PENDUGAAN HERITABILITAS DAN RESPON SELEKSI BERDASARKAN BOBOT SAPIH DOMBA GARUT DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT ESTIMATION OF HERITABILITY VALUE AND RESPONSE OF SELECTION BASED ON WEANING WEIGHT OF GARUT SHEEP AT UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Vica Nurjulaeha Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran e-mail : vica1808@gmail.com ABSTRAK Penelitian mengenai Pendugaan Heritabilitas Dan Respon Seleksi Berdasarkan Bobot Sapih Domba Garut di UPTD BPPTD Margawati Garut dilaksanakan pada bulan Maret 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai heritabilitas (h 2 ) dan respon seleksi bobot sapih domba Garut di UPTD BPPTD Margawati Garut pada berbagai intensitas seleksi. Data yang digunakan adalah bobot sapih dan bobot sapih terkoreksi pada umur 90 hari mulai bulan Januari - Desember 2014 yang dihimpun oleh UPTD BPPTD Margawati Garut. Jumlah data sebanyak 392 ekor, terdiri dari : anak domba Garut jantan sebanyak 214 ekor dan anak domba Garut betina sebanyak 178 ekor yang berasal dari 42 ekor pejantan dan 311 ekor induk. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan analisis ragam saudara tiri sebapak. Efek tetap yang digunakan adalah jenis kelamin dan tipe kelahiran. Hasil analisis data menunjukkan nilai heritabilitas bobot sapih terkoreksi pada umur 90 hari sebesar 0,31 ± 0,0014 termasuk dalam kategori tinggi. Intensitas seleksi yang optimum untuk bobot sapih terkoreksi 90 hari adalah dengan penggunaan 0,47 % (1 ekor pejantan) dan 5,62 % (10 ekor betina). Dugaan nilai respon seleksi bobot sapih tertinggi berdasarkan heritabilitas bobot sapih terkoreksi umur 90 hari menggunakan 1 ekor jantan dan 10 ekor betina dengan intensitas seleksi 2,38 adalah adalah 1,01 kg.. Kata kunci : Heritabilitas, Bobot Sapih,, Intensitas Seleksi, Respon Seleksi, Domba Garut ABSTRACT The research Estimation Of Heritability Value and Response Of Selection Based On Weaning Weight Of Garut Sheep At UPTD BPPTD Margawati Garut was conducted on March, 2015. This research aims to knew estimate heritability (h 2 ) of Garut sheep weaning weight and suppose selection responsevalue weaning weight Garut sheep at UPTD BPPTD Margawati on variousselection intensity. The data were used weaning weigh and corrected weaning weight 90 days started Januari until Desember 2014 of the data collected by UPTD BPPTD Margawati. The amount of data were 392 tail, consisted of Garut lamb male were 214 tail and Garut lamb female were 178 tail, derived from rams 42 tail and ewes 311 tail. The research method used is descriptive statistical methods to the analysis of half sib variance. Fixed effect were used sex and birth type. Result showed that heritability value of corrected weaning weight 90 days was 0.31 ± 0.0014 included in hight category. The optimum of selection intensity for weaning weight 90 days is corrected with the use of 0.47 % Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 1
(1 tail male) and 5.62 % (10 tail females). The highest value of selection response weaning weight by heritability corrected weaning weight 90 days used 1 rams and 10 ewes with selection intensity 2.38 was 1.01 kilogram. Keyword: Heritability, Weaning Weight, Selection Intensity, Respon of Selection, Garut Lamb PENDAHULUAN Perkembangan peternakan domba di Indonesia tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat. Salah satu domba yang dipelihara masyarakat Indonesia adalah domba Garut yang merupakan Sumber Daya Genetik Ternak (SDGT) Jawa Barat. Domba Garut memiliki ciri khas yaitu memiliki kombinasi daun telinga rumpung atau ngadaun hiris dengan ekor ngabuntut bagong atau ngabuntut beurit (BSN Bibit Domba Garut, 2011). Salah satu upaya pelestarian domba Garut yang dapat dilakukan yaitu dengan seleksi. Seleksi diharapkan dapat menghasilkan bibit Domba Garut unggul yang memberikan respon positif terhadap berbagai pengaruh. Seleksi biasa dilakukan pada sifat yang memiliki nilai ekonomis tinggi, salah satunya bobot sapih, karena bobot sapih merupakan sifat yang berkorelasi positif terhadap produktifitas ternak. Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba (UPTD - BPPTD) Margawati Garut didirikan untuk melestarikan kemurnian dari domba Garut. Untuk itu perlu diadakan suatu upaya memperbaiki mutu genetik menjadi lebih baik. Pendugaan nilai heritabilitas dan respon seleksi sangat penting diketahui untuk menggambarkan tingkat ketepatan seleksi. Sehingga penulis akan melakukan pendugaan heritabilitas dan respon seleksi berdasarkan bobot sapih domba Garut di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba (UPTD - BPPTD) Margawati-Garut. OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek yang digunakan adalah sebanyak 392 data domba Garut sapih yang berasal dari 42 pejantan dan 311 induk yang terdapat di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengembangan dan Perbibitan Ternak Domba (UPTD- BPPTDD) Margawati Garut. Data domba yang diambil adalah data yang telah dihimpun oleh UPTD - BPPTD Margawati Garut dari periode Januari sampai Desember 2014, meliputi: jenis kelamin, tipe kelahiran, bobot sapih, identitas induk, identitas pejantan, dan data bobot sapih. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Data yang akan dipergunakan adalah data bobot sapih yang telah dihimpun oleh UPTD-BPPTD Margawati Garut dari periode Januari sampai Desember 2014. Peubah yang diteliti 1.Heritabilitas bobot sapih domba Garut 2. Respon seleksi bobot sapih domba Garut Verifikasi Data Data bobot sapih dikoreksi terhadap jenis kelamin, tipe kelahiran, dan terhadap umur sapih 90 hari. Rumus yang digunakan untuk melakukan penyesuaian adalah sebagai berikut (Hardjosubroto, 1994) : BST= BLN+ (BSN-BLN)/umur x 90 FKJK x FKTL BST : bobot sapih terkoreksi (kg) BLN : bobot lahir nyata (kg) Umur : rerata umur sapih (100 hari) FKJK : faktor koreksi jenis kelamin FKTL : faktor koreksi tipe kelahiran Pendugaan Heritabilitas Analisis yang digunakan dalam pendugaan heritabilitas adalah metode analisi ragam saudara tiri sebapak dengan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2
model statistik menurut Becker (1992) sebagai berikut : Y ij = µ + α i + е ik Y ij : nilai pengamatan pada pengamatan individu ke-k pejantan ke-i µ : mean α i : pengaruh pejantan ke i e ik : simpangan lingkungan dan genetik dari pengukuran di dalam suatu individu. Ragam dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Analisis Ragam untuk Menduga Nilai Heritabilitas dengan Menggunakan Data Saudara Tiri Sumber Keragaman Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Komponen Tengah Harapan Pejantan (S) s-1 JK s KT s σ 2 w + kσ 2 s Anak dalam Pejantan (W) n-s JK w KT w σ 2 w (Sumber : Hardjosubroto, 1994) dengan menghitung nilai k dan gunakan s : jumlah pejantan sebagai pengganti sebagai koefisien σ 2 s. n : jumlah anak k : koefisien komponen ragam ( ) JKs : jumlah kuadrat antar pejantan JKw : jumlah kuadrat antar anak dalam pejantan KTs : kuadrat tengah antar pejantan KTw : kuadrat tengah antar anak dalam pejantan σ 2 w : ragam antar pejantan : ragam antar anak dalam pejantan σ 2 s Pemisahan komponen ragam untuk menduga nilai heritabilitas dilakukan analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model sidik ragam untuk menghitung nilai heritabilitas (h 2 ) dengan menggunakan