Suplementasi Mineral Sulfur Pada Ransum Tongkol Jagung Amoniasi Dan Pengaruhnya Terhadap Kecernaan Secara In Vitro

dokumen-dokumen yang mirip
RESPON SUPLEMENTASI MINERAL ZINK (Zn) TERHADAP KECERNAAN IN-VITRO RANSUM TONGKOL JAGUNG AMONIASI

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

PEMANFAATAN Indigofera sp. DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA DOMBA JANTAN

Pengaruh Pemakaian Urea Dalam Amoniasi Kulit Buah Coklat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara in vitro

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

Kecernaan Ransum Domba Berbasis Daun Sawit Teramoniasi yang Disuplementasi Sulfur, Fosfor, dan Daun Ubi Kayu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Potong (In Vitro)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

I. PENDAHULUAN. Salah satu bahan pakan alternatif yang potensial dimanfaatkan sebagai

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA ( Panicum Maximum ) TERHADAP KECERNAAN NDF DAN ADF PADA KAMBING LOKAL

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

Kecernaan in-vitro Ransum Berbasis Limbah Jagung Amoniasi dengan Berbagai Rasio Konsentrat untuk Ruminansia

EFEK BEBERAPA METODA PENGOLAHAN LIMBAH DAUN KELAPA SAWIT TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN KECERNAAN SECARA IN-VITRO.

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN IN VlTliO SERBUK SABUT KELAPA YANG DISUPLEMENTASI DENGAN BEBERAPA T ARAF MINERAL SULFUR

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH METODE PENGOLAHAN KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) TERHADAP KANDUNGAN NDF, ADF, SELULOSA, HEMISELULOSA, LIGNIN DAN SILIKA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

KINERJA TERNAK KAMBING JANTAN LOKAL YANG MENDAPAT RANSUM KOMPLIT BERBASIS TONGKOL JAGUNG DENGAN SUMBER PROTEIN BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA ENSILASE JERAMI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) TERHADAP KONSENTRASI NH 3 DAN VFA (IN VITRO)

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

I. PENDAHULUAN. ruminansia adalah ketersedian pakan yang kontiniu dan berkualitas. Saat ini

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

Degradasi in vitro Fraksi Serat Ransum Berbasis Limbah Jagung Amoniasi. In vitro Degradability of Fiber Fraction of Ammoniated Corn Waste Based Ration

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS

SUHU FERMENTOR TERHADAP NILAI GIZI PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PRODUK FERMENTASI BUNGKIL KELAPA SAWIT

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH AGROINDUSTRI MELALUI SUPLEMENTASI MINERAL Ca dan Mg ORGANIK TERHADAP KCBK DAN KCBO RANSUM KAMBING

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN BERBASIS RUMPUT (Panicum maximum) TERHADAP KECERNAAN HEMISELULOSA DAN SELULOSA PADA KAMBING LOKAL

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

HASIL DAN PEMBAHASAN

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

KOMPOSISI FRAKSI SERAT DARI SERAT BUAH KELAPA SAWIT (SBKS) YANG DI FERMENTASI DENGAN PENAMBAHAN FESES KERBAU PADA LEVEL BERBEDA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

Nova Dwi Kartika, U. Hidayat Tanuwiria, Rahmat Hidayat. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : FAUZAN AZIMA

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2005, VOLUME 5 NOMOR 2, (53-57)

I. PENDAHULUAN. Pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilakukan jika hanya

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum ) TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA KAMBING LOKAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PRODUKSI DAN. Suryahadi dan Despal. Departemen Ilmu Nutrisi &Teknologi Pakan, IPB

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

I. PENDAHULUAN. berasal dari hijauan dengan konsumsi segar per hari 10%-15% dari berat badan,

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sapi Bali termasuk familia Bovidae, Genus Bos dan Sub-Genus Bovine,

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

PENGARUH PENAMBAHAN DOSIS UREA DALAM AMONIASI LIMBAH TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK TERHADAP KANDUNGAN BAHAN KERING, SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR

Transkripsi:

