BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

Temporal Variation Analysis From Troposphere Delay Using GPS (Study: Bandung, Indonesia)

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

BAB II GPS DAN ATMOSFER

BAB IV PENGOLAHAN DATA

PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY MENGGUNAKAN TEKNIK GPS DAN PERMASALAHANNYA

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

B A B II ATMOSFER DAN GPS

BAB III PEMANFAATAN SISTEM GPS CORS DALAM RANGKA PENGUKURAN BIDANG TANAH

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Cakupan

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

Studi Kinerja Perangkat Lunak Starpoint untuk Pengolahan Baseline GPS Irwan Gumilar, Brian Bramanto, dan Teguh P. Sidiq

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA

Evaluasi Spesifikasi Teknik pada Survei GPS

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007)

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

STUDI KONDISI UDARA DI ATAS GUNUNGAPI BATUR DENGAN MENGGUNAKAN GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Struktur Bumi

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Penentuan Posisi dengan GPS

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Jurnal Geodesi Undip April 2016

STRATEGI PENGOLAHAN DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN TANAH : STUDI PEREDUKSIAN BIAS ATMOSFIR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. awan. Kumpulan embun ini bergabung menjadi titik -titik air dan kemudian jatuh

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

ANALISIS FENOMENA HUJAN ES (HAIL) DUSUN PAUH AGUNG, LUBUK MENGKUANG, KAB. BUNGO, PROVINSI JAMBI TANGGAL 2 FEBRUARI 2017

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

Pembuatan Program Pengolahan Data GPS Analisa Pseudorange Dan Koreksi Troposfer

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Keenam (SUHU UDARA II)

STUDI KINERJA PERANGKAT LUNAK LEICA GEO OFFICE 8.1 UNTUK PENGOLAHAN DATA GPS BASELINE PANJANG TUGAS AKHIR. Oleh: SIDIQ PURNAMA AGUNG

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

MODUL 3 GEODESI SATELIT

Evaluasi Spesifikasi Teknik pada Survei GPS

Latar Belakang STUDI POST-SEISMIC SEISMIC GEMPA ACEH 2004 MENGGUNAKAN DATA GPS KONTINYU. Maksud & Tujuan. Ruang Lingkup

BAB I PENDAHULUAN. Patut dicatat bahwa beberapa faktor yang juga berlaku untuk aplikasi-aplikasi GPS yang

STUDI KONSTANTA TM (MEAN WEIGHT TEMPERATURE) UNTUK PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DARI DATA GPS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT TANGGAL 02 NOVEMBER 2017 DI MEDAN DAN SEKITARNYA

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III REGRESI SPLINE = + dimana merupakan fungsi pemulus yang tidak spesifik, dengan adalah

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

Analisis. Analisis Lanjutan. menampilkan hasil dalam gambar grafik atau gambar cross section aplikasi program RAOB.

STASIUN METEOROLOGI KLAS I SERANG

PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DI ATMOSFIR DENGAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Input Data Setelah dilakukan pengolahan data, ada beberapa hal yang dianggap berpengaruh terhadap hasil pengolahan data, yaitu penggunaan data observasi GPS dengan interval epok 30 detik, kemudian penggunaan metoda secara diferensial mengharuskan penulis untuk mengetahui koordinat fix dari titik kontrol dan titik pengamatan (Bakosurtanal CGPS-ITB). Keadaan meteorologis dapat mempengaruhi hasil ukuran yang direprensentasi dari ukuran ZWD yang didapatkan dari data pengamatan meteorologi secara langsung. Hal ini disebabkan suhu dan kelembaban memberikan pengaruh pada perhitungan komponen ZWD. Berdasarkan hasil pengamatan, keadaan meteorologis cenderung memiliki pola yang dapat terlihat pada gambar 4.1 berikut ini, hujan Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan Pada gambar 4.1 dapat diketahui, nilai suhu dan kelembaban cenderung sama. Keadaan suhu dan kelembaban pada gambar 4. 1 sampel pengamatan menunjukkan saat suhu naik pada siang hari maka kelembaban akan meningkat dan sebaliknya. Perubahan signifikan terjadi bila ada proses yang terjadi di atmosfer seperti fenomena Halaman 46

