BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal (Depkes, 2007). Udara merupakan perbandingan dari beberapa campuran gas yang tidak tetap, yang tergantung dari keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan disekitarnya. Udara dapat disebut juga atmosfer yang mengelilingi bumi yang sangat penting bagi kehidupan. Komposisi udara kering dan basah diantaranya nitrogen (78,09%), oksigen (21,94%), argon (0,93%), dan karbon dioksida (0,032%). Selain gas-gas tersebut, gas-gas lain yang terdapat dalam udara antara lain nitrogen oksida, hydrogen, metana, belerang dioksida, ammonia, dan lain-lain. Apabila susunan udara mengalami perubahan dari keadaan normal dan menganggu kehidupan manusia dan hewan maka udara tersebut telat tercemar (Wardhana, 2004). Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara
bebas. Selain itu pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia (Depkes, 2007). Manusia dalam aktivitasnya tidak telepas dari kebutuhan terhadap ruang. Ruang tempat mereka tinggal dalam upaya meningkatkan status dan kualitas hidupnya yaitu dengan mengolah sumber daya, baik itu sumber daya alam atau pun sumber daya manusia itu sendiri. Disadari atau tidak dalam proses pemanfaatan sumber daya itu manusia menghasilkan sampah, dan sampah tersebut akan penyebabkan pencemaran lingkungan (Nandi, 2005). Penguraian sampah sendiri disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme. Pembusukan sampah ini akan menghasilkan gas metana (CH 4 ) yang bersifat racun bagi tubuh makhluk hidup. Sampah yang tidak dapat membusuk adalah sampah yang memiliki bahan dasar plastik, logam, gelas dan karet. Untuk pemusnahannya dapat dilakukan pembakaran. Proses pembakaran sampah tersebut dapat menghasilkan gas karbon dioksida (CO 2 ) yang dapat menimbulkan dampak lingkungan. Peningkatan jumlah sampah disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk, keadaan sosial ekonomi dan kemajuan teknologi (Nandi, 2005). Proses akhir dari rangkaian penanganan sampah yang biasa dijumpai di Indonesia adalah dilaksanakan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pada umumnya pemerosesan akhir sampah yang dilaksanakan di TPA adalah berupa proses landfilling (pengurugan), dan sebagian besar dilaksanakan dengan open-dumping, yang mengakibatkan permasalahan lingkungan, seperti pencemaran udara akibat gas,
bau dan debu. Ketiadaan tanah penutup akan menyebabkan polusi udara tidak teredam. Produksi gas yang timbul dari degradasi materi sampah akan menyebabkan bau yang tidak sedap dan juga ditambah dengan debu yang beterbangan (Anonimous, 2010). Tempat pembuangan akhir sampah dengan system open dumping menimbulkan bau telur busuk karena tumpukan sampah mengalami dekomposisi secara alamiah menghasilkan gas H 2 S, metana dan amoniak. Bau ini dapat menyebar di TPA dan sekitarnya sehingga menurunkan kualitas udara (Soemirat, 2009). Pada tahun 2005, terjadi longsor pada timbunan sampah di TPA Leuwigajah dan beberapa tempat lain di Jawa Barat yang memakan korban jiwa. Longsor disebabkan oleh ledakan gas metan (CH4). Jika gas metan sudah mencapai 12 persen terhadap total udara, terjadilah ledakan. Metan adalah gas alam tanpa warna, berbau, dan mudah terbakar. Gas berbahaya ini dihasilkan dari penguraian sampah organik seperti dedaunan atau sisa makanan yang menumpuk di tempat pembuangan sampah. Selain gas metan (CH4), gas-gas lain yang sering dijumpai di tempat pembuangan akhir sampah diantaranya adalah sulfur dioksida (SO 2 ), nitrogen dioksida (NO 2 ), hidrogen sulfide (H 2 S), ammonia (NH 3 ), karbon monoksida (CO) dan partikel debu. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara pada bulan Oktober dan November (2009) di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang ditemukan bahwa asam sulfide (H2S) telah melewati baku mutu yaitu senilai 0,025 ppm dan 0,022 ppm. Apabila dilihat
