PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PENYEDIAAN SARANA WISATA TIRTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

dokumen-dokumen yang mirip
Peraturan Daerah Provinsi Bali. Nomor 7 Tahun Tentang. Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BALI,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA JASA SARANA OLAH RAGA DAN REKREASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2008 T E N T A N G PRAMUWISATA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

IZIN USAHA JASA PARIWISATA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG,

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

WALIKOTA BANJARMASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA DAN PEREDARAN OBAT HEWAN DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 5 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG KAWASAN PARIWISATA PESISIR PANTAI LASUSUA TOBAKU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWENANGAN BIDANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 6 TAHUN : 1997 SERI : C NOMOR : 2

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN GANGGUAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2003 TENTANG PENGEMBANGAN PEMANFAATAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

5. Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan (Lembaran

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA KEPARIWISATAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 1 Tahun 2014 Seri: B BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA BIDANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PRAMUWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG IZIN USAHA PENYEDIAAN SARANA WISATA TIRTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : E

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA,

PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 10 TAHUN 2002 (10/2002) TENTANG PENGATURAN PRAMUWISATA DAN PENGATUR WISATA

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENERTIBAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH NEGARA

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PENYEDIAAN SARANA WISATA TIRTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa usaha penyediaan sarana wisata tirta dapat memberi manfaat dalam rangka meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan tetap mengupayakan kelestarian lingkungan hidup dan memperhatikan kondisi sosial budaya. b. bahwa usaha penyediaan sarana wisata tirta telah berkembang pesat yang dapat menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan hidup dan mengganggu keharmonisan sosial budaya, di samping dampak positifnya memperluan dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta mendorong pembangunan daerah, sehingga perlu diadakan pengaturan; c. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2005 mengamanatkan pariwisata yang termasuk didalamnya usaha wisata tirta merupakan urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan. d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Baratdan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang_undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3658); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 8. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2005 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 5); 9. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2005 Nomor 4 Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 3); DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI BALI DAN GUBERNUR BALI Memutuskan : Menetapkan : Peraturan Daerah Tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Gubernur adalah Gubernur Bali. 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali. 3. Dinas Pariwisata yang selanjutnya disebut Dinas adalah Dinas Pariwisata Provinsi

Bali. 4. Usaha penyediaan sarana wisata tirta adalah usaha yang kegiatannya menyediakan dan mengelola prasarana dan sarana serta jasa-jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan wisata tirta, yang dapat dilakukan di laut, sungai, danau, rawa, dan waduk. 5. Izin usaha penyediaan sarana wisata tirta yang selanjutnya disebut nizin usaha adalah izin usaha yang diperlukan bagi badan usaha atau perseorangan yang menyelenggarakan usaha penyediaan sarana wisata tirta. Pasal 2 Pengaturan usaha penyediaan sarana wisata tirta berdasarkan asas berkeadilan, manfaat dan berkelanjutan, kebersamaan, keterbukaan dan partisipasi. Pasal 3 Pengaturan usaha penyediaan sarana wisata tirta bertujuan untuk : a. memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; b. mendorong pembangunan daerha dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat ; dan c. mengendalikan kegiatan usaha untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. Pasal 4 Ruang lingkup pengaturan usaha penyediaan sarana wisata tirta meliputi kegiatan : a. pembangunan dan penyediaan sarana tempat tambat kapal pesiar untuk kegiatan wisata ; b. penyediaan sarana untuk rekreasi air di pantai, perairan laut. c. Pelayanan kegiatan rekreasi menyelam untuk menikmati keindahan flora dan fauna di bawah air laut, dan d. Pelayanan jasa lain yang berkaitan dengan kegiatan marina.

BAB II JENIS DAN BENTUK USAHA Pasal 5 (1) Usaha penyediaan sarana wisata tirta meliputi kegiatan : a. pembangunan dan penyediaan sarana tempat tambat kapal pesiar untuk kegiatan wisata, b. penyediaan sarana untuk rekreasi air di pantai, perairan laut, sungai, danau dan waduk; c. pelayanan rekreasi menyelam;dan d. pelayanan jasa lain yang berkaitan dengan kegiatan marina. (2) Pembangunan dan penyediaan sarana tempat tambat kappa pesiar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi a. pembangunan sarana tempat kapal pesiar, dan b. penyewaan sarana tempat tambat kapal pesiar. (3) Penyediaan sarana untuk rekreasi air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. penyediaan prasarana dan sarana rekreasi air ; dan b. jasa pelayanan atau pemanduan rekreasi air. (4) Pelayanan kegiatan rekreasi menyelam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. penyediaan prasarana dan sarana wisata selam; dan b. jasa pelayaran atau pemanduan wisata selam. (5) Pelayanan jasa lain yang berkaitan dengan kegiatan marina sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi : a. penyewaan kapal pesiar;

