BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Yustina Jaziroh, 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data hasil tes homogenitas, observasi keterlaksanaan pembelajaran, post test dan angket respon siswa.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum tujuan pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II IMPLEMENTASI SIMULASI FISIKA DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KUANTITAS MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP ELASTISITAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Iqbal, 2015

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PDEODE BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 4 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah (MA) adalah agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gilarsi Dian Eka Pertiwi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HANDOUT PEGAS SUSUNAN SERI DAN PARALEL

PENGGUNAAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA PEMBELAJARAN MEDAN MAGNET UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan utama dalam proses pendidikan di sekolah adalah proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu hal penting dalam pendidikan. Komunikasi

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai arti penting dalam pengembangan teknologi. Konsep-konsep fisika

I. PENDAHULUAN. sekolah seharusnya tidak melalui pemberian informasi pengetahuan. melainkan melalui proses pemahaman tentang bagaimana pengetahuan itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika di tingkat SMA diajarkan sebagai mata pelajaran

BAB I 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FIS-3.2/4.2/3/2-2 ELASTISITAS. a. Nama Mata Pelajaran : Fisika b. Semester : 3 c. Kompetensi Dasar :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan media animasi macromedia flash yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus-menerus, bahkan dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepribadian manusia sangat bergantung pada pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1:

Nurhalima Sari, I Wayan Darmadi, dan Sahrul Saehana

BAB I PENDAHULUAN. belajar mengajar yaitu guru, kurikulum, lingkungan belajar, dan siswa. Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran adalah interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana tujuan pembelajaran IPA di atas yakni menumbuh kembangkan pengetahuan dan keterampilan, maka hal ini sesuai dengan

IMPLEMENTASI PENDEKATAN QUANTUM LEARNING SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISASI MISKONSEPSI BIOTEKNOLOGI DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Menguasai Konsep Elastisitas Bahan. 1. Konsep massa jenis, berat jenis dideskripsikan dan dirumuskan ke dalam bentuk persamaan matematis.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika bertujuan untuk membekali siswa agar memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

LAMPIRAN B2. KISI-KISI SOAL TES KETERAMPILAN PROSES SAINS : Sekolah Mengengah Atas

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

yang sesuai standar, serta target pembelajaran dan deadline terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guru sangat membutuhkan media pembelajaran yang dapat mempermudah

BAB I PENDAHULUAN. laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum seseorang

PENERAPAN MODEL GRUP INVESTIGASI BERVISI SETS DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui

KISI KISI SOAL TES KETERAMPILAN ARGUMENTASI

BAB I PENDAHULUAN. terstruktur dan sistematis dalam lingkungan sekolah. Disekolah terjadi. sebagai pendidik dalam suatu proses pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. praktikum juga dapat melatih siswa untuk memiliki kemampuan kerjasama dalam kelompok

I. PENDAHULUAN. proses. Secara definisi, IPA sebagai produk adalah hasil temuan-temuan para

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM MENINGKATKAN AKTIFITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR FISIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin berkembanng dengan sangat pesat. integratif, produktif, kreatif dan memiliki sikap-sikap kepemimpinan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap, nilai-nilai pembentukan dan

BAB I PENDAHULUAN. ujian akhir semester (UAS) ganjil T.A 2011/2012. Ujian Akhir Semester Ganjil TB Rerata Kelas SMP Negeri 2 Pahae Julu

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang menarik untuk dikaji berhubungan dengan dunia

BAB I PENDAHULUAN. dan model pembelajaran yang interaktif dan melibatkan keaktifan siswa. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang memiliki hakikat sebagai produk, sikap, dan proses. Hakikat fisika sebagai produk berupa pengetahuan tidak terlepas dari fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori, dan model. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas 2003). Usman (dalam Noviyani, 2012) mengemukakan bahwa indikator ketercapaian penguasaan konsep siswa dapat dilihat dari kesesuaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan guru dengan nilai ujian siswa. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri Kota Bandung terhadap hasil Ujian Tengah Semester (UTS) siswa kelas XII IPA menunjukkan bahwa 60,5% siswa belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) fisika di sekolah tersebut yaitu 75. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penguasaan konsep fisika siswa masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya penguasaan konsep siswa adalah anggapan siswa bahwa fisika itu sulit. Hal ini sejalan dengan hasil angket siswa di kelas tersebut menunjukkan bahwa 64,9% siswa menyatakan fisika sulit, baik karena persoalan konsep maupun matematis sehingga menurunkan minat belajar fisika siswa. Van Den Berg (1991, dalam Tayubi, 2005:4) menyebutkan bahwa salah satu sumber kesulitan utama dalam pelajaran fisika adalah akibat terjadinya kesalahan konsep atau miskonsepsi pada diri siswa. Lebih lanjut Suparno (2005) mengungkapkan bahwa siswa yang berminat rendah terhadap fisika cenderung memiliki miskonsepsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berminat tinggi. 1

