BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

dokumen-dokumen yang mirip
2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

BAB II KETENTUAN PIDANA YANG MENGATUR TENTANG KELALAIAN BERLALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

IMPLEMENTASI DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK, TANGGAL 12 NOVEMBER 2014, NOMOR: 03/PID

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran N

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. O l e h : MAY A N OV IRA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

BAB III PENJATUHAN SANKSI HUKUM TERHADAP ANAK. A. Asas-Asas dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DIVERSI DAN TINDAK PIDANA ANAK. Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus - kasus anak yang diduga

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Transkripsi:

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur Penanggulangan kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum terjadi dan memperbaiki pelaku yang dinyatakan bersalah dan dihukum di penjara atau lembaga permasyarakatan 28. Anak-anak tersebut belum dapat berfikir secara baik dan kritis terhadap sesuatu yang sudah akan mereka perbuat, tingkah laku atau perbuatannya masih lebih banyak bersifat emosional dari pada rasional. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan akibat yang terjadi. Oleh karena itu tindak pidana anak adalah masalah nasional meliputi lingkup nasional, maka penanggulangan masalah tindak pidana anak ini harus dilakukan secara bersama-sama dari pemerintah sampai masyarakat 29. Adapun upaya penanggulangan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur antara lain : 1. Kebijakan Hukum Pidana (Penal) dalam Penanggulangan Kejahatan yang dilakukan Anak Kebijakan hukum pidana (penal) merupakan pelaksanaan atau penerapan hukum acara pidana berdasarkan undang-undang oleh alat-alat kelengkapan negara, yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan balai 28 Soejono Dirdjosisworo, Ruang Lingkup Kriminologi, Bandung Penerbit Remaja Karya, Bandung, 1984, hal 19-20 29 Samidjo, Ringkasan dan Tanya Jawab Hukum Pidana, Bandung CV.armico,1992, hal 85 48

pemasyarakatan, atau yang lebih dikenal dengan istilah Sistem Peradilan Pidana. Menurut A. Mulder, Strafrechtpolitiek ialah garis kebijakan untuk menentukan 30 : a. seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui b. apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana c. cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan. Upaya penanggulangan tindak pidana menurut Pasal 24 Undangundang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu : a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur dapat juga dilihat dari Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Pasal 82 yaitu : a. pengembalian kepada orang tua/wali; b. penyerahan kepada seseorang; 30 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana:(Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Kencana Prenada Media group, Jakarta, 2008, hal.23 49

c. perawatan di rumah sakit jiwa; d. perawatan di LPKS; e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; f. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau g.perbaikan akibat tindak pidana. 2. Kebijakan Non-Penal dalam Penanggulangan Kejahatan yang dilakukan Anak Kebijakan non-penal dalam penanggulangan kejahatan terhadap anak pelaku tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tampak dengan adanya penerapan Diversi dan Keadilan Restoratif yang dimasukkan dalam proses sistem peradilan pidana anak. Kebijakan tersebut dapat dilihat dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu : a. Proses Penyelesaian Perkara Anak Pelaku Tindak Pidana Melalui Diversi dan Keadilan Restoratif Diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 harus selalu diupayakan pada setiap proses pemeriksaan perkara Anak, atau dengan kata lain proses diversi merupakan bahagian yang tidak terlepas dari sistem peradilan pidana. Diversi terse- 50

but dilaksanakan jika perbuatan yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, dan bukan pengulangan tidak pidana. Tujuan dari dilakukannya Proses Diversi dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ialah a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak Sehingga dalam pelaksanannya, Proses Diversi wajib memperhatikan : a. Kepentingan anak b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak; c. penghindaran stigma negarif; d. penghindaran pembalasan; e. keharmonisan masyarakat; dan f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. 51

