BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai salah satu asas hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna bahkan Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan. 1 Salah satu akibat dari perkawinan adalah timbulnya hak dan kewajiban dalam keluarga, yang terdiri dari suami, isteri dan anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu perkawinan yang sah. ketentuan mengenai pelaksanaan kehidupan berumah tangga telah diatur dalam Islam demi tercapainya tujuan perkawinan. Perkawinan merupakan solusi bagi manusia dalam menyalurkan nafsu syahwat dengan lawan jenisnya. Penyaluran nafsu syahwat untuk menjamin kelangsungan hidup umat manusia dapat saja ditempuh melalui jalur luar perkawinan, namun dengan melakukan itu dia akan kehilangan kehormatannya, baik diri sendiri, anak maupun keluarga. 2 Dalam firman Allah : أ س ك ن ىه ن م ن ح ي ث س ك نت م م ن و ج د ك م و ل ت ض ا ر وه ن ل ت ض ي ق ىا ع ل ي ه ن و إ ن ك ن أ و ل ت ح م ف ق ىا ع ل ي ه ن ح ت ي ض ع ن ح م ل ه ن إ ن أ ر ض ع ن ل ك م ات ىه ن أ ج ىر ه ن و أ ت م و وا ي ين ك م ي م ع و وف و إ ن ت ع اس و ت م س ت و ض ع ۥ ل ه أ خ و ي ٦ Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) 1 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Jakarta: Attahiriyyah, 1396 H/ 1976 M), hal. 355 2 Khoirudin Nasution, Hukum Perkawinan 1, (Yogyakarta, 2005), hal. 46
itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya (QS. At-Talaq : 6) 3 Keberadaan nafkah tentunya sangat penting dalam membangun keluarga, jika dalam satu keluarga nafkah tidak terpenuhi, baik nafkah isteri maupun nafkah anak-anaknya dapat menimbulkan ketidak harmonisan dan ketidak berhasilan dalam membina keluarga. Ayat tersebut menunjukkan bahwa nafkah menjadi tanggung jawab suami untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) keluarga. Pemenuhan terhadap nafkah merupakan bagian dari upaya mempertahankan keutuhan eksistensi sebuah keluarga, nafkah wajib atas suami semenjak akad perkawinan dilakukan. Anak merupakan salah satu rahmat Allah SWT yang diberikan kepada manusia yang bernilai tinggi dan mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Oleh karena itu, agama Islam mengajarkan untuk memelihara keturunan agar jangan sampai tersia-sia, jangan didustakan dan jangan sampai dipalsukan. Karena pada dasarnya hubungan keturunan adalah nikmat Allah SWT yang dianugerahkan kepada hamba-nya. Perkawinan bukan hanya menyalurkan nafsu seksual secara sah belaka, tetapi juga untuk kepentingan reproduksi yang akan menyambung nasab orang tuanya dan mewarisi sejarah keluarganya. Anak yang bernasab kepada orang tuanya adalah rahasia orang tua dan pemegang keistimewaannya, saat orang tua 3 Kementrian Agama RI, Grup Insan Media Pustaka, QS. At-Talaq:6 2
masih hidup, anak sebagai penenang, dan ketika meninggal, anak sebagai pelanjut sejarah dan lambang keabadian dalam keluarga. Anak merupakan salah satu obyek kajian dalam hukum Islam, termasuk status anak hasil pernikahan sirri, anak hasil pernikahan tidak sah berbeda dengan anak haram, anak zadah atau anak kampang atau lain-lain. 4 Anak tersebut merupakan anak sah, karena terpenuhinya syarat-syarat pernikahan di dalam Islam. Sedangkan mengenai syarat sahnya perkawinan pasal 2 UU Perkawinan nomor 1 tahun 1974 yang menyatakan bahwa : ayat (1) perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum dan agama masing-masing. sementara ayat (2) menyatakan, tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 5 Sebab dan akibat dalam perkawinan suami dan istri terikat hak dan kewajiban, yang mengatur kehidupan suami istri untuk mencapai tujuan perkawinan, yang di maksud dengan hak di sini, sesuatu yang merupakan milik atau yang dapat dimiliki oleh suami istri dari hasil perkawinannya. Hak tersebut ialah pangan, sandang, tempat tinggal, hingga anak hasil dari perkawinan tersebut lahir. Dalam Firman Allah : أ س ك ن ىه ن م ن ح ي ث س ك نت م م ن و ج د ك م و ل ت ض ا ر وه ن ل ت ض ي ق ىا ع ل ي ه ن و إ ن ك ن أ و ل ت ح م ف ق ىا ع ل ي ه ن ح ت ي ض ع ن ح م ل ه ن إ ن أ ر ض ع ن ل ك م ات ىه ن أ ج ىر ه ن و أ ت م و وا ي ي ن ك م ي م ع ووف و إ ن ت ع اس و ت م س ت و ض ع ۥ ل ه أ خ و ي ٦ Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) 4 Fuad Mohd. Fachruddin, Masalah Anak dalam Hukum Islam, Anak Kandung, Anak Tiri, Anak Zina (Jakarta : CV. Pedoman ilmu jaya, 1991) hal. 78 5 pasal 2 (1) & (2), Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 3
itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya 6 Dalam ikhwal perkawinan sirri, tanpa adanya pencatatan sipil seorang anak hanya dinisbatkan kepada ibu dan keluarga ibunya. Pasal 43 ayat 1 anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Akan tetapi dalam Hukum Islam itu sendiri jika perkawinan tersebut masih terdapat unsur-unsur syarat sahnya perkawinan maka hak anak tidak hanya berada dalam ruang lingkup ibu dan keluara ibu tetapi juga pada ayahnya. Jika kita merujuk pada hukum perkawinan di Indonesia Undang-undang No.1 tahun 1974 maka akan terganggu pada hukum perwalian anak itu sendiri dalam hal pangan, sandang, tempat tinggal maupun dalam perbuatan hukum itu sendiri dalam hal ini, saat menjadi wali ketika anak tersebut menikah kelak jika anak tersebut seorang perempuan yang jika masih ada ayahnya maka saat menikah wajib di walikan oleh sang ayah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, dalam hal perwalian ayah hanya dinisbatkan kepada anak kandung dan juga kepada istri yang dalam perkawinan sah saja, akan tetapi nafkah kepada anak hasil perkawinan sirri sangat sedikit dibahas dalam paparan secara mendetail. Oleh karena itu penyusun sangat tertarik untuk meneliti perwalian hak-hak anak hasil nikah sirri menurut Kompilasi Hukum Islam 6 Ibid 4
1.2. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perwalian hak-hak anak dalam perkawinan sirri menurut Kompilasi Hukum Islam? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak hasil pernikahan sirri dari Kompilasi Hukum Islam? 1.3. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum Penulisan ini dibuat dalam rangka memperoleh pengetahuan lebih menyeluruh dan mendalam mengenai perwalian hak-hak anak hasil nikah siri dalam Kompilasi Hukum Islam, dalam hal ini perwalian tidak di atur didalam Kompilasi Hukum Islam yang nyatanya bahwa di dalam kitab suci Al-Qur an bahwa perwalian atau sebab dari hasil perkawinan sudah di atur dalam Hukum Islam 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan Khusus dari penulisan skripsi ini disusun sesuai berdasarkan dengan uraian di dalam perumusan masalah, yaitu : 1. Untuk memahami perwalian hak-hak anak hasil nikah sirri sah menurut Kompilasi Hukum Islam, terkait tidak di temukannya 5
pasal di dalam Kompilasi Hukum Islam yang mengatur tentang perwalian di Indonesia menurut Hukum Islam 2. Mengetahui dan memahami bahwa di dalam islam jika terdapat unsur atau syarat sahnya perkawinan (ijab Kabul), perkawinan tersebut menjadi sah dan hak anak di tanggung oleh ayah dan ibu dari anak tersebut, berbeda dengan perkawinan yang tidak di catat dalam pencatatan sipil bahwa perkawinan tersebut di anggap tidak sah dan hak wali hanya di limpahkan ke ibu dan keluarga ibu dari anak tersebut 1.4. DEFINISI OPERASIONAL 1. Hukum Islam adalah : Hukum yang sudah di atur oleh Allah, beserta pedoman hidup yaitu : Al-Qur an yang juga sebagai undang-undang dan dasar Hukum Islam atau Hukum Positif yang di akui kekuatan hukumnya 2. Kompilasi Hukum Islam adalah : Hukum materiil pengadilan di lingkungan peradilan agama di Indonesia, yang dikeluarkan melalui instruksi Presiden pada 1991. Kompilasi Hukum Islam terdiri dari tiga bab : Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan 3. Perkawinan adalah : 6
Ikatan lahir batin antara seseorang pria dengan sorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa 4. Perwalian adalah : Akibat dari perkawinan yang mengikat dan menggantikan sementara hak anak yang belum cakap hukum, dalam berkuasa di hadapan hukum tersebut dan menafkahi anak dalam sandang pangan di kehidupan sebelum menikah 5. Anak adalah : Orang yang lahir dari rahim ibu, baik laki-laki maupun perempuan yang merupakan hasil persetubuhan dua lawan jenis 6. Anak Sah adalah : Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dan akan menjadi ahli waris serta menyandang nama ayahnya 7. Anak Hasil Sirri adalah : Anak yang lahir dari hasil perkawinan tidak sah (tidak dicatat di KUA), akan tetapi ikatan perkawinan orang tua anak tersebut sah dan anak tersebut menjadi ahli waris serta menyandang nama ayahnya, jika ditinjau dalam Hukum Islam 8. Nafkah adalah : Kebutuhan pokok yang diperlukan oleh keluarga dalam hal ini dalam rumah tangga. 9. Kawin Sirri 7