Jurnal Peternakan Indonesia, Juni 2012 Vol. 14 (2) ISSN 1907-1760 Suplementasi Mineral Sulfur Pada Ransum Tongkol Jagung Amoniasi Dan Pengaruhnya Terhadap Kecernaan Secara In Vitro Supplementation of Sulphur on Digestibility of ammoniated corn cobs ration in vitro Elihasridas, N. Jamarun, M. Zain dan Y. Marlida Jurusan Nutrisi & Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Kampus Unand Limau Manis Padang, 25163 Telp. 0751-74208 Fax: 0751-71464 HP. 081363434686 (Diterima: 12 Desember 2011; Disetujui: 16 Februari 2012) ABSTRACT An experiment was conducted to evaluate the effect supplementation of mineral sulphur on the digestibility of ammoniated corn cobs ration. The objective of this experiment is to determine the optimum level of sulphur supplementation to in vitro digestibility of rations. Rations consisted of 50% ammoniated corn cobs and 50% concentrate. As treatments, was various levels of sulphur at0, 0,13, 0,16, 0,21 and 0,32% of DM basis. Parameters measured included: digestibility of DM, OM, CP and fiber fractions. Data were statistically analyzed by variance analysis in a block randomized design. Results showed that the treatments gave highly significant (P<0,01) effect on the digestibility. Digestibility of DM. OM, CP and fibers fractions increased as increasing level of sulphur supplementation. The best digestibility was found on 0,16% level of sulphur supplementation. Key words: Ammoniated corn cobs, mineral sulphur, in vitro digestion. PENDAHULUAN Keterbatasan sumber hijauan/rumput akibat alih fungsi lahan dan fluktuasi musim mengakibatkan pola penyediaan pakan ternak ruminansia telah mengalami pergeseran pada upaya pemanfaatan bahan pakan lokal non konvensional yang berasal dari limbah pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan agroindustri. Tongkol jagung merupakan salah satu hasil ikutan pertanian yang cukup potensial sebagai bahan pakan alternatif pengganti hijauan untuk ternak ruminansia. Potensi kuantitatif tongkol jagung sebagai bahan baku pakan cukup menjanjikan. Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2009 telah mencapai 17,04 juta ton (BPS, 2010). Dari produksi jagung tersebut diperkirakan dihasilkan 3,41 juta ton tongkol jagung. Propinsi Sumatera Barat pada tahun yang sama menghasilkan 0,403 juta ton jagung atau menghasilkan 80.600 ton tongkol jagung. Potensi yang besar ini dapat diandalkan sebagai penyangga kebutuhan pakan ternak ruminansia dimasa datang. Pemanfaatan tongkol jagung sebagai pakan ternak terkendala oleh kandungan lignin yang cukup tinggi yaitu 9,1 % (Olievera et al., 2005). Lignin membentuk ikatan komplek dengan selulosa dan hemiselulosa, sehingga membuat struktur dinding sel menjadi kuat yang mengakibatkan daya cernanya rendah. Peningkatan efisiensi pemanfaatan tongkol jagung sebagai bahan pakan ternak memerlukan penguraian ikatan lignin dengan polisakarida. Salah satu cara pengolahan untuk meningkatkan fermentabilitas pakan serat yang telah teruji adalah teknik amoniasi dengan urea. Pengolahan tongkol jagung dengan amoniasi dengan urea telah berhasil meningkatkan kandungan nitrogen dan degradasinya dalam rumen, namun masih rendah dibanding rumput lapangan (Elihasridas, 2003). Kecernaan pakan dalam rumen tidak hanya ditentukan oleh fermentabilitasnya tetapi juga ditentukan oleh pertumbuhan Suplementasi Mineral Sulfur Pada Ransum Tongkol Jagung Amoniasi... (Elihasridas et al) 349