Penerapan atau pelaksanaan proses Diversi tidak dapat terhadap semua Anak yang melakukan atau semua jenis tindak pidana yang dilakukan oleh Anak, sehingga dalam Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan : a. kategori tindak pidana Ketentuan ini merupakan indikator bahwa semakin rendah ancaman pidana semakin tinggi prioritas Diversi.Diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana yang serius, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan terorisme, yang diancam pidana di atas 7 (tujuh) tahun. b. umur Anak Umur anak dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menentukan prioritas pemberian Diversi dan semakin muda umur anak, semakin tinggi prioritas Diversi. Hal ini terlihat dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 mengatur bahwa Anak belum berumur 52

12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk : 1. menyerahkan kembali kepada orangtua/wali 2. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaa, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LKPS di instansi lain yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupundaerah, paling lama 6 (enam) bulan 3. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan 4. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. 53

b. Peranan Lembaga Penegak Hukum Negara Republik Indonesia dalam Pelaksanaan Proses Diversi dan Keadilan Restoratif Pelaksanaan proses Diversi dan Keadilan Restoratif tidak terlepas dari keterlibatan beberapa lembaga penegak hukum negara Republik Indonesia. Hal ini disebabkan karena meskipun proses Diversi dan Keadilan Restoratif merupakan kebijakan penanggulangan non-penal, namun memiliki kaitannya yang erat dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana Anak yang merupakan bahagian dari penerapan kebijakan penal. Salah satu yang terlihat jelas adalah bahwa setiap proses pemeriksaan sistem peradilan pidana Anak wajib mengupayakan Diversi. Artinya bahwa kebijakan penal dan non-penal menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dapat dilakukan secara bersamaan, hanya saja lebih mengutamakan upaya nonpenal dengan menerapkan sistem Diversi dengan cara melalui pendekatan Keadilan Restoratif yaitu : a. Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan memiliki peran yang sama dalam pelaksanaan proses diversi. Proses Diversi 54

wajib diupayakan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai/ berkas dilimpahkan ke kejaksaan dan pengadilan, dan upaya Diversi dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)hari. Apabila Diversi berhasil, maka penyidik, penuntut, dan hakim membuat berita acara Diversi disertai dengan kesepakatan Diversi dan diberikan kepada ketua pengadilan untuk dibuat penetapan. b. Balai Pemasyarakatan Balai pemasyarakatan (Bapas) adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan. Balai Pemasyarakatan memiliki peran yang dilaksanakan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dengan melakukan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di luar proses peradilan pidana, serta membuat laporan atas penelitian kemasyarakatan un- 55

tuk kepentingan Diversi, melakukan pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila Diversi tidak dilaksanakan. Balai Pemasyarakatan juga berfungsi untuk mengawasi jalannya proses penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan yang dilakukan oleh Lembaga-Lembaga terkait yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, yaitu Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS), Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS). Berkaitan dengan Diversi dan Keadilan Restoratif, maka Lembaga yang diawasi oleh Balai Pemasyarakatan adalah LPKS, sebab dalam pelaksanaan proses dan kesepakatan Diversi anak dapat diikutsertakan dalam pendidikan atau pelatihan di Lembaga Pendidikan atau LPKS dalam jangka waktu yang ditentukan. Artinya, anak yang dalam masa Diversi ataupun dalam kesepakatan Diversi ditempatkan di 56

Lembaga Pendidikan atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) dengan pengawasan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas). B. Sistem Pemidanaan Dalam UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Secara khusus ketentuan yang mengatur masalah hukum pidana anak, ditetapkan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak. Dibentuknya Undang-undang tetang peradilan anak antara lain karena disadari bahwa walapun kenakalan anak merupakan perbuatan anti sosial karena disadari bahwa walapun kenakalan anak merupakan perbuatan anti sosial yang dapat meresahkan masyarakat, namun hala tersebut diakui sebagai suatu gejala umum yang harus diterima sebagai suatu fakta sosial. Dalam perjalanannya pengaturan masalah hukum pidana anak mengalami perkembangan. Pasa tahun 1997 dikeluarkan Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, dengan segala kelemahan dana kekurangannya. Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, terdapat definisi Anak, Anak Nakal, dan Anak Didik Pemasyarakatan 31. a. Anak Anak 31 Lihat pada Undang-undang No.3 Tahun 1997 Pasal 1 tentang Sistem Peradilan Pidana 57

Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun. tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. b. Anak Nakal Anak Nakal adalah : 1. anak yang melakukan tindak pidana; atau 2. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. c. Anak Didik Pemasyarakatan Anak Didik Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Tim Pengamat Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan adalah Anak Didik Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan, Tim Pengamat Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak memuat bahwa batasan-batasan umur yang bisa dinyatakan sebagai anak yaitu : batas umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke Sidang Anak adalah sekurangkurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 58

Berdasarkan Pasal 22 Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak memuat sanksi pidana, baik pokok maupun tambahan, antara lain : 1. Pidana Pokok a. Pidana Penjara b. Pidana kurungan c. Pidana denda d. Pidana pengawasan 2. Pidana Tambahan a. perampasan barang-barang tertentu dan atau b. pembayaran ganti rugi. Selain itu, berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No 3 Tahun 1997, tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak nakal meliputi : a. Mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja d. Syarat tambahan lainnya. Untuk anak yang melakukan pidana diancam dengan saksi pidana dan tindakan. Mengenai lamanya pidana diatur dalam Pasal 26,27,28, yaitu : 59

a. Untuk penjara, kurungan, denda dikurangi ½ dari ancamaan untuk dewasa; b. Maksimum 10 (Sepuluh) tahun penjara apabila delik diancam pidana mati atau seumur hidup; c. Pidana pengganti denda berupa wajib latihan kerja dengan ketentuan: 1. Paling lama selama 90 hari 2. Lama latihan kerja tidak lebih dari 4 jam sehari; 3. Tidak dilakukan pada malam hari Namun demikian, bagi anak yang belum berumur 12 tahun hanya dapat dikenakan tindakan berupa : a. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja jika melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau seumur hidup (Pasal 26:3 ); b. Salah satu tindakan kerja dari ketiga jenis tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 23, jika melakukan tindak pidana yang tidak diacam pidana mati atau seumur hiduo (Pasal 26 :4) Pasal 30 mengatur tentang pidana pengawasan, lama pidana ini paling singkat selam 3 tahun dan paling lama 2 tahun. Sedangkan dalam hal Pembebasan Bersyarat, Undang-Undang No.3 Tahun 1997 menentukan, apabila : 1. Telah menjalani pidana penjara selama 2/3 dari pidana yang dijatuhkan, sekurang-kurangnya 9 bulan dan berkelakuan baik (Pasal 62 ayat 1) 60

2. Masa percobaan, sama dengan sisa pidana yang harus dijalankannya (Pasal 62 ayat 3) C. Sistem Pemidanaan Dalam UU No.11 Tahun 2012 Tentang Peradilan Pidana Anak Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pengertian anak diperluas lagi, dan cenderung kepada penggunaan anak dalam sistem peradilan, yaitu Anak yang Berhadapan dengan Hukum, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, dan Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana, hal ini juga tidak terlepas dengan adanya Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sehingga mempengaruhi definisi anak dalam Pasal 1 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak : a. Anak yang Berhadapan dengan Hukum Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. b. Anak yang Berkonflik dengan Hukum Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. c. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana 61

Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. d. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri. Berdasarkan Pasal 71 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Pengadilan Anak memuat sanksi pidana, baik pokok maupun tambahan yaitu : 1. Pidana Pokok a. Pidana peringatan; b. Pidana dengan syarat: 1) pembinaan di luar lembaga; 2) pelayanan masyarakat; atau 3) pengawasan. c. Pelatihan kerja; d. Pembinaan dalam lembaga; dan e. Penjara. 2. Pidana Tambahan 62

