RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XV/2017 Pemidanaan Perbuatan Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Fisik Dan Elektromagnetik Terhadap Penyelenggaraan Telekomunikasi I. PEMOHON 1. Rusdi (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Arifin Nur Cahyono (selanjutnya disebut sebagai Pemohon II). Secara bersama-sama disebut sebagai para Pemohon. Kuasa Hukum Budi Satria Dewantoro, SH., advokat pada Kantor Hukum Budi Satria Dewantoro & Partners, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 22 Desember 2016. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 38, Pasal 55, dan Penjelasan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU 36/1999). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 yang putusannya bersifat final dan mengikat; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 3. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945; 1
4. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan bahwa dalam hal suatu Undang-Undang disuga bertentangan dengan UUD 1945, maka ketentuan tersebut dapat dilakukan pengujiannnya oleh Mahkamah Konstitusi; 5. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 38, Pasal 55, dan Penjelasan Pasal 38 UU 36/1999, oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara. 2. Berdasarkan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK, menyatakan: Yang dimaksud dengan hak kosntitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 2
4. Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merasa potensial dapat dirugikan terhadap berlakunya Pasal 38, Pasal 55, dan Penjelasan Pasal 38 UU 36/1999 karena dalam aktivitas kesehariannya disaat mengemudikan kendaraan dapat dimungkinkan mengalami kecelakaan dengan menabrak dan mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan telekomunikasi sebagaimana ketentuannya diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 55 UU 36/1999. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU 36/1999: 1. Pasal 38: Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi. 2. Pasal 55: Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). 3. Penjelasan Pasal 38: Perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi dapat berupa: a. tindakan fisik yang menimbulkan kerusakan suatu jaringan telekomunikasi sehingga jaringan tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya; b. tindakan fisik yang mengakibatkan hubungan telekomunikasi tidak berjalan sebagaimana mestinya; c. penggunaaan alat telekomunikasi yang tidaksesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku; d. penggunaan alat telekomunikasi yang bekerja dengan gelombang radio yang tidak sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan gangguan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi Iainnya; atau e. penggunaan alat bukan telekomunikasi yang tidak sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan pengaruh teknis yang tidak dikehendaki suatu penyelenggaraan telekomunikasi. 3
B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum. 2. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Bahwa menurut para Pemohon, unsur setiap orang atau barang siapa pada Pasal 38 jo. Pasal 55 UU 36/1999 tidak memberi pemisahan unsurunsur subyektif dari perbuatan pidana yang dapat dikualifikasi sebagai delik kesengajaan (dolus) dan delik kealpaan (culva); 2. Bahwa Penjelasan Pasal 38 UU 36/1999 tidak menjelaskan dengan terang apakah yang dimaksud dengan frasa tidak dapat berfungsi sebagai mestinya dan frasa tidak berjalan sebagaimana mestinya bersifat permanen ataukah hanya sementara, dan apakah kerusakan berat atau ringan; 3. Bahwa permasalahan selanjutnya dari Pasal 38 juncto Pasal 55 UU a quo adalah ketentuan tentang penetapan sanksi pidana pokok yang bisa diberlakukan secara kumulatif, yaitu pidana penjara dan pidana denda, karena penggunaan kata dan atau ; 4. Bahwa Pasal 38 dan Pasal 55 UU 36/1999 telah mengabaikan dan menyalahi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sesuai ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011); 5. Bahwa para Pemohon mendalilkan, Pasal 38 dan Pasal 55 UU 36/1999 telah menyalahi dan melanggar asas-asas sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i UU 12/2011, yaitu asas ketertiban dan kepastian hukum; 6. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, rumusan Pasal 38 dan Pasal 55 UU 36/1999 sepanjang frasa perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan 4
fisik...terhadap penyelenggaraan telekomunikasi secara terang dan nyata telah melanggar Prinsip Negara Hukum, sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945; 7. Bahwa Pasal 38 UU 36/1999 dirumuskan secara samar-samar, tidak jelas dan rinci tentang perbuatan mana yang dikualifikasi sebagai tindak pidana, serta pengertiannya terlalu luas dan rumit, khususnya frasa melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik...terhadap pelenyelenggaraan telekomunikasi, sehingga berpotensi disalahgunakan oleh penyelenggara telekomunikasi maupun aparatur penegak hukum. Oleh karenanya ketentuan a quo menimbulkan ketidak pastian hukum dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. VII. PETITUM Dalam Provisi Menghentikan untuk sementara segala upaya revisi terhadap peraturan Perundang-Undangan dibawah Undang-Undang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi hingga adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi. Dalam Pokok Perkara 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan ketentuan Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. 3. Menyatakan ketentuan Pasal 38 juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya; 4. Menyatakan penjelasan Pasal 38 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 sepanjang frasa: 5
a. tindakan fisik yang menimbulkan kerusakan suatu jaringan telekomunikasi sehingga jaringan tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana semestinya; b. tindakan fisik yang mengakibatkan hubungan telekomunikasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya; 5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). 6