TEKNIK BERTANYA DALAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Oleh :Winarto A. Pendahuluan Bertanya merupakan salah satu dari tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas. Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Berikut ini akan dibahas satu contoh penerapan teknik bertanya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diacu para widyaiswara/fasilitator dalam pedidikan dan pelatihan. Kemampuan seorang widyaiswara/fasilitator untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan dalam suatu kegiatan pendidikan dan pelatihan, sepintas lalu nampaknya tidak penting. Padahal, sesungguhnya justru itulah keterampilan yang sangat penting dan mutlak harus dikuasai oleh seorang widyaiswara/fasilitator. Nalarnya jelas, karena hakekat dari fungsi dan peran seorang widyaiswara dalam konsep pelatihan orang dewasa adalah juga sebagai fasilitator. Tidak jarang ditemukan dan ini merupakan kelemahan umum yang ditemui dalam banyak kegiatan pendidik dan pelatihan, proses belajar menjadi mandeg atau bahkan salah arah hanya karena widyaiswara/fasilitator mengajukan pertanyaan yang tidak tepat pada saat dan cara yang tidak tepat pula. Di kalangan banyak widyaiswara/fasilitator pemula, bahkan terlalu sering ditemukan mereka yang jadi bingung dan gerogi di depan kelas karena kehabisan perbendaharaan kata-kata untuk bertanya. Dalam keadaan panik dan bingung seperti itu, biasanya mereka secara gampang saja langsung menyimpulkan pengalaman belajar para peserta, tentu saja menurut persepsinya sendiri, maka jadilah penilaian dan persepsi yang sangat subjektif. Teknik bertanya dalam suatu kegiatan atau proses pendidikan dan pelatihan, sebenarnya sederhana saja, yang terpenting adalah kesadaran untuk tetap taat azas
pada prinsip pendidikan dan pelatihan dan andragogi. Bahkan, tak ada salahnya bagi seorang widyaiswara/fasilitator untuk mengakui saja tidak tahu (atau berpura-pura tidak tahu) tentang suatu hal yang dipertanyakan oleh peserta dan melemparkan kembali pertanyaan tersebut untuk dijawab oleh peserta lainnya, demi memberi kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapat dan pengalaman mereka sendiri. Ini yang prinsip. B. Hal-hal Teknis 1. Usahakan agar pertanyaan diajukan secara singkat dan jelas, jika perlu ulangi sekali lagi atau dua kali sampai jelas benar, terutama jika pertanyaan itu ditujukan pada salah seorang peserta. 2. Namun jangan sampai pertanyaan semacam itu justru menjadikan peserta gelagapan atau gugup menjawabnya, dan karenanya hindari pertanyaan tendensius dan gaya bertanya menghakimi (pelatih bukan interogator) kecuali pada kasus-kasus pelanggaran norma dan tata tertib. 3. Dalam meneruskan sebuah pertanyaan dari seorang peserta ke peserta lainnya, hindari jangan sampai terjadi antara peserta yang bersangkutan malah terjadi perang tanding (berdebat langsung di luar kendali widyaiswara/fasilitator). 4. Jika perlu, pertanyaan dari seorang peserta dikembalikan kepadanya lagi dengan pertanyaan balik seperti : menurut anda sendiri bagaimana? (agar ia sendiri mau berfikir dan tidak menganggap widyaiswara/fasilitator sebagai orang yang tahu segalanya). 5. Dan beberapa hal lainnya lagi yang hanya bisa difahami setelah mengalami sendiri bagaimana pemandu sebuah kegiatan pendidikan dan pelatihan, sesuai kondisi dan situasi yang ada. Ada beberapa hal yang lebih teknis lagi sebagai pedoman, bentuk-bentuk atau jenis pertanyaan dasar yang paling sering digunakan dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan selama ini, antara lain sebagai berikut :
1. Pertanyaan Ingatan Dimana anda mengalami..? Kapan hal itu terjadi.? Apakah hal semacam ini pernah terjadi pada anda.? Dengan mengalami ini, apakah bisa dikaitkan dengan pengalaman anda sebenarnya.? 2. Pertanyaan Pengamatan Apa yang sedang terjadi? Apakah anda telah melihatnya? 3. Pertanyaan Analitik (Urai Sebab-Akibat) Mengapa perbedaan pendapat itu terjadi? Bagaimana akibat kegiatan ini terhadap perilaku kelompok? 4. Pertanyaan Hipotetik (Memancing Praduga) Apa yang akan terjadi jika..? Coba ramalkan apa akibatnya andaikata? 5. Pertanyaan Pembanding Siapakah dalam hal ini yang benar? Mana yang anda anggap paling tepat antara..dan.? 6. Pertanyaan Proyektif (Mengungkap ke Depan) Bayangkan jika anda menghadapi situasi seperti itu, apakah yang akan anda lakukan? 7. Pertanyaan Tertutup (Menjurus ke Suatu Jawaban Tertentu) Kita sebagai pelatih harus selalu melemparkan pertanyaan yang tidak menjurus, ya kan?
Seperti terlihat jelas pada contoh-contoh pertanyaan di atas, jelas sekali bahwa apapun bentuk atau jenis pertanyaannya, semuanya tetap bertolak dari kata-kata kunci pertanyaan yang peling pokok yaitu : Apa? Siapa.? Dimana? Kapan? Bagaimana? Mengapa.? Kata-kata apa, siapa, dimana, dan kapan adalah kata tanya untuk mengungkapkan fakta. Kata kunci bagaimana adalah kata tanya untuk mengungkapkan baik fakta maupun pendapat (opini). Kata kunci mengapa adalah kata tanya untuk mengungkapkan pendapat. Atas dasar ini menjadi gampang jika ingin diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan. Kata-kata kunci apa, siapa, dimana, dan kapan lebih digunakan pada pertanyaan tahap mengungkapkan dalam proses pembelajaran pengalaman berstruktur karena tahap ini memang bermaksud mengungkap apa yang senyatanya terjadi atau dilakukan oleh peserta. Kata kunci bagaimana juga dapat digunakan pada proses ini dan proses menganalisa maupun menyimpulkan, tapi kata kunci mengapa lebih digunakan pada tahap menganalisa dan menyimpulkan saja, karena tahap ini memang sudah dimaksudkan untuk meminta pendapat peserta. Dikaitkan dengan bentuk atau jenis pertanyaan tadi, dapat dikatakan bahwa jenis pertanyaan ingatan dan pengamatan lebih digunakan pada tahap mengungkapkan. Jenis pertanyaan analitik, hipotetik, dan perbandingan, lebih digunakan pada tahap menganalisa, sementara jenis pertanyaan proyektif lebih banyak digunakan pada tahap menyimpulkan. Adapun jenis pertanyaan tertutup lebih digunakan pada saat widyaiswara/fasilitator akan menegaskan kembali kesimpulan peserta di akhir kegiatan latihan.
RUJUKAN Fajar S, 2012. Cara bertanya bagi guru, Kemendikbud, 2013. Kurikulum 2013, Jakarta http