saudara tiri sebapak. Nilai komponen ragam (Hardjosubroto, 1994) : σ 2 w = KT w σ 2 s KTs KTw = n σ 2 w : ragam antar pejantan σ 2 s : ragam antar anak dalam pejantan KTs : kuadrat tengah antar pejantan KTw : kuadrat tengah antar anak dalam pejantan n : jumlah anak Apabila jumlah anak untuk setiap pejantan tidak sama, maka untuk menghitung komponen kuadrat tengah n 2 i n : jumlah anak dari pejantan ke i : jumlah anak dari seluruh pejantan (Hardjosubroto, 1994). Dari komponen - komponen tersebut, korelasi dalam kelas, yaitu suatu ukuran kemiripan antar saudara tiri dapat ditentukan sebagai berikut (Hardjosubroto, 1994) : 1. Menghitung nilai heritabilitas (Hardjosubroto, 1994) : σ 2 s : komponen ragam antar pejantan σ 2 w : komponen ragam anak dalam pejantan 2 Perkalian t atau σ s dengan 4 diperlukan karena hanya separuh dari plasma nutfah (germ plasm) dalam keturunan berasal dari pejantan dan tiap keturunan hanya menerima satu contoh separuh gen gen pejantannya. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 3
Standar error heritabilitas korelasi saudara tiri sebapak dihitung menggunakan rumus: ( ) ( ) ( ( ) ) ( )( ) 2. Intensitas seleksi σ i : intensitas seleksi s : diferensial seleksi : simpangan baku dari fenotip σ p 3. Respon seleksi (Hardjosubroto, 1994) : σ Keterangan: R : Respon seleksi i : Intensitas seleksi h 2 : Heritabilitas : Simpangan baku HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang dianalisis adalah sebanyak 392 ternak terdiri dari 214 ekor jantan dan 178ekor betina yang berasal dari 42 ekor pejantan dan 311 ekor induk, periode sapih dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2014. Data disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Struktur Data Penelitian Sifat N Rata-rata Standar Koefisien Nilai Nilai Deviasi Variasi Minimum Maksimum --Kg-- --Kg- ---%--- ----Kg---- ----Kg---- BL 392 2,40 0,45 18,75 2,00 4,40 BS 392 12,92 2,07 16,02 9,50 19,50 BST 392 10,68 1,36 12,73 7,30 16,40 Keterangan: BL = Bobot Lahir BS = Bobot Sapih BST = Bobot Sapih Terkoreksi N = Jumlah Individu dalam Populasi Gambaran dari populasi domba Garut digambarkan dengan simpangan baku bersamaan dengan rata-rata populasi ternak. Untuk mengetahui tolak ukur atau perbandingan keragaman suatu sifat efektif atau tidak dilakukan seleksi, perlu menganalisi koefisien variasinya. Populasi ternak yang dianggap efektif untuk dilakukan seleksi apabila nilai koefisien variasi lebih dari 10 % (Mulliadi, 2013). Data bobot sapih domba Garut yang digunakan adalah umur 90 hari. Hasil data bobot sapih domba Garut tersebut merupakan hasil koreksi menjadi 90 hari umur sapih dengan menggunakan faktor koreksi berdasrkan jenis kelamin dan faktor koreksi tipe lahir. Bobot sapih yang telah dikoreksikan dari umur 100 hari menjadi umur 90 hari didapatkan sapih terkoreksi pada umur 90 hari adalah 10,68 kilogram dengan standar deviasi (simpangan baku) 1,36 kilogram. Hasil tersebut lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian Amalia (2014) di tempat yang sama dengan data bersumber dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 diperoleh rata-rata bobot sapih 11,85 kilogram. Koefisien variasi bobot sapih terkoreksi pada umur 90 hari adalah 12,73%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi data di UPTD BPPTD Margawati masih beragam, sehingga apabila dilakukan seleksi masih efektif dan diduga nilai respon seleksi bobot badan domba Garut akan tinggi. Bobot badan domba Garut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tipe kelahiran, paritas, dan musim. Semua faktor tersebut selanjutnya dijadikan sebagai efek tetap dalam analisis parameter genetik. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 4
Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Bobot Sapih Domba Garut UPTD- BPPTD Margawati Hasil dari data yang dianalisis menunjukan bobot sapih jantan lebih besar dibandingkan bobot sapih betina pada domba Garut di UPTD-BPPTD Margawati. Pengaruh Jenis kelamin terhadap bobot sapih domba Garut dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Bobot Sapih Domba Garut Jenis kelamin Jumlah Bobot sapih Ekor X ± SD Jantan 214 11,20 ± 2,26 Betina 178 10,85 ± 1,86 Bobot sapih memiliki hubungan yang erat dengan bobot lahir, keduanya berkorelasi positif sehingga bobot lahir dapat ditekankan dalam program seleksi tidak langsung, yaitu respon seleksi bobot sapih berdasarkan bobot lahir (Prajoga., dkk., 2009) oleh karena itu dalam penelitian ini hanya diduga heritabilitas dan respon seleksi pada bobot sapih. Berdasarkan tabel 4 rataan bobot sapih jantan (11,20 kg) lebih besar dibandingkan bobot dengan bobot sapih betina (10,85 kg). Hal ini sejalan dengan penelitian Ramsey et al.(1994) bahwa bobot lahir akan berkorelasi positif dengan bobot sapih, apabila bobot lahir betina lebih rendah dibanding bobot lahir jantan, maka begitupun dengan bobot sapih. Hal ini terkait dengan kerja hormon testosterone terhadap laju pertumbuhan sel otot dan aktivitas yang lebih tinggi untuk merangsang pertumbuhan tulang (Rehfeldt et al. 2004). Domba jantan juga lebih superior dalam mendapatkan air susu dibanding domba betina (Jonston 1983). Pengaruh Tipe Kelahiran terhadap Bobot Sapih Domba Garut UPTD- BPPTD Margawati Berdasarkan hasil penelitian menunjukan tipe kelahiran tunggal menghasilkan bobot lahir dan bobot sapih lebih besar dibandingkan dengan kelahiran kembar. Pengaruh tipe kelahiran disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Rata-rata Bobot Sapih Domba Garut Jantan Berdasarkan Tipe Kelahiran Tipe Kelahiran n Persentase Rata-rata Standar Deviasi Ekor -----%----- --Kg-- ---Kg--- 1 120 56,07 12,40 2,01 2 81 37,86 9,63 1,33 3 13 6,07 9,12 0,71 Tabel 4 menunjukkan bahwa domba Garut jantan berasal dari 3 tipe kelahiran dengan rata-rata bobot sapih domba Garut jantan pada tipe kelahiran tunggal sebesar 12,40 kilogram,kembar dua sebesar 9,63 kilogram, dan kembar tiga sebesar 9,12 kilogram. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh produksi susu induk untuk anak serta sifat keibuan induk terhadap anak. Pengamatan rata-rata bobot badan domba Garut tidak hanya dilakukan untuk ternak jantan saja tetapi juga untuk ternak betina, dan hasilnya sama domba Garut yang memiliki tipe lahir tunggal lebih besar. Rata-rata bobot sapih domba Garut betina berdasarkan tipe kelahiran disajikan dalam tabel 5. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 5
Tabel 5. Rata-rata Bobot Sapih Domba Garut Betina Berdasarkan Tipe Kelahiran Tipe Kelahiran n Persentase Rata-rata Standar Deviasi Ekor -----%----- --Kg-- ---Kg--- 1 96 53,93 11,97 1,60 2 72 40,45 9,57 1,19 3 10 5,62 9,44 0,97 Pengaruh tipe kelahiran dan jenis kelamin terhadap bobot badan domba telah banyak diteliti. Istiqomah, dkk. (2006) Bobot lahir pada kelahiran tunggal (2,37 kg) lebih tinggi dengan kelahiran kembar tiga atau lebih. Hasil ini sejalan dengan pernyataan Rahmat (2000), domba kelahiran tunggal pada umumnya lebih berat dibandingkan dengan domba yang berasal dari kelahiran banyak.robinson, dkk. (1997) menyatakan bahwa tipe kelahiran pada domba Dorset mempengaruhi bobot lahir. Penurunan bobot lahir dibandingkan dengan kehiran tuggal adalah 19% untuk kembar dua, 20% untuk kembar tiga. Gatenby (1986) berpendapat bahwa litter size untuk single pertumbuhannya lebih cepat dari pada litter size untuk twins