BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN LIMBAH SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DI PROVINSI JAMBI DR. EVI FRIMAWATY

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

BAB I PENDAHULUAN. proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha)

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, Oktober 2012

OLEH :: INDRA PERMATA KUSUMA

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan energi listrik tersebut terus dikembangkan. Kepala Satuan

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Muhammad Evri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB 1 PENDAHULUAN. penting pada kehidupan manusia saat ini. Hampir semua derivasi atau hasil

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Suatu masalah terbesar yang dihadapi oleh negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit Indonesia hingga tahun 2012 mencapai 9,074,621 Ha.

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Arief Hario Prambudi, 2014

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini

FAKTOR SUPPLY-DEMAND DALAM PILIHAN NUKLIR TIDAK NUKLIR. Oleh: Prof. Dr. Ir. Prayoto, M.Sc. (Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Keterbatasan akses ke energi komersial telah menyebabkan pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Konsumsi per kapita pada saat ini sekitar 3 SBM yang setara dengan kurang lebih sepertiga konsumsi per kapita rata-rata negara ASEAN. Dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional berasal dari energi komersial dan sisanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non - komersial). Sekitar separuh dari keseluruhan rumah tangga belum terjangkau dengan sistem elektrifikasi Nasional. Data dari dokumen HDI (Human Development Index) t ahun 2005 menyebutkan bahwa konsumsi tenaga listrik/orang di Indonesia masih 463 kwh/cap. Angka ini masih di bawah negara tetangga kita Malaysia, (3.234 kwh/cap), Thailand (1.860kWh/cap), Filipina (610 kwh/cap), dan Singapura (7.961 kwh/cap). Sumber daya energi primer baik energi fosil maupun energi terbarukan yang ada di Indonesia saat ini dapat ditunjukkan dalam tabel 1 berikut. Sumber energi terbarukan, antara lain panas bumi, biomasa, energi surya dan energi angin relatif cukup besar. Penggunaan BBM meningkat pesat, terutama untuk transportasi, yang sulit digantikan oleh jenis energi lainnya. Ketergantungan kepada BBM masih tinggi, lebih dari 60 persen dari konsumsi energi final. Pembangkitan tenaga listrik di beberapa lokasi tertentu masih mengandalkan BBM karena pada waktu yang lalu harga BBM masih relatif murah (karena di subsidi), jauh dari sumber batubara, jaringan pipa gas bumi masih terbatas, lokasi

2 potensi tenaga air yang jauh dari konsumen dan pengembangan panas bumi serta energi terbarukan lain yang relatif masih lebih mahal. Kebutuhan energi dalam negeri selama ini dipasok dari produksi dalam negeri dan sebagian dari impor, yang pangsanya cenderung meningkat. Komponen terbesar dari impor energi adalah minyak bumi dan BBM. Kemampuan produksi lapangan minyak bumi semakin menurun sehingga membatasi tingkat produksinya. Dalam satu dekade terakhir, kapasitas produksi kilang BBM dalam negeri tidak bertambah, sedangkan permintaan BBM di dalam negeri meningkat dengan cepat. Pada tahun 2005 peranan minyak bumi impor untuk kebutuhan bahan baku kilang BBM sudah mencapai 40 persen sedangkan peranan BBM impor untuk pemakaian dalam negeri mencapai 32 persen. Penggunaan energi terbarukan belum besar, kecuali tenaga air, karena biaya produksinya belum kompetitif dibandingkan dengan energi konvensional. Pada umumnya harga listrik yang dibangkitkan dari PLTS, PLTB, Geothermal dan PLT energi terbarukan lainnya masih lebih tinggi daripada yang dibangkitkan dengan BBM (bersubsidi) kecuali PLTMH. Sampai dengan tahun 2005, kapasitas terpasang energi baru dan terbarukan hanya sekitar 3,0 % dari potensi yang tersedia. Kapasitas terpasang dari PLTS sebesar 8 MW, dari PLTB sebesar 0,5 MW, dari PLTMH sebesar 54 MW dan dari PLT terbarukan lainnya (biomassa) sebesar 302,5 MW. Sedangkan energi nuklir belum dapat dimanfaatkan meskipun sudah dapat mencapai nilai keekonomiannya, karena adanya hambatan dari aspek penerimaan masyarakat dan besarnya investasi awal yang dibutuhkan. Mengapa energi terbarukan? Energi Terbarukan harus segera dikembangkan secara nasional bila tetap tergantungan energi fosil, ini akan menimbulkan setidaknya tiga ancaman serius yakni: (1) Menipisnya cadangan minyak bumi yang diketahui (bila tanpa temuan sumur minyak baru)