b. penyewaan kapal selam; dan c. penyewaan kapal layer dan/atau kendaraab air yang berkaitan dengan kegiatan marina. Pasal 6 Usaha penyediaan sarana wisata tirta diselenggarakan oleh badan usaha atau perseorangan. BAB III LOKASI USAHA Pasal 7 (1) Lokasi usaha penyediaan sarana wisata tirta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus sesuai dengan peruntukannya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur. BAB IV PERIZINAN Bagian Kesatu Bentuk Izin Pasal 8 (1) Badan usaha atau perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang melakukan kegiatan usaha wajib memiliki izin usaha. (2) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 9 (1) Gubernur dapat menetapkan jenis usaha tertentu yang tidak memerlukan izin usaha. (2) Jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada Dinas.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Kedua Tata Cara Mendapatkan Izin Pasal 10 (1) Permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diajukan kepada Gubernur melalui Dinas dengan melampirkan persyaratan secara lengkap dan benar. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Bagian Ketiga Masa Berlaku Izin Pasal 11 Izin usaha berlaku selama pemegang izin masih melakukan kegiatan usahanya. Pasal 12 Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 harus didaftar ulang setipa 3 (tiga) tahun. BAB V KEWAJIBAN Pasal 13 Pemindahan tempat usaha di luar dari tempat yang tercantum dalam izin usaha wajib mengikuti persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).

Pasal 14 (1) Penyelenggara usaha penyediaan sarana wisata tirta wajib melaporan kegiatan usahanya secara berkala kepada Gubernur. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 15 Penyelenggara usaha penyediaan sarana wisata tirta wajib mencegah pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. BAB VI LARANGAN Pasal 16 Penyelenggara usaha penyediaan sarana wisata tirta dilarang; a. memindahtangankan izin usaha kepada badan usaha tau perseorangan lain; dan b. mengadakan perubahan jenis kegiatan usaha tanpa izin dari Gubernur. BAB VII PERANSERTA MASYARAKAT Pasal 17 (1) Masyarakat diberi kesempatan untuk berperan serta dalam proses pengambilan keputusan di bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta. (2) Peranserta sebagaimana dimaksud pada ayat (10 dapat berupa pemberian saran, pendapat, dan/atau dukungan.

BAB VIII PEMBINAAN DAN KOORDINASI Bagian Kesatu Pasal 18 (1) Pembinaan penyelenggaraan usaha penyediaan sarana wisata tirta dilaksanakan oleh Gubernur. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. bimbingan; b. pengawasan, dan c. pengendalian. Pasal 19 Bimbingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a dilakukan untuk meningkatkan peranan dari : a. penyelenggaraan pengelola, dan tenaga kerja yang bergerak d bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta; b. aparatur pemerintah daerah di bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta; c. asosiasi yang bergerak di bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta ; dan d. masyarakat yang berkepentingan dengan usaha penyediaan sarana wisata tirta. Pasal 20 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal a8 ayat (2) huruf b dilakukan melalui : a. pengawasan administrative; dan b. pengawasan kegiatan di lapangan.

Pasal 21 Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf c dilakukan melalui upaya pengendalian kualitas dan kuantitas usaha penyediaan sarana wisata tirta. Bagian Kedua Koordinasi Pasal 22 Dalam upaya pembinaan penyelenggaraan usaha penyediaan sarana wisata tirta Gubernur dapat melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. BAB IX SANKSI ADMINISTRASI Pasal 23 (1) Setiap penyelenggaraan usaha penyediaan sarana wisata tirta tanpa izin usaha sebagaimaa dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa penutupan usaha. (2) Dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi bagi penyelenggaraan jenis usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). Pasal 24 Setiap penyelenggaraan usaha penyediaan sarana wisata tirta yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 dikenakan sanksi administrasi secara bertahap berupa : a. penutupan sementara usaha; b. penutupan usaha, dan c. pencabutan izin usaha.

Pasal 25 Setiap penyelenggaraan usaha penyediaan sarana wisata tirta yang melanggar larangan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha. Pasal 26 (1) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 didahului dengan peringatan tertulis. (2) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur. BAB X UPAYA ADMINISTRATIF Pasal 27 (1) Penyelenggaraan usaha penyediaan sarana wisara tirta dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur atas penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB XI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 28 (1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali.

