BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 Kedokteran Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

BAB I PENDAHULUAN. Alergi terjadi akibat adanya paparan alergen, salah satunya ovalbumin.

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan di Indonesia tepatnya Jakarta pusat didapatkan 25.5% anak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hipersensitivitas cepat (immediate hypersensitivity) karena reaksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

BAB I PENDAHULUAN. maupun negara berkembang. Dewasa ini para sarjana kedokteran telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

BAB I PENDAHULUAN. menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EFEK KOMBINASI HERBA JOMBANG

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit. peradangan kulit kronik spesifik yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk

ABSTRAK. EFEK ANTI-INFLAMASI RIMPANG TEMULAWAK (Curcumae Rhizoma) TERHADAP DERMATITIS ALERGIKA DENGAN HEWAN COBA MENCIT

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak,

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

ABSTRAK. EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK AIR DAN ETANOL HERBA JOMBANG PADA DERMATITIS ALERGIKA MENCIT GALUR Swiss Webster

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

ABSTRAK. Rhenata Dylan, Pembimbing I : Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes Pembimbing II: Dr. Slamet Santosa, dr., M.Kes

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Permasalahan. Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

PENGARUH SUPLEMEN VITAMIN D TERHADAP JUMLAH EOSINOFIL JARINGAN PARU PENDERITA ALERGI STUDI EKSPERIMENTAL PADA MENCIT BALB/C YANG DIINDUKSI OVALBUMIN

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi

ABSTRAK. EFEK HERBA SAMBILOTO (Andrographidis Herba) SEBAGAI IMUNOMODULATOR PADA MENCIT DENGAN DERMATITIS ALERGIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Antibiotik adalah obat yang digunakan sebagai obat anti infeksi,

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan sel tubuh yang memiliki reseptor insulin untuk mengoksidasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teh mempunyai nama latin Camellia sinensis. Teh merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

I. PENDAHULUAN. Dermatitis Atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kulit kronik, berulang. serta predileksi yang khas (Patrick, 2008).

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Allergy Organization (WAO) tahun 2011 mengemukakan bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 400 juta orang di dunia menderita rinitis alergi, dan 300 juta menderita asma. Prevalensi rinitis alergi pada dewasa sebesar 10-30% dan anak-anak 40% populasi dunia. 2 Prevalensi rinitis alergi di Indonesia sendiri belum pernah dilaporkan secara keseluruhan, sedangkan prevalensi asma di Indonesia mencapai 4,5% populasi. 3 Rinitis alergi dan asma merupakan manifestasi alergi yang terjadi di saluran pernapasan. Alergi adalah reaksi sistem imun yang berlebihan terhadap suatu antigen atau alergen tertentu yang diperantarai oleh antibodi immunoglobulin E (IgE). 4 Alergi berhubungan dengan atopi, yaitu suatu kecenderungan genetik untuk memproduksi antibodi IgE yang tinggi sebagai respon terhadap paparan alergen, dan mempunyai risiko lebih tinggi berkembang menjadi penyakit alergi seperti asma dan rinitis alergi, dermatitis atopik, dan alergi makanan. 5 Angka kejadian penyakit alergi di dunia semakin meningkat, meskipun bukan penyakit yang mematikan, tetapi penyakit ini menjadi masalah kesehatan dan sosial ekonomi global yang 1