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat. Selain itu, berdasarkan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang No 11 Tahun 2012, tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak nakal meliputi : a. Pengembalian kepada orang tua/wali b. Penyerahan kepada seseorang c. Perawatan di rumah sakit jiwa d. Perawatan di LPKS e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/ atau pelatihan yang diadakan oleh pemerinyah atau badan swasta; f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan/ atau g. Perbaikan akibat tindak pidana Namun demikian, pada Pasal 21 Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat ketentuan bagi anak yang belum berumur 12 tahun hanya dapat dikenakan tindakan berupa : a. Menyerahkannya kembali kepada orang tua/ Wali;atau b. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di Instansi yang menngani bidan kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, pailng lama 6 bulan. Untuk anak yang melakukan tindak pidana diancam dengan saksi pidana dan tindakan. Mengenai pidana diatur dalam Pasal 82, yaitu : 63

1. Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat. 2. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. 3. Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun. 4. Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. 5. Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir. 6. Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun. Pembebasan Bersyarat, Undang-Undang No.11 Tahun 2012 menentukan, apabila anak yang telah menjalani ½ dari lamanya pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari 3 bulan dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak hal tersebut tertuang dalam Pasal 2 yang berbunyi: Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas: 64

a. pelindungan; b. keadilan; c. nondiskriminasi; d. kepentingan terbaik bagi Anak; e. penghargaan terhadap pendapat Anak; f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; g. pembinaan dan pembimbingan Anak; h. proporsional; i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan penghindaran pembalasan. Asas-asas tersebut dicantumkan dalam Pasal 2 adalah demi terjaminnya hak-hak anak dalam Sistem Peradilan di Indonesia. Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, tidak disebutkan secara rinci tentang lembaga-lembaga apa saja yang terdapat dalam SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak), tetapi lebih cenderung ke arah pemasyarakatan atau lebih tepatnya dialihkan kepada Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Tetapi dalam perkembangannya dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, terdapat lembaga-lembaga antara lain : Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS), dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS). 1. Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), 65

Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya. 2. Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS), Lembaga Penempatan Anak Sementara yang selanjutnya disingkat LPAS adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung. 3. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS). Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak. Dan dalam pemidanaan nya berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 mengenal diversi yang pada undang-undang sebelum tidak mengatur tetang diversi tersebut. Maka dari itu pada Undang-undang ini mengatur tentang bagaimana diversi itu, yaitu : 1. Diversi bertujuan ( Pasal 6 ): a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak b. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan c. Menghindarkan anak dai perampasan kemerdekaan d. Mendorong masyarakat untuk berpastisipasi e. Menanamkan rasa tanggungjawab kepada anak 2. Proses Diversi wajib memperhatikan ( Pasal 8 ayat 3) : a. kepentingan korban; b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak; 66

c. penghindaran stigma negatif; d. penghindaran pembalasan; e. keharmonisan masyarakat; dan f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. 3. Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan (Pasal 9 ayat 1): a. kategori tindak pidana; b. umur Anak; c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. 4. Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk (Pasal 9 ayat 2 ): a. tindak pidana yang berupa pelanggaran; b. tindak pidana ringan; c. tindak pidana tanpa korban; atau d. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. 5. Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk ( Pasal 10 ayat 2): a. pengembalian kerugian dalam hal ada korban; b. rehabilitasi medis dan psikososial; 67

c. penyerahan kembali kepada orang tua/wali; d.keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau e. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan. 6. Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain: a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian; b. penyerahan kembali kepada orang tua/wali; c.keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau d. pelayanan masyarakat. Yang menarik dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah tentang adanya Ketentuan Pidana yang tercantum dalam bab XII Pasal 96 s/d 101 yang mana tidak terdapat dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang berbunyi antara lain : a. Pasal 96 Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). b. Pasal 97 Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). c. Pasal 98 68

Penyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. d. Pasal 99 Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. e. Pasal 100 Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. f. Pasal 101 Pejabat pengadilan yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. 69