ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

: Shella Vida Aprilianty NPM : Fakultas /Jurusan : Ekonomi /Akuntansi Dosen Pembimbing : Dr. Masodah Wibisono SE.,MMSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB V PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan,

BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA TAHUN 2014

Judul Penelitian Ilmiah : ANALISIS ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KABUPATEN BARRU PROPINSI SULAWESI SELATAN TAHUN ANGGARAN

JURNAL. Oleh: APRI DIANA EKA RAHAYU NPM: Dibimbing oleh : 1. Dra. Puji Astuti, M.M., M.Si., Ak 2. Sigit Puji Winarko, SE, S.Pd., M.

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PADA TAHUN

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Kota di Jawa Tengah)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD PEMERINTAHAN PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN ANGGARAN

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB V ANALISIS APBD. LP2KD Prov. Kaltara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAH KOTA KEDIRI TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian = x 100 Bantuan Pemerintah Pusat dan Pinjaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

, ,00 10, , ,00 08,06

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

Jurnal ACSY Politeknik Sekayu Vol VI, No 2, Juli Desember 2017

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diambil adalah Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

ANALISIS PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BOGOR

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS ANTARA ANGGARAN DENGAN REALISASI PADA APBD KABUPATEN KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN Nama : Sukur Kurniawan NPM :

BAB V PENUTUP. dengan rencana yang telah dibuat dan melakukan pengoptimalan potensi yang ada di

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

tercantum dalam salah satu misi yang digariskan GBHN yaitu perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

METODE PENELITIAN. (time series), yaitu tahun yang diperoleh dari Bag. Keuangan Pemda Lampung

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang (Nabila 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

BAB II KAJIAN PUSTAKA

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. rancangan APBD yang hanya bisa diimplementasikan apabila sudah disahkan

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

UNIVERSITAS GUNADARMA PROGRAM DIPLOMA III BISNIS KEWIRAUSAHAAN LAPORAN KERJA PRAKTEK (LKP)

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu

Transkripsi:

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2011-2014 Disusun Oleh : Nama : Andini NPM : 20212798 Program Studi : Akuntansi Pembimbing : Dr. Henny Medyawati, Skom., MM

Latar Belakang Masalah Pemerintah Daerah di Indonesia diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 revisi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 revisi UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tujuan utama ditetapkannya dua Undang-Undang tersebut bukan hanya untuk melimpahkan kewenangan pembangunan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, tetapi yang lebih penting adalah efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya keuangan. Pengelolaan sumber daya keuangan Pemerintah Daerah disajikan dalam rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD yang disebut APBD. Pelaksanaan anggaran dilaporkan dalam bentuk laporan keuangan yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004. Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak sebesar 45.340.800 jiwa dan luas wilayah 37.173,97 km 2, yang juga berdekatan dengan ibukota negara yaitu Provinsi DKI Jakarta. Provinsi Jawa Barat juga salah satu daerah otonom di Indonesia yang memiliki potensi daerah untuk dikembangkan dan dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dikarenakan letak geografisnya. Sebagai daerah otonom yang mengatur sendiri pemerintahannya, masih banyak yang belum mengetahui kinerja keuangan pemerintah Provinsi Jawa Barat sehingga diperlukan transparansi kinerja keuangan yang dapat diakses oleh masyarakat.

Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana kinerja keuangan daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Analisis Pertumbuhan? 2. Bagaimana kinerja keuangan daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal (RDDF)? 3. Bagaimana kinerja keuangan daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Rasio Ketergantungan Daerah dan Rasio Kemandirian Daerah? 4. Bagaimana kinerja keuangan daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Rasio Efektivitas Pendapatan dan Rasio Efisiensi Pendapatan? 5. Bagaimana kinerja keuangan daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Rasio Keserasian?

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Kinerja keuangan daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Analisis Pertumbuhan. 2. Kinerja keuangan daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal. 3. Kinerja keuangan daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Rasio Ketergantungan Daerah dan Rasio Kemandirian Daerah. 4. Kinerja keuangan daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Rasio Efektivitas Pendapatan dan Rasio Efisiensi Pendapatan. 5. Kinerja keuangan daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Rasio Keserasian.

Metode Penelitian Teknik Analisis Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif. Sugiyono (2009:206) analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Tahap-tahap untuk menganalisis data ini antara lain: 1. Menghitung rasio keuangan berdasarkan data yang telah diperoleh penulis dengan membuat tabel. 2. Membuat grafik dari perhitungan rasio keuangan dari setiap periode. 3. Mendeskripsikan data dari hasil perhitungan rasio keuangan maupun dari membaca grafik yang telah dibuat