hujan yaitu suhu turun dan kelembaban naik (waktu ke 66 waktu ke 72). Pada gambar 4.1 dapat diketahui pola perubahan ZWD saat pengamatan yang mengikuti pola suhu dan kelembaban baik dalam keadaan normal maupun saat hujan. Dari gambar 4.1 juga dapat diketahui pola keadaan meteorologis di daerah pengamatan secara umum. Perlunya diketahui pola perubahan keadaan suhu dan kelembaban terkait dengan pengaruhnya dalam penentuan nilai ZWD dimana nilai ini dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti suhu dan kelembaban. 4.2 Analisis Strategi Penentuan ZTD dari GPS Pada dasarnya nilai ZTD terkait dengan beberapa paramater. Secara teori penggunaan fungsi mapping untuk menentukan nilai ZTD dalam Bernese terbatas, sehingga untuk nilai 5 o keatas nilai ZTD menunjukkan nilai yang sama dengan penggunaan fungsi mapping yang berbeda, sedangkan untuk dibawah 5 o direkomendasikan model Hopfield modifikasi [Hugentobler, 2001 dikutip dari Shrestha, 2003], sehingga diputuskan digunakan fungsi Hopfield sebagai mapping function referensi. Hal ini didasarkan juga pada beberapa referensi yang menganjurkan penggunaan Model Hopfield yang sesuai digunakan di Indonesia [Wedyanto, 2007]. Hasil perhitungan ZTD memiliki tingkat kepresisian antara 1-3 milimeter. Dapat diketahui nilai ini menunjukkan bahwa nilai ZTD cukup dapat diterima. 4.2.1 Analisis dari Aspek Variasi Lama Waktu Pengamatan Dalam penggunaan informasi orbit, final ephemeris digunakan sebagai referensi. Hal ini menjadi alasan karena kualitas final ephemeris yang baik dan beberapa referensi yang menganjurkan penggunaan jenis informasi orbit ini. Dengan menggunakan metode diferensial untuk mengeliminir kesalahan terutama kesalahan jam (receiver dan satelit). Pengaruh baseline berpengaruh dalam pengamatan, bila baseline terlalu pendek atau panjang dapat menghilangkan efek meteorologis yang diamati. Panjang baseline pengamatan (Bako ITB) adalah 95.2984 Halaman 47

km. Baseline ini memenuhi syarat untuk mengamati keadaan meteorologis seperti pengamatan ZTD. Berdasarkan referensi, bahwa kesalahan penentuan posisi secara diferensial terpengaruh dari panjang baseline yang juga mengindikasikan efek meteorologis. Efek meteorologis cenderung sama bila baseline kurang dari 26 km yang menunjukkan efek meteorologis mendekati nol dan hal sama terjadi pada jarak diatas 300 km, sehingga panjang baseline pengamatan dianjurkan antara 26-300 km [Snay et al., 2002]. Pengolahan data menggunakan final ephemeris untuk mendapatkan nilai ZTD dengan interval lama waktu pengamatan setiap 20 menit dan membandingkannya dengan 30 menit, dan 60 menit, kemudian dilakukan analisis melihat adanya perubahan dan pengaruh interval waktu pengamatan. Hasil pengolahan data dengan variasi interval lama waktu pengamatan yang berbeda tentu saja memberikan nilai yang berbeda dan dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini, Gambar 4.2 Perbandingan nilai ZTD dengan variasi interval lama waktu pengamatan Nilai ZTD pada gambar 4.2 didapatkan dari pengamatan selama 14 hari. Pada hari ke-2 dan ke-3 terdapat perubahan nilai ZTD cukup signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.3 ini, Halaman 48

Gambar 4.3 Pengaruh cycle slip terhadap nilai ZTD Dari gambar 4.2 nilai ZTD maksimum adalah 2.1158 m dan minimum adalah 2.0336 m dengan selisih 0.0822 m (nilai ZTD maks - ZTD min ). Perubahan tiap interval lama waktu pengamatan umumnya 3 mm 20 mm. ZTD dengan interval lama waktu pengamatan 60 menit menunjukkan pola semakin smooth daripada interval lama waktu pengamatan 20 menit. Hal ini membuktikan bahwa memperpanjang waktu pengamatan akan memberikan variasi dalam penentuan nilai ZTD. Pada gambar 4.3 Kesalahan cycle slip mempengaruhi nilai posisi yang berarti terjadi perubahan nilai ZTD yang didapatkan dari H tro - H nontro. Masalah ini muncul pada hari pengamatan ke-2 dan ke-3. Masalah ini dapat diketahui dari meningkatnya nilai unresolved ambiguitas hingga 3 kali lipat (pada hasil pengolahan data hari yang lain nilai unresolved ambiguitas antara 0 sampai 3). Untuk lebih jelasnya dapat dilhat pada gambar 4.4 sebagai berikut, Halaman 49