mikroba rumen, karena kecernaan pakan dalam rumen pada prisipnya adalah kerja enzim yang diproduksi oleh mikroba dalam rumen. Perkembangan dan pertumbuhan mikroba rumen tersebut sangat tergantung pada ketersediaan nutrient precursor seperti karbohidrat, asam amino, nitrogen, mineral dan vitamin. Peningkatan populasi mikroba akan meningkatkan konsentrasi enzim yang pada gilirannya meningkatkan kecernaan pakan, sekaligus meningkatkan suplai protein mikroba untuk kebutuhan protein ternak ruminansia (Elihasridas, 2010). Sebaliknya kekurangan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba akan mengurangi biomasanya dan akhirnya akan menurunkan kecernaan pakan. Oleh sebab itu untuk mencapai efisiensi fermentasi dan sintesis protein mikroba yang tinggi semua prekursor tersebut harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Mineral dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil namun mempunyai peranan yang sangat penting dalam makanan ternak. Tongkol jagung kandungan mineralnya sangat rendah baik mineral makro maupun mikro. Beberapa mineral berperan penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba rumen (Arora, 1989). Mineral yang sering defisien untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah sulfur (S) (Leng, 1991). Untuk memaksimalkan degradasi pakan dalam rumen kecukupan mineral ini sangat penting. Sulfur merupakan mineral esensial untuk pertumbuhan dan aktifitas mikroba rumen. Mineral S dapat menjadi nutrien pembatas pertama untuk efisiensi fermentasi rumen, efek utamanya adalah terjadinya penurunan suplai protein mikroba bagi ternak. Kandungan mineral ini sangat rendah bahkan sering defisien pada pakan di daerah tropis dan pakan yang berasal dari limbah pertanian dan perkebunan, selain itu bioavailability mineral pada pakan serat ini juga rendah (Preston dan Leng, 1987; Komisarczuk dan Durand, 1991). Mineral S dimanfaatkan oleh mikroba rumen sebagai komponen pembentuk tiga asam amino mengandung S (metionin, sistin, dan sistein). Selain itu S merupakan sumber komponen vitamin tiamin dan biotin serta coenzim (COASH) (Komisarczuk dan Durand, 1991). Kadar S dalam biomasa mikroba rumen dapat mencapai sekitar 8g/kg bahan kering mikroba dan sebagian besar terdapat dalam protein (Bird, 1973). Suplai S yang cukup dalam ransum dapat meningkatkan degradasi sellulosa dalam rumen karena S dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri sellulolitik, protozoa siliata dan fungi rumen (Komisarczuk dan Durand, 1991). Oleh sebab itu untuk mencapai tingkat degradasi pakan dan sintesis protein mikroba yang tinggi dalam rumen, mineral S harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui taraf suplementasi mineral S yang efektif dalam meningkatkan degradasi ransum tongkol jagung amoniasi dalam rumen. METODE Ransum percobaan terdiri dari 50% tongkol jagung amoniasi dan 50% konsentrat (40% dedak halus, 36% bungkil kelapa, 20% tepung daun ubi kayu dan 4% ultramineral), mineral S dalam senyawa amonium sulfat (NH 4 ) 2 SO 4, cairan rumen sebagai sumber mikroba rumen dan larutan McDougall sebagai saliva buatan. Penelitian ini dilakukan secara in vitro yaitu fermentasi ransum dengan cairan rumen untuk menguji efektifitas suplementasi mineral S dalam meningkatkan kecernaan ransum tongkol jagung amoniasi. Fermentasi in-vitro dilakukan selama 48 jam. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan taraf suplementasi mineral S dan 3 kali waktu pengambilan cairan rumen sebagai kelompok. Penentuan taraf suplementasi mineral S didasarkan kepada rasio N dan S ransum yaitu 12 : 1, kemudian dinaikkan dan diturunkan rasionya dua tingkat, sehingga susunan rasionya menjadi : A(0 : 1) tanpa suplementasi, B (15 : 1), C (12 : 1), D (9 : 1) dan E (6 : 1). Kandungan protein kasar ransum adalah 12,15% atau kadar N = 12,15 : 6,25 = 1,94%. Untuk rasio 12 : 1 maka taraf suplementasi mineral S adalah 1.94% : 12 = 350 Suplementasi Mineral Sulfur Pada Ransum Tongkol Jagung Amoniasi... (Elihasridas et al)