Kajian Pustaka Kajian Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Ket 1. A.N.J Dien, J. Tinangon, dan S. Walandouw (2015) 2. Nadya Pretti Kalalo, Jantce J. Tinangon, Inggriani Elim (2014) 3. Joko Pramono (2014) Analisis Laporan Realisasi Anggaran Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pada Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Bitung Pengukuran Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kota Manado Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus pada Pemerintah Kota Surakarta) Deskriptif Pengukuran kinerja keuangan menggunakan rasio efektivitas dan rasio efisiensi Deskriptif. Kinerja keuangan diukur melalui penghitungan rasio derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan daerah, kemandirian daerah, efektivitas PAD, efektivitas pajak daerah, dan derajat kontribusi BUMD. Deskriptif. Kinerja keuangan diukur dengan menggunakan rasio kemandirian, keserasian, efisiensi dan efektivitas PAD, pertumbuhan dan DSCR. Tingkat dan kriteria efektivitas penerimaan PAD di Dinas Pendapatan Kota Bitung Tahun Anggaran 2009-2013 sangat efektif, namun tingkat dan kriteria efisiensi anggaran belanja secara keseluruhan kurang efisien dikarenakan penggunaan anggaran belanja yang terlalu tinggi. Rasio derajat desentralisasi kinerja keuangannya dinilai baik karena setiap tahunnya PAD meningkat, rasio ketergantungan keuangan daerah menunjukkan ketergantungan Pemkot Manado terhadap Pendapatan dari Pusat dan Provinsi masih tinggi, begitu juga dengan kemandirian keuangannya masih rendah meskipun setiap tahunnya PAD Pemkot Manado mengalami peningkatan. Rasio efektivitas PAD menunjukkan kinerja keuangannya mengalami peningkatan, begitu juga dengan efektivitas pajak daerah yang nampak efektif, sedangkan PAD yang diterima melalui Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan yang dihitung melalui rasio derajat kontribusi BUMD dapat dikatakan baik karena setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil analisis data menyebutkan bahwa kinerja keuangan Pemkot Surakarta yang masih kurang adalah di aspek kemandirian dan aspek keserasian. Tingkat efisiensi dan efektivitas Pemkot Surakarta dalam mengelola dana sudah sangat efisien dan efektif. Pertumbuhan PAD cukup tinggi. Kemampuan melunasi pinjaman masih mencukupi. Jurnal Jurnal Jurnal

Hasil dan Pembahasan Analisis kinerja keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam penelitian ini menggunakan data Laporan Realisasi Anggaran Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu dari tahun 2011-2014. 1. Analisis Pertumbuhan 2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal 3. Rasio Ketergantungan Daerah 4. Rasio Kemandirian Daerah 5. Rasio Efektivitas Pendapatan 6. Rasio Efisiensi Pendapatan 7. Rasio Keserasian

1. Analisis Pertumbuhan Terjadinya penurunan pertumbuhan PAD pada tahun 2014 sebesar 2,14% dari tahun 2013 yang mencapai 23,81% atau hanya sebesar 21,67% disebabkan adanya tahun politik, yaitu pemilu legislatif dan pilpres. Sumber: Data Diolah Penurunan pertumbuhan Pendapatan tahun 2013 sebesar 38,71% dari tahun 2012 yang mencapai 52,69% atau hanya sebesar 13,98% karena adanya pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat untuk periode 2013-2018 serta proses peralihan pemerintahan yang lama ke pemerintahan yang baru.

1. Analisis Pertumbuhan (Lanjutan) 1. Adanya pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat periode 2013-2018, serta proses peralihan pemerintahan. 2. Proses lelang yang lambat, meskipun telah menggunakan sistem e-procurement, tetapi karena sarana pendukungnya kurang optimal. 3. Belanja operasi yang masih dominan, terutama untuk belanja pegawai dan belanja hibah. Selain adanya tahun politik, juga dikarenakan surat edaran dari KPK yang melarang pencairan dana bansos sebelum pemilihan legislatif dan presiden selesai. Sumber: Data Diolah

2. Rasio Derajat Desentralissasi Fiskal Sumber: Data Diolah Terjadinya penurunan ini dikarenakan selisih antara realisasi PAD dengan realisasi Pendapatan pada tahun 2012 > tahun 2011. Dimana pada tahun 2011 hanya selisih sebesar Rp. 2.551.216.432.275,95 sedangkan pada tahun 2012 Rp. 6.895.211.580.232,00. 1. Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2012, masih dikategorikan Sangat Baik karena berada diinterval >50%. 2. Masyarakat memiliki andil dalam realisasi PAD karena kesadaran untuk membayar dan retribusi daerah, sehingga PAD memiliki kemampuan dalam pembangunan daerah.

