BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Posisi Foot Of Slope (FOS) Titik Pangkal N (m) E (m) FOS N (m) E (m) Jarak (M)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III IMPLEMENTASI ASPEK GEOLOGI DALAM PENENTUAN BATAS LANDAS KONTINEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. hingga 11 15' LS, dan dari 94 45' BT hingga ' BT terletak di posisi

BAB I PENDAHULUAN. komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar

BAB I PENDAHULUAN. tatanan tektonik terletak pada zona pertemuan lempeng lempeng tektonik. Indonesia

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

OSEANOGRAFI. Morfologi Dasar Laut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TINJAUAN GEOLOGI LANDAS KONTINEN INDONESIA DI LUAR 200 MIL LAUT SEBELAH SELATAN PERAIRAN PULAU SUMBA

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak. Hal ini dapat dilihat dari morfologi Pulau Jawa yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bentuk bentukan dasar laut / topografi dasar laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

BAB III TAHAPAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS KEWENANGAN WILAYAH LAUT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Juni, 2013) ISSN: ( Print)

Kajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

3. BAHAN DAN METODE. dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Landas Kontinen Dalam Perspektif Geologi

PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN INDONESIA. Eka Djunarsjah dan Tangguh Dewantara. Departemen Teknik Geodesi FTSP ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Gempa di Pulau Jawa Bagian Barat. lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terletak di pertemuan tiga lempeng aktif (triple junction) yang saling

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB III TAHAPAN KEGIATAN PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

ANALISIS PROBABILITAS GEMPABUMI DAERAH BALI DENGAN DISTRIBUSI POISSON

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Area penelitian terletak di area X Malita Graben yang merupakan bagian

BAB I. yaitu lempeng Eurasia, lempeng Samudera Hindia- Benua Australia dan lempeng

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.4

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

DELINEASI LANDAS KONTINEN EKSTENSI DI LUAR 200 MIL LAUT MELALUI PENARIKAN GARIS HEDBERG DARI KAKI LERENG INVESTIGATOR RIDGE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N

II. TINJAUAN PUSTAKA. serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berada di posisi 94o 40' BT 141o BT dan 6o LU 11o LS,

BAB IV ANALISIS. IV. 1. Analisis Pemilihan Titik Dasar Untuk Optimalisasi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PAKET D. 5. Perhatikan gambar piramida berikut!

BAB I PENDAHULUAN. Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya

ANALISIS ANOMALI UDARA BEBAS DAN ANOMALI BOUGUER DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II DASAR TEORI PENETAPAN BATAS LAUT DAERAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Deskripsi Riset I

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer

PENENTUAN KAKI LERENG (FOOT OF SLOPE) KONTINEN MENGGUNAKAN DATA BATIMETRI

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda?

EKSPLORASI MANGAN DI SUMBAWA BESAR, KABUPATEN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT. Moetamar, dkk Pokja Mineral

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aktivitas tektonik sejak akhir zaman Tersier. Dinamika tektonik

BAB II GEOLOGI REGIONAL

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Yang kedua adaah diketemukannya fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar luas dan terpisah di beberapa benua :