3 (2) Kenaikan/ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi minyak, dan (3) Polusi gas rumah kaca (terutama CO) akibat pembakaran bahan bakar fosil. Kadar CO saat ini disebut sebagai yang tertinggi selama 125 tahun belakangan. Bila ilmuwan masih memperdebatkan besarnya cadangan minyak yang masih bisa dieksplorasi, efek buruk CO terhadap pemanasan global telah disepakati hampir oleh semua kalangan. Hal ini menimbulkan ancaman serius bagi kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Oleh karena itu, pengembangan dan implementasi bahan bakar terbarukan yang ramah lingkungan perlu mendapatkan perhatian serius Perkembangan bisnis dan investasi kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Permintaan atas minyak nabati dan penyediaan biofuel telah mendorong peningkatan permintaan minyak nabati yang bersumber dari crude palm oil (CPO) yang berasal dari kelapa sawit. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit memiliki potensi menghasilkan minyak sekitar 7 ton/hektar lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai yang hanya 3 ton/hektar. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan perkebunan dan industri kelapa sawit karena memiliki potensi cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan tenaga kerja, dan kesesuaian agroklimat. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2007 sekitar 6,8 juta hektar (Heriyadi, 2009). Dari luas tersebut sekitar 60 % diusahakan oleh perkebunan besar dan sisanya diusahakan oleh perkebunan rakyat (Soetrisno, 2008). Dengan Kapasitas produksi yang besar, jumlah limbah yang ditimbulkan juga besar baik limbah cair maupun limbah padatnya. Untuk 1 ton Buah Sawit Segar akan dihasilkan 120-200 kg CPO, 230-250 kg janjang kosong kelapa sawit, 130-150 kg serat, 60-65 kg cangkang, 55-60 kg kernel dan 0,7 m3 limbah cair (Mahajoeno, Lay, & Sutjahjo, 2008). Limbah padat kelapa sawit berupa janjang kosong, cangkang dan serabut kelapa sawit dalam jumlah yang besar, jika tidak dilakukan pengolahan akan dapat mengganggu

4 lingkungan. Sedangkan limbah cair ini merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh semua industri kelapa sawit. Kandungan bahan organic yang tinggi, ditandai dengan nilai COD dan BOD yang tinggi, serta Ph yang rendah selain dapat mencemari kesuburan tanah juga dapat mencemari air tanah jika tidak dikelola dengan baik. Penanganan limbah atau keluaran bukan produk, jika penanganannya dimulai dari sumbernya maupun dimanfaatkan untuk produk lain, bukan hanya berupa pengolahan pada limbah akhir (end of pipe treatment), tentu akan memberikan keuntungan baik dari sisi ekonomi, lingkungan maupun social. Dampak ekonomi dapat berupa penghematan biaya dan peningkatan keuntungan, dampak lingkungan berupa pengurangan limbah yang akan berdampak langsung terhadap kelestarian lingkungan, dan dampak sosialnya bisa berupa peningkatan kesejahteraan tenaga kerja maupun kenyamanan masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik tersebut. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, termasuk di dalamnya Kabupaten Kotawaringin Tmur, dalam rangka promosi potensi daerah dan berdasarkan Hasil Penelitian Tanah, Agroklimat dan Komoditas/Budidaya, pada tahun 1984 telah menetapkan Rencana Induk Pembangunan Perkebunan, dan lahan yang sesuai untuk pengembangan berbagai komoditi perkebunan dicadangkan seluas 3.139.500 Ha atau 20,2% dari luas Wilayah Kalimantan Tengah (15.356.400 Ha). Komoditas perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan Tengah tercatat 14 jenis tanaman, dengan karet dan kelapa sebagai tanaman utama perkebunan rakyat (342.011 Ha/50%, 68.938 Ha/10,2%) dan kelapa sawit sebagai komoditi utama perkebunan besar yang dikelola oleh para pengusaha perkebunan baik sebagai Perkebunan Besar Swasta Nasional/Asing ataupun PIR-Bun KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya). Para pengusaha perkebunan juga mengembangkan tanaman karet, kakao dan lada, namun tidak berkembang sejak tahun 1995. Peran kelapa sawit terhadap proses pembangunan di Kalimantan Tengah sampai sekarang sudah menunjukkan pengaruh nyata, antara lain : 1)