(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk : a. menerima laporan atau pengaduan berkenaan dengan tindak pidana di bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta; b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau pengaduan berkenaan tindak pidana di bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta; c. melakukan pemanggilan terhadap perseorangan atau badan usaha untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka tau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta; d. melakukan pemeriksaan terhadap perseorangan atau badan usaha yang diduga melakukan tindak pidana di bidang usaha penyediaan sarana wissata tirta; e. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada di tempat terjadinya tindak pidana di bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta; f. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta; g. meminta keterangan atau bahan bukti dari perseorangan atau badan usaha sehubungan dengan tindak pidana di bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta; h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan; i. membuat dan menandatangani berita acara; dan j. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang usaha penyediaan sarana wisata tirta. (3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahka hasil penyidikan tersebut kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 29

(1) Setiap penyelenggaraan usaha penyediaan sarana wisara tirta yang melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 15 diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diungkapkannya peraturan Daerah ini, penyelenggara usaha penyediaan sarana wisata tirta yang telah memiliki izin usaha sebelumnya.

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PENYEDIAAN SARANA WISATA TIRTA I. Umum Kepariwisataan mempunyai peranan pentng untuk memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta mendorong pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan nkesejahteraan masyarakat perlu mengembangkan usaha pariwista yang meliputi usaha jasa pariwisata, pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, dan usaha sarana pariwisata. Usaha sarana pariwisata mencakup penyediaan akomodasi, penyediaan makan dan minum, penyediaan angkutan wisata, penyediaan sarena wisata tirta, dan penyelenggaraan kawasan pariwista. Usaha penyediaan saran wisata tirta merupakan salah satu dari usaha sarana pariwisata telah berkembang pesat yang dapat menimbulkan dampat negatif berupa kerusakan lingkungan hdup dan merusak keharmonisan sosial dan budaya, di samping dampak positifnya yakni memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta mendorong pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Usaha penyediaan sarana wisata tirta sebagai salah satu bagian dari usaha pariwisata, merupakan urusan pemerintahan daerah provinsi yang bersifat pilihan sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai urusan pemerintahan daerah provinsi dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, usaha penyediaan sarana wisata tirta merupajan materi muatan Peraturan Daerah. Berdasarkan hal tersehut perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta.

II. Pasal Demi Pasal Pasal 1 Pasal 2 Yang dimaksud dengan asas berkeadilan adalah setiap penyelenggaraan usaha penyediaan sarana wisata tirta memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proposional kepada semua warga Negara sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, dalam pemberian izin usaha penyediaan sarana wisata tirta harus dicegah terjadinya praktek monopoli, monopsoni, oligopoly, dan oligopsoni. Yang dimaksud asas manfaat dan berkelanjutan adalah bahwa penyelenggaraan usaha penyediaan sarana wisata tirta dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan tetap mengupakan kelestarian lingkungan hidup dan memperhatikan kondisi sosial budaya. Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah bwha dalam setiap penyelengaaan usaha penyediaan sarana wisata tirta menerapkan kemitraan secara terbuka sehingga terjalin saling keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antara masyarakat setempat dengan pelaku usaha penyediaan sarana wisata tirta dan antar pelaku usaha penyediaan sarana wisata tirta. Yang dimaksud dengan asas keterbukaan dan partisipasi adalah bahwa penyelenggaraan usaha sarana wisata tirta harus didukung dengan pelayanan informasi yang dapat diakses oleh masyrakat dan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat serta mengikutsertakan masyarakat. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1)

Ayat (2) Ayat (3) Termasuk dalam penyediaan sarana untuk rekreas air adalah usaha arung jeram. Ayat (4) Termasuk dalam rekreasi menyelam adalah snorkeling, diving dan sea walker. Ayat (5) Pasal 6 Yang dimaksud dengan badan usaha dalam ketentuan ini adalah Perseroran Terbatas atau Koperasi. Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Yang dimaksud dengan selama pemegang izin masih melakukan kegiatan

usahanya adalah penyelenggara usaha tidak menghentikan usahanya secara berturut-turut sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun. Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Ayat (1) Yang dimaksud secara berkala adalah setiap tahun. Ayat (2) Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Yang dimaksud dengan peranserta masyarakat adalah masukanmasukan dari masyarakat dalam bentuk pendapat, sarana dan/atau dukungan masyarakat yang berada di lingkungan tempat atau lokasi usaha. Saran, pendapat dan/atau dukungan masyarakat tersebut dapat disampaikan baik secara lisan maupun tertuli sebagai pernyataan peranserta masyarakat. Pasal 18

Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30

Pasal 31 Pasal 32