RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka I. PEMOHON Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), dalam hal ini diwakili oleh Drs. H. Muhaimin Iskandar, M.Si., dan H. Imam Nahrawi, sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa. KUASA HUKUM HM. Anwar Rachman, S.H., M.H., dkk berdasarkan khusus tanggal 11 Maret 2014. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Undang-Undang Dasar 1945. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1) Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.; 2) Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 3) Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon a quo. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon adalah Partai Politik yang merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 5 dan Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu : Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 (1) Memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. (2) Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan sebagai berikut. a. Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak. b. Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan perolehan suara yang sama, penentuan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan. c. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu, kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : Pembukaan UUD 1945 Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Undang Dasar. Pasal 22E ayat (3) dan ayat (4) UUD 1945 (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28J ayat (2)UUD 1945 Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu,
VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Ketentuan Pasal 5 dan Pasal 215 Undang-Undang a quo bertentangan dengan sila-sila dalam Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945, karena adanya konsekuensi logis dari pemberlakuan sistem proposional terbuka tersebut maka masing-masing calon anggota legislatif tersebut harus memperoleh suara sebanyak-banyaknya tentu dengan berbagai macam cara bahkan cenderung melanggar hukum. Selain itu, merusak persatuan dan kesatuan bangsa; 2. Beberapa dampak diterapkannya sistem proporsional terbuka, antara lain: Partisipasi masyarakat dalam pemilu turun sehingga angka golput semakin tinggi; Banyaknya praktek money politics, sehingga masyarakat kebanyakan akan memilih calon anggota legislatif yang paling banyak memberikan uang dan bukan kepada kualitas dari calon anggota legislatif tersebut; Adanya perbedaan jumlah dukungan karena hubungan saudara atau pertemanan dengan individu calon anggota tersebut; 3. Sistem proporsional terbuka sendiri pun membutuhkan dana sosialisasi yang cukup banyak, karena selain harus mempromosikan partai pengusungnya juga dirinya sendiri; 4. Sistem proporsional terbuka ini juga menimbulkan perubahan pandangan mengenai partai politik itu sendiri, partai politik dipandang hanya sebagai kendaraan politik bagi seseorang untuk meraih kursi legislatif dan bukan sebagai wujud kedaulatan rakyat sebagaimana dimaksud dalam sila keempat Pancasila; 5. Diberlakukannya sistem proporsional terbuka ini menimbulkan sistem kaderisasi partai politik tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. VII. PETITUM 1. Mengabulkan Pasal 5 dan Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan UUD 1945; 2. Menyatakan Pasal 5 dan Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sebagaimana mestinya;
Atau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).