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

ANCAMAN GEMPABUMI DI SUMATERA TIDAK HANYA BERSUMBER DARI MENTAWAI MEGATHRUST

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Posisi Foot Of Slope (FOS) Keberadaan FOS merupakan dasar penarikan titik-titik ketebalan sedimen 1 %, artinya titik-titik FOS inilah yang menjadi titik awal (start) dalam mencapai suatu titik akhir (finish) yang nilai ketebalan sedimennya sama dengan 1 %. Oleh karena itu, semakin jauh titik awalnya maka titik akhirnya akan berpotensi memiliki jarak yang lebih jauh juga dibanding jika titik awalnya lebih dekat dengan titik pangkal. Sementara itu, karena tidak diperolehnya data mengenai nilai kedalaman dari daerah survey, maka batasan nilai maksimumnya tidak menggunakan dua pilihan batas yang disepakati dalam UNCLOS 1982 namun hanya menggunakan satu batasan yaitu batasan dimana batas Landas Kontinen suatu negara adalah maksimum 350 mil laut diukur dari garis pangkal yang terbentuk dari penarikan titik-titik pangkal pada daerah survey. Adapun jarak antara titik pangkal (atau titik interpolasi antara titik pangkal yang satu dengan yang lain) dengan titik FOS tersebut pada daerah kajian yang dibahas pada Bab III, dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.1 Jarak Titik Pangkal Dengan Pasangan FOS-nya Titik Pangkal N (m) E (m) FOS N (m) E (m) Jarak (M) TD.129 (Toro Doro) 9017051.238 661333.814 FOS 2 8772021.007 670082.7407 132.3900506 Interpolasi 1 9012479.609 631062.9688 FOS 3 8761566.071 637922.3828 135.5330892 Interpolasi 2 9001703.562 559709.8346 FOS 4 8754385.603 564615.4751 133.5672825 TD.130A (Tg.Talonan) 8993630.922 506257.191 FOS 5 8748995.676 531868.5398 132.8143866 TD.130-TD.131 (Midpoint) 9003277.153 445852.8285 FOS 6 8749934.751 460825.9758 137.0326622 Interpolasi 3 9008290.026 418872.8376 FOS 7 8753732.618 428047.8552 137.5392558 Interploasi 4 9016184.299 358764.5824 FOS 8 8758351.952 359682.6809 139.2192125 Interpolasi 5 9018546.039 329959.6954 FOS 9 8760766.459 332176.1469 139.1949829 TD.134-TD.135 (Midpoint) 9024549.754 259902.1745 FOS 10 8777299.2 260185.7194 133.5047066 Interpolasi 6 9026301.157 242471.1148 FOS 1 8784196.021 244000.8055 130.7289248 TD.135 (Tg.Bantenan) 9027773.621 227816.234 FOS 11 8782594.025 231118.0625 132.3983952 49

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jarak antara titik-titik pangkal (atau interpolasi titik pangkal) dengan titik-titik FOS berada pada jarak rata-rata sekitar 135 mil laut. Nilai jarak ini mengakibatkan potensi untuk menarik batas Landas Kontinen secara maksimum menjadi tidak mungkin dilakukan untuk daerah selatan Sumbawa ini. Karena nilai batasan maksimum yang dipakai adalah 350 mil laut, maka nilai FOS ini belum mencapai nilai maksimum karena jaraknya dari batas maksimum masih bernilai sekitar 215 mil laut bahkan masih berjarak 65 mil laut dari garis batas minimum yaitu 200 mil laut. Penggambaran lebih jelas posisi FOS tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini: Gambar 4.1 Posisi FOS Terhadap Garis Batas 200 M 4.2 Analisis Penarikan Garis Batas 1% Ketebalan Sedimen Secara geologi penarikan batas Landas Kontinen berdasarkan pada batasan ketebalan sedimen sebesar sama dengan 1%. Nilai 1% ini merupakan perbandingan antara ketebalan sedimen dengan jarak horisontal titik tersebut dengan FOS. Dalam 50