Gambar 4.4 Nilai unresolved ambiguitas akibat cycle slip Untuk perubahan nilai ZTD yang signifikan memerlukan perubahan signifikan (dan hal itu dipengaruhi keadaan cuaca di sekitar titik pengamatan, penulis menganggap keadaan meteorologis terjadi secara umum), tetapi mengingat tidak adanya data kondisi meteorologis pada hari tersebut, analisis berdasarkan pengaruh meteorologis menjadi sulit untuk dikaitkan ke sampel pengamatan meteorologis. Tidak dapat dipastikan apakah nilai ZTD tersebut (hari 2 dan 3) juga dipengaruhi kondisi meteorologis. Secara statistik nilai ZTD yang dihasilkan menggunakan final ephemeris dengan interval lama waktu pengamatan yang berbeda cenderung sama. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.5 sebagai berikut : Gambar 4.5 Statistik hasil ZTD final ephemeris dengan variasi interval waktu Secara Statistik, nilai ZTD final ephemeris pada interval lama waktu pengamatan yang berbeda cenderung memiliki nilai yang hampir sama dan menunjukkan informasi Halaman 50

orbit yang digunakan menghasilkan nilai ZTD yang terdistribusi normal sehingga nilai ZTD dapat diterima dan dapat dijadikan referensi untuk pengamatan menggunakan ultra rapid ephemeris. Penggunaan ultra rapid ephemeris memiliki alasan untuk tujuan penentuan delay troposfer di masa akan datang secara near real-time dan mendapatkan nilai ZTD yang memiliki kualitas ZTD yang berasal dari final ephemeris. Hal ini juga berdasarkan kelebihan ultra rapid ephemeris yaitu ketersediaan data yang cukup cepat (4 kali sehari) dibandingkan final ephemeris yang harus menunggu minimal 13 hari. Ada alasan mengapa ultra rapid ephemeris digunakan daripada broadcast ephemeris, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.6 : Gambar 4.6 Nilai ZTD menggunakan final ephemeris dan broadcast ephemeris Pada gambar 4.6 menunjukkan nilai ZTD menggunakan broadcast ephemeris memiliki pola yang sangat jauh dengan nilai ZTD menggunakan final ephemeris (selisih sekitar 0.6 m), sehingga hal ini menjadi alasan mengapa broadcast ephemeris tidak digunakan untuk menentukan ZTD walaupun tersedia secara real time, sedangkan hasil pengolahan data menggunakan ultra rapid ephemeris dapat dilihat pada gambar 4.7 berikut ini, Halaman 51

Gambar 4.7 Nilai ZTD menggunakan ultra rapid ephemeris Dari gambar 4.7 dapat dilihat bahwa nilai ZTD yang dihasilkan masih memiliki kesalahan penentuan ZTD yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat terjadi pada hari ke 6 dan 10 yang menunjukkan masih adanya kesalahan yang cukup signifikan terutama pada interval lama waktu pengamatan 20 menit. Salah satu alternatif solusi yang dilakukan adalah meningkatkan interval waktu pengamatan. Nilai kesalahan pada hari ke 6 dan 10 ini terkoreksi meningkat sejalan dengan meningkatnya lama waktu pengamatan. Nilai kesalahan (ZTD maks ZTD min ) ultra rapid adalah 219.7 mm (2.2522 m 2.0325 m) dari pengamatan tiap 20 menit menjadi 82 mm (2.1131 2.0311 m) dari lama waktu pengamatan tiap 60 menit. Secara Statistik nilai ZTD menggunakan ultra rapid ephemeris dapat dilihat pada gambar 4.8 berikut ini, Gambar 4.8 Statistik Nilai ZTD menggunakan ultra rapid ephemeris Halaman 52

