RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. DR. Busyro Muqoddas 2. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 3. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) 4. Indonesia Corruption Watch Kuasa Hukum Muhamad Isnur, S.H.I., dkk II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: - Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945); - Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945; IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Pemohon I adalah perorangan Warga Negara Indonesia yang membayar pajak kepada Negara, menganggap hak konstitusionalnya dirugikan atau setidaknya berpotensi dilanggar hak konstitusionalnya dengan berlakunya 1
pasal yang diuji pada perkara ini dalam UU MD3 karena panitia khusus hak angket bekerja dengan menggunakan anggaran negara. 2. Pemohon II adalah badan hukum bernama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang mendukung upaya negara dalam penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. 3. Pemohon III adalah Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia yang merasa dirugikan oleh keberadaan pasal-pasal a quo yang diuji karena KPBI dan seluruh anggotanya sudah sejak lama aktif dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi melalui kegiatan-kegiatan diskusi, aksi dan kampanye. Oleh karena itu penting bagi KPBI untuk mencegah pelemahan KPK dengan melakukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). 4. Pemohon IV adalah Badan Hukum Indonesia bernama Perkumpulan Indonesia Corruption Watch yang secara rutin melakukan kegiatan-kegiatan untuk berperan serta dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, antara lain melalui pengawasan terhadap pelaksanaan kinerja parlemen. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Norma materiil yaitu: Pasal 79 ayat (3) UU MD3: Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundangundangan. Pasal 199 ayat (3) UU MD3: Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir. 2
Pasal 201 ayat (2) UU MD3: Dalam hal DPR menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR membentuk panitia khusus yang dinamakan panitia angket yang keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 20A ayat (2): Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interplasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. 2. Pasal 24 ayat (3): Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. 3. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Proses hak angket terhadap kinerja KPK tidak beralasan karena objek hak angket bukanlah tindakan KPK, melainkan pemerintah, dalam hal ini segala hal yang berkaitan dengan tindakan presiden dan bawahannya; 2. DPR telah salah memahami konsep kata alternatif-kumulatif dalam peraturan perundang-undangan atau sengaja melakukan penyalahgunaan kewenangan hak angket itu. DPR memaknai bahwa seluruh pelaksanaan undang-undang dapat dilakukan penyelidikan oleh DPR; 3. Apabila seluruh lembaga negara yang melaksanakan undang-undang dapat diselidiki oleh DPR, maka lembaga peradilan sebagai pelaksana undangundang juga dapat dipanggil untuk diselidiki oleh DPR segala tindakannya dalam melaksanakan seluruh ketentuan undang-undang. Padahal lembaga kekuasaan kehakiman adalah lembaga yang merdeka dalam menjalankan fungsinya; 3
4. Selain hak angket untuk KPK bukanlah kewenangan DPR, hak angket terhadap KPK memiliki kelemahan substansial. Kelemahan itu berkaitan dengan objek yang dipermasalahkan karena hak angket tersebut lebih terlihat untuk memperjuangkan kepentingan politik dan intervensi proses peradilan yang sedang berlangsung di pengadilan tindak pidana korupsi. Dengan demikian objek yang diusung DPR untuk menyelidiki proses berperkara di KPK jauh dari yang ditentukan undang-undang; 5. Dalam pelaksanaannya, DPR tidak memenuhi prosedur pengesahan hak angket yang diatur berdasarkan ketentuan Pasal 199 ayat (3) UU MD3. Akibatnya hak angket tidak sah, apalagi panitia angket harus terdiri dari seluruh unsur fraksi yang ada di DPR. VII. PETITUM Dalam Provisi Menghentikan seluruh proses panitia khsus terhadap KPK sampai ada putusan akhir Mahkamah terhadap pokok permohonan a quo. Dalam Pokok Perkara 1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Pengujian Undang- Undang yang diajukan para Pemohon; 2. Menyatakan: a. Pasal 79 ayat (3) UU MD3 bertentangan dengan Pasal 24 ayat (3) dan Pasal 20A ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai, tidak dapat dilakukan penyelidikan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. b. Pasal 199 ayat (3) UU MD3 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 20A ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai, harus terdapat mekanisme penghitungan yang jelas terhadap anggota yang setuju dan tidak terhadap pemberlakuan hak angket sebagai bagian dari mekanisme voting. c. Pasal 201 ayat (2) UU MD3 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai, keberadaan semua unsur fraksi dalam panitia angket harus dibuktikan melalui surat resmi sebagai perwakilan unsur partai. Apabila tidak terdapat surat resmi sebagai perwakilan unsur 4
partai, maka panitia khusus dianggap batal demi hukum pembentukannya. 3. Bilamana Majelis Hakim pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai keputusan lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ex aequo et bono. 5