pembahasan sebelumnya telah diperoleh koordinat titik-titik yang memiliki nilai ketebalan sedimen 1%, yaitu: Tabel 4.2 Koordinat Titik Dengan Ketebalan Sedimen 1% Dari FOS ke- Longitude Latitude 1 114.6517813-11.40978922 2 118.5782836-11.57637875 3 118.2841023-11.65967352 4 117.6001867-11.65967352 5 117.3307936-11.65967352 6 116.6592908-11.65967352 7 116.3536618-11.65967352 8 115.7120811-11.57637875 9 115.4591449-11.57637875 10 114.7999696-11.49308398 11 114.5423705-11.40978922 Adapun jarak titik-titik tersebut terhadap FOS masing-masing adalah: Tabel 4.3 Jarak Horisontal Titik FOS Dengan Ketebalan Sedimen 1% Dari FOS ke- Jarak (M) 1 25.27201377 2 28.39189942 3 27.63391055 4 23.58220174 5 20.75149056 6 21.16366337 7 23.24357989 8 20.85832702 9 22.24268804 10 26.46519878 11 24.45643894 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jarak titik FOS dengan titik yang memiliki ketebalan sama dengan 1% adalah berada pada rentang nilai 20 sampai 28 mil laut. Dari informasi ini diketahui bahwa jarak batas Landas Kontinen dengan menggunakan syarat geologi menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan menggunakan pilihan syarat yang lain, dimana batas Landas Kontinen dapat ditarik sejauh 60 mil laut dari FOS. Perbandingan kedua batas tersebut lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini: 51

Gambar 4.2 Perbandingan Landas Kontinen 1% dan 60 M 4.3 Analisis Pemilihan Jenis Garis Batas Landas Kontinen Suatu negara pantai yang berbatasan dengan laut lepas atau berbatasan lebih dari 400 mil laut dengan negara lain memiliki kesempatan untuk menarik batas Landas Kontinen negaranya lebih dari 200 mil laut. Salah satu pilihan penetapan batas terluar Landas Kontinen yaitu dengan menentukan titik-titik yang ketebalan sedimennya bernilai sama dengan 1% dari FOS, dengan batasan garis batas terluar pada penelitian kali ini tidak melebihi garis yang berjarak 350 mil laut dari titik pangkal. Penetapan batas terluar ini dimaksudkan untuk melakukan penetapan batas yang paling luar untuk dijadikan batas negara sejauh-jauhnya. Berdasarkan dari data yang didapat dari penelitian kali ini, dilihat bahwa jarak yang dihasilkan dari koordinat FOS ditambah dengan data ketebalan sedimen bernilai pada rentang jarak 155 sampai 170 mil laut dari titik pangkal. Karena rentang nilai tersebut tidak mencapai 200 mil laut, maka tujuan untuk mendapatkan nilai melebihi 52

200 mil laut tidak bisa tercapai jika menggunakan aturan geologi ini. Oleh sebab itu untuk mendapatkan Landas Kontinen yang seluas-luasnya maka lebih baik menggunakan aturan yang lain, yaitu dengan menggunakan konsep co-extensive principle, dimana batas terluar Landas Kontinen yang dipilih adalah batas yang berhimpit dengan batas Zona Ekonomi Eksklusif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini: Gambar 4.3 Perbandingan Pemilihan Landas Kontinen 4.4 Analisis Aspek Geologi Daerah Survey Aspek geologi suatu Landas Kontinen berkaitan dengan interpretasi morfologi dasar laut untuk penentuan kaki lereng (foot of slope) serta penentuan ketebalan sedimen dasar laut (sedimentary rock). Pulau Sumbawa merupakan pulau yang morfologinya terbentuk dari penunjaman Lempeng Hindia yang berarah Utara-Timur Laut. Secara tektonik, terbentuknya Pulau Sumbawa erat kaitannya dengan penunjaman Lempeng Hindia yang berarah Utara Timur Laut di bawah daratan Sunda yang mulai menyebar dari Pulau Sumatra dan Pulau Jawa menerus ke arah timur membentuk busur 53