dari Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.50 Tahun 1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan batas yang diperbolehkan adalah 0,02 ppm. Menurut hasil penelitian Sianipar (2009) tentang analisis risiko paparan hidrogen sulfida pada masyarakat sekitar TPA sampah Terjun kecamatan Medan Marelan menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi hidrogen sulfida di TPA Terjun sudah melebihi baku mutu yaitu sebesar 0,0290 mg/m³. Meirinda (2008) melakukan pengambilan sampel udara terhadap seluruh rumah masyarakat di TPA sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan. Dari hasil pemeriksaan parameter gas polutan menunjukkan konsentrasi gas H2S dan SO 2 di dalam rumah penduduk tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu masing-masing sebesar 0,9 ppm dan 0,03 ppm. Tercemarnya udara di sekitar TPA menyebabkan kesehatan lingkungan terganggu, termasuk kualitas udara disekitar TPA terutama meningkatnya penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Data dari Puskesmas Pancur Batu menyatakan bahwa penyakit ISPA dengan jumlah kasus sebanyak 15.093 berada di urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak selama tahun 2009. Pemulung adalah orang-orang yang melakukan kegiatan mengumpulkan barang bekas yang dikumpulkan dari tempat sampah. Kegiatan yang bergerak di sektor informal ini dipengaruhi oleh sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di Indonesia, yang pada umumnya terdiri dari sistem pengumpulan, sistem pemindahan, sistem pengangkutan dan sistem pembuangan akhir. Pemulung termasuk pekerja sektor informal yang sampai saat ini belum mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Kondisi lingkungan kerja para pemulung berada di
lingkungan terbuka sehingga kondisinya berhubungan langsung dengan sengatan matahari, debu, dan bau dari sampah. Dengan kondisi tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja seperti ISPA, alergi kulit, pilek, pusing, dan infeksi kulit (Kurniawati, 2006). Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Namo Bintang merupakan salah satu tempat pembuangan akhir sampah yang terdapat di Kecamatan Pancur Batu, Sumatera Utara. Metode pembuangan sampah yang digunakan di TPA Namo Bintang adalah metode open dumping. Sampah yang sudah diangkut oleh truk sampah, akan langsung dibuang dengan cara menumpuk sampah di TPA, sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, di TPA tersebut juga banyak terdapat tenda-tenda sementara untuk para pemulung yang bekerja di TPA tersebut. Di tenda tersebut, mereka meletakkan barang-barang dari hasil pencarian barang bekas, selain itu mereka beristirahat dan makan siang di tenda tersebut. Di TPA Namo Bintang juga sering terjadi pembakaran. Pembakaran tersebut tidak dilakukan secara sengaja. Maka dari itu, jumlah titik pembakaran tidak dapat dihitung, karena selalu berbeda setiap hari. Pembakaran terjadi akibat dari puntung rokok yang dibuang secara sembarangan oleh pemulung. Berdasarkan hal tersebut diatas Penulis tertarik melakukan penelitian di TPA Namo Bintang, untuk mengetahui kualitas udara di TPA dan juga untuk mengetahui keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernapasan pada pemulung yang bekerja di Tempat Pembuangan Akhir Sampah tersebut.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana kualitas udara di sekitar pemulung berkumpul dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernapasan pada pemulung di TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernapasan pada pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik responden (umur, jenis kelamin, lama kerja perhari, masa kerja, merokok) berdasarkan keluhan gangguan pernapasan pada pemulung yang bekerja di TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui kualitas udara (SO 2, NO 2, CO, H 2 S dan partikel debu) di sekitar tempat para pemulung berkumpul di TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 3. Untuk mengetahui keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernapasan pada pemulung di TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi bagi pemerintah/instansi yang terkait agar meningkatkan upaya penyehatan pengelolaan sampah. 2. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi masyarakat maupun pemulung yang bekerja di TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 3. Memberi masukan bagi peneliti lainnya mengenai kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernapasan pada pemulung di TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. 4. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang pencemaran udara di TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.