Bab 2 Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa Pemerintah menetapkan delapan standar nasional pendidikan yaitu : 1. Standar Kompetensi Lulusan 2. Standar Isi 3. Standar Proses 4. Standar Evaluasi 5. Standar Tenaga Kependidikan 6. Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan 7. Standar Pembayaran 8. Standar Pengelolaan Dari standar yang pertama hingga standar yang keempat merupakan satu komponen pendidikan di sekolah yaitu komponen kurikulum. Maka komponen pendidikan di sekolah adalah : Komponen kurikulum Komponen siswa Komponen guru dan tenaga kependidikan Komponen Sarpras Pendidikan Komponen Pembayaran Komponen manajemen pendidikan Dari keenam komponen pendidikan tersebut, komponen utama adalah guru yang menentukan arah dan tujuan pendidikan dan keberhasilan pencapaiannya. Sedangkan kurikulum yang selama ini menjadi komponen idola di Indonesia sejak keluarnya UU No.20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional harus dikembangkan oleh guru [UU Sisdiknas Th 2003 Pasal 38 ayat (2)]. Sudah pasti guru mengacu pada kurikulum nasional yang ditetapkan dalam UU Sisdiknas Th 2003 Pasal 36 ayat 1,2 dan 3 dan pasal 37 ayat (1) Oleh karena itu peran sekolah untuk menjadi Pusat Pembangunan Karakter Bangsa yang diharapkan Pemerintah melalui pelaksanaan MBS [UU Sisdiknas Pasal 51 ayat (1)] tidak akan tercapai bila guru gurunya masih tetap diperlakukan sebagai pengajar, dengan menggunakan kurikulum dari Pusat, padahal kita sadari bahwa tidak akan ada pembangunan karakter bangsa tanpa ada pembangunan karakter. Bahkan praktek kecurangan dalam pendidikan yang dipacu oleh UN dalam mengejar STTB, merupakan jalan menuju kehancuran suatu bangsa. Namun demikian UN tahun 2017 telah mulai dilaksanakan di sekolah. Penghargaan untuk Bapak Prof Dr Muhajir Menteri pendidikan yang telah mulai memberdayakan sekolah kearah MBS. Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa 6
Peran Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa Secara ideal, sekolah / madrasah seharusnya berperan sebagai Pusat Pembangunan Masyarakat (Sosial Development Center) seperti yang telah dilaksanakan sebelumnya oleh Pesantren di Indonesia. Namun peran ideal dari sekolah / madrasah seperti itu, hingga sekarang, dalam era desentralisasi manajemen pendidikan, masih merupakan suatu harapan, belum terlaksana. Mengapa? Mungkin karena Pemerintah belum mau melepaskan proses pengembangan kurikulum, yang seharusnya dilakukan oleh guru di sekolah, hingga saat ini masih terpusat? Sehingga guru guru masih difungsikan sebagai pengajar dengan kurikulum dari Pusat, yang berdampak kontra produktif dalam proses profesionalisasi guru. Berdasarkan pada fakta-fakta empiris, peningkatan mutu pendidikan terjadi di sekolah, yang dilaksanakan oleh guru profesional, maka manajemen berbasis sekolah atau MBS (UU Sisdiknas Thn 2003 pasal 51 ayat 1) seharusnya terlaksana. Mengapa? kalau tidak terlaksana maka keberhasilan pelaksanaan pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab kepala sekolah / Madrasah? MBS dimulai dengan proses pengembangan kurikulum sekolah (KTSP) yang ditetapkan pada pasal 38 ayat (2), yang dilakukan oleh guru-guru. Dengan demikian guru-guru dapat menetapkan tujuan, materi, proses dan evaluasi pembelajaran sesuai tuntutan masyarakat, sehingga sekolah dapat berperan sebagai Pusat Pembangun Masyarakat, khususnya sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa yang merupakan pondasi Pembangunan Nasional. Siapa yang harus berperan dalam memberdayakan sekolah sebagai Pusat Pembangun Karakter Bangsa? Jawabannya adalah guru-guru dalam koordinasi kepala sekolah. Artinya semua guru-guru disekolah harus dapat melaksanakan pendidikan berkarakter. Selama ini guru-guru umum dan kejuruan merasa bahwa tanggung jawabnya adalah membangun keilmuan dan kejuruan siswa-siswanya, sedangkan pendidikan karakter adalah tanggung jawab guru PAI. Pandangan inilah yang harus diubah, karena dalam era kurikulum berbasis kompetensi, semua guru adalah pendidik karakter dalam ilmu dan kejuruan yang diampunya. Pendidikan Berbasis Kompetensi harus dapat membangun lulusannya dengan cerdas, kompetitif, produktif dan berkarakter. Dalam hal ini peran guru PAI menjadi kunci, yaitu mengubah peran guru-guru umum dan guru-guru kejuruan menjadi guru ibadah dalam bidang keilmuannya dan kejuruannya masing-masing. Guru adalah Pendidik Pembangun Karakter Bangsa Mengapa semua Guru harus menjadi pendidik karakter? Karena Allah Swt berfirman, yang artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada Ku. [QS.Adz-Dzariyat(51): 56] Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa 7
