BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu komoditas unggulan di beberapa daerah di Indonesia, meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok tetapi hampir selalu dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masak sehari-hari. Selain sebagai bumbu masak, bawang merah juga bisa dimanfaatkan sebagai obat tradisional antara lain sebagai penurun panas, penurun/pencegah diabetes, penurun kadar gula dan kolesterol darah, mencegah penebalan dan pengerasan pembuluh darah serta mengatasi magh, dikarenakan bawang merah mengandung senyawa allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994). Bawang merah juga merupakan jenis komoditas hortikultura yang mempunyai peluang besar dalam pengembangan agibisnis. Selama beberapa tahun terakhir bawang merah termasuk dalam enam besar komoditas sayuran komersial yang diekspor bersama-sama dengan kubis, bunga kol, cabai, tomat dan kentang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang merah mengandung kalsium, fosfor, zat besi, karbohidrat, vitamin seperti A dan C (Irwan, 2007). Di Indonesia tanaman bawang merah telah lama dibudidayakan oleh petani sebagai usahatani komersial namun demikian permintaan bawang merah yang terus meningkat setiap tahunnya belum dapat diikuti oleh 1
peningkatan produksi. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan teknik budidaya bawang merah antara lain : faktor tanah, pengendalian hama, penyakit dan gulma, pemupukan maupun penanganan pascapanen yang belum maksimal. Produksi bawang merah di Indonesia dari tahun 2010-2014 mengalami kenaikan yang cukup signifikan, walaupun pada tahun 2011 sempat mengalami penurunan. Adapun data produksi bawang merah tahun 2010-2014 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Produksi Bawang Merah di Indonesia dari Tahun 2010-2014 Produksi Bawang Merah 2010 2011 2012 2013 2014 1,048,934 ton 893,124 ton 964,221 ton 1,010,773 ton 1,233,984 ton (BPS dan Ditjend Hortikultura, 2014) Salah satu penyebab rendahnya produksi bawang merah adalah gangguan penyakit layu fusarium disebabkan oleh patogen Fusarium oxysporum yang sulit dikendalikan (Departemen Pertanian, 2003). Penyakit ini sangat ditakuti oleh petani bawang merah karena berpotensi menimbulkan kerugian besar, bahkan tidak jarang penyakit ini menyebabkan gagal panen. Tingkat serangan patogen penyakit layu fusarium bisa menjadi tinggi terutama pada musim hujan dengan kondisi areal pertanaman tergenang air sehingga daerah-daerah berkelembaban tinggi dan beriklim basah sangat cocok untuk perkembangan penyakit ini. Fusarium oxysporum menghasilkan spora untuk berkembangbiak. Jamur ini merupakan patogen tanah yang menyerang akar tanaman dan 2
mengakibatkan rusak dan terhambatnya perkembangan pembuluh angkut sehingga akan mengganggu pengangkutan air dan unsur hara sehingga mengakibatkan kelayuan tanaman. Penyakit ini merupakan salah satu kendala yang bisa menghambat keberhasilan budidaya bawang merah. Menurut laporan petani, besarnya kerugian yang disebabkan oleh serangan Fusarium oxysporum menimbulkan kerusakan dan menurunkan hasil umbi lapis hingga 50% (Wiyatiningsih, 2003). Pengendalian penyakit layu fusarium masih banyak dilakukan oleh petani dengan menggunakan pestisida kimia sintetik. Pestisida ini banyak menimbulkan efek negatif. Salah satu cara pengendalian layu fusarium yang ramah lingkungan adalah dengan pemberian agensia hayati mikoriza. Mikoriza membentuk vesikula dan arbuskular yang besar di dalam sel korteks, sehingga sering disebut dengan CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskular). Penggunaan CMA sebagai agen pengendali patogen tular tanah memerlukan kondisi tanah yang baik. Menurut Kobayashi dan Branch (1989) dalam Hersanti (1997), bahwa kombinasi perlakuan antara jamur CMA dengan arang cangkang kelapa sawit pada tanaman mentimun lebih aktif dalam menekan layu Fusarium oxysporum f.sp. cucumberinum, Rhizoctonian solani, Pythium spp. CMA merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jenis jamur tertentu dengan perakaran tanaman. Jamur ini tidak membentuk selubung yang padat, namun membentuk miselium yang tersusun longgar pada 3
permukaan akar. Adanya simbiosis mutualistik antara CMA dengan perakaran tanaman dapat membantu pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik, terutama pada tanah-tanah marjinal. Hal ini disebabkan CMA efektif dalam meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan mikro (Allsopp dan Stock, 1993), meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen (Wani, 1991), meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan (Davies et al, 1992), dan dapat membantu pertumbuhan tanaman pada daerah yang tercemar logam berat (Munyanziza et al, 1997). Akar tanaman yang terbungkus oleh cendawan mikoriza menyebabkan akar terhindar dari serangan penyakit. Infeksi patogen akar akan terhambat, selainitu CMA akan menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen. CMA juga mampu menghasilkan dan melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen ( Dewi R.I, 2007). Penggunaan CMA pada budidaya bawang merah belum banyak diteliti oleh karena perlu dilakukan penelitian mendalam dan berkesinambungan mengenai pengaruh pemberian mikoriza terhadap serangan penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah. 4
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh pemberian agensia hayati mikoriza terhadap intensitas penyakit layu fusarium, pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. 2. Bagaimana interaksi antara inokulasi fusarium dan dosis mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh pemberian agensia hayati mikoriza terhadap intensitas penyakit layu fusarium, pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. 2. Mengetahui interaksi antara inokulasi fusarium dan dosis mikoriza terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian sebagai bahan informasi tambahan bagi petani bawang merah dalam upaya menekan serangan penyakit layu fusarium melalui pengendalian dengan pemberian mikoriza. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. 5