Perkawinan yang sah dalam hal Ijab Qabul, tetapi tidak di catat dalam pencatatan sipil. Hingga tidak diakui oleh Negara, dalam Islam kawin Sirri di akui asalkan masih terdapat unsur sahnya perkawinan dalam Islam 10. Perkawinan Sah Perkawinan yang dilakukan menurut Hukum Islam dan sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dalam hal ini perkawinannya di catatkan dalam pencatatan sipil 1.5. METODE PENELITIAN Metodologi merupakan suatu unsur yang harus ada dalam suatu penelitian. Tanpa adanya metodologi, peneliti tidak akan bisa untuk menemukan, merumuskan, menganalisa, maupun memecahkan masalah tertentu, untuk mengungkapkan suatu kebenaran. 7 1.5.1. Tipe Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah Metode penelitian normatif yang berarti bahwa penelitian ini mengkaji hukum yang di konsepkan sebagai aturan-aturan yang menjadi acuan perilaku setiap orang. 1.5.2. Jenis Data 7 Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Ed. 1, Cetakan 20, (Jakarta: Bina Persada, 2011), hal. 12. 8
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk data sekunder dapat diperoleh melalui studi pustaka (penelitian kepustakaan), yang bersumber dari : a. Bahan hukum primer, bahan hukum yang mengikat yaitu : 1. Al-Qur an (Kementrian Agama RI, Insan Media Pustaka) 2. Al-Hadist (Riyadhus Shalihin Jil. 1, Al-I tishom Cahaya Umat, 2005 : Jakarta) 3. Kompilasi Hukum Islam 4. Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 b. Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber primer, yaitu berupa buku-buku, artikel ilmiah (baik artikel dalam bentuk internet maupun bentuk fisik), laporan penelitian, buku-buku hukum, makalah-makalah dan pendapat para ahli yang sesuai dengan topic yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu tentang Perwalian hak-hak anak nikah sirri menurut Kompilasi Hukum Islam. c. Bahan hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya. 1.5.3. Metode Pengumpulan Data 9
Di dalam penelitian ini alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan. Sudah tentu bahwa suatu penelitian hukum misalnya hukum normatif dapat dibatasi pada penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka saja yaitu pada data hukum sekunder, seperti pengumpulan data dengan mempelajari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, surat kabar dan pandangan-pandangan yang relevan dengan pokok masalah dan sumber-sumber referensi umum (buku literatur) serta referensi khusus (dokumen) yang secara langsung disesuaikan dengan masalah yang dibahas 1.6. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memperoleh bentuk penyusunan skripsi yang sistematis, maka penyusun membagi skripsi kedalam lima bab, masing- masing terdiri dari subsub bab secara lengkap. Penyusun dapat menggambarkan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN BAB ini merupakan bagian penulisan, yang terdiri dari latar belakang penulisan yang menjadi pemikiran penulis atas Kedudukan anak hasil pernikahan sirri, menurut KHI & Undang-undang Perkawinan, kemudian pokok permasalahan, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG 10
PERKAWINAN DAN KEDUDUKAN ANAK DI LUAR NIKAH Pada Bab II penelitian ini akan menguraikan dan membahas mengenai Perkawinan, Sebab-Akibat pada perkawinan dan Anak Hasil Pernikahan sah maupun tidak sah Menurut Hukum Positif di Indonesia BAB III : STATUS PERWALIAN ANAK HASIL PERNIKAHAN TIDAK SAH Pembahasan dalam bab ini adalah mengenai status perwalian hak-hak anak hasil pernikahan sirri. BAB IV : ANALISA PERWALIAN HAK-HAK ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI Dianalisa dari Hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang perkawinan BAB V : PENUTUP penutup yang berisi kesimpulan akhir dari proses penelitian skripsi ini, selanjutnya untuk menambah kekayaan dalam penulisan skripsi ini diberikan saran-saran untuk membangkitkan para pembaca ataupun penulis. 11