2 Suparno (2005:7) menyebutkan, Miskonsepsi dalam bidang fisika banyak terjadi pada subbidang seperti mekanika, termodinamika, optika, bunyi dan gelombang, listrik dan magnet, dan fisika modern. Sejalan dengan hal tersebut, Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994) dalam artikelnya mengenai Research on Alternative Conceptions in Science menjelaskan bahwa Konsep alternatif terjadi dalam semua bidang fisika. (Suparno, 2005:11). Konsep alternatif yang dimaksud adalah miskonsepsi. Beberapa penelitian tentang miskonsepsi menunjukkan bahwa terdapat 300 penelitian miskonsepsi bidang mekanika, 159 penelitian miskonsepsi bidang listrik, 70 penelitian miskonsepsi bidang panas, optika, dan sifat-sifat materi, 35 penelitian miskonsepsi bidang bumi dan antariksa, serta 10 penelitian miskonsepsi bidang fisika modern (Suparno, 2005). Ini tidak berarti bahwa kebanyakan miskonsepsi terjadi hanya dalam subbidang tersebut saja, tetapi sejauh ini banyak penelitian yang dilakukan dalam bidang itu. Pada kenyataannya, miskonsepsi juga terjadi pada konsep elastisitas. Janulis P. Purba (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi tentang konsep elastisitas antara lain menyatakan jika sebuah pegas dan sebatang kawat tembaga dikenai gaya tertentu (tidak melebihi batas liniernya) maka pegas bertambah panjang sedangkan kawat tembaga tidak mengalami pertambahan panjang. Selain itu, hasil studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu SMA Negeri kota Bandung juga menunjukkan bahwa tingkat miskonsepsi siswa terhadap konsep elastisitas mencapai 40,91%. Pada hakikatnya tiap siswa memiliki pengetahuan awal tentang fisika yang diperolehnya dari pengalaman sehari-hari. Ketika siswa memasuki kelas formal, mereka membawa pengetahuan awal tersebut. Namun, pengetahuan awal yang dibawa ada yang tidak sesuai dengan konsep para ilmuan (ahli). Ketidaksesuaian antara konsep awal dan konsep ilmuan ini dapat menimbulkan miskonsepsi siswa. Klammer (1998, dalam Tayubi, 2005) mengungkapkan bahwa miskonsepsi yang terjadi dapat menghalangi proses penerimaan dan asimilasi pengetahuan baru pada siswa sehingga dapat menjadi penghambat keberhasilan siswa dalam belajar lebih lanjut. Jika miskonsepsi ini tidak diketahui oleh guru fisika, maka akan terjadi

3 ketidaksesuaian antara penjelasan guru dan cara berpikir siswa. Jika hal ini dibiarkan, siswa akan merasa bingung, menganggap fisika sulit, dan bahkan menurunkan motivasi belajarnya. Hal ini akan berakibat pada prestasi belajar siswa pada mata pelajaran fisika menjadi rendah. Pada tahun 1982, Gilbert dan Osborne (dalam Purba, 2013) mengemukakan bahwa implementasi pembelajaran yang kurang tepat dan media yang tidak dapat menggambarkan konsep, merupakan penyebab terjadinya miskonsepsi. Ini disebabkan perencanaan dan penerapan pembelajaran yang digunakan guru berdasarkan asumsi tersembunyi, bahwa pengetahuan fisika dapat ditransfer secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa tanpa mempertimbangkan pengetahuan awal siswa yang miskonsepsi. Berdasarkan asumsi tersebut, bisa jadi guru menganggap bahwa Ia telah mengajar dengan baik namun sebenarnya siswanya tidak belajar dengan baik. Oleh karena itu diperlukan model dan media pembelajaran yang tepat dan mendukung dalam upaya membelajarkan siswa seutuhnya. Dalam hal ini, kegiatan pembelajaran harus beralih dari pembelajaran berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Jigsaw merupakan salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kelompok-kelompok belajar siswa yang saling bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pembelajaran ini menganut paham konstruktivisme. Slavin (2009) menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis membuat siswa lebih dapat menemukan dan memahami konsepkonsep sulit dengan cara berdiskusi dengan temannya. Sedangkan tugas guru menurut teori konstruktivis sebagai fasilitator agar siswa mengkonstruksi pengetahuannya secara optimal. Beberapa penelitian menemukan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa (Rifqie,2012; Tanty, 2009; Susanna, 2008; Nursalam, 2007; Arianti, 2005; Wardani, S., 2002; Sriwardani, 2002; Anita, 2002). Jigsaw dapat memadukan antara pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan berpikir kritis-kreatif siswa (Tanty, 2009). Dengan jigsaw, siswa

