari Jum at tetapi dilaksanakan setelah solat Dhuhur; 3) golongan yang menyesuaikan situasi dan kondisi kebutuhan dengan tidak terikat pada waktu dan hari tertentu. Interval waktu atau masa berlakunya pelaksanaan tradisi sasi tergantung pada jenis barang atau tanaman yang disasi, situasi dan kondisi kebutuhan pemilik barang atau tanaman, situasi dan kondisi pelaku ritual, dan situasi dan kondisi harga barang atau buah tanaman di pasaran. Interval waktu tanaman pinang antara satu hingga dua bulan, tanaman kelapa antara satu hingga dua bulan, tanaman durian antara dua hingga tiga bulan, tanaman sirih antara satu hingga dua bulan. Interval waktu dalam pelaksanaan tradisi sasi bermanfaat bagi alam untuk memperbaiki siklus ekosistem lingkungan dan penghuninya, tanaman memiliki kesempatan untuk membentuk buah dan tumbuh alami, memberi kesempatan sumber daya alam untuk berkembang biak dengan sempurna, dan membentuk hubungan manusia dan alam yang harmonis dan saling membutuhkan. Peraturan yang berlaku dalam pelaksanaan tradisi sasi ditaati dan dipatuhi oleh masyarakatnya secara kolektif. Perbuatan yang dianggap melanggar

4 pelaksanaan tradisi sasi adalah mengambil atau mencuri, menggeser, memindahkan, dan merusak bahan atau peralatan tradisi sasi dan tanaman yang disasi. Masyarakat melakukan pelanggaran terhadap pelaksanaan tradisi sasi karena beberapa alasan, yaitu: untuk memenuhi kebutuhan hidup, kemiskinan, kenakalan, tidak mengetahui kalau tanaman tersebut telah disasi, tidak peduli dengan kepemilikan barang atau tanaman milik orang lain, dan ingin mengetahui kekuatan dan kemagisan tradisi sasi yang dimiliki orang lain. Sanksi terhadap pelanggaran pelaksanaan tradisi sasi berlaku untuk semua orang, tanpa pandang bulu, baik yang dilakukan oleh masyarakat biasa, bangsawan, maupun anak keturunan raja. Sanksi yang diberikan kepada masyarakat yang melanggar pelaksanaan tradisi sasi adalah sakit secara tiba-tiba, tertimpa kayu, kerasukan jin, dan dikucilkan oleh masyarakat. Sanksi terhadap tradisi sasi masyarakat atau pele adalah membayar nazar berdasarkan kesepakatan melalui musyawarah adat atau nafa yulo. Pengobatan orang sakit akibat sanksi pelanggaran tradisi sasi dilakukan dengan cara memberi tahu kepada pemilik tanaman dan pelaku ritual apa yang pernah dilakukan terhadap pelaksanaan tradisi sasi. Selanjutnya pelaku ritual memberi air yang sudah dibacakan doa dan mantera kepada orang yang sakit untuk diminum sebagian dan sisanya diusapkan ke seluruh tubuh terutama bagian tubuh yang sakit. Hubungan antarunsur struktur yang saling berkaitan antara yang satu dengan lainnya, yakni: (1) unsur-unsur tradisi sasi secara totalitas memiliki hubungan yang erat dan tak terpisahkan; (2) secara diakronis, tradisi sasi pada masyarakat kampung Sailolof mengalami transformasi; (3) dalam bertransformasi tradisi sasi tidak membentuk otoregulasi; (4) waktu yang digunakan untuk melakukan ritual tradisi sasi adalah: pagi hari, setelah duhur atau setelah dhuhur, dan setelah Ashar menjelang maghrib; (5) tempat yang digunakan dalam pelaksnaan ritual tradisi sasi adalah di rumah pelaku ritual (persiapan pelaksanaan ritual ), perjalanan, dan

