BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
|
|
- Suharto Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang akan memiliki pengalaman dari hasil fenomena yang diamati dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman-pengalaman yang dimiliki itu kemudian menjadi dasar bagi setiap orang untuk membentuk suatu konsepsi dalam mengartikan gejala-gejala alam yang terjadi di sekitarnya. Bersama dengan setiap pengalaman yang diperoleh seseorang terbangun pula konsep-konsep sederhana tentang pengalaman tersebut. Secara spontan, konsep-konsep sederhana tersebut terbangun sesuai dengan asumsi dan penalaran mereka sendiri dan tidak dicocokkan atau dibandingkan dengan konsep-konsep yang benar atau disetujui oleh para ahli. Oleh sebab itu, sering kali suatu konsep sederhana yang dibangun atas pemikiran sendiri tidak sesuai dengan konsep yang benar. Ketidaksesuaian konsep yang dimiliki oleh seseorang dengan konsep yang benar dan telah disetujui oleh para ahli akan menimbulkan suatu miskonsepsi. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa miskonsepsi dapat dialami oleh siswa dan mahasiswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wandersee, Mintzes, dan Novak dalam Suparno (2005), menjelaskan bahwa konsep alternatif atau miskonsepsi terjadi dalam semua bidang fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi bidang fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam mekanika, 159 tentang listrik, 70 tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi, 35 tentang bumi dan antariksa, serta 10 studi mengenai fisika modern. Jadi miskonsepsi dalam bidang fisika meliputi berbagai sub bidang. Pada konsep kelistrikan, Osborne (1982) mewawancarai siswa SD di Amerika Serikat yang belum pernah dapat pelajaran mengenai kelistrikan. Ternyata mereka sudah memiliki konsepsi mengenai arus listrik. Osborne menemukan empat macam konsepsi mengenai arus listrik, yaitu arus dari satu kutub saja sudah cukup untuk menyalakan lampu, arus berlawanan arah dari dua kutub bertabrakan dan menyalakan lampu, arus semakin berkurang karena digunakan oleh lampu dan alat listrik lainnya, dan anggapan bahwa arus tetap (van den Berg, 1991:63). Pada 1
2 2 konsep optika, Stead dan Osborne (1980) serta Anderson dan Karqvist (1981) yang memperlihatkan bahwa banyak siswa atau mahasiswa berpikir bahwa cahaya tidak berjalan sama sekali atau hanya berjalan dalam lingkungan gelap (van den Berg, 1991:93). Siswa belum paham bahwa dalam proses penglihatan, manusia dapat melihat benda karena benda tersebut merupakan sumber cahaya sehingga mata menerima sinar-sinar asli dari benda tersebut. Sebagian siswa ada yang menganggap bahwa manusia dapat melihat karena mata memancarkan sinar yang meraba-raba lingkungan. Miskonsepsi lain di bidang dinamika partikel yaitu benda yang berat akan jatuh terlebih dahulu dibanding benda yang ringan pada gerak jatuh bebas. Gunstone (1994) melaporkan 63% mahasiawa pendidikan diploma mengalami miskonsepsi tentang benda yang berat akan jatuh terlebih dahulu daripada benda yang lebih ringan. Sedangkan identifikasi untuk populasi anak umur 11 tahun, mahasiswa yang belum lulus, sarjana muda, dan bukan siswa remaja frekuensinya meningkat 91% (Allen, 2010:154). Hal serupa juga diungkapkan oleh Paul Suparno pada tahun 2005 bahwa siswa beranggapan benda yang massanya lebih besar akan jatuh lebih cepat daripada benda yang lebih ringan pada peristiwa jatuh bebas. Yeo dan Zadnik (2001) mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa pada materi suhu dan kalor. Profil miskonsepsi yang terjadi adalah kalor bukanlah energi, kalor sama dengan suhu, kalor tidak dapat diukur, suhu dapat ditransfer, suatu benda dalam keadaan dingin tidak memiliki kalor, suhu adalah sifat khusus yang dimiliki materi atau benda, air tidak dapat mencapai suhu 0 C. Gönen dan Kocakaya (2010) juga telah melakukan penelitian untuk mengetahui ketidakpahaman siswa yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada konsep suhu dan kalor. Pada penelitian tersebut digunakan soal pilihan ganda terhadap 342 siswa kelas 6 dengan usia tahun dan kelas 8 dengan usia tahun. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menghubungkan pengetahuan yang diperoleh selama pembelajaran di sekolah dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Miskonsepsi pada siswa terjadi karena tidak adanya hubungan antara kehidupan sehari-hari dengan pengalaman sekolah.