kepulauan Busur Banda terbentuk pada masa Kenozoikum, yang dilandasi oleh batuan gunung api kalk alkalin dari busur dalam Banda yang masih aktif hingga sekarang. Busur tersebut sebagian besar terbentuk akibat penunjaman kerak Samudera Hindia ke arah Utara. Sampai sekarang bentuk dari busur kepulauan tersebut masih mengalami perubahan bentuk karena masih adanya pergerakan Benua Australia ke Utara dengan zona penunjaman condong ke Utara yang menumbuk busur pulauan tersebut meliputi pula Pulau Flores bagian Barat, Sumbawa Timur dan Kepulauan Alor. Penggambaran pergerakan tektonik di daerah selatan Sumbawa tersebut diperlihatkan pada Gambar 4.4 di bawah ini: Gambar 4.4 Pergerakan Tektonik Benua Australia Dan Sekitarnya Dengan kondisi pergerakan Benua Australia ke arah Utara seperti digambarkan di atas, maka morfologi daerah Selatan Sumbawa membentuk zona subduksi yang mengakibatkan terbentuknya palung laut pula. Oleh karena itulah, sedimen di daerah ini langsung menujam pada titik palung tersebut sehingga penyebarannya tidak melebar. Hal inilah yang menyebabkan ketebalan sedimen di daerah Selatan Sumbawa ini cepat 54

sekali mencapai nilai 1%, sehingga penarikan Landas Kontinen tidak bisa ditarik lebih jauh lagi karena terikat pada peraturan ketebalan sedimen 1% tersebut, seperti yang telah diatur dalam UNCLOS 1982. 4.5 Analisis Data Ketebalan Sedimen Global Data ketebalan sedimen global yang dikeluarkan oleh NOAA, yang digunakan pada penelitian kali ini merupakan data sekunder. Data sekunder ini merupakan gabungan dari peta isopach, hasil pengeboran lepas pantai dan data seismik yang berada di NGDC yang menurut informasi selalu diperbaharui pada jangka waktu tertentu. Karena kegiatan Indonesia dalam pembuatan peta isopasch, pengeboran lepas pantai dan pengumpulan data seismik di daerah selatan Sumbawa ini tidak banyak dilakukan, maka kemungkinan untuk memperbaharui data yang dilakukan oleh NOAA hanya menggunakan data yang lembaga ini miliki yang tidak diketahui sumbernya. Sehingga kemungkinan manipulasi data dapat saja terjadi. Oleh karena itu penggunaan data ketebalan sedimen ini perlu dicermati lebih lagi dalam upaya mendapatkan data yang menggambarkan ketebalan sedimen yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. 4.6 Analisis Hasil Penelitian Terhadap Desktop Study Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penentuan Landas Kontinen pernah dilakukan pada wilayah selatan Sumbawa ini. Namun terdapat perbedaan hasil antara penelitian sebelumnya yang berjudul Penentuan Batas Landas Kontinen Indonesia di Luar 200 Mil Laut: Suatu Desktop Study, dengan penelitian yang dilakukan kali ini. Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa daerah selatan Sumbawa memiliki batas Landas Kontinen lebih dari 200 M, namun pada penelitian kali ini menghasilkan batas Landas Kontinen yang berimpit dengan Zona Ekonomi Eksklusif yaitu 200 M. Perbedaan ini disebabkan karena penggunaan data FOS yang berbeda. Pada penelitian sebelumnya data FOS yang digunakan berasal dari data grid permukaan bumi digital ETOPO2, sedangkan data yang digunakan pada penelitian kali ini menggunakan 55

data batimetrik dari hasil survei Landas Kontinen Indonesia yang diselenggarakan oleh PDKK (Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan) BAKOSURTANAL di daerah Selatan Sumbawa (09 00 00 LS - 11 00 00 LS dan 115 00 00 BT - 118 00 00 BT) yang dilakukan pada bulan Oktober tahun 2006. Perbedaan data FOS tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini: Gambar 4.5 Perbandingan Posisi FOS Dari gambar di atas terlihat bahwa koordinat FOS dengan mengunakan data ETOPO2 berada lebih jauh dari titik pangkal dengan perbedaan jarak 4 M sampai 7 M dengan FOS yang digunakan pada penelitian kali ini. Sehingga jika digunakan acuan FOS dari hasil pengolahan data ETOPO2 maka penarikan batas Landas Kontinen bisa melebihi 200 M, namun bukan menggunakan syarat geologi tetapi menggunakan syarat lainnya yaitu penarikan 60 M dari titik FOS. 56