2 dapat mengganggu produktivitas kerja, mempengaruhi kehidupan sekolah, serta meningkatkan biaya kesehatan. 6,7,8 Rinitis alergi dan asma merupakan inflamasi pada saluran pernapasan bagian atas dan bawah yang saling berkaitan, disebut sebagai one airway, one disease atau united airway disease. 9,10 Rinitis alergi merupakan faktor risiko terjadinya asma. 1 Penelitian di Spanyol tahun 2011 menyebutkan 50% pasien rinitis alergi akan berkembang menjadi asma, sedangkan 75% pasien dengan asma mempunyai rinitis alergi. 11 Kedua penyakit alergi tersebut diperantarai oleh IgE dan dicetuskan oleh alergen yang sama seperti serbuk sari (pollen), bulu binatang, dan tungau, meskipun paparan alergen lebih berpengaruh terhadap kombinasi asma dengan rinitis alergi dibandingkan asma tanpa rinitis alergi. 12,13 Alergi dapat diinduksi dengan pemberian ovalbumin, yaitu suatu glikoprotein yang berasal dari putih telur ayam, dan dapat berperan dalam merangsang respon alergi. Induksi ovalbumin dapat menimbulkan reaksi alergi, yaitu dengan menggeser respon imun ke arah T H 2 dominan dan produksi sitokin IL-4, IL-5, dan IL-13. 14,15 Penelitian sebelumnya menunjukan peningkatan sekresi IL-4, kadar serum IgE, serta infiltrasi sel radang dan eosinofil pada mencit yang. 14 Eosinofil mempunyai peran penting pada respon inflamasi pada alergi. 16 Jumlah eosinofil meningkat di darah perifer selama inflamasi alergi fase lambat (late-phase reaction) dan menetap lebih lama dibanding sel inflamasi lainnya. 17 Eosinofil digunakan sebagai tanda adanya reaksi

3 inflamasi pada alergi, salah satunya reaksi alergi di saluran napas. 16 Pada studi sebelumnya, ditemukan kenaikan eosinofil di mukosa hidung dan jaringan paru peribronkhial setelah paparan alergen di hidung. 18 Telah banyak studi yang mempelajari upaya untuk mengatasi penyakit alergi, dan banyak obat-obatan yang telah digunakan, seperti imunosupresan, antihistamin dan steroid, namun demikian, angka kejadian alergi masih tetap tinggi. 1,19 Salah satu pengobatan alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi penyakit alergi yaitu pengobatan herbal. Kunyit (Curcuma longa) merupakan rempah yang sering digunakan sebagai bumbu masakan oleh masyarakat di India, China dan negara-negara di Asia Tenggara. 20 Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan salah satu komponen aktif kunyit yaitu curcumin berfungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antidislipidemia dan antikanker. 20,21 Curcumin juga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi alergi. Dari penelitian sebelumnya, diperoleh hasil bahwa curcumin dapat mencegah gejala-gejala rinitis alergi, menghambat produksi sitokin-sitokin inflamasi pada reaksi alergi, serta menekan produksi histamin pada mencit model alergi. 22 Di Indonesia kunyit sering dimanfaatkan sebagai obat tradisional, akan tetapi penelitian mengenai manfaat kunyit untuk pengobatan alergi belum banyak dilakukan. 23 Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat hubungan alergi pada saluran pernapasan atas dan bawah dengan adanya infiltrasi eosinofil di mukosa hidung dan jaringan paru peribronkhial setelah paparan alergen

4 yang terinhalasi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah ekstrak kunyit (Curcuma longa) berpengaruh terhadap jumlah eosinofil di jaringan paru hewan coba model alergi. 1.2 Permasalahan Penelitian Apakah pemberian ekstrak kunyit (Curcuma longa) berpengaruh terhadap jumlah eosinofil di jaringan paru mencit BALB/c yang diinduksi ovalbumin? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pemberian ekstrak kunyit (Curcuma longa) berpengaruh terhadap jumlah eosinofil di jaringan paru mencit BALB/c yang. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Membuktikan jumlah eosinofil di jaringan paru mencit BALB/c yang lebih tinggi dibandingkan dengan mencit yang tidak b. Membuktikan jumlah eosinofil di jaringan paru mencit BALB/c yang dan diberikan ekstrak kunyit (Curcuma longa) lebih rendah dibandingkan dengan mencit yang hanya

5 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bidang Pengetahuan Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan mengenai manfaat ekstrak kunyit (Curcuma longa) terhadap reaksi inflamasi pada alergi di saluran pernafasan. 1.4.2 Bidang Pelayanan Kesehatan Hasil dari penelitian yang ini diharapkan dapat memberi informasi bagi klinisi kesehatan mengenai pengaruh ekstrak kunyit (Curcuma longa) terhadap reaksi inflamasi pada alergi di saluran pernafasan. 1.4.3 Bidang Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