atau triplets. Hal ini disebabkan pada kelahiran anak tunggal akan lebih banyak mendapatkan air susu dari induknya dibandingkan kelahiran kembar dua dan tiga. Pendugaan Heritabilitas Bobot Sapih Terkoreksi Domba Garut di UPTD- BPPTD Margawati Pendugaan nilai herutabilitas pada bobot sapih yang telah terkoreksi nilai heritabilitas di dapat 0,31 termasuk kategori tinggi (0,1< h 2 <0,3) (Martojo, 1992). Nilai tersebut lebih kecil daripada hasil penelitian yang diperoleh Amalia, 2013 pada tempat yang sama dugaan nilai heritabilitas dengan pola maternal genetic effect pada sapih terkoreksi pada umur 100 hari domba Garut adalah 0,43. Hasil penelitian yang diperoleh Gunawan dan Noor (2006) nilai tersebut lebih rendah dari pada nilai heritabilitas bobot sapih yang diperoleh pada kedua kelompok domba yaitu domba Garut SR dan SB berturut-turut adalah 0,95 ± 0,16 dan 0,57 ± 0,37. Nilai h2 bobot sapih pada ternak domba sebesar (0,10-0,30; 0,10-0,40) (Martojo 1992; Hardjosubroto 1994). Pendugaann nilai heritabilitas penelitian 0,31 termasuk tinggi (Martojo, 1992), yang berarti membuktikan adanya keragaman genetik dan 31% merupakan adanya pengaruh lingkungan bersama dan genetik induk. Hasil penelitian pendugaan nilai heritabilitas menunjukkan bahwa seleksi baik dilakukan berdasarkan bobot sapih karena semakin beragam maka semakin efektif untuk dilakukan seleksi, karena sifat tersebut merupakan gambaran dari kemampuan anak untuk tumbuh dan kemampuan induk untuk menghasilkan susu serta saat terjadinya pertumbuhan cepat sebelum mencapai kedewasaan. Intensitas Seleksi Besarnya intensitas seleksi rata-rata merupakan jumlah intensitas seleksi jantan dan intensitas seleksi betina dibagi dua (Hardjosubroto, 1994). Intensitas seleksi pada berbagai proporsi ternak jantan dan betina yang terseleksi dalam tabel 6. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 6
Proporsi Ternak Betina (Ekor) Proporsi Ternak Betina (Ekor) Tabel 6. Intensitas seleksi pada berbagai proporsi ternak jantan dan betina yang terseleksi Proporsi Ternak Jantan (Ekor) 1 2 3 4 5 6 7 8 10 2.38 2.30 2.24 2.20 2.16 2.13 2.10 2.08 20 2.23 2.15 2.09 2.05 2.01 1.98 1.95 1.93 30 2.13 2.05 1.99 1.95 1.91 1.88 1.85 1.83 40 2.05 1.97 1.91 1.87 1.83 1.80 1.77 1.75 50 1.99 1.91 1.85 1.80 1.77 1.73 1.71 1.68 60 1.93 1.85 1.79 1.75 1.71 1.68 1.65 1.62 70 1.88 1.80 1.74 1.69 1.66 1.62 1.60 1.57 80 1.83 1.75 1.69 1.65 1.61 1.58 1.55 1.52 Tabel 6 menunjukan intensitas seleksi berdasarkan persentase jantan dan betina sehingga dapat diketahui bahwa semakin sedikit ternak yang terseleksi, maka semakin besar nilai intensitas seleksi, dan sebaliknya semakin banyak ternak terseleksi maka semakin kecil intensitas seleksi. Pada umumnya domba jantan akan lebih sedikit dibandingkan dengan domba betina. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan seekor pejantan untuk mengawini banyak induk (Pallawarukka, 1999). Ratio antara jantan dan betina yang digunakan untuk ternak domba adalah 1 : 10. Intensitas seleksi yang tertinggi dapat dilihat pada tabel 1, dengan persentase jantan 1 Ekor dan betina 10 Ekor, dan terendah ada pada 8 pejantan 80 betina. Pendugaan Respon Seleksi Pendugaan nilai respon seleksi dipengaruhi oleh nilai heritabilitas (h 2 ), intensitas seleksi (i) dan simpangan baku phenotip ( ). Respon seleksi yang optimal dapat diperoleh dengan mensimulasi besarnya nilai intensitas seleksi jantan atau betina yang akan digunakan sebagi tetua pada generasi berikutnya (Anang et al., 2003). Dugaan nilai respon seleksi bobot badan domba Garut berdasarkan heritabilitas (h 2 ) bobot sapih terkoreksi pada umur 90 hari sebesar 0,31 dan simpangan baku phenotip ( ) sebesar 1,36 pada berbagai intensitas seleksi yang disajikan dalam tabel 7. Tabel 7. Dugaan Nilai Respon Seleksi Bobot Badan Domba Garut Berdasarkan Heritabilitas Bobot Sapih Terkoreksi Pada Umur 90 Hari Proporsi Ternak Jantan (Ekor) 1 2 3 4 5 6 7 8 10 1.01 0.97 0.95 0.93 0.91 0.90 0.89 0.88 20 0.94 0.91 0.88 0.86 0.85 0.83 0.82 0.81 30 0.90 0.86 0.84 0.82 0.81 0.79 0.78 0.77 40 0.87 0.83 0.81 0.79 0.77 0.76 0.75 0.74 50 0.84 0.80 0.78 0.76 0.74 0.73 0.72 0.71 60 0.81 0.78 0.76 0.74 0.72 0.71 0.70 0.68 70 0.79 0.76 0.73 0.71 0.70 0.68 0.67 0.66 80 0.77 0.74 0.71 0.69 0.68 0.66 0.65 0.64 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 7
Tabel 7 menunjukkan nilai respon seleksi bobot badan domba Garut berdasarkan heritabilitas bobot sapih terkoreksi pada umur 90 hari tertinggi adalah 1,01 kilogram yang dicapai pada jumlah proporsi ternak jantan 1 ekor dan jumlah proporsi ternak betina 10 ekor. Berdasarkan hasil tersebut dapat diduga peningkatan bobot badan domba Garut KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa: 1. Nilai heritabilitas bobot sapih terkoreksi pada umur 90 hari adalah 0,31 termasuk dalam kategori tinggi. 2. Nilai respon seleksi bobot badan domba Garut berdasarkan heritabilitas bobot sapih terkoreksi pada umur 90 hari tertinggi adalah 1,01 kilogram yang dicapai pada jumlah proporsi ternak jantan 1 ekor dan jumlah proporsi ternak betina 10 ekor. Saran Diharapkan dalam pencatatan data ternak di UPTD BPPTD Margawati lebih dilengkapi mengenai umur induk saat melahirkan supaya dapat diketahui anak yang dilahirkan merupakan kelahiran ke berapa dari induk. DAFTAR PUSTAKA Amalia, D. 2014. Respon Seleksi Bobot Badan Domba Garut Pada Berbagai Intensitas Seleksi di UPTD BPPTD Margawati Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Anang, A., Dudi and Heriyadi, D. 2003. Characteristic and Proposed Genetic Improvement of Priangan Sheep in Small Holders. Research Report. Faculty of Animal Husbandry, pada saat disapih terkoreksi umur 90 hari adalah 1,01 kilogram pada generasi berikutnya. Kondisi ini dapat terjadi karena pengaruh produksi susu yang dihasilkan induk untuk anaknya, waktu penyapihan serta jumlah ternak yang digunakan sebagai tetua pada generasi berikutnya. Padjadjaran University Jatinangor, West Java. Indonesia. Anang, A., H. Indrijani, D. Rahmat dan Dudi. 2013. Uji Performance Domba Garut Di UPTD BPPTD Margawati Garut Jawa Barat. Laporan Penelitian. Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba Jawa Barat Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Anggorodi, R. 1994. Ilmu Mkanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2011.Bibit Domba Garut. [Online]. Available at: http://blogs.unpad.ac.id/domba- garut/files/2011/09/sni_7532-2009_bibit_domba_garut.pdf. Becker, A. 1992. Manual of Quantitative Genetics. 5th ed. Academic Enterprises. Pullman. USA. Cahyono, B, 1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius. Yogyakarta. Dudi, 2003. Pendugaan Nilai Pemuliaan Bobot Badan Prasapih Domba Priangan Yang menggunakan Model direct additive genetic effect, maternal genetic dan lingkungan bersama serta model catatan berulang. Tesis. Program Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat Science. 6th ed. Interstate Publisher Inc. United States of America. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 8