5 Pendapatan Asli Daerah bagi Pemerintah Kabupaten, 2) Kontribusi dari PBB/BPHTB/Retribusi, 3) Penyerapan Tenaga Kerja, 4) Pengembangan Wilayah, 5) Sektor Ekonomi/Jasa berkembang dan tumbuh (pedagang, transportasi, telekomunikasi, perbankan), dan 6) pemanfaatan SDA berupa lahan/tanah. 1.2 Perumusan Masalah Minyak sawit merupakan produk perkebunan yang memiliki prospek yang cerah dimasa mendatang. Potensi tersebut terletak pada keragaman kegunaan dari minyak sawit. Minyak sawit disamping digunakan sebagai bahan mentah industri pangan, dapat juga digunakan sebagai bahan mentah industri nonpangan. Beberapa pengembangan agroindustri yang sudah dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit antara lain margarine, oleo chemical, glyserin, patty acid. Peningkatan luas perkebunan kelapa sawit telah mendorong tumbuhnya industri-industri pengolahan, diantaranya pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang menghasilkan CPO. PMKS merupakan industri yang sarat dengan residu pengolahan. Menurut Naibaho (1996) PMKS hanya menghasilkan 25-30 % produk utama berupa 20-23 % CPO dan 5-7 % inti sawit (kernel). Sementara sisanya sebanyak 70-75 % adalah residu hasil pengolahan berupa limbah. Dari beberapa hal yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Dengan besarnya potensi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, apakah telah memberikan kontribusi dalam pembangunan di Kabupaten Kotawaringin Timur berkaitan dengan kemandirian energi? Apakah kebijakan pemerintah daerah dalam Kemandirian energi telah memperhatikan sumber energi baru terbarukan yang melimpah dengan memanfaatkan limbah cair Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur

6 Bagaimanakah strategi yang telah di ambil oleh Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur berkaitan dengan kebijakan penggunaan energi? Kabupaten Kotawaringin Timur memiliki potensi perkebunan dengan jumlah perusahaan perkebunan besar swasta hampir 60 perusahaan besar swasta dan hampir 50% dari jumlah tersebut telah memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit. Pada kenyataannya limbah kelapa sawit yang ada masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal, diantaranya sebagai sumber pembangkit energi alternatif, terutama sebagai sumber energi alternatif bagi daerah-daerah perdesaan yang belum terjangkau jaringan listrik yang dikelola oleh pemerintah (PLN) selama ini. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : Mengetahui potensi listrik yang bisa dihasilkan dari limbah cair pabrik kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur. Mengkaji pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit untuk pembangkit energi listrik di Kabupaten Kotawaringin Timur Merumuskan strategi kebijakan pemerintah daerah berkaitan dengan kemandirian energi yang berasal dari Perkebunan Kelapa Sawit Memberikan informasi untuk memaksimalkan potensi pemanfaatan limbah kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur untuk pembangkit energi listrik bagi desa-desa di sekitar perusahaan yang belum terjangkau jaringan listrik pemerintah 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah : Sebagai bahan rekomendasi terhadap kebijakan pemerintah daerah dengan membangun suatu pola kemitraan dengan pihak Perusahaan dengan pelaksanaan program CSR. Pemerintah Daerah hendaknya mampu mendorong pengembangan penggunaan energi alternatif sebagai pembangkit listrik dari limbah kelapa sawit yang melimpah dan tidak