5 area pelaksanaan ritual atau lokasi barang atau tanaman yang akan disasi berada; (6) partisipan atau masyarakat terlibat dalam pelaksanaan tradisi sasi bersifat pasif; (7) masyarakat memiliki tanggapan positif dan negatif terhadap pelaksanaan tradisi sasi; (8) tradisi sasi dilakukan dalam dua tahapan, yakni ritual pemasangan dan pelepasan; (9) unsur media yang digunakan dalam pelaksanaan tradisi sasi adalah peralatan bukan ritual dan peralatan ritual; (10) keterampilan pelaksanaan tradisi sasi terlihat pada keterampilan pelaku ritual dalam mendekorasi bangunan sasi; dan (11) pelaksanaan tradisi sasi dapat menciptakan interaksi yang baik, mesra, dan saling membutuhkan antara pelaku ritual, pemilik tanaman, masyarakat terlibat, pedagang, dan masyarakat. Fungsi yang terkandung dalam tradisi sasi kampung Sailolof adalah untuk menciptakan kedamaian dan menciptakan kesejahteraan hidup di masyarakat yang dapat digolongkan dalam empat fungsi, yaitu fungsi estetis, fungsi pragmatik, fungsi etis, dan fungsi historis. Fungsi estetis tradisi sasi kampung Sailolof terlihat pada bangunan tradisi sasi yang dibuat oleh para pelaku ritual. Bentuk bangunan tradisi sasi di kampung Sailolof memiliki beberapa variasi. Walaupun memiliki beberapa variasi, bangunan tradisi sasi tersebut memiliki kekuatan dan kemagisan yang sama. Fungsi pragmatik yang terkandung dalam tradisi sasi terdiri dari: 1) sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan perekonomian masyarakat, yakni pemilik tanaman, pelaku ritual, masyarakat yang membantu, dan pedagang; 2) sebagai alat pengesahan kebudayaan yang sedang berlaku; 3) sebagai alat untuk menciptakan solidaritas masyarakat terhadap masyarakat lain yang membutuhkan bantuan; 4) sebagai alat untuk mengangkat kewibawaan dan superior seseorang; 5) sebagai alat untuk mengungkap dan memecahkan permasalahan sosial di masyarakat; 6) sebagai sumber pengetahuan tentang kehidupan dan kebijaksanaan dalam setiap mengambul keputusan. Fungsi etis yang terkandung dalam tradisi sasi terdiri dari: 1) sebagai alat pendidikan yang mengajarkan tentang cara bersyukur kepada Tuhan, cara

6 menghargai hak milik orang lain, cara menghargai makhluk yang hidup di alam lain, pengetahuan pranata dan adat-istiadat, cara meningkatkan kesejahteraaan keluarga, cara memperlakukan alam sebagai sumber kehidupan, dan cara berbuat baik pada orang lain; dan 2) sebagai alat pemaksa berlakunya norma sosial, pengendalian perilaku sosial dalam kemasyarakatan, dan pengontrol perilaku masyarakatnya. Fungsi historis tradisi sasi berkenaan dengan sejarah dari masa lampau sejak ada dan tumbuhnya tradisi sasi di kampung Sailolof. Tradisi sasi kampung Sailolof memiliki pesan-pesan berbentuk verbal berupa sumber-sumber lisan pelaksanaan ritual dan bentuk bangunan tradisi sasi. Bentuk verbal tersebut berfungsi sebagai dokumen yang dapat dijadikan bahan sejarah masyarakat, sebagai alat untuk membentuk identitas masyarakat, dan sebagai alat pelestari sistem budaya kampung Sailolof. Nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam tradisi sasi pada masyarakat kampung Sailolof meliputi: nilai kekeluargaan, nilai religi, nilai keindahan, nilai ekonomi, nilai politik, nilai gotong royong, dan nilai pendidikan. Nilai kekeluargaan yang terkandung dalam tradisi pada masyarakat kampung Sailolof mencakup kerja sama, kebersamaan, keharmonisan, dan saling berpartisipasi dalam pelaksanaan tradisi sasi untuk menciptakan ketenteraman dan kerukunan dalam keluarga dan masyarakat. Ikatan kekeluargaan dalam tradisi sasi adalah terciptanya hubungan yang harmonis antaranggota masyarakat, setiap kegiatan, dan permasalahan selalu diselesaikan secara kekeluargaan. Nilai-nilai religi dalam tradisi sasi masyarakat kampung Sailolof tercermin dalam doa, puasa, dan perbuatan baik. Berdoa dalam tradisi sasi dilakukan pada setiap mulai kegiatan ritual maupun diakhir kegiatan ritual. Berpuasa dalam tradisi sasi dilakukan ketika persiapan akan melakukan ritual tradisi sasi, yakni sehari sebelum melakukan ritual pemasangan tradisi sasi. Berbuat baik dalam tradisi sasi terdapat pada anjuran untuk tidak mengambil atau mencuri, merusak, dan mengganggu barang atau tanaman milik orang lain, saling menghormati,