4 mendapatkan kesempatan berdiskusi dengan temannya, saling menyampaikan gagasan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga diharapkan siswa dapat lebih memahami konsep fisika. Proses diskusi dalam jigsaw menekankan pada tanggungjawab siswa terhadap ketercapaian pembelajaran dirinya dan temannya. Hal ini dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam belajar yang akan berdampak baik pada kualitas interaksi dan komunikasi siswa sehingga antara siswa satu dengan yang lainnya dapat saling memberikan motivasi belajar untuk sama-sama mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Selain dari pembelajaran yang tidak tepat, penyebab terjadinya miskonsepsi juga dapat diperoleh dari penggunaan media yang tidak dapat menggambarkan konsep yang dipelajari secara utuh, seperti konsep-konsep abstrak dalam fisika maupun konsep-konsep yang sulit dipraktikkan langsung di laboratorium sekolah. Dengan berkembangnya teknologi saat ini media pembelajaran berbasis komputer dapat menjadi solusi yang tepat. Kemampuan komputer dalam mengintegrasikan komponen warna, musik, dan animasi grafik membuat komputer mampu menyampaikan materi pembelajaran dengan tingkat realisme yang tinggi (Warsita, 2008). Media pembelajaran berbantuan komputer memanfaatkan gabungan dari seluruh media, seperti teks, grafis, gambar, foto, audio, video, dan animasi menjadi suatu multimedia yang luar biasa kemampuannya (Warsita, 2008). Dengan memanfaatkan keunggulan komputer tersebut maka konsep-konsep fisika maupun fenomena fisika lainnya dapat ditampilkan oleh komputer, salah satunya melalui simulasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa media simulasi berbasis komputer dapat meningkatkan pemahaman konsep (Yulianti, 2012; Mutaqin, 2011; Ika Sari, 2010; Rika, 2009; Samsudin, 2008; Suwondo, 2008). De Jong dan Joolingen (2000:1) menyatakan bahwa penggunaan media simulasi berbasis komputer merupakan salah satu bentuk pembelajaran konstruktivisme, yaitu scientific discovery learning. Artinya, pembelajaran menggunakan simulasi komputer dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam investigasi ilmiah dan penyelidikan (Escalada dan Zollman, 2004). Lebih lanjut Sahrul (2006) mengungkapkan bahwa

5 pemanfaatan simulasi komputer dapat mengatasi miskonsepsi fisika. Hal ini dikarenakan simulasi komputer dapat meningkatkan daya serap dan konsentrasi siswa (Jong-Heon Kim, et al, 2005). Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan simulasi komputer dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kuantitas miskonsepsi siswa. Selanjutnya, penelitian ini berjudul Implementasi Simulasi Fisika dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Kuantitas Miskonsepsi Siswa pada Konsep Elastisitas. 1.2 Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA Negeri di kota Bandung diketahui bahwa tingkat miskonsepsi siswa terhadap konsep elastisitas di sekolah tersebut mencapai 40,91%. Miskonsepsi siswa terhadap konsep elastisitas banyak terjadi pada beberapa konsep berikut. - Daerah keberlakuan hukum Hooke dalam grafik ditunjukkan oleh garis linier. Namun, siswa menganggap daerah keberlakuan hukum Hooke ditunjukkan oleh garis linier pertama atau kedua saja. - Nilai modulus Young suatu benda besar menunjukkan benda sulit untuk bertambah panjang ketika suatu gaya bekerja padanya. Namun, siswa menganggap nilai modulus Young besar menunjukkan benda lebih elastis yang berarti mudah bertambah panjang ketika suatu gaya bekerja padanya. - Semua benda pada hakikatnya bersifat elastis pada rentang gaya tertentu. Namun, siswa menganggap elastis adalah sebuah julukan bagi suatu benda seperti karet gelang pasti elastis sedangkan kawat tembaga tidak elastis. - Konstanta gaya pegas menunjukkan ukuran kekakuan pegas. Artinya ketika nilai konstanta gaya pegas besar maka pertambahan panjang akibat gaya yang bekerja pada pegas semakin kecil. Namun, siswa menganggap kendaraan yang nyaman adalah kendaraan yang memiliki konstanta gaya pegas kecil. - Pertambahan panjang akibat gaya yang bekerja pada pegas terjadi pada setiap bagian ulir pegas dengan rentang panjang yang sama. Namun, siswa

6 menganggap pertambahan panjang pegas hanya terjadi pada bagian tertentu dari pegas seperti bagian yang paling dekat dengan beban. - Konstanta pegas pengganti susunan paralel lebih besar dibandingkan konstanta pegas pengganti susunan seri dengan jumlah pegas yang sama. Namun, siswa menganggap konstanta pegas pengganti susunan seri lebih besar dari konstanta pegas pengganti susunan paralel. Siswa juga miskonsepsi terhadap bentuk susunan pegas yang diaplikasikan dalam kehidupan seperti pada pegas daun. - Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas yang disusun seri besarnya sama dengan gaya yang diberikan. Namun, siswa menganggap gaya yang bekerja pada masing-masing pegas tersebut berbeda seperti gaya terbesar terjadi pada pegas yang dekat dengan beban. - Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas yang disusun paralel besarnya berbeda, bergantung pada nilai konstanta gaya pegasnya dimana F=F 1 +F 2 (jika ada dua pegas yang disusun paralel). Namun, siswa menganggap gaya yang bekerja pada masing-masing pegas paralel sama dengan gaya yang diberikan dimana F=F 1 =F 2. Lebih lanjut hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri di kota Bandung menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas sekolah seperti tersedianya laboratorium fisika lengkap dengan alat-alat praktikumnya dan tersedianya proyektor pada masing-masing kelas serta kemampuan siswa yang baik dalam komputer belum dapat dimaksimalkan oleh guru sebagai upaya mengatasi miskonsepsi. Dari hasil observasi ditemukan bahwa pembelajaran fisika yang dilakukan guru masih menggunakan metode ceramah, guru jarang mengajak siswa praktikum fisika di laboratorium, jarang menggunakan media komputer, jarang menggunakan pembelajaran kelompok, dan aktivitas siswa selama pembelajaran terlihat pasif.

7 1.3 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan hasil identifikasi masalah, maka yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan simulasi fisika dan siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tanpa simulasi fisika? Agar lebih dapat mengarahkan penelitian, maka perumusan masalah di atas dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. - Bagaimana persentase dan kategori miskonsepsi antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika? - Bagaimana respon siswa terhadap implementasi simulasi fisika dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw? Dari rumusan masalah tersebut dapat ditentukan batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. - Perbedaan kuantitas miskonsepsi yang dimaksud berupa perbedaan kategori kuantitas miskonsepsi berdasarkan persentase miskonsepsi antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika yang diperoleh dari teknik Certainty of Responses Index (CRI). - Signifikansi perbedaan kuantitas miskonsepsi antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika dilihat dari perbedaan kategori kuantitas miskonsepsi masing-masing kelompok. Jika kuantitas miskonsepsi masingmasing kelompok menunjukkan kategori miskonsepsi yang berbeda maka kuantitas mikonsepsi berbeda signifikan. Namun, jika kuantitas miskonsepsi masing-masing kelompok menunjukkan kategori miskonsepsi yang sama maka signifikansi perbedaan kuantitas mikonsepsi diuji dengan uji-t separated varian (untuk data berdistribusi normal) atau uji-t Mann-Whitney (untuk data berdistribusi tidak normal).

8 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan simulasi fisika dan siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tanpa simulasi fisika. Adapun tujuan penelitian secara khusus dijabarkan sebagai berikut. - Menunjukkan persentase dan kategori miskonsepsi antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika. - Menunjukkan respon siswa terhadap implementasi simulasi fisika dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis terhadap beberapa pihak terkait, diantaranya: - Manfaat teoritis Memberikan informasi baru tentang miskonsepsi pada mata pelajaran fisika sehingga dapat bermanfaat untuk pengembangan teori selanjutnya. - Manfaat praktis Bagi siswa, dapat meningkatkan pemahaman konsep dan mendapatkan kegiatan pembelajaran baru. Bagi guru, memperkenalkan penggunaan simulasi komputer dalam pembelajaran dan mempermudah kegiatan belajar mengajar (KBM). Bagi sekolah, meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut. Bagi peneliti, menambah pengetahuan. 1.6 Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi dalam penelitian ini sebagai berikut: Bab I meliputi latar belakang masalah penelitian, identifikasi dan perumusan masalah berdasarkan hasil studi pendahuluan, tujuan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menggunakan

9 simulasi fisika dan tanpa simulasi fisika, serta mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran tersebut. Kemudian dijabarkan manfaat penelitian bagi beberapa pihak terkait dan sekilas tentang struktur organisasi skripsi. Bab II membahas tentang kajian pustaka yang berkaitan dengan simulasi fisika, jigsaw, miskonsepsi, tinjauan konsep elastisitas, serta penelitian relevan terkait penelitian ini, kerangka pemikiran, hipotesis, dan asumsi. Bab III membahas tentang metode dan desain penelitian. Selanjutnya dipaparkan populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian beserta pengembangannya, prosedur penelitian yang dilakukan, serta penjelasan tentang teknik pegumpulan dan analisis data. Bab IV menjelaskan tentang pemaparan data penelitian yang dilanjutkan dengan pembahasan data penelitian secara keseluruhan. Kemudian, dijabarkan temuan lainnya selama penelitian. Bab V berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah dan rekomendasi bagi para pengguna hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan temuan penelitian yang telah dilakukan.