BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebijakan Kesehatan. dari swasta maupun Negara (Buse et al.,2005).

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAM PELAYANAN KESPRO REMAJA oleh. dr. Yuliana Tjawan

Ind b PEDOMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Sebesar 63,4 juta jiwa diantaranya

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEDIRI TARGET

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun tersebut usia produktif penduduk Indonesia paling banyak dengan usia

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing (UU No. 17/2007).

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

Revisi PP.38/2007 serta implikasinya terhadap urusan direktorat jenderal bina upaya kesehatan.

Program Kesehatan Peduli Remaja PERTEMUAN 11 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

BAB I PENDAHULUAN. mendatang, akan tetapi teknologi informasi serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek) yang

PROGRAM DOKTER KECIL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA SISWA SEKOLAH DASAR

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia, sejak tahun Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

KULONPROGO BANGKIT TANGGULANGI AIDS

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

jaminan kesehatan nasional. (Kemenkes, 2015).

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

HASIL LOKAKARYA REVIEW PENANGGULANGAN HIV & AIDS PROVINSI JAWA TENGAH

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PELAKSANAAN PELAYANAN PROMOTIF DAN PREVENTIF DI PUSKESMAS TELADAN KOTA MEDAN TAHUN 2016

Perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran serta aktif masyarakat mengutamakan pelayanan promotif dan preventif

BAB 1 PENDAHULUAN. Target global untuk menurunkan angka kematian ibu dalam Millenium. mencapai 359 per kelahiran hidup (SDKI, 2012).

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN DAERAH 1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

O. BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3

KEBIJAKAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI DIY DINAS KESEHATAN DIY

ANALISIS EPIDEMIOLOGI HIV AIDS DI KOTA BANDUNG DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,

BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN LALU

KEPALA DESA KALIBENING KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DESA KALIBENING KECAMATAN DUKUN NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. izin penyelenggaraan Rumah Sakit Khusus Pemerintah dari Gubernur Jawa

PROGRAM KERJA PANITIA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RSIA CITRA INSANI

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Bantul dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

BAB II LETAK GEOGRAFIS. Komisi Penanggulangan AIDS Kota Pekanbaru terletak di Jl. Melur No. 103, Adapun Visi KPA

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

PEMERINTAH KOTA DENPASAR DINAS KESEHATAN KOTA DENPASAR PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN JALAN PULAU MOYO NO 63A PEDUNGAN

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA RSUD KOTA SALATIGA TAHUN 2017

KERANGKA ACUAN KEGIATAN POSBINDU PTM

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia. Sehat mencantumkan empat sasaran pembangunan

KAJIAN IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS PERTIWI DAN PUSKESMAS JUMPANDANG BARU KOTA MAKASSAR TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB IV TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

1. Pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi

BAB II RUANG LINGKUP KLINIK PKBI-ASA

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN (Permenkes No. 43/ 2016)

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu mewujudkan kesehatan optimal. Sedangkan sasaran

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak-anak menuju ke jenjang masa

BAB I PENDAHULUAN. bawah Pemda Kota Bandung. Promosi kesehatan Dinas Kesehatan Kota. Bandung memiliki strategi khusus dalam mengajak masyarakat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

Kegiatan Subdit Kesehatan Usia Reproduksi T.A 2017

Terciptanya kondisi lingkungan yang kondusif yang terbebas dari : Pengertian UKS

FERRY EFENDI MAKHFUDLI

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

V. IMPLEMENTASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Eka Fitriani, Kebidanan DIII UMP, 2015

INDONESIA. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

3.4. AKUTABILITAS ANGGARAN

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

proses kaderisasi. Adanya dukungan kebijakan yang tidak diimbangi dukungan dana yang

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL UNTUK MENGURANGI JUMLAH PERNIKAHAN ANAK

PEMBINAAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH DI SMP NEGERI 22 PADANG TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STANDAR PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

MENGIMPLEMENTASIKAN UPAYA KESEHATAN JIWA YANG TERINTEGRASI, KOMPREHENSIF,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

L. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

Transkripsi:

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Kesehatan 1. Pengertian Kebijakan Kesehatan Kebijakan diartikan sebagai sejumlah keputusan yang dibuat oleh pihak yang bertanggungjawab dalam bidang kebijakan kesehatan untuk membuat keputusan atau bertindak atas suatu permasalahan. Kebijakan dapat disusun dalam semua tingkatan dari paling bawah sampai pusat dari swasta maupun Negara (Buse et al.,2005). Kebijakan atau policy secara umum digunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor dari munculnya kebijakan misalnya seorang pejabat, organisasi maupun lembaga atau sejumlah aktor dalam bidang tertentu (Winarno B, 2012). Dalam menyusun kebijakan dikenal kerangka segitiga kebijakan kesehatan yang digunakan untuk memahami pentingnya mempertimbangkan isi kebijakan, proses penyusunan kebijakan dan bagaimana kekuatan yang digunakan dalam kebijakan kesehatan. 2. Implementasi Kebijakan Kesehatan Implementasi diartikan sebagai suatu perbedaan antara yang diinginkan arsitek kebijakan dan hasil akhir dari sebuah kebijakan atau yang terjadi antara harapan kebijakan dan hasil kebijakan. Proses pelaksanaan kebijakan dari pembuat kebijakan untuk direalisasikan oleh 7

8 pihak-pihak lain untuk mempengaruhi agenda kebijakan (Buse et al., 2005). Implementasi kebijakan adalah tahap krusial dalam proses kebijakan itu sendiri. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau mencapai tujuan yang diingankan. Menurut van Meter dan van Horn (Winarno B, 2012) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan individu individu atau kelompok baik swasta maupun pemerintah untuk mencapai tujuan dalam keputusan kebijakan sebelumnya. 3. Teori Implementasi Kebijakan Implementasi Kebijakan menurut van Meter dan van Horn (Winarno B, 2012) memfokuskan diri pada aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menjalankan keputusan kebijakan yang telah ditetapkan. Implementasi kebijakan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh aktor pelaksana saja namun ada banyak variabel yang mempengaruhi. Beberapa variable dapat kita lihat dari beberapa teori implemetasi kebijakan antara lain : a. Model Edward III Menurut Edward III menyebutkan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yaitu: (1) komunikasi; (2) sumber daya; (3) disposisi; dan (4) struktur birokrasi

9 b. Model Van Metter dan Van Horn Menurut Van Metter dan Horn lima variable yang mempengaruhi implementasi kebijakan antara lain: (1) standart dan sasaran kebijakan; (2) sumber daya; (3) komunikasi antar organisasi dan penguatan komunitas; (4) karakteristik agen pelaksana; (5) kondisi sosial, ekonomi dan politik. c. Model Grindle Menurut Grindle terdapat dua variable besar yang mempengaruhi kebijakan yaitu isi kebijakan dan lingkungan implementasi. Variabel isi kebijakan ini mencakup (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterim;a (3) sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; (6) apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup: (1) seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran (Subarsono, 2005).

10 B. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja ( PKPR ) 1. Pengertian PKPR Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk remaja yang bersifat menyenangkan, terbuka untuk remaja,menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait kesehatan remaja, serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut (Kemenkes RI,2010) Pelayanan Kesehatan sendiri sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dari hasil layanan. Hasil peneltian Sri Sukamti dan Pandu Riono (Sukamti & Riono, 2015) mengisyaratkan agar tenaga kesehatan dapat memperbaiki pelayanan kesehatan Ibu dan Anak dengan memperhatikan aspek pelayanan yang berkualitas sehingga dapat memberikan kontribusi dalam menurunkan kesakitan dan kematian neonatal. Pelaksanaan program kunjungan neonatal yang optimal dengan memberikan asuhan bayi baru lahir melalui pemberian pelayanan: deteksi dini tanda bahaya, menjaga kehangatan, pemberian ASI, pencegahan infeksi, pencegahan perdarahan dengan memberikan vitamin injeksi untuk menurunkan risiko kesakitan dan kematian pada masa neonatus. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program.