Dari gambar 4.8 secara statistik dapat dilihat, adanya nilai yang berbeda yang menunjukkan kesalahan cukup signifikan pada waktu pengamatan 20 menit (2.25 m) dan berkurang pada waktu interval 60 menit. Peningkatan lama waktu pengamatan mampu mereduksi kesalahan yang muncul tanpa perlu penghilangan data awal. Kesalahan ini bisa disebabkan kekurangan data untuk menentukan nilai ZTD setelah proses cleaning data saat processing. Lama waktu pengamatan meningkatkan jumlah data pengamatan sehingga nilai ZTD akan saling berkorelasi secara matematis dan mampu mereduksi kesalahan akibat adanya ukuran lebih dalam pengamatan. Dari gambar 4.8 dapat ditarik analisis bahwa peningkatan lama waktu pengamatan mampu meningkatkan kualitas ZTD yang menggunakan ultra rapid ephemeris. 4.2.2 Analisis dari Aspek Informasi Orbit Teliti yang Digunakan Gambar 4.9 Perbandingan ZTD dengan interval lama waktu pengamatan 20 menit antara final ephemeris dan ultra rapid ephemeris Dari gambar 4.9 masih dapat dilihat adanya kesesuaian pola antara informasi orbit yang digunakan. ZTD ultra rapid ephemeris dengan interval lama waktu pengamatan 20 menit umumnya berbeda 1-2 mm dengan ZTD menggunakan final ephemeris dan menunjukkan masih munculnya kesalahan cukup signifikan. Kesalahan nilai ZTD terjadi pada hari ke 6 dan 10. Kesalahan ini bisa terjadi mengingat kualitas ultra rapid ephemeris yang masih dibawah final ephemeris. Pada Halaman 53

Hari ke 6 dan 10 data input (RINEX) memiliki kualitas yang baik (tidak bermasalah). Kesalahan ini dapat terkoreksi dengan meningkatkan interval lama waktu pengamatan menjadi 60 menit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.10, Gambar 4.9 Perbandingan ZTD dengan interval lama waktu pengamatan 60 menit antara final ephemeris dan ultra rapid ephemeris Pada gambar 4.10 dapat diketahui peningkatan lama waktu pengamatan dapat meningkatkan kualitas hasil ZTD menggunakan ultra rapid ephemeris. Pola yang didapatkan menggunakan kedua jenis informasi orbit cenderung sama dengan peningkatan kualitas ZTD menggunakan ultra rapid ephemeris yang ditunjukkan dengan makin kecilnya kesalahan yang muncul. Halaman 54

4.3 Verifikasi Hasil ZWD GPS dan ZWD Hopfield ( ) orde 3 ( ) orde 4 ( ) orde 8 Gambar 4.11 Pola Harian ZWD di CGPS-ITB Untuk melihat fitting model di titik CGPS-ITB digunakan polinomial agar mendapatkan pendekatan yang mewakili nilai ZWD saat pengamatan. Fitting model dilakukan untuk mendapatkan nilai ZWD yang paling mendekati hasil ukuran. Fitting model paling sesuai adalah polinomial yang memiliki jumlah kuadrat residu paling kecil. Dari pengolahan data serta percobaan didapatkan, 1. Menggunakan Polinomial orde 3 nilai vv = 0.08987 (hijau) 2. Menggunakan Polinomial orde 4 nilai vv = 0.066819 (oranye) 3. Menggunakan Polinomial orde 8 nilai vv = 0.078919 (merah) Fitting model pada gambar 4.11 dapat diketahui model apakah yang paling mendekati nilai ZWD dari hasil pengolahan data sehingga model ini dapat merepresentasikan ZWD saat pengamatan. Alasan melihat vv adalah mengetahui nilai jumlah residu terkecil yang menunjukkan bahwa model tersebut dapat mendekati nilai ZWD ukuran. Dapat dijelaskan bahwa bukan berarti menggunakan orde yang lebih kompleks (polinomial 8) dapat memberikan nilai pendekatan lebih baik (nilai vv orde 4 < orde 8) dan model yang paling mendekati adalah polinomial orde 4 dengan vv = 0.066819. Bila melihat pola fitting model 6 jam menunjukkan adanya kesesuaian dengan pola pada polinomial orde 4. Halaman 55