0,16%. Dengan demikian susunan perlakuannya adalah sebagai berikut : A = Ransum tanpa suplementasi mineral S (kontrol), B = suplementasi mineral S = 0,13%, C = suplementasi mineral S = 0,16%, D = suplementasi mineral S = 0,21%, dan E = suplementasi mineral S = 0,32% dari BK ransum. Peubah yang diamati : 1. Kecernaan bahan kering, bahan organik dan protein kasar ransum yang diukur dengan analisis proksimat. 2. Kecernaan fraksi serat (NDF, ADF, selulosa dan hemiselulosa) ransum yang diukur dengan analisis Goering, H.K. dan Van Soest. Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diukur dianalisis dengan anova mengikuti rancangan acak kelompok. Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh yang nyata, nilai rataan dari setiap perlakukan dibandingkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) (Steel and Torrie, 1989). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suplementasi Mineral Sulfur Terhadap Kecernaan Bahan Kering (BK), Bahan Organik (BO), dan Protein Kasar (PK). Hasil pengujian suplementasi mineral S pada ransum tongkol jagung amoniasi terhadap kecernaan BK, BO dan PK disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suplementasi mineral S sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi kecernaan BK, BO dan PK ransum dimana kecernaan meningkat dengan meningkatnya taraf suplementasi mineral S dibanding ransum kontrol (tanpa suplementasi). Kecernaan BK, BO dan PK perlakuan A (kontrol) relatif rendah dibandingkan dengan perlakuan B, C, D, dan E. Hal ini menunjukan ransum kontrol kekurangan mineral S sehingga pertumbuhan mikroba dan metabolisme dalam rumen tidak optimal. Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Ransum Percobaan (%BK) Zat Makanan Kandungan (%) Bahan Kering 64,24 Bahan Organik 90,64 Protein Kasar 12,15 Serat Kasar 21,32 Lemak Kasar 4,31 T D N 62,81 Abu 8,86 Ca 1,82 P 0,97 S* 0,15 Sumber : Analisis Laboratorium Gizi Dasar Fak. Peternakan Universitas Andalas * Analisis Laboratorium Kimia Tanah Fak. Pertanian Universitas Andalas Tabel 2. Rataan Kecernaan In-Vitro BK, BO dan PK Ransum Tongkol Amoniasi yang Disuplementasi Mineral Sulfur (%). Kecernaan (%) Bahan Kering Bahan Organik Protein Kasar P e r l a k u a n A B C D E SE 51,80 c 53,82 c 67,51 a 65,46 a 61,44 b 1,03 57,15 d 63,11 c 72,69 a 69,05 b 65,38 c 0,82 57,26 d 64,06 c 73,24 a 69,77 b 66,36 c 0,75 Keterangan: Nilai dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01). SE = Standar Error Suplementasi Mineral Sulfur Pada Ransum Tongkol Jagung Amoniasi... (Elihasridas et al) 351