11 2. Tujuan Tujuan diselenggarakannya Pelayanan PKPR di Puskesmas adalah agar Puskesmas mampu memberikan pelayanan yang menghargai dan memenuhi hak-hak serta kebutuhan remaja sebagai individu dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi remaja sesuai potensi yang dimiliki (Kemenkes RI, 2014) 3. Ruang Lingkup Pelayanan a. Pengguna Pelayanan PKPR Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak bahwa yang dimaksud remaja adalah kelompok usia 10-18 tahun. Namun demikian Kementrian Kesehatan menetapkan bahwa pengguna layanan PKPR adalah kelompok remaja usia 10-19 tahun tanpa memandang status pernikahan. Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah kelompok remaja, antara lain : 1) Remaja disekolah (sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah luar biasa) 2) Remaja di luar sekolah (karang taruna, SBH, PMR, panti asuhan/rehabilitasi, kelompok belajar, rumah singgah, kelompok keagamaan) 3) Remaja putri calon ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan status pernikahannya.

12 4) Remaja rentan terhadap penularan HIV, yang terinfeksi HIV, remaja yang terkena dampak HIV/AIDS, remaja yang menjadi yatim piatu karena AIDS. 5) Remaja berkebutuhan khusus : korban kekerasan, trafficking, eksploitasi seks, cacat, anak jalanan, remaja pekerja, remaja didaerah konflik. b. Paket Pelayanan Remaja sesuai kebutuhan Pelayanan yang disediakan meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diberikan secara komprehensif di semua pelayanan PKPR. Intervensi meliputi : 1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja 2) Pencegahan dan penanggulangan kehamilan remaja 3) Pelayanan gizi 4) Tumbuh kembang remaja 5) Skrining status TT pada remaja 6) Pelayanan kesehatan jiwa remaja 7) Pencegahan dan penanggulangan NAPZA 8) Deteksi dan penanganan kekerasan terhadap remaja 9) Deteksi dan penanganan Tuberkulosis 10) Deteksi dan penanganan kecacingan 4. Standart Nasional Pelayanan PKPR Pada tahun 2014 Kementrian kesehatan mengeluarkan Standart Nasional pelayanan PKPR di Puskesmas. Dari hasil kajian ditetapkan lima

13 kelompok masalah yang akan diintervensi berkaitan dengan: kualitas SDM kesehatan pelaksana PKPR, Fasilitas kesehatan pendukung layanan PKPR, Kesenjangan informasi yang diterima Remaja dan pelayanan yang belum sesuai kebutuhan mereka, Jejaring antara pemangku kepentingan dan kelompok masyarakat, serta penguatan manajemen pelayanan di puskesmas (Kemenkes RI, 2014). a. Sumber Daya Manusia Kesehatan Tenaga Kesehatan adalah Sumber Daya Manusia yang merupakan unsur penunjang utama dalam pelayanan kesehatan. Di sisi lain kondisi kualitas dan kompetensi Sumber Daya Manusia di kesehatan masih sangat kurang. Sumber Daya Manusia sangat berpengaruh terhadap hasil pelayanan kesehatan. Di sisi lain produktifitas SDM di pengaruhi dari kinerja SDM itu sendiri. Kinerja adalah suatu hasil pencapaian tujuan yang direncanakan dalam sebuah organisasi atau manajemen yang dihasilkan karyawan sesuai perannya dalam organisasi dan dapat diukur dengan standart tertentu. Faktor yang mempengaruhi performan kinerja antara : Kemampuan, Sikap, Penampilan, Perhatian, Tindakan dan Tanggungjawab. Kemampuan dari Sumber Daya Manusia tersebut sangat erat hubungannya dengan kompetensi. Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan

14 sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan atau latihan. Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas ketrampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Secara garis besar, kompetensi menjelaskan apa yang dilakukan orang di tempat kerja pada berbagai tingkatan dan memperinci standart masing-masing tingkatan, mengidentifikasi karakteristik pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan individual yang memungkinkan menjalankan tugas dan tanggung jawab secara efektif sehinggga mencapai standart kualitas profesional dalam bekerja. Kompetensi merupakan kemampuan personal dalam melakukan pekerjaannya agar mendapatkan hasil dengan baik. Kompetensi dapat berupa pengetahuan, keahlian, sikap, nilai atau karakteristik personal. Kompetensi adalah rangkaian aktivitas, akumulasi dari proses belajar kolektif (Misidawati et al., 2014). b. Fasilitas Kesehatan Dalam Peraturan Presiden RI No. 12 tahun 2013 tentang jaminan kesehatan bab 1 ketentuan umum pasal 1 No. 14, disebutkan bahwa pengertian dari fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif (mencegah), kuratif

