Identifikasi Jenis Amphibi Di Kawasan Sungai, Persawahan, dan Kubangan Galian Di Kota Mataram Mei Indra Jayanti, Budiono Basuki, Susilawati Abstrak; Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui pola distribusi jenis amphibi di kawasan sungai, persawahan, dan kubangan galian di Kota Mataram. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode VES (Visual Encounter Survey). Data yang terkumpul berupa daftar jenis amphibi (ordo anura) dan distribusinya di masing-masing lokasi pengambilan sampel. Lokasi pengambilan smpe dipilih dengan menggunakan teknik cluster sampling. Hasil penelitian ini menjukkan bahwa jenis amphibi yang teridentifikasi di kawasan sungai berasan dari Fejervarya cancrivora, sedangkan jenis amphibi di kawasan persawahan dan kubangan galian berasan dari Bufo melanostictus dengan masingmasing kawasan memiliki pola distribusi mengelompok (clumped) dengan nilai Ip > 0. Kata Kunci: Amphibi, Pola distribusi. PENDAHULUAN Amfibi (kelas Amphibia) adalah hewan berdarah dingin tetrapoda (vertebrata berkaki empat) telur yang tidak memiliki membran pelindung tangguh sekitar embriocontohnya termasuk katak, kodok, salamander, kadal air, mudpuppies, dan caecilian (New World Encyclopedia, 2008, dalam Iskandar, 1998). Berdasarkan American Museum Natural History (2011, dalam Iskandar, 1998), kelas amphibia di dunia saat ini terdiri dari 6771, di mana Ordo Anura terdiri dari 5966, Ordo Caudata 619, dan Ordo Ghymnophiona 186. Famili Bufonidae dari Ordo Anura terdiri dari 558. Famili Megophryidae terdiri dari 156, famili Ranidae 347. Famili Microhylidae terdiri dari 487 dan 321 dari Rhacoporidae. Indonesia memiliki dua dari tiga ordo amfibi yang ada di dunia, yaitu Gymnophiona dan Anura. Ordo Gymnophiona dianggap langka dan sulit diketahui keberadaannya, sedangkan ordo Anura merupakan yang paling mudah ditemukan di Indonesia mencapai sekitar 450 jenis atau 11% dari seluruh jenis Anura di dunia. Ordo Caudata merupakan satu-satunya ordo yang tidak terdapat di Indonesia (Iskandar, 1998). Ordo Anura terdapat di seluruh Indonesia dari Sumatera sampai Papua (Iskandar 1998). Amfibi yang ditemukan di Sumatera terdiri atas Ichtyophidae, Bufonidae, Megophryidae, Microhylidae, Ranidae, Rhacophoridae (Iskandar & Colijn, 2000). Katak di Semenanjung Malaysia, Sumatera, 6 Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1 April 2016
Kalimantan dan Jawa berasal dari wilayah gugusan Sunda Besar. Katak yang terdapat di Semenanjung Malaysia memiliki kesamaan jenis yang tinggi dengan katak yang terdapat di Sumatera. Tingkat kesamaan jenis katak di Jawa dengan Sumatera lebih tinggi dibandingkan dengan kesamaan jenis katak di Jawa dengan Kalimantan (Inger & Voris, 2001, dalam Iskandar, 1998). Distribusi fauna tanah di suatu daerah bergantung pada keadaan faktor fisika-kimia lingkungan dan sifat biologis fauna itu sendiri. Distribusi fauna di alam dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yaitu bentuk teratur (uniform), bentuk random, dan bentuk berkelompok (clump). Distribusi suatu jenis di komunitasnya dapat memberikan gambaran hubungan antar jenis, dan bentuk distribusi suatu fauna di habitatnya sangat menentukan cara pengambilan contoh dan metode analisis datanya. Perubahan bentuk distribusi suatu jenis fauna sering berhubungan dengan adanya perubahan dari ukuran populasinya (Suin, 2006). METODE Penelitian ini merupkan penelitian deskriptif dengan teknik pengambilan sampel dilakukan pada malam hari menggunakan metode VES (Visual Encounter Survey) yaitu metode pencarian yang dibatasi oleh waktu (Kusrini, 2009). Waktu pencarian dibatasi selama ± 3 jam. Pada rentang waktu tersebut dilakukan penangkapan semua individu amfibi yang ditemukan di wilayah yang telah ditentukan. Data yang terkumpul berupa daftar jenis amphibi (ordo anura) dan distribusinya dimasing-masing lokasi pengambilan sampel. Daftar jenis didapatkan dari analisis secara deskriptif menggunakan kunci determinasi Amphibi Jawa dan Bali karangan Iskandar (1998). Penentuan pola sebaran spasial dilakukan dengan menggunakan pendekatan indeks penyebaran Morisita (Kreb, 1989): Id = n. Id = Derajat penyebaran Morisita Σx 2 = Jumlah kuadrat dari total individu suatu jenis pada suatu komunitas Σx = Jumlah total individu suatu jenis pada suatu komunitas Untuk menentukan bentuk pola sebaran spasial maka selanjutnya dilakukan uji statistik menggunakan uji Chi-square: Mu = Mu = Indeks Morisita untuk pola sebaran seragam (uniform) X²0,95 = Nilai chi-square pada db (n-1), selang kepercayaan 95%. Σxi = Jumlah individu dari suatu jenis pada petak ukur ke-i. 7 Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1 April 2016