3 3 Alwan (2011) melakukan penelitian terhadap 53 mahasiswa yang berbeda pada Jurusan Pendidikan Fisika, Kimia, Biologi dan Matematika di Universitas Al Fateh tentang konsep suhu dan kalor. Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa membangun konsep yang salah pada konsep suhu dan kalor. Akhirnya, konsep yang salah tersebut dapat menjadi sumber miskonsepsi ketika mahasiswa melakukan pembelajaran di sekolah nantinya. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Kartal, Ozturk, dan Yalvac (2011) menemukan bahwa calon guru fisika kesulitan dalam menjelaskan konsep suhu dan kalor. Bogazici (2003) juga melakukan penelitian tentang miskonsepsi pada suhu dan kalor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa tentang suhu dan kalor. Suhu dan kalor tidak diragukan lagi salah satu konsep yang paling sulit dalam kurikulum sekolah menengah dan juga di universitas. Penelitian yang dillakukan Kacovsky antara September 2013 dan Mei 2014, yang melibatkan hampir 500 siswa di Ceko dalam studi miskonsepsi suhu dan kalor dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kesulitan yang paling serius dalam memahami konsep ditemukan di bidang fase transisi, siswa menolak fakta bahwa suhu tidak berubah selama peleburan, pembekuan dan mendidih. Miskonsepsi lain yang juga sering muncul dalam penelitian tersebut yaitu adanya "kalor panas" dan "kalor dingin". Miskonsepsi yang dialami oleh siswa harus segera direduksi. Bila tidak segera direduksi miskonsepsi tersebut akan terbawa sampai ke jenjang sekolah berikutnya, bahkan bisa terbawa sampai di perguruan tinggi sehingga akan menghambat proses belajar siswa. Salah satu hal yang dapat digunakan sebagai upaya mereduksi miskonsepsi dalam pembelajaran fisika adalah dengan menyajikan suatu kegiatan pembelajaran dengan pendekatan dan metode yang tepat, karena menurut Halloun dau Hestenes "dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari" (van den Berg, 1991:17). Maka dari itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswa pada situasi konflik, dimana nantinya akan ada proses ketidakseimbangan antara konsep yanga baru dipelajari dengan miskonsepsi yang dibawa sebelumnya.
4 4 Upaya yang dilakukan guru dalam mereduksi miskonsepsi siswa lebih baik ditempuh dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme. Menurut Kunandar (2006:301), Pendekatan konstruktivisme adalah landasan berpikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong, maka dari itu, keterlibatan siswa dalam proses belajar aktif sangat ditekankan dalam pendekatan ini, sehingga pengetahuan dibentuk oleh siswa secara aktif bukan hanya diterima secara pasif dari guru. Pendapat tersebut dipertegas oleh Baser (2006) yang menyatakan bahwa metode perubahan konseptual yang dibangun dengan konstruktivisme dapat digunakan untuk mereduksi miskonsepsi siswa. Metode untuk mengurangi miskonsepsi menggunakan strategi perubahan konseptual yang dirancang untuk mempromosikan akuisisi konsep baru sebagai konsekuensi dari pertukaran dan diferensiasi konsep yang ada dan integrasi konsep-konsep baru dengan konsepkonsep yang ada. Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan hal ini adalah pendekatan konstruktivisme melalui model pembelajaran Children Learning in Science (CLIS). Penelitian yang dilakukan oleh tim CLIS di Leeds University dalam jurnal Internasional yang ditulis Driver (1988) menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh tim CLIS bertanggungjawab terhadap banyak penelitian penting yang terkait dengan gagasan anak terhadap Sains. Dalam CLIS terdapat suatu tahapan pembelajaran yang memunculkan situasi konflik. Situasi konflik ini merupakan suatu tahapan dimana beberapa siswa dalam satu kelas memiliki pendapat-pendapat yang berbeda mengenai suatu fenomena. Perbedaan pendapat ini muncul dari siswa yang paham konsep, kurang paham, dan miskonsepsi. Dan dalam tahap tahap berikutnya gagasan siswa yang miskonsepsi dan tidak miskonsepsi diuji berdasarkan konsep yang benar. Menurut Wali (2008: 7), model CLIS merupakan model pembelajaran yang berusaha mengembangkan ide atau gagasan siswa tentang suatu masalah tertentu dalam pembelajaran serta merekonstruksi ide atau gagasan berdasarkan hasil pengamatan atau percobaan. Model CLIS ini lebih menekankan pada keaktifan
5 5 siswa untuk menyempurnakan ide-ide yang didapatnya, menyesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang telah ada, mencari pemecahan masalah yang muncul melalui diskusi-diskusi sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatnya sendiri. Melalui model pembelajaran Children Learning in Science (CLIS), siswa bisa menerima konsep-konsep fisika yang diajarkan disertai bukti-bukti secara langsung melalui demonstrasi maupun eksperimen. Sehingga proses pembelajaran akan membuat siswa mengalami secara langsung fenomena alam dan terbentuk pengertian yang baik dan sempurna. Penelitian yang dilakukan Patria (2013) dengan judul Penerapan Model Children Learning In Science untuk Meremediasi Miskonsepsi Siswa Tentang Tekanan Udara di SMP menunjukkan bahwa terjadi penurunan miskonsepsi siswa setelah diberikan remediasi sebesar 45,36 %. Seperti yang Yuniarti tahun 2005 di SMP Negeri 5 Ketapang menemukan bahwa model CLIS dapat menurunkan persentase jumlah miskonsepsi sebesar 55% pada materi gaya. Melalui model pembelajaran Children Learning in Science (CLIS), siswa bisa menerima konsep-konsep fisika yang diajarkan disertai bukti-bukti secara langsung melalui demonstrasi maupun eksperimen. Sehingga proses pembelajaran akan membuat siswa mengalami secara langsung fenomena alam dan terbentuk pengertian yang baik dan sempurna. Penelitian yang dilakukan Suryani (2012) dengan judul Remediasi Miskonsepsi Siswa pada Materi Pemuaian Zat Padat dengan Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) di Kelas VII SMP Negeri 4 Sintang. Dari hasil penelitan yang telah dilaksanakan, menemukan bahwa pembelajaran dengan menerapkan model CLIS menurunkan persentase jumlah miskonsepsi sebesar 39,7% pada materi pemuaian zat padat. Penelitian yang dilakukan oleh Tomo (1995) dengan judul Model Konstruktivis untuk Membangkitkan Perubahan Konseptual Siswa dalam Pengajaran IPA. Menerapkan Strategi Mengajar Perubahan Konseptual Model CLIS untuk Mengajarkan Topik Cahaya Di Kelas II SMPN 1 Sekura. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat penurunan miskosensepsi siswa tentang cahaya setelah belajar melalui model CLIS. Perubahan konseptual ini cenderung dapat bertahan dalam selang waktu satu bulan.