15 (mengobati/memperbaiki) maupun rehabilitasi (perbaikan) yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan atau masyarakat. Menurut Lupiyoadi (2006:150) Fasilitas merupakan komponen individual dari penawaran yang mudah ditumbuhkan atau dikurangi tanpa mengubah kualitas dan model jasa. Fasilitas juga merupakan alat untuk membedakan program lembaga pendidikan yang satu dari pesaing lainnya. Fasilitas adalah sarana dan prasarana pendukung dari sebuah layanan (Susanto, 2014). Pasien akan merasa puas dalam menerima pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh : peralatan medis yang lengkap, bangunan dan fasilitas puskesmas yang memadai, kelengkapan sarana pendukung. Selain juga waktu tunggu dan kualitas pemberi jasa atau pegawai Menurut Youti dalam Paiman dalam Susanto H (2014) indikator dari fasilitas adalah : tenaga medis, ruang perawatan, kelengkapan fasilitas medis, dan kelengkapan obat-obatan. c. Remaja Kegiatan PKPR yang langsung kepada remaja meliputi penyuluhan, pelayanan KIE, konseling, konselor sebaya, dan pendampingan konselor sebaya. Pengetahuan yang meningkat dari hasil pengetahuan adalah bagian dari kegiatan PKPR sebagaimana pernyataan Notoatmojo (2007) bahwa pengetahuan seseorang salah satunya dipengaruhi oleh informasi yang tersedia baik pendidikan formal maupun non formal. Kegiatan penyuluhan

16 kepada remaja berpengaruh kepada pengetahuan, sikap dan perilaku remaja tentang seks pranikah (Rahayu et al., 2013). Menurut hasil penelitian Anggraini menyatakan bahwa ketidaktahuan layanan PKPR merupakan faktor penting dalam menentukan akses PKPR oleh remaja (Anggraeni, 2012). Menurut Rohmayanti peran petugas puskesmas masih sangat rendah dalam mensosialisaikan PKPR yaitu 60% menyatakan petugas tidak aktif mensosialisaikan PKPR. Hanya 38% remaja menyatakan bahwa petugas kesehatan pernah mensosialisaikan PKPR. Terdapat 30% remaja menyatakan petugas kesehatan tidak pernah datang ke sekolah. Dan 36% menyatakan jika ada petugas datang ke sekolah mereka memberikan sosialisas kesehatan secara umum, tidak spesifik tentang PKPR. Tidak adanya sosialisasi petugas kesehatan mengakibatkan remaja tidak menyadari perlunya akses layanan PKPR (Handayani & Rimawati, 2016). d. Jejaring Keterlibatan atau dukungan masyarakat juga penting untuk pelaksanaan PKPR karena sebagian besar masyarakat masih takut dan khawatir jika remaja diberikan informasi kesehatan reproduksi akan terdorong menjadi aktif secara seksual. Oleh karena itu perlu sosialisasi dan penjelasan tujuan program ke orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat serta melibatkan mereka dalam diskusi dengan remaja (Muthmainah, 2013).