Untuk menentukan derajat pengelompokkan (clumping index) suatu maka dihitung dengan menggunakan persamaan: Mc = Mc = indeks Morisita untuk pola sebaran agregatif (clumped) X²0,05= Nilai chi-square pada db (n-1), selang kepercayaan 5%. Σxi = Jumlah individu dari suatu jenis pada petak ukur ke-i. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan, maka didapati sejumlah sampel amphibi yang dapat dilihat pada tabel 1 Tabel 1. Hasil identifikasi jenis amphibi di kawasan sungai, persawahan, dan kubangan galian Lokasi Jumlah Gambar 17 Standar derajat Morisita (Ip) dihitung dengan empat rumus sebagai berikut: Ip = 0,5 + 0,5 ; jika Id Mc 1 Ip = 0,5 ; jika Mc > Id 1 Ip = -0,5 ; jika 1 > Id > Mu Ip = -0,5 + 0,5 ; jika 1 > Mu > Id Kaidah keputusan untuk menentukan pola sebaran jenis-jenis pada suatu komunitas tumbuhan berdasarkan nilai Ip adalah sebagai berikut (Michael, 1994) : Bila Ip = 0, maka pola penyebaran acak (random) Bila Ip > 0, maka pola penyebaran mengelompok (clumped) Bila Ip < 0, maka pola penyebaran merata (uniform) 21 15 : Sungai : Persawahan : Kubangan galian Bufo melanostictus Fejervarya cancrivora Bufo melanostictus Dari 36 di kawasan persawahan dan kubangan galian ditemukan 36 8 Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1 April 2016
dengan ciri-ciri tubuh relatif besar mencapai 50-80 mm, tubuh sangat kasar, biasanya terdapat sepasang kelenjar paratoid, warna coklat keabuan atau coklat kemerahan, kepala tanpa alur-alur, warna kemerah-merahan, kecoklatan, dan keabuan dengan benjolan hitam dan termasuk dalam Bufo melanostictus.. Sedangkan pada kawasan sungai ditemukan 17 dengan ciri-ciri j ari dengan atau tanpa pembesaran ujungnya, tetapi tanpa lekuk sirkum marginal, tubuh labih dari 80-100 mm mm, dengan atau tanpa pertumbuhan serupa taring pada rahang bawah, kulit tertutup oleh bintil-bintil panjang, kalau tidak sebenarnya kulit relatif halus, jari kaki tanpa ujung melebar, sepasang lipatan pada daerah dagu binatang jantan, tidak terdapat pertumbuhan serupa taring pada rahang bawah, selaput biasanya mencapai ujung jari kaki keempat, metatarsal dengan dua bintil, kehijauan atau keabu-abuan dengan bintil-bintil gelap yang termasuk dalam Fejervarya cancrivora.. Famili Bufo disebut sebagai kodok sejati. Suku ini sangat umum dan tersebar hampir di seluruh dunia kecuali Australopapua di belahan bumi selatan, dan di Indonesia suku ini diwakili oleh enam marga. Semua anggota suki ini kasar dan kekar penampilannya dan pada beberapa jenis tubuhnya tertutup oleh bintil-bintil. Kodok Indonesia terbesar terdapat di Kalimantan dan Sumatera. Komposisi Buforenidae di Indonesia. Sedangkan Fejervarya cancrivora termasuk dalam famili Ranidae yang merupakan katak sejati dengan keberadaan yang tersebar luas di Indonesia (Iskandar, 1998). Pola penyebaran bergantung pada sifat fisikokimia lingkungan maupun keistimewaan biologis organisme itu sendiri. Keragaman tak terbatas dari pola penyebaran demikian yang terjadi dalam alam secara kasar dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu penyebaran merata (uniform), penyebaran secara acak (random), penyebaran berkelompok/berumpun (clumped) (Michael, 1994). Hasil analisis pola distribusi jenis amphibi menggunakan pendekatan indeks penyebaran Morisita berdasarkan hasil pengumpiulan data dapat diamati pada Tabel 2 Tabel 2. Hasil Analisis Pola Distribusi Jenis Amphibi Lokasi Id Mu Mc Ip Kat 1,02 6,99 6,63 0,001 C 1,51 11,78 11,5 0,024 C 1,05 9,06 8,88 0,003 C : Sungai : Persawahan : Kubangan galian Kat : Kategori pola distribusi C : Mengelompok (cluster) Pola distribusi yang ditemukan pada penelitian ini secara keseluruhan tertuju pada kategori mengelompok (clumped). Dalam pola 9 Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1 April 2016
distrubusi seperti ini individu-individu selalu ada dalam kelompok-kelompok dan sangat jarang terlihat sendiri secara terpisah. Hal ini dibuktikan dengan seringnya peneliti menemukan adanya kelompok-kelompok kecil dari Bufo melanostictus Fejervarya cancrivora pada masing-masing plot pengamatan di tiap kawasan/lokasi penelitian. Pola distribusi mengelompok umumnya dijumpai di alam karena adanya kebutuhan akan faktor lingkungan yang sama dan merupakan gambaran pertama dari kemenangan dalam keadaan yang disukai lingkungan. Pada hewan-hewan tingkat tinggi, agregasi dapat disebabkan oleh pengelompokan sosial (Michael, 1994). DAFTAR PUSTAKA Iskandar, D. 1998. Amphibi Jawa dan Bali. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI. Kusrini, M.D. 2009. Pedoman Penelitian dan Survei Amfibi di Alam. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB. Michael, P. 1994. Metoda Ekologi untuk Penelitian Ladang Laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Suin, N.M. 2006. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta : Bumi Aksara KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu jenis amphibi yang teridentifikasi di kawasan sungai berasan dari Fejervarya cancrivora, sedangkan jenis amphibi di kawasan persawahan dan kubangan galian berasan dari Bufo melanostictus dengan masing-masing kawasan memiliki pola distribusi mengelompok (clumped) dengan nilai Ip > 0. 10 Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1 April 2016