6 6 Berdasarkan data tersebut, miskonsepsi siswa terjadi baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Di dalam negeri selain di Bandar Lampung dan di daerah Ketapang miskonsepsi siswa juga terjadi di daerah lain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Listiana, menunjukkan bahwa siswa kelas VIII SMP N 8 Surakarta pada Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014 mengalami miskonsepsi pada materi tekanan dengan persentase lebih dari 20%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati tahun 2012 pada pokok materi Suhu dan Kalor dapat ditarik kesimpulan bahwa profil miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA N Kebakkramat dengan persentase rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 40%, miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa SMA N 5 Surakarta dengan persentase rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 40%. Penelitian lain di SMP N 1 Miri Sragen kelas VIII yang dilakukan oleh Susanti pada tahun 2012 menunjukkan bahwa miskonsepsi yang dimiliki siswa pada materi getaran, gelombang, dan bunyi persentase rata-rata siswa tiap tipe miskonsepsi lebih dari 30%. Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari tahun 2011 menyimpulkan bahwa miskonsepsi yang dimiliki oleh siswa siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta dengan persentase lebih dari 30% pada materi gerak. Dengan hasil penelitian tersebut siswa-siwa di daerah Teras Boyolali juga dimungkinkan mengalami miskonsepsi fisika. Prakonsepsi yang dimiliki siswa di Teras belum pernah diidentifikasi. Maka dari itu perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui profil miskonsepsi siswa. Untuk tindakan selanjutnya jika terjadi miskonsepsi maka harus segera direduksi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka diajukan penelitian dengan judul: Remediasi Pembelajaran Melalui Model CLIS (Children Learning In Science) untuk Mereduksi Miskonsepsi pada Materi Suhu dan Kalor Siswa Kelas X SMA N 1 Teras B. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Adanya kemungkinan konsepsi yang telah dibangun oleh siswa menyimpang dari konsep yang benar.
7 7 2. Adanya kemungkinan siswa mengalami miskonsepsi pada beberapa konsep fisika, diantaranya pada konsep Suhu dan Kalor. 3. Miskonsepsi yang tidak segera direduksi akan terbawa sampai ke jenjang sekolah berikutnya, bahkan bisa terbawa sampai di perguruan tinggi sehingga akan menghambat proses belajar siswa. 4. Upaya mereduksi miskonsepsi dalam pembelajaran fisika harus dengan menyajikan suatu kegiatan pembelajaran dengan pendekatan dan model yang tepat. Karena jika tidak dengan pendekatan dan model yang tepat maka miskonsepsi tidak dapat tereduksi. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka masalah dalam penelitian ini harus dibatasi agar penelitian ini mempunyai arah yang jelas dan pasti. Adapun batasan-batasan tersebut meliputi: 1. Miskonsepsi yang dikaji adalah miskonsepsi pada mata pelajaran Fisika tentang konsep Suhu dan Kalor dengan sub materi pengertian suhu dan kalor, perpindahan kalor, pengaruh kalor pada zat, kesetimbangan termal. 2. Pengajaran remediasi yang dilaksanakan menggunakan model Children Learning In Science (CLIS) dengan pendekatan konstruktivisme. 3. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri 1 Teras Boyolali kelas X MIA 1 tahun pelajaran 2014/2015. D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah serta untuk memperjelas permasalahan, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana profil miskonsepsi suhu dan kalor yang terjadi pada siswa kelas X MIA 1 tahun pelajaran 2014/2015 SMA Negeri 1 Teras Boyolali? 2. Bagaimana pengaruh remediasi pembelajaran fisika melalui model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) terhadap miskonsepsi suhu dan kalor yang terjadi pada siswa kelas X MIA 1 tahun pelajaran 2014/2015 SMA Negeri 1 Teras Boyolali?