6 1.5 Keaslian Penelitian Tabel 1. Daftar penelitian sebelumnya No Judul Metodologi Hasil 1 Turmeric (Curcuma longa) attenuates food allergy symptoms by regulating type 1/type 2 helper T cells (T H 1/T H 2) balance in a mouse model of food allergy Shin HS, See H-J, Jung SY, Choi DW, Kwon D-A, Bae M-J et al. Journal of Ethnopharmacolog y. 2015. 24 2 Anti-inflammatory effect of curcumin on mast cellmediated allergic responses in ovalbumin-induced allergic rhinitis mouse Zhang N, Li H, Jia J, He M. Cellular Immunology. 2015. 22 True experimental with post-test only control design Sampel: Mencit BALB/c intraperitoneal pada hari ke-1 dan 14, serta per oral pada hari ke-28 sampai 43 Variabel Bebas: Pemberian ekstrak kunyit dosis 100mg/kgBB/hari per oral Variabel Terikat: Gejala-gejala alergi makanan Sitokin Immunoglobulin Mouse Mast Cell Protease-1(mMCP-1) True experimental with post-test only control design Sampel: Mencit BALB/c intraperitoneal pada hari ke-1, 5, 14, dan 21, serta intranasal pada hari ke- 22 sampai 35 Pemberian ekstrak kunyit per oral 100mg/kgBB/hari mengurangi gejalagejala alergi makanan, mensupresi IgE, menurunkan sitokin inflamasi dan mmcp-1, serta meningkatkan kadar IFN-γ pada mencit model alergi makanan Pemberian curcumin per oral 100 mg/kgbb/hari dan 200 mg/kgbb/hari mengurangi gejala-gejala hidung, menurunkan infiltrasi eosinofil di mukosa hidung, menekan produksi mediator-mediator alergi, menurunkan pengeluaran histamin dari mast cells, menginhibisi sitokin-

7 3 Intranasal curcumin and its evaluation in murine model of asthma Subhashini, Chauhan PS, Kumari S, Kumar JP, Chawla R, Dash D et al. International immunopharmacol ogy. 2013. 25. Variabel bebas: Pemberian curcumin dosis 100 mg/kgbb/hari dan 200 mg/kgbb/hari per oral Variabel terikat: Gejala-gejala hidung Histopatologi mukosa hidung Mediator inflamasi Kadar histamin yang keluar dari mast cells Sitokin Imunohistokimia miokardium True experimental with post-test only control design Sampel: Mencit BALB/c intraperitoneal pada hari ke-0, 7, dan 14, serta inhalasi pada hari ke-19 sampai 22 Variabel bebas: Pemberian curcumin dosis 2,5 mg/kgbb/hari dan 5,0 mg/kgbb/hari intranasal Variabel terikat: Total sel inflamasi dalam BALF Deteksi eosinofil di jaringan paru dengan imunofluoresensi Kadar histamin dalam BALF Kadar EPO dalam BALF sitokin inflamasi yang berhubungan dengan reaksi alergi, serta mengurangi stres oksidatif miokardium pada mencit yang Pemberian curcumin intranasal dengan dosis 2,5 mg/kgbb/hari dan 5,0 mg/kgbb/hari dapat menurunkan jumlah leukosit dalam BALF dan eosinofil di jaringan paru, menurunkan kadar histamin dan EPO dalam BALF pada mencit yang

8 Penelitian yang dilakukan berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit BALB/c yang diinduksi intraperitoneal pada hari ke-0, 7, dan 14 dilanjutkan melalui inhalasi pada hari ke-19 sampai 22. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pemberian ekstrak kunyit dengan dosis 100 mg/kgbb/hari per oral dan variabel terikatnya yaitu jumlah eosinofil di jaringan paru.