3. Rasio Ketergantungan Daerah Sumber: Data Diolah Meski terjadi kenaikan tingkat ketergantungan pada tahun 2012 sebesar 40,66% atau <50% yang artinya ketergantungan daerah Provinsi Jawa Barat terhadap dana transfer Pemerintah Pusat rendah, ini menunjukkan bahwa: 1. peran pemerintah pusat sudah tidak dominan dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat. 2. PAD maupun sumber pendapatan lainnya sudah optimal dalam membiayai pembangunan daerah. Kenaikan rasio ketergantungan daerah pada tahun 2012 yang mencapai 40,66% atau naik sebesar 17,81% disebabkan karena: 1. Adanya dana penyesuaian => Rp. 4.030.512.199.500,00 2. Dan dana hibah => Rp. 16.412.023.900,00 Serta kenaikan beberapa elemen pendapatan transfer, sedangkan untuk tahun 2011 realisasi dana penyesuaian dan dana hibah sebesar Rp. 0,00

4. Rasio Kemandirian Daerah Sumber: Data Diolah Pada tahun 2011 tingkat kemandirian daerah mencapai 336,59%, ini karena selisih realisasi PAD dengan pendapatan transfer dr pusat dan pinjaman sebesar Rp. 6.076.488.813.427,35. sedangkan untuk tahun 2012 selisihnya hanya Rp. 3.019.658.606.427,00. ini terjadi walaupun realisasi PAD lebih besar dari tahun sebelumnya, tetapi juga pendapatan transfer yang cukup besar. 1. Terjadinya penurunan tingkat kemandirian daerah Prov. Jawa Barat pada tahun 2012 dikarenakan realisasi PAD sebesar 117,41% atau mengalami pertumbuhan sebesar 17,41% dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk realisasi pendapatan transfer tahun 2012 sebesar 271,70% atau mengalami pertumbuhan sebesar 171,70% dari tahun sebelumnya. 2. Meskipun terjadi penurunan namun masih dalam kategori Sangat Tinggi tingkat kemandiriannya karena berada diinterval >75% dan memiliki pola hubungan delegatif. Ini juga menunjukkan bahwa ketergantungan daerah terhadap dana esktern rendah.

5. Rasio Efektivitas Pendapatan Penurunan yang terjadi pada tahun 2012 dan 2014 selisih antara Pendapatan yang dianggarkan dan yang telah terealisasikan tidak terlalu signifikan. Dimana pada tahun 2012 selisihnya hanya Rp. 1.597.449.869.678,00 dan pada tahun 2014 sebesar Rp. 1.017.891.603.625,00. Sumber: Data Diolah Meskipun terjadi penurunan pada tahun 2012 dan 2014 namun kinerja keuangan Prov. Jawa Barat berdasarkan rasio efektivitas pendapatan dari tahun 2011-2014 sangat efektif dengan rata-rata 111,30%. Ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat mampu mencapai pendapatan daerah melebihi dengan yang dianggarkan.

6. Rasio Efisiensi Pendapatan Tingkat efisiensi tahun 2012 sebesar 100,26% dikarenakan realisasi belanja daerah lebih besar daripada realisasi pendapatan daerahnya. Sumber: Data Diolah Kinerja keuangan Provinsi Jawa Barat berdasarkan rasio efisiensi pendapatan dapat dikategorikan kurang efisien dengan rata-rata 95,57%. Ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum mampu menekan belanja daerah untuk merealisasikan pendapatan daerahnya yang menyebabkan terjadinya pemborosan.

7. Rasio Keserasian Berdasarkan rasio keserasian, kinerja keuangan Provinsi Jawa Barat masih didominasi oleh belanja operasi dengan rata-rata 69,93%, sedangkan untuk belanja modal hanya sebesar 6,79%. Sumber: Data Diolah 1. Ini terjadi karena alokasi dana belanja operasi masih didominasi oleh belanja hibah, belanja pegawai, dan belanja bantuan sosial. 2. Sedangkan belanja modal yang dapat digunakan untuk pengembangan ekonomi masyarakat belum mampu dikelola dengan baik.

Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan dan hasil penelitian terhadap kinerja keuangan daerah pemerintah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut: 1. Kinerja keuangan daerah pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2014 berdasarkan Analisis Pertumbuhan, PAD, Pendapatan, Belanja Operasi, dan Belanja Modal mengalami kenaikan dan penurunan yang disebabkan oleh beberapa faktor. 2. Kinerja keuangan daerah pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2014 berdasarkan Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal dinilai sangat baik dalam menjalankan pemerintahannya dilihat dari perolehan PAD yang meningkat setiap tahunnya. 3. Kinerja keuangan daerah pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2014 berdasarkan Rasio Ketergantungan Daerah menunjukkan ketergantungan Provinsi Jawa Barat terhadap pendapatan dari Pemerintah Pusat sudah rendah. Sehingga berdasarkan Rasio Kemandirian Daerah Provinsi Jawa Barat memiliki tingkat kemandirian daerah yang tinggi dengan pola hubungan delegatif. 4. Kinerja keuangan daerah pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2014 berdasarkan Rasio Efektivitas Pendapatan menunjukkan kinerja yang sangat efektif dalam merealisasikan anggaran pendapatan daerah. Namun, berdasarkan Rasio Efisiensi Pendapatan menunjukkan kinerja yang kurang efisien, dikarenakan realisasi belanja daerah masih lebih besar dari realisasi pendapatan daerahnya. 5. Kinerja keuangan daerah pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2014 berdasarkan Rasio Keserasian menunjukkan alokasi dana belanja operasi masih mendominasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dibandingkan dengan alokasi dana belanja modal dalam realisasi belanja daerah.