8 8 E. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk: 1. Menjelaskan profil miskonsepsi suhu dan kalor yang terjadi pada siswa kelas X MIA 1 tahun pelajaran 2014/2015 SMA Negeri 1 Teras Boyolali. 2. Menjelaskan penurunan jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi suhu dan kalor dengan pembelajaran fisika melalui model Children Learning In Science (CLIS). F. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung bagi berbagai pihak antara lalin: 1. Bagi Siswa Hasil penelitian ini dapat mereduksi miskonsepsi pada pelajaran Fisika bagi siswa yang terlibat dalam kegiatan penelitian. 2. Bagi Sekolah dan Guru Memberikan informasi kepada sekolah dan guru tentang profil miskonsepsi siswa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum memperoleh pendidikan formal, sejak lahir anak sudah memperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai alam yang berkaitan dengan Fisika. Pengalaman dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Euwe Van Den Berg (1991: 5) menjelaskan bahwa manusia sejak lahir sudah berpengalaman dengan peristiwa Fisika. Anak kecil yang melemparkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran fisika yang tertuang di dalam kerangka Kurikulum 2013 ialah menguasai konsep dan prinsip serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Yustina Jaziroh, 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang memiliki hakikat sebagai produk, sikap, dan proses. Hakikat fisika sebagai produk berupa pengetahuan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA KELASXI PADA MATERI DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR TAHUN AJARAN 2013/2014
Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Ke-6 2015 318 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA KELASXI PADA MATERI DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR TAHUN AJARAN 2013/2014
Lebih terperinci2016 PENGEMBANGAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL PERPINDAHAN KALOR DAN PENGGUNAANNYA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA YANG BERORIENTASI PENGUBAHAN KONSEPSI SISWA SMA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat dan gejala pada benda-benda di alam, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati. Tujuan dari mempelajari
Lebih terperinci2015 ID ENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PAD A MATERI TEKANAN MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Miskonsepsi masih menjadi salah satu masalah dalam pembelajaran fisika di sekolah. Banyak penelitian telah dilakukan dalam bidang pendidikan dengan hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gilarsi Dian Eka Pertiwi, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil studi lapangan mengenai tanggapan siswa terhadap pelajaran fisika di salah satu SMA Negeri di kota Bandung kepada 39 orang siswa menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fuji Hernawati Kusumah, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan suatu ilmu yang sangat berhubungan erat dengan fenomena alam. Sebagai suatu ilmu, dalam Fisika pasti terdapat berbagai macam konsep. Konsep merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang telah berusaha
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis yang senantiasa berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Sekolah merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fisika merupakan ilmu fudamental karena merupakan dasar dari semua bidang sains yang lain. Fisika juga menjadi dasar perkembangan ilmu pengetahuan lain dan perkembangan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA MATERI POKOK WUJUD ZAT SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BAWANG TAHUN AJARAN 2009/2010
Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 1 No. 1 Tahun 2012 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret 8-13 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI PADA MATERI POKOK WUJUD ZAT SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 BAWANG TAHUN
Lebih terperinciPENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PDEODE BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan dasar dari karakter anak bangsa, jika bermutu baik maka akan menciptakan sebuah negara dengan generasi yang baik. Pendidikan di Indonesia, khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buku teks pelajaran merupakan salah satu sarana penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Keberadaan buku teks memberikan dampak yang signifikan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Iqbal, 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbicara fisika tak lepas kaitannya dengan cabang ilmu sains, yang kerap bersinggungan dengan kehidupan manusia. Karena jika dilihat sifatnya fisika sendiri
Lebih terperinci2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Fisika merupakan ilmu fundamental yang menjadi dasar perkembangan ilmu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan ilmu fundamental yang menjadi dasar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengingat begitu pentingnya peranan ilmu fisika, sudah semestinya
Lebih terperinciPENERAPAN MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE UNTUK MEREMEDIASI MISKONSEPSI SISWA TENTANG TEKANAN UDARA DI SMP
PENERAPAN MODEL CHILDREN LEARNING IN SCIENCE UNTUK MEREMEDIASI MISKONSEPSI SISWA TENTANG TEKANAN UDARA DI SMP ARTIKEL PENELITIAN Oleh: RAGA PATRIA NIM F03109005 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurvita Dewi Susilawati, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia berperan penting pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi kepentingan hidup. Secara umum tujuan pendidikan dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk kepentingan peserta didik dalam membantu perkembangan potensi dan kemampuannya agar bermanfaat bagi kepentingan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Konsep merupakan pemikiran dasar yang diperoleh dari fakta peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar yang sangat penting