Berdasarkan ayat ini, tugas guru di lembaga pendidikan dasar dan menengah adalah membangun mereka menjadi abdi Allah atau hamba Allah Swt, bukan menjadikan lulusan menjadi calon-calon ahli dalam suatu disiplin ilmu tertentu, melainkan membangun mereka menjadi ahli ibadah. Pada saat ini kita mengenal guru Fisika, guru Matematika, guru Agama Islam, guru Bahasa, guru IPS dsbnya. Bagaimana caranya agar guru-guru tersebut dapat menjadikan lulusan dari sekolahnya menjadi ahli Ibadah? Apa makna ahli Ibadah? Yaitu lulusan yang memiliki ilmu dan dapat menggunakannya dalam kehidupan dengan kebermanfaatan bagi masyarakat sebagai pengabdiannya kepada Allah SWT. Sehingga guru apapun bidang keilmuannya tujuannya adalah agar lulusannya memiliki ilmu dan dapat mengamalkannya dalam kehidupan dengan salih. Bagaimana kaitannya dengan perintah dari Pemerintah Pusat? Reformasi pendidikan yang dirumuskan dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas Tahun 2003) mengubah Kurikulum Mata Pelajaran (Subject-matter Curriculum) yang bertujuan menyiapkan lulusan sebagai calon ilmuwan, menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competence-based Curriculum) atau KBK yang bertujuan membangun lulusan memiliki kompetensi. Apa arti kompetensi? Kompetensi adalah keseluruhan pengetahuan, nilai dan sikap, yang dapat direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Atau kompetensi adalah keseluruhan ilmu atau knowledge (kognitif), iman atau attitude (afektif) dan amal atau skill (motorik). Pendidikan berbasis kompetensi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah bertujuan membangun manusia seutuhnya, manusia yang berpribadi integral (integrated personality). Pendidikan berbasis kompetensi membangun manusia untuk memiliki ilmu yang ada di kepalanya (Head), membangun sistem nilai yang ada di hatinya (Heart), baik nilai-nilai sosial maupun nilai-nilai spiritual, dan juga meningkatkan kecakapan fisiknya (Hand). Pendidikan berbasis kompetensi membangun lulusan sebagai sosok yang satu kesatuan antara niat, ucapan dan perbuatan, bukan manusia munafik pengikut jalan syetan, sesuai firmannya, yang artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.[qs Al Baqarah (2): 208] Ayat ini merupakan landasan teologis KBK atau pendidikan berbasis kompetensi yang bertujuan membangun manusia seutuhnya, sebagai sosok muslim yang Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa 8
menyeluruh (kaaffah), yaitu keseluruhan dari ucapannya (ilmu/kognitif) nilai dan sikapnya (iman/afektif) serta perbuatannya (amal/motorik). Bagaimana hukumnya kalau guru guru hanya mendidik siswa untuk menguasai ilmu saja? Atau menguasai dan aplikasinya tanpa karakter nilai Sosisal spiritual? Maka kita hanya mendidik mereka hanya untuk menguasai ilmu, belum melatih mereka untuk mengamalkan ilmunya dengan salih. Artinya kita belum mendidik mereka menjadi muslim keseluruhan atau pribadi yang Integral. Hal ini belum sesuai dengan perintahnya sehingga Allah Swt dengan lembut mengingatkan : dan janganlah engkau mengikuti jalan syetan. Dengan kata lain kita guru guru harus mendidik siswa menjadi pribadi yang Integral, yang menguasai Ilmu dan teknologi (kognitif) dapat menggunakannya dalam kehidupan (motorik) dengan berisikan nilai sosial dan spiritual (afektif). Bagaimana Implementasinya? Contohnya seorang Guru fisika di SMA harus dapat membelajarkan peserta didiknya untuk dapat memiliki ilmu fisika (Kompetensi inti-3) yang dapat dia gunakan dalam kehidupan (kompetensi inti-4) dengan penuh manfaat bagi masyarakat dan dirinya (kompetensi inti-2) berdasarkan nilai-nilai keimanannya kepada Allah Swt (Kompetensi inti-1). Dengan demikian, bukankah peserta didik tersebut melakukan amal saleh atau beribadah dengan menggunakan ilmu fisika? Bukankah peserta didik tersebut belajar dan berlatih untuk berakhlak mulia? Bukankah guru fisika tersebut telah membelajarkan peserta didik untuk menjadi ahli ibadah yang berkarakter?. Maka guru fisika tersebut telah membelajarkan peserta didik untuk menjadi ahli ibadah yang berkarakter? Maka guru fisika dalam pendidikan berbasis kompetensi dapat disebut sebagai: guru ibadah spesialis ilmu fisika? guru agama spesialis ilmu fisika? guru fisika pendidik karakter? guru karakter spesialis fisika? Apapun istilahnya, guru fisika tersebut telah menjadi guru pendidik pembangun karakter bangsa khususnya generasi muda, dengan menggunakan Ilmu Fisika. Demikian pula guru guru mata pelajaran atau bidang studi lainnya. Semua guru yang menggunakan KBK akan menjadi guru ibadah, guru pendidik karakter, dengan ilmu yang diampunya. Apa manfaatnya bagi kita, guru guru yang menggunakan KBK? Kita telah mengubah pola kerja kita menjadi pola ibadah, maka hadiahnya bagi kita guru guru yang melaksanakan pembelajaran berbasis kompetensi, insyaallah do a sapujagat kita dikabulkan Allah Swt yaitu dunia bahagia akhirat syurga, aamin YRA Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa 9