7 dimanfaatkan secara optimal tersebut, sehingga mampu mengatasi ketertinggalan desa di sekitar PBS yang ada. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan penelitian sejenis lebih lanjut dengan memanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif. 1.5 Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya terkait dengan terkait pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas adalah sebagai berikut : Tabel 1. Penelitian Sebelumnya No. Nama Peneliti (Tahun) Judul 1. Adi Fitria Penerapan prinsip (2002) pencegahan pencemaran di pabrik kelapa sawit (studi kasus: penggunaan sumberdaya air pada pabrik kelapa sawit sei mangkei, kecamatan bosar malinggas, kabupaten Simalungun, Sumatera Utara) 2. Aep Saepudin, MT (2010) Energi Terbarukan (biogas) dari Limbah Kelapa Sawit Hasil 1. Rancangan penerapan prinsip P2 yang diusulkan untuk diterima adalah source reduction dengan pengaturan kondisi proses produksi, yaitu dengan mengatur tekanan boiler pada tekanan optimal; penggunaan kembali (recovery) air kondensat rebusan untuk air pengencer press dan waste vibro, dan penggunaan kembali (recycle) air pendingin turbin, air pendingin LSS (LSS Cooler); 2. Terjadi penurunan penggunaan air 10-39 % dan penurunan debit limbah cair high pollutant berkisar antara 26-39%, debit limbah cair low pollutant 100%, bila PKS SMK menerapkan masing-masing rancang penerapan prinsip P2 yang diusulkan. 1. Energi dari bahan tambang seperti minyak bumi dan gas bumi diperkirakan akan habis dalam waktu yang relatif singkat. Indonesia harus segera mencari sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energi) untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan. Salah satu sumber energi terbarukan yang belum banyak dimanfaatkan adalah energi dari biomassa. Energi

8 No. Nama Peneliti (Tahun) 3. I Ketut Gunarta Et All (2013) Judul Pengembangan Industri Crude Palm Oil Berkelanjutan Dengan Menggunakan Model Geo-Spatial Multicriteria Decision Analysis Hasil biomassa yang jumlahnya sangat besar dan bel urn ban yak dimanfaatkan adalah limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang jumlahnya mencapai ribuan ton. Saat ini diperkirakan Jumlah limbah pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia mencapai 28,7 juta ton limbah cair/tahun dan 15,2 juta ton limbah padat (TKKS)/tahun. Dari limbah tersebut dapat dihasilkan kurang lebih 90 juta m3 biogas. Jumlah ini setara dengan 187,5 milyar ton gas Elpiji. jumlah biogas ini cukup untuk memenuhi kebutuhan gas satu milyar KK (kepala keluarga) selama satu tahun. 2. Memanfaatkan limbah kelapa sawit untuk dijadikan sebagai sumber energi listrik. 1. Indonesia merupakan negara penghasil CPO terbesar di Dunia, namun, pengembangan industri ini masih menghadapi beberapa kendala yang kritikal. Salah satu kendala utama adalah terkait dengan ketersediaan dan buruknya kualitas infrastruktur transportasi yang ada untuk mendukung distribusi produk yang dihasilkan. Kondisi ini berakibat pada tingginya biaya yang tidak memiliki nilai tambah. Kendala yang lainnya adalah bahwa izin baru konversi hutan alam dan gambut dihentikan selama dua tahun dimulai pada Januari 2011. Artinya, dengan pembatasan lahan baru bisa menghambat ekspansi produksi kebun sawit 2. Model analisis spasial dapat digunakan sebagai pendukung dalam pengambilan keputusan

9 No. Nama Peneliti (Tahun) Judul Hasil pengembangan agroindustri dengan efektif dan efisien karena karakteristik permasalahan yang ada terkait dengan geographical location dan geographical network. Sumber : Olah Data Sekunder tahun 2015