7 saling membantu, dan saling memaafkan ketika terjadi kesalahpahaman dengan orang lain. Nilai keindahan dalam tradisi sasi terlihat pada bentuk keindahan perhiasan bangunan sasi dan keindahan kehidupan yang terbangun dalam tradisi sasi. Keindahan bangunan tradisi sasi yang dihiasi dan didekorasi dengan bahan-bahan atau peralatan tradisi sasi. Bangunan tradisi sasi yang terdapat di kampung Sailolof sangat bervariasi dengan dekorasinya yang unik dan magis. Keindahan kehidupan yang terbangun dalam pelaksanaan tradisi sasi adalah terbentuknya masyarakat yang harmonis, saling membantu dan terciptanya solidaritas dalam melakukan ritual tradisi sasi, dan pascaritual dalam mengambil hasil panen tanaman yang telah terlepas dari ikatan tradisi sasi. Nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam tradisi sasi masyarakat kampung Sailolof terlihat pada usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup, dengan cara meningkatkan perekonomian keluarga melalui pelaksanaan tradisi sasi pada barang atau tanaman. Perekonomian keluarga yang baik akan meningkatkan daya beli kebutuhan, sehingga dapat menggerakkan perekonomian masyarakat yang berdampak kepada kesejahteraan hidup bagi anggota masyarakat lainnya. Nilai-nilai politik yang terkandung dalam tradisi sasi masyarakat kampung Sailolof adalah nilai-nilai yang membentuk jiwa kepemimpinan para pelaku ritual. Selain itu, tradisi sasi juga memuat aturan pranata-pranata, norma-norma, larangan, dan sanksi bagi pelanggaran pelaksanaan tradisi sasi. Nilai gotong royong dalam tradisi sasi tercermin dari rasa kepedulian dan kebersamaan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam pelaksanaan ritual, menjaga sasi, pengambilan, mengambil buah tanaman, maupun pemasaran hasil panen. Nilai-nilai gotong royong dalam tradisi sasi tersebut dapat menyatukan, mempererat, dan memperkuat hubungan antaranggota masyarakat kampung Sailolof. Nilai-nilai kegotong-royongan tersebut juga dalam pelaksanaan ritual, menjaga pelaksanaan sasi.

8 Nilai pendidikan dalam pelaksanaan tradisi sasi adalah mengajarkan manusia mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan, memahami tentang hukum, memahami tentang toleransi hidup di masyarakat, memahami tentang berbuat baik kepada sesama, memahami tentang pengelolaan perekonomian dan perdagangan yang dapat menghasilkan sesuai harapan, memahami tentang pengelolaan sumber daya alam, dan memahami tentang pelestarian budaya. Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kebijaksanaan dalam kehidupan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal yang dimiliki oleh tradisi sasi masyarakat kampung Sailolof adalah 1) mampu bertahan terhadap pengaruh budaya luar dalam melestarikan sumber daya alam; 2) memiliki kemampuan mengakomodasi dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman dengan mengubah bentuk, pelaksanaan, dan tujuan; 3) memiliki kemampuan mengintegrasikan unsur-unsur agama ke dalam tradisi sasi dengan mengubah tujuan, doa dan mantera ritual, pelaksanaan ritual, dan waktu yang digunakan dalam ritual; 4) memiliki kemampuan mengendalikan pengelolaan sumber daya alam; dan 5) memiliki kemampuan memberi arah pada perkembangan budaya setempat. Fungsi kearifan lokal yang diemban tradisi sasi dalam kehidupan masyarakat kampung Sailolof adalah: 1) sebagai pelestari sumber daya alam; 2) sebagai alat untuk pengembangan sumber daya manusia; 3) sebagai alat untuk pengembangan tradisi sebagai bagian dari budaya yang mengandung kearifan dalam kehidupan; 4) sebagai petuah dan pantangan bagi masyarakat untuk mengambil barang milik orang lain yang bukan haknya; 5) sebagai integrasi komunal yang mampu menciptakan hubungan kekerabatan dan kekeluargaan untuk hidup bersama; 6) sebagai alat untuk menjaga, melindungi, dan mengembangbiakkan bibit-bibit sumber daya alam yang bermanfaat dalam kehidupan; 7) sebagai alat untuk mendekatkan diri dan berhubungan dengan