Demikian juga guru-guru kejuruan di SMK diharapkan dapat mengubah tujuannya dari yang menjadikan lulusan SMK sebagai teknisi menjadi seorang yang ahli ibadah. Contohnya adalah, dengan melaksanakan pendidikan berbasis kompetensi seorang guru otomotif di SMK akan membelajarkan peserta didiknya memiliki teknik otomotif (kompetensi inti-3), dapat menggunakannya dalam pekerjaan (kompetensi inti-4) dengan penuh manfaat bagi masyarakat pelanggannya (kompetensi inti-2) berdasarkan nilai-nilai keimanan kepada Allah Swt (kompetensi inti-1). Dengan demikian bukankah guru otomotif tersebut telah membangun lulusan SMK sebagai ahli ibadah yang berkarakter? Maka guru kejuruan di SMK pun merupakan pendidik pembangun karakter bangsa. Maka guru kujuruan pun menjadi ulami pewaris nabi calon ahli syurga. Aamiin YRA. Pola Pendidikan Sunda Berdimensi Karakter Di wilayah Priangan, ada istilah Jalmi masagi yaitu orang orang yang lega elmuna dapat diartikan orang tersebut (memiliki ilmu yang luas) dan gede amalna dapat diartikan (banyak amalnya). Amal di wilayah priangan memiliki Konotasi, arti yang tersirat di dalamnya bahwa perbuatan nya itu ikhlas, dilakukan semata mata karena pengabdiannya kepada Allah Swt. Gede amalna dapat diartikan bahwa ilmu yang banyak bila digunakan dalam kehidupan akan membuahkan amal yang besar dan ikhlas. Dengan demikian Jalmi masagi atau Jalmi pasagi adalah orang yang banyak ilmunya, yang digunakannya dalam kehidupan sehari hari dengan Ikhlas. Dilihat dari sudut pendidikan maka Jalmi masagi atau Jalmi pasagi adalah profil hasil pendidikan yang meng-integrasikan ketiga domain pendidikan, yaitu domain kognitif (Ilmu) domain motorik (aplikasi ilmu dalam kehidupan) dan domain afektif (nilai ikhlas). Budaya luhur masyarakat Priangan ini diduga berdasarkan pada nilai nilai keimanan yang diperoleh dari Al quran. Masagi atau pasagi secara kongkrit adalah bentuk balok atau kubus yang memiliki tiga dimensi, yaitu panjang, lebar dan tinggi. Maka apabila kita analogikan panjang menjadi domain kognitif, dimensi lebar menjadi domain motorik, dan dimensi tinggi menjadi domain afektif maka jalmi masagi dapat digambarkan dalam bagan berikut : Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa 10
(t) (p) Bagan 1.2 : Jalmi masagi atau pasagi Perkalian p x l x t menghasilkan volume atau isi, maka hasil ilmu (p) yang diamalkan (l) dalam iman kepada Nya (t) akan memperoleh sesuatu sesuai isi kubus tersebut, yaitu rizki yang barokah (halal dan bermanfaat). Analisis Jalmi Masagi Konsep pendidikan masyarakat Sunda yang bertujuan membangun orang-orang yang luas ilmu nya dan ilmunya tersebut digunakan dalam kehidupan dengan ikhlas (amal salih) merupakan nilai budaya luhur pendidikan Sunda. Atau dapat disebut sebagai konsep atikan Sunda (konsep pendidikan Sunda). Mengapa menggunakan istilah lega elmuna (luas ilmu nya)? Luas memiliki dimensi panjang dan dimensi lebar. Luas adalah panjang (p) kali lebar (l). Apabila dimensi panjang dianalogikan sebagai domain kognitif (ilmu) dan dimensi lebar dianalogikan sebagai metode atau proses, maka dapat diartikan seorang Jalmi masagi memiliki ilmu yang luas karena ia berusaha menguasai dan memiliki ilmu. Karena secara teologis prinsip penguasaan dan pemilikan ilmu berdasarkan pada firman Allah Swt yang artinya : tiada seseorang memperoleh sesuatu kecuali apa yang diupayakannya (sendiri) *Qs An Najm (53): 39+. Jadi Jalmi masagi belajar sendiri menguasai dan memiliki ilmu dengan aktif, dan dikenal di Pesantren dengan metode sorogan yaitu santri mempelajari bahan ajar yang ingin dikuasainya, dan kemudian di evaluasi kebenaran hasilnya bersama Kiyai atau Ustadz nya. Metode sorogan menggambarkan betapa tingginya budaya Pesantren dalam dunia pendidikan, karena sebenarnya ilmu tidak dapat di transfer. Artinya Ilmu Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa 11
(konsep konsep ilmu