Untuk Melihat apakah ukuran GPS sudah dapat memperkirakan kondisi meteorologis di titik pengamatan dapat dilihat pada gambar 4.12 sebagai berikut, Gambar 4.12 Verifikasi Data ZWD GPS dan ZWD Hopfield Dari gambar 4.12 dapat dilihat hasil ZWD GPS dengan ZWD Hopfield yang menggunakan data ukuran langsung memiliki kecenderungan pola yang relatif sama. Pola yang didapat dari 2 data pada gambar 4.12 cenderung memiliki kesamaan walaupun sebenarnya ada perbedaan muncul. Nilai ZWD yang didapatkan dengan GPS lebih smooth, sedangkan nilai ZWD hopfield berbeda (lebih tersebar dan fluktuatif). Perbedaan pola dapat disebabkan pada jumlah data pengamatan yang saling berkorelasi selama waktu pengamatan (ZWD GPS), sedangkan ZWD Hopfield hanya menunjukkan nilai ZWD saat waktu sampel pengamatan diambil serta ketelitian alat pengamatan suhu dan kelembaban yang digunakan masih konvensional dengan ketelitian terbatas. Bila menggunakan alat pengamatan meteorologis yang lebih teliti dapat diharapkan pola lebih smooth (pada gambar 4.12, nilai ZWD hopfield tersebar dan fluktuatif) dan ditunjang dengan pengamatan lebih lama sehingga jumlah data ukuran cukup banyak. Gambar 4.12 menunjukkan pengamatan dengan GPS sudah mampu menentukan nilai ZWD terutama untuk pengamatan yang merepresentasikan kondisi meteorologis. 4.4 Analisis Temporal dari data GPS Menggunakan Model ZHD Saastamoinen cukup membantu terutama untuk mendapatkan nilai ZWD yang cukup bervariasi secara temporal. Alasan mendapatkan Halaman 56

ZWD adalah untuk mengamati keadaan meteorologis secara temporal sehingga penentuan ZWD dapat membantu untuk memperkirakan keadaan troposfer saat pengamatan. Nilai PWV (banyak jumlah uap air di troposfer) didapatkan dengan menggunakan konstanta tanpa dimensi 0.15, maka didapatkan PWV yang menunjukkan keadaan secara temporal seperti gambar 4.13 berikut ini, Rerata PWV 40.478 mm/m 3 WIB mm/m 3 Hari Pengamatan (DOY) Gambar 4.13 Variasi temporal CGPS-ITB Dari nilai rata-rata PWV (40.478 mm/m 3 ) didapatkan keadaan secara temporal yang menunjukkan bagaimana kondisi normal meteorologis di daerah pengamatan. Warna gradasi biru menunjukkan adanya penurunan jumlah PWV yang berarti keadaan pada hari dan jam saat itu dalam keadaan kering dari keadaan normal. Warna gradasi merah menunjukkan terjadi peningkatan jumlah PWV sehingga diperkirakan saat pengamatan pada hari dan jam tersebut terjadi peningkatan jumlah uap air (atau hujan). Sebagai contoh hari ke 28 jam 6-10 pagi menunjukkan keadaan jumlah uap air menurun (dalam keadaan kering), sedangkan tanggal 28 jam 23 dini hari hingga tanggal 29 jam 6 pagi menunjukkan peningkatan jumlah uap air (dalam keadaan basah). Nilai maksimum Halaman 57

PWV saat pengamatan adalah 6.3 mm/m 3 dari keadaan normal dan nilai minimum PWV saat pengamatan adalah -6.1 mm/m 3 dari keadaan normal. Umumnya peningkatan jumlah uap air adalah saat tengah hari dimana suhu naik yang mengakibatkan penguapan meningkat sehingga jumlah uap air di atmosfer meningkat. Hal ini dapat diketahui pada gambar 4.13 menunjukkan setiap hari pengamatan dalam keadaan basah pada jam 10 12 siang. Adanya anomali yang berbeda (digambarkan dengan perubahan gradasi warna) menunjukkan adanya perubahan kondisi meteorologis di titik pengamatan secara temporal. Nilai PWV akan meningkat sesuai dengan hasil pengamatan ZWD, karena PWV berkorelasi dengan nilai ZWD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.14 sebagai berikut : Gambar 4.14 Pola 6 Jam pengamatan ZWD di CGPS-ITB Pola 6 jam pada gambar 4.14 dapat diketahui bahwa nilai ZWD akan meningkat dari pagi hingga tengah hari dan menunjukkan pola turun saat sore hari serta meningkat kembali pada malam hari, sehingga dapat dikatakan atmosfer memiliki pola secara temporal. Pola pada gambar 4.14 memiliki pola cenderung sama dengan pola ZWD harian pada gambar 4.12 menggunakan polinomial orde 4. Halaman 58