Mineral S merupakan komponen penting untuk pembentukan asam amino mengandung S (methionin, sistin, dan sistein) bagi mikroba rumen. Preston dan Leng (1987) menyatakan bahwa mineral S dapat menjadi nutrien pembatas pertama untuk efisiensi fermentasi rumen dan pengaruh utamanya adalah menurunnya ketersediaan protein mikroba. Hasil penelitian Zain (1999) mendapatkan bahwa penambahan Analog Hidroksi Methionin (AHM) sebagai sumber S memperlihatkan pengaruh positif terhadap peningkatan populasi bakteri dan kecernaan bahan kering ransum sabut sawit. Peningkatan populasi dan pertumbuhan mikroba rumen berdampak terhadap peningkatan jumlah zatzat makanan yang dicerna. Suplementasi mineral S pada taraf 0,16% dari bahan kering ransum (perlakuan C) atau rasio N : S = 12 : 1 menghasilkan kecernaan BK, BO dan PK yang tertinggi. Tingginya kecernaan BK, BO dan PK pada perlakuan C diduga suplementasi mineral S 0,16% dari bahan kering ransum telah mencukupi kebutuhan mikroba rumen untuk pertumbuhannya. Disamping itu juga terjadinya keseimbangan pasokan zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba rumen terutama suplai protein (nitrogen). Pemanfaatan mineral S oleh mikroba rumen sangat tergantung pada pasokan sumber nitrogen dalam ransum. Peningkatan suplementasi mineral S tanpa diiringi dengan pasokan sumber N tidak akan meningkan pertumbuhan mikroba rumen karena mineral S dan nitrogen merupakan komponen pembentuk protein sel mikroba. Peningkatan suplementasi mineral S 0,21% dan 0,32% dari bahan kering ransum tidak lagi meningkatkan kecernaan BK, BO dan PK ransum, namun masih lebih tinggi dari ransum kontrol. Hal ini disebabkan karena ketersediaan N yang tidak cukup sehingga kelebihan S tidak termenfaatkan lagi oleh mikroba rumen untuk sintesis protein selnya. Menurut Muhtarudin (2002), pemanfaatan mineral S oleh mikroba rumen untuk sintesis protein selnya sangat tergantung pada ketersediaan sumber N. Selanjutnya Kincaid (1984) menyatakan bahwa kelebihan S dalam rumen yang tidak termanfaatkan oleh mikroba rumen akan membentuk gas H 2 S yang banyak yang dapat mengganggu metabolisme mikroba rumen sehingga populasi mikroba rumen menurun. Penurunan populasi mikroba akan berdampak terhadap penurunan degradasi pakan dalam rumen. Pengaruh Suplementasi Mineral Sulfur Terhadap Kecernaan Fraksi Serat Ransum (NDF, ADF, selulosa dan hemiselulosa). Kecernaan fraksi serat (NDF, ADF, selulosa dan hemiselulosa) ransum tongkol jagung amoniasi sangat nyata (P<0,01) meningkat akibat suplementasi mineral S. Sejalan dengan kecernaan bahan kering ransum, peningkatan suplementasi mineral S sampai 0,16% meningkatkan kecernaan fraksi serat ransum. Peningkatan suplementasi mineral S 0,21 dan 0,32% tidak lagi meningkatkan kecernaan fraksi serat ransum namun masih tinggi dari ransum kontrol. Kecernaan NDF, ADF, sellulosa dan hemisellulosa tertinggi diperoleh pada taraf suplementasi mineral S 0,16% dari bahan kering ransum (perlakuan C) atau rasio N dan S adalah 12 : 1dan kecernaan terendah diperoleh pada ransum kontrol (perlakuan A). Tingginya kecernaan fraksi serat pada perlakuan (C) ini diduga terjadinya keseimbangan pasokan nutrien terutama suplai N dan mineral S untuk mikroba rumen, sehingga mikroba rumen tumbuh dan berkembang secara optimal. Preston dan Leng (1987), menyatakan bahwa defisiensi satu nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba rumen akan mengurangi biomasanya dan akan berakibat menurunnya daya cerna pakan terutama pakan serat. Menurut Sutanto (2002), efisiensi pertumbuhan mikroba rumen yang optimal terjadi pada rasio N : S adalah 10-14 : 1 atau rata-rata 12 : 1. Pada penelitian ini kecernaan zat-zat makanan (bahan kering, bahan organik, protein kasar dan fraksi serat) tertinggi diperoleh pada rasio N : S adalah 12 : 1 atau suplementasi mineral S 0,16% dari bahan kering ransum (perlakuan C), sesuai dengan kisaran optimal yang dilaporkan Sutanto. 352 Suplementasi Mineral Sulfur Pada Ransum Tongkol Jagung Amoniasi... (Elihasridas et al)