17 Stakeholder remaja masih dikategorikan sebagai pemerhati (mendukung, power lemah dan keterlibatan pasif) dikarenakan belum mengetahui tugas yang akan dijalankan, belum ada follow up atau sustainabilitas dari stakeholder decision maker. Bahkan hanya 1 dari 12 stakeholder yang mengetahui program PKPR, dikarenakan pernah mendapatkan sosialisasi PKPR dari Dinas Kesehatan saat pelatihan Pendidik Sebaya. Padahal keterlibatan remaja merupakan kunci dari program PKPR. Puskesmas perlu melibatkan remaja dalam pelaksanaan langkah strategis PKPR misalnya melibatkan remaja dalam pelaksanaan identifikasi masalah (remaja menggambarkan masalah kesehatannya baik berdasarkan pengalaman pribadi maupun dari pengalaman temannya) hingga evaluasi program (Muthmainah,2013). e. Manajemen Kesehatan Sejalan dengan perkembangan manajemen pemerintahan negara dalam upaya mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas, paradigma pelayanan publik berkembang dengan fokus pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, lebih memfokuskan diri kepada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi yang kondusif bagi kegiatan pelayanan. Kedua, memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas pelayanan. Ketiga, menerapkan sistem kompetensi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu, sehingga masyarakat

18 memperoleh pelayanan yang berkualitas. Keempat, fokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil (outcomes). Kelima, mengutamakan keinginan masyarakat. Keenam, pada hal tertentu, pemerintah juga berperan untuk memperoleh masukan dari pelayanan yang dilaksanakan. Ketujuh, mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan. Kedelapan, lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan. Sembilan, menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan (Khozin, 2010). Dalam penelitian Khozin (2010) tentang kebijakan SPM di Kabupaten Gunungkidul dapat di simpulkan bahwa penerapan Standart Pelayanan Minimal oleh Kabupaten Gunungkidul diyakini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dengan adanya target yang harus di capai, akan meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas untuk mencapainya.

19 C. Penelitian Terdahulu Tabel 1 Penelitian Terdahulu yang Relevan dengan Penelitian ini No Nama Peneliti 1 Tri Agustina Hadiningsih Tahun Judul Penelitian Penelitian 2010 Analisis Implementa si Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) pada remaja tahun 2010. Metode Penelitian Diskriptif kualitatif Variabel Hasil Penelitian - Program PKPR belum sesuai dengan ketentuan dari Kemenkes RI.Faktor penyebabnya dikarenakan kurangnya dukungan dana, sarana dan prasarana serta kurangnya komitmen terhadap program PKPR baik dari Puskesmas maupun Dinkes Tegal. Disamping itu belum adanya SOP pelaksanaan PKPR di Puskesmas. 2 Mutmainah 2013 Analisis Stakeholde r Remaja terhadap Implement asi Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Kota Semarang Deskriptif dengan Pendekatan Kualitatif - Stakeholder remaja masih dikategorikan sebagai pemerhati, berarti remaja masih belum merasa mempunyai pengaruh dan keterlibatanny a pasif dalam pelaksanaan langkah strategis PKPR. Dengan demikian, perlu adanya keterlibatan remaja dalam implementasi program PKPR

20 mulai dari perencanaan hingga evaluasi program. 3 Ni Luh Kadek Alit Arsani 2013 Peranan Program PKPR ( Pelayanna Kesehatan Peduli Remaja) terhadap kesehatan reproduksi remaja di Kecamatan Buleleng. Deskriptif Kualitatif - Puskesmas mempunyai peran penting dalam program PKPR. Puskesmas Buleleng telah melaksanakan semua program PKPR kecuali pembentukan konselor sebaya. Program PKPR sangat dibutuhkan bagi remaja di Buleleng.

21 D. Kerangka Teori Gambar 1. Proses evaluasi implementasi Kebijakan menurut Dunn,W. dan Lester dan Stewart Implement ntasi Kebija Kebijaka Kebijakan Kebijakan Remaja di Akses Rema Fasilitas Kesehatan Kompetensi SDM Sumber : William Dunn dalam Subarsono (2005), Lester&Stewart dalam Winarno,B (2012)

22 E. Kerangka Konsep Gambar2. Kerangka Konsep evaluasi Kebijakan PKPR di Puskesmas Kompetensi SDM Kebijakan Kebijakan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja di Puskesmas Implementasi Kebijakan PKPR Fasilitas Kesehatan Akses Remaja Dukungan Jejaring Evaluasi Petugas Kabupaten Petugas Puskesmas Remaja Manajemen PKPR Standart Nasional PKPR Dampak Sesuai Tidak Sesuai : Tidak diteliti F. Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah implementasi kebijakan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja puskesmas di Kabupaten Gunungkidul?