Falconer, D. S. And T. F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantittive Genetics. Longman. Malaysia. Fraser, A and J.T. Stamp. 1987. Sheep Husbandry and Desease. Collins Profesional and Technical Books. London. 96-110. Gatenby, R. M. 1986. Sheep Production in The Tropics and Sub Tropics. 1 st Edition. Longman Inc. New York. Gunawan, A., dan Noor, R.R.. 2006. Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir Dan Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hafez ESE. 1969. Prenatal growth. In: Animal Growth and Nutrition.Philadelphia: Lea and Febiger Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Heriyadi D, A Anang, DC Budinuryanto dan H Hadiana. 2002. Standarisasi mutu bibit domba Garut. [laporan penelitian]. Kerjasama Penelitian Antara Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dengan Universitas Padjadjaran. Bandung. Heriyadi D, 2011. Pernak-Pernik dan Senarai Domba Garut. Kerjasama antara Fakultas Peternakan Unpad dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Bandung. 24. Istiqomah, L., Sumantri, C., dan Wiradarya, T. R. 2006.Performa Dan Evaluasi Genetik Bobot Lahir Dan Bobot Sapih Domba Garut Di Peternakan Ternak Domba Sehat Bogor. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Johnston RG. 1983. Introduction to Sheep Farming. London: Granada Publishing. Lasley, J.F. 1978. Genetics of Livestock Improvement. 3rd Ed. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs. New Jersey. Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi Pusat Antara Universitas Bioteknologi. Bogor. Mulliadi, D. 2000. Diktat Kuliah Manajemen Pemuliaan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. Mulliadi, D. 2013. Modul Praktikum Manajemen Pemuliaan Ternak. Universitas Padjadjaran. Sumedang. Hal. 3. Nalbandov. A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Pallawarukka. 1999. Ilmu Pemuliaan Ternak Perah. Diktat Kuliah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Prichner, F. 1983. Population Genetics in Animal Breeding. S. Chand and Company Ltd. New Delhi. Prajoga, S. B. K. 2007. Pengaruh Silang Dalam pada Estimasi Respon Seleksi Bobot Sapih Kambing Peranakan Etawa (PE), dalam Populasi Terbatas. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung. Ramsey, WS., PG. Hatfield., JD. Wallace and GM. Southward. 1994. Relationships Among Ewe Milk Production and Ewe, and Lamb Forage Intake in Targhee Ewes Nursing Single or Twin Lamb. J. Anim. Sci. 811-816. Rehfeldt C, Fieldler I, Sticland NC. 2004. Number and Size of Muscle Fibres in Relation to Meat Production. In: Everts ME, tepas MWF, Haagsmant HP, editor. Muscle Development of Livestock, Animal Fisiology, Genetic and Meat Quality. CABI Publishing. Robinson, J1, Mc. Donaald dan R-M.L Crofts. 1977. Studies on reproduction in prolific ewes I. Growth of the products of Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 9
conceptions. J. Agr. Sci., Cambrige 88: 539-552. Sudjana.M.A. 1996. Metoda Statistika. Edisi Ke.6.Tarsito. Bandung. Sumadi, Prajayastanda, J., dan Ngadiyono, N. 2014. Estimasi Heritabilitas Sifat Pertumbuhan Domba Ekor Gemuk Di Unit Pelaksana Teknis Pembibitan Ternak-Hijauan Makanan Ternak Garahan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Buletin Peternakan Vol. 38(3): 125-131 Warwick, EJ., Astuti J. M., dan Wartomo, H. 1995. Pemuliaan Ternak Cetakan kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 10
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN PERNYATAAN PENULIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Vica Nurjulaeha NPM : 200110110042 Judul Artikel : Pendugaan Heritabilitas dan Respon Seleksi Berdasarkan Bobot Sapih Domba Garut di UPTD-BPPTD Margawati Garut Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini. Dibuat di Jatinangor, Juli 2015 Penulis, Mengetahui, Pembimbing Utama, (Vica Nurjulaeha) (Dr. Dudi, S.Pt., M.Si.) Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Dedi Rahmat., M.S.) Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 11