Tabel 3. Rataan Kecernaan In-Vitro Fraksi Serat Ransum Tongkol Jagung Amoniasi yang Disuplementasi Mineral Sulfur (%). Kecernaan P e r l a k u a n (%) A B C D E SE NDF ADF Selulosa Hemiselulosa 51,87 c 49,06 c 52,91 d 56,99 c 53,20 d 50,47 d 54,13 d 58,18 cb 57,71 a 54,48 a 58,75 a 63,61 a 55,08 b 52,89 b 56,35 b 59,09 b 54,46 b 51,58 c 55,36 c 59,71 b 0,22 0,31 0,29 0,36 Keterangan: Nilai dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01). SE = Standar Error Peningkatan kecernaan fraksi serat pada penelitian ini mencerminkan bahwa suplementasi mineral S berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan aktifitas mikroba pencerna serat dalam rumen. Komisarczuk dan Durand (1991) menjelaskan bahwa mineral S penting bagi pencernaan serat dalam rumen, suplai S yang cukup mengoptimalkan kecernaan sellulosa melalui stimulasi spesifik bakteri sellulolitik, aktifitas protozoa ciliata dan fungi anaerobik rumen. Selanjutnya ditambahkan bahwa fungi anaerob termasuk jenis mikroba rumen pencerna serat, pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kadar S dalam ransum. Gulati et al. (1985) melaporkan bahwa populasi fungi dalam rumen meningkat drastis pada ransum yang disuplementasi mineral S. Hasil penelitian Bal dan Ozturk (2006) mendapatkan bahwa suplementasi mineral S pada bahan pakan serat bermutu rendah dapat meningkatkan degradasi komponen serat dalam rumen. Meningkatnya kecernaan fraksi serat ini terutama selulosa dan hemiselulosa sangat menguntungkan, karena selulosa dan hemiselulosa merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kecernaan ransum tongkol jagung amoniasi dapat ditingkatkan melalui suplementasi mineral sulfur dan taraf suplementasi mineral sulfur yang optimal dalam meningkatkan kecernaan ransum tongkol jagung amoniasi adalah 0,16% dari bahan kering ransum. DAFTAR PUSTAKA Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Terjemahan Retno Murwani. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2010. Statistic of Year Book Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Bal, M.A. and D. Ozturk. 2006. Effect of sulfur containing supplements on ruminal fermentation and microbial protein synthesis. Research Journal of Animal and Veterinary Sciences 1(1):33-36. Bird, P.R. 1973. Sulphur metabolism and excretion studies in ruminant. XII. Nitrogen and sulphur composition of ruminal bacteria. Aust. J. Biol. Sci. 26: 1492. Elihasridas. 2003. Degradasi bahan kering, bahan organik, ADF dan NDF ransum yang menggunakan tongkol jagung secara in vitro. Laporan SPP/DPP. Unand Padang. Elihasridas, F. Agustin dan Erpomen. 2007. Pembuatan ransum komplit ternak ruminansia berbasis tongkol jagung olahan untuk menghasilkan daging kaya omega 3. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2007. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Elihasridas, F. Agustin dan Erpomen. 2010. Suplementasi nutrisi terpadu pada Suplementasi Mineral Sulfur Pada Ransum Tongkol Jagung Amoniasi... (Elihasridas et al) 353

ransum berbasis limbah pertanian untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas daging ternak ruminansia. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2010. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Goering, H.K. and P.J. Van Soest. 1970. Forage fiber analysis (apparatus, reagents, procedures and some application). Agric.Handbook 379, ARS, USDA, Washington, D.C. Gulati, S.K., J.R. Ashes, G.L.R. Gordon and M.W. Philips. 1985. Possible contribution of rumen fungi to fiber digestion in sheep. Prod. Nutr, Csoc Aust. 10. Komisarczuk, S. and M. Durand. 1991. Effect of mineral on microbial metabolism. In. Rumen Microbial Metabolismand Ruminant Digestion. J.P. Jouany (Ed) INRA publ.versailes, France. Leng, R.A. 1991. Further observation on the efficiency of feed utilization for growth in ruminants fed forage based diets. Dalam Recent Advance in Animal Nutrition in Australia. Ed. Farrel, D.J. Universsity of New England, Armidale. Olievera, L.A., A.L.F. Porto., B. Elias and Tambourgi. 2005. Production of xylanase and protease by penicillium janthinellum CRC 87M-115 from different agriculture waste. Bioresource Technology, 97:862-867. Preston, T.R. and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resources in The Tropics. Penambul Books. Armidale. Australia. Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1989. Principles and Procedures of Statistcs. A Biometrical Approach (2 nd Ed). Mc Graw-Hill International Book Company. Sutanto, H. 2002. Kebutuhan gizi ternak ruminansia menurut stadia fisiologisnya. Reorientasi Formulator Pakan Ternak. Dinas Peternakan Jawa Timur. Zain, M. 1999. Peningkatan manfaat sabut sawit dalam ransum pertumbuhan domba melalui devaunasi parsial dan suplementasi analog hidroksi methionin dan asam amino bercabang. Disertasi, Program Studi Ilmu Ternak, Program Pascasarjana, IPB, Bogor. 354 Suplementasi Mineral Sulfur Pada Ransum Tongkol Jagung Amoniasi... (Elihasridas et al)