9 Tuhan; dan 8) sebagai alat untuk mengatur kehidupan untuk ditaati dan patuhi oleh masyarakatnya secara kolektif. Kearifan yang terkadung dalam pelaksanaan tradisi sasi menciptakan hubungan yang mesra dan harmonis dalam bentuk hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan orang lain, hubungan manusia dengan makhluk lain (gaib), dan hubungan manusia dengan alam lingkungan sekitarnya. Kearifan yang terkandung dalam tradisi sasi selaras dengan pandangan hidup masyarakat Papua yang dikenal dengan sebutan te aro neweak lako (alam adalah aku). Falsafah tersebut mengidentikkan tanah adalah ibu. Tanah adalah sumber kehidupan manusia, karena manusia hidup dan makan dari sumber alam yang dihasilkan dari bumi atau tanah. Sedangkan dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan, masyarakat Papua menggunakan cara nafa yulo atau musyawarah adat yang bertujuan untuk mencapai kemufakatan bersama. Model pelestarian yang dapat dilakukan untuk melestarikan tradisi sasi kampung Sailolof adalah model pelestarian alamiah dan model pelestarian nonalamiah. Model pelestarian alamiah adalah model pelestarian melalui pewarisan suatu tradisi masyarakat yang berlangsung secara turun-temurun berdasarkan peraturan adat leluhur atau nenek moyang. Karakteristik model pelestarian secara alamiah terhadap tradisi suatu masyarakat adalah: 1) diwariskan secara lisan; 2) melalui proses alamiah; 3) berlangsung secara turun-temurun dari genarasi ke generasi berikutnya; 3) secara tradisional; dan 4) berdasarkan peraturan adat leluhur atau nenek moyang. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah meengikutsertakan ahli waris dalam pelaksanaan ritual tradisi sasi sambil memberi bekal ilmu tradisi sasi, ilmu keagamaan sesuai yang dianut, dan ilmu kesehatan dasar. Model pelestarian nonalamiah adalah model pelestarian yang dilakukan melalui pendokumentasian, pelatihan, dan pendidikan bersifat praktis yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kebijakan yang berlaku di masyarakat. Model

10 pelestarian nonalamiah dalam melestarikan tradisi sasi kampung Sailolof dengan cara pendokumentasian, pelatihan, seminar, dan pengajaran melalui sekolah. 6.2 Saran Setelah memahami tradisi sasi kampung Sailolof yang mengandung nilainilai kehidupan dan nilai-nilai kearifan luhur yang dapat dijadikan pedoman hidup bermasyarakat, maka perlu langkah-langkah konkrit yang harus dilakukan oleh berbagai pihak terhadap keberadaan tradisi sasi. Selain itu, tradisi sasi kampung Sailolof masih mengemban fungsi dan peran dalam kehidupan masyarakat, yang perlu diketahui, dipahami, dan diwariskan kepada generasi muda sebagai penerusnya. Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada beberapa pihak yang terkait sebagai berikut. 1) Perlu adanya sikap arif dan bijak dalam menanggapi kesakralan dan kemagisan terhadap tradisi sasi yang masih mengemban fungsi dan perannya di masyarakat terutama dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 2) Kepada para masyarakat adat yang kini sangat memiliki berperan penting dalam mengamankan dan melestarikan tradisi yang bermanfaat dalam kehidupan manusia, terutama tradisi sasi sebagai alat untuk menjaga dan melindungi sumberdaya alam sebagai sumber kehidupan dari kerusakan. 3) Kepada Lembaga Masyarakat Adat (LMA) untuk menggali, meneliti, dan memperkenalkan budaya suku Moi kepada masyarakat umum agar budaya suku Moi diketahui, dipahami, dan dihormati sebagai wujud pelestarian budaya yang arif, yang mungkin pada masa-masa yang akan datang setelah suatu tradisi tersebut tidak mampu lagi mengemban fungsi dan perannya di masyarakat punah dan digantikan budaya tradisi lain yang sama hebatnya fungsi yang diemban. 4) Kepada masyarakat suku Moi, agar dapat menyelamatkan nilai-nilai budaya, nilai-nilai kearifan, ilmu pengetahuan yang dimiliki suku Moi yang

11 terkandung dalam pelaksanaan tradisi sasi yang pernah diajarkan para leluhur. 5) Kepada generasi muda sebagai generasi penerus dan pewaris budaya diharapkan selalu proaktif untuk menggali, meneliti, dan menyelamatkan budayanya sendiri, terutama tradisi sasi, agar tidak punah dan menjadi cerita dongeng. 6) Kepada pemerintah khususnya pemerintah daerah untuk memperhatikan dan melestarikan warisan budaya yang ada sejak dahulu punah, hampir punah, maupun yang masih eksis dan berkembang keberadaannya. Oleh karena itu pemerintah daerah diharapkan membantu sarana dan prasarana, pendanaan, perlindungan, dan motivator pelaksanaan pelestarian budaya sebagai aset warisan budaya. 7) Kepada para guru di lembaga pendidikan, diharapkan dapat memberdayakan bahan pelajaran budaya daerah khususnya bahan pelajaran yang mengandung fungsi, nilai kehidupan, dan kearifan yang luhur sebagai bahan pelajaran alternatif di sekolah. Dengan cara ini diharapkan dapat menanamkan rasa cinta masyarakat terhadap budaya sendiri sejak dini, sehingga budaya daerah yang mengandung nilai-nilai luhur dan nilai-nilai kearifan ilmu pengetahuan tidak punah. 8) Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti selanjutnya dalam bidang budaya maupun folklor, khususnya bagi peneliti yang akan mengkaji lebih lanjut tradisi lisan.