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
75 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan data penelitian yang telah diolah, penulis menemukan hal-hal sebagai berikut : 1. Miskonsepsi yang terungkap melalui penelitian ini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki kekuatan yang dinamis dalam menyiapkan kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung sepanjang hayat dan dalam segala lingkungan. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. demi peningkatan kualitas maupun kuantitas prestasi belajar peserta didik,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak usaha yang dilakukan oleh pengelola pendidikan negeri ini demi peningkatan kualitas maupun kuantitas prestasi belajar peserta didik, antara lain
Lebih terperinciHasil belajar biologi siswa ditinjau dari penggunaan berbagai metode mengajar dengan pendekatan discovery
Hasil belajar biologi siswa ditinjau dari penggunaan berbagai metode mengajar dengan pendekatan discovery terpimpin di SMP Oleh: Mia Yuniati NIM K 4302529 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan nilai nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Salah satu tahapan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Potensi peserta didik akan berkembang dengan baik melalui proses pendidikan. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
Lebih terperinciOLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP
OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP Materi Pokok 1. Besaran Satuan dan Pengukuran Sub Materi Indikator Pokok 1.1. Besaran Mengidentifikasi dan mengklasifikasi besaran-besaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belajar mengajar yaitu guru, kurikulum, lingkungan belajar, dan siswa. Siswa
1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran di kelas merupakan salah satu aktivitas dalam kegiatan belajar mengajar. Ada beberapa faktor yang menentukan dalam kegiatan belajar mengajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa akan mengganggu efektivitas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa akan mengganggu efektivitas belajar serta mengganggu konsentrasi siswa dalam menerima pengetahuan berikutnya. Semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu mendeskripsikan dan menghubungkan antar konsep untuk menjelaskan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran sains adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan suatu pemahaman konsep yang bermakna dan membuat siswa mengetahui bagaimana konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan
Lebih terperinciPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PADA MATERI GERAK MELINGKAR.
18 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI PADA MATERI GERAK MELINGKAR Juli Firmansyah 1 dan Safitri Wulandari 2 1,2) Pendidikan Fisika FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 4 menyatakan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa selalu disertai pembangunan bidang pendidikan. UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 4 menyatakan bahwa guru sebagai
Lebih terperinciBAB I PENGAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENGAHULUAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu metode untuk mencari pengetahuan secara sistematis, dengan kata lain, IPA merupakan suatu proses dalam menguasai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sains dan teknologi dewasa ini menuntut sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu memahami pengetahuan dan mengaplikasikan pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan mata pelajaran yang mempunyai konsep bersyarat untuk setiap jenjang materi.hal ini menunjukkan bahwa materi baru membutuhkan beberapa konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang pendidikan. Dalam era globalisasi ini, sumber daya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusa. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan
Lebih terperinciPENGGUNAAN STRATEGI POE (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN) UNTUK MEMPERBAIKI MISKONSEPSI FISIKA. Rina Ning Tyas 1, Sukisno 2, Mosik 3
PENGGUNAAN STRATEGI POE (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN) UNTUK MEMPERBAIKI MISKONSEPSI FISIKA Rina Ning Tyas 1, Sukisno 2, Mosik 3 123 Pendidikan Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran, Semarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Sofiatun,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam semesta. IPA membahas gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis berdasarkan pada
Lebih terperinciGARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata Kuliah : Fisika Umum Kode/SKS : FIS 102 / 2 (2-0) Deskrisi : Mata Kuliah Fisika A ini diberikan untuk mayor yang berbasis IPA tetapi tidak memerlukan dasar fisika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam menentukan perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan memiliki peranan penting dalam membangun masa depan. Dalam hal
Lebih terperinciMerita Diana SMPN 1 Tanjungraja, Lampung Utara. ABSTRAK
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CLIS (CHILDREN LEARNING IN SCIENCE) DI SMPN 1 TANJUNGRAJA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2010/2011 Merita Diana SMPN 1 Tanjungraja,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di SMP Negeri 26 Bandar. ketika pertanyaan dibalik dengan rumus yang sama, siswa tidak bisa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di SMP Negeri 26 Bandar Lampung, selama proses pembelajaran berlangsung diperoleh data sebagian siswa kurang aktif bertanya meskipun
Lebih terperinciAnalisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus
Vol. 1 1 Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus Agus Pujianto*, Nurjannah dan I Wayan Darmadi *e-mail: Fisika_agus43@yahoo.co.id Prodi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Jl.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif
Lebih terperinciOLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP
OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP Materi Pokok 1. Besaran Satuan dan Pengukuran Sub Materi Indikator Pokok 1.1. Besaran dan mengklasifikasi besaranbesaran fisika Membedakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat penting bagi terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak mengalami masalah terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hakikat fisika adalah sebagai proses, sikap, dan produk (Collette dan Chiapetta, 1994, dalam Rudy, 2010). Salah satu produk fisika adalah konsep. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang. masing-masing komponen masukkan itu berbeda-beda pada setiap lembaga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut pendapat Gulo, W (2002), ada enam komponen yang saling berinteraksi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang mempengaruhi keberhasilan dalam pencapaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika sebagai bagian dari IPA, merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa SMA. Berdasarkan Permendikbud No. 64 Tahun 2013, salah satu pertimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi saat ini. Pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
Lebih terperinciSOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay
SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Biologi bertujuan membuat siswa mampu memahami konsepkonsep Biologi, mampu mengaplikasikan konsep yang dipelajari, mampu mengkaitkan satu konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut setiap orang untuk membenahi diri dan meningkatkan potensi masing-masing. Salah satu cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ilmu fisika mempelajari tentang gejala-gejala alam yang dapat dibuktikan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu fisika mempelajari tentang gejala-gejala alam yang dapat dibuktikan secara eksperimental dan secara matematis melalui berbagai simbol-simbol. Mata pelajaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di SMA Negeri 3 Bandar Lampung, diperoleh informasi bahwa nilai rata-rata tes formatif materi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejauh ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal. Pembelajaran masih berfokus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu SMP negeri di kabupaten garut tahun pelajaran
Lebih terperinciPENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DISERTAI LEMBAR KERJA SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII SMP N 21 SURAKARTA Skripsi Oleh : Siti Mutmainah K4303060 FAKULTAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA yang mempelajari struktur,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Dalam pembelajaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep,
Lebih terperinciBIDANG STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI
BIDANG STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI KETERAMPILAN PROSES SAINS (IPA) Anggapan: IPA terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah, yang juga harus dikembangkan pada peserta didik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari gejala-gejala
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu cabang sains yang mempelajari gejala-gejala alam melalui penelitian, percobaan, dan pengukuran yang disajikan secara matematis berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat, hal ini tentunya memerlukan daya dukung sumber daya manusia yang berkualitas agar dihasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disadari atau tidak, perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (Natural
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Disadari atau tidak, perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Science, selanjutnya disingkat IPA) saat ini telah memberikan dampak terhadap kehidupan manusia,
Lebih terperinciGARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata Kuliah : Fisika Kode/SKS : FIS 100 / 3 (2-3) Deskrisi : Mata Kuliah Fisika A ini diberikan untuk mayor yang berbasis IPA tetapi tidak memerlukan dasar fisika yang
Lebih terperincimelibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,
2 melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, dengan cara menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Lebih terperinciDidik Cahyono 1), Dwi Haryoto 2), dan Asim 3) Universitas Negeri Malang
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X-7 SMA NEGERI 1 TUREN Didik Cahyono 1), Dwi Haryoto 2),
Lebih terperinciPENGARUH PROBLEM SOLVING LABORATORY MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONFLIK KOGNITIF TERHADAP PERUBAHAN KONSEP FISIKA SISWA SMA NEGERI 5 PALU
PENGARUH PRBLEM SLVING LABRATRY MENGGUNAKAN PENDEKATAN KNFLIK KGNITIF TERHADAP PERUBAHAN KNSEP FISIKA SISWA SMA NEGERI 5 PALU Sitti Hadija, Nurjannah dan Jusman Mansyur Khadijaamatullah221@yahoo.com Program
Lebih terperinciREMIDIASI PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK NASIONAL MALANG PADA MATERI SUHU DAN KALOR MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF
REMIDIASI PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK NASIONAL MALANG PADA MATERI SUHU DAN KALOR MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNIVERSITAS NEGERI MALANG Zamzim Zulfa Rahmawati 1, KadimMasjkur 2 dan Sutopo
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Semester : XI / Genap Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran
Lebih terperinciSilabus. - Mengidentifikasikan besaran-besaran fisika dalam kehidupan sehari-hari lalu mengelompokkannya dalam besaran pokok dan turunan.
Sekolah : SMP... Kelas : VII (Tujuh) Mata Pelajaran : IPA Fisika Silabus Standar Kompetensi : 1. Memahami prosedur ilmiah untuk mempelajari benda-benda alam dengan menggunakan peralatan 1.1 Mendeskripsikan
Lebih terperinciPENDEKATAN PEMBELAJARAN KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA PADA TOPIK SUHU DAN KALOR
26 PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA PADA TOPIK SUHU DAN KALOR Judyanto Sirait Program Studi Pendidikan Fisika,FKIP, Universitas Tanjungpura Abstract
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kepada siswa sejak tingkat dasar secara umum dalam mata pelajaran ilmu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran sains terdiri dari beberapa cabang ilmu pengetahuan alam, yaitu Fisika, Biologi, dan Kimia. Dalam dunia pendidikan, fisika telah diperkenalkan kepada
Lebih terperinciHANDOUT MATA KULIAH KONSEP DASAR FISIKA DI SD. Disusun Oleh: Hana Yunansah, S.Si., M.Pd.
HANDOUT MATA KULIAH KONSEP DASAR FISIKA DI SD Disusun Oleh: Hana Yunansah, S.Si., M.Pd. UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU 2013 HandOut Mata Kuliah Konsep Dasar Fisika Prodi. PGSD Semester
Lebih terperincibenar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional mengharapkan siswa tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan semata, namun memberikan pengalaman belajar kepada siswa agar dapat menjadikan
Lebih terperinciMillathina Puji Utami et al., Model Pembelajaran Children Learning in Science (CLIS)...
1 Model Pembelajaran Children Learning in Science (CLIS) dalam Pembentukan Konsep Fisika Siswa SMA di Kabupaten Jember (Materi Pokok Elastisitas Zat Padat dan Hukum Hooke) (Children Learning in Science
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hasil akhir yang ingin dicapai dari suatu proses pembelajaran pada umumnya meliputi tiga jenis kompetensi, yaitu kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala alam melalui serangkaian proses ilmiah dan hasilnya berupa tiga produk penting yaitu konsep, prinsip,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia, diantaranya adalah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang lain. Kedua kegiatan tersebut merupakan proses pembelajaran. Dari proses
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar dan mengajar merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kedua kegiatan tersebut merupakan proses pembelajaran. Dari proses pembelajaran
Lebih terperinciMata Pelajaran IPA di SMALB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
55. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi.
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : Mata Pelajaran : Fisika Kelas/ Semester : X / Satu Peminatan : MIA Materi Pokok : Suhu, Kalor dan Perpindahan Kalor Alokasi waktu : 4 x 3 JP A. Kompetensi
Lebih terperinciJurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010)
ISSN: 1693-1246 Juli 2010 Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010) 98-103 J P F I http://journal.unnes.ac.id USAHA MENGURANGI TERJADINYA MISKONSEPSI FISIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONFLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam hambatan yang membuat kegiatan belajar mengajar menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu kegiatan pembelajaran sering kali terdapat berbagai macam hambatan yang membuat kegiatan belajar mengajar menjadi terganggu. Salah satu hambatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. akan hal tersebut. Seperti halnya pada mata pelajaran Geografi yang diajarkan di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan hanya dengan menempuh pendidikan tertentu maka manusia dapat menguasai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka
BAB II LANDASAN TEORI 1. Belajar A. Tinjauan Pustaka Winkel (1999: 53) dalam (Musfiqon, 2012: 3) mengatakan bahwa belajar diartikan sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi
Lebih terperinciPERSETUJUAN PEMBIMBING
7 PERSETUJUAN PEMBIMBING Skripsi yangberjudul 6'ANALISIS KONSEPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA PADA MATERI TERMODINAMIKA' Oleh ADRIANUS NIM. 42t 4fi 0A5 Disetujui Oleh PEMBIMBING II 17 199003
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sains terbagi atas beberapa cabang ilmu, diantaranya adalah fisika. Fisika
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sains terbagi atas beberapa cabang ilmu, diantaranya adalah fisika. Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang paling mendasar karena berhubungan dengan perilaku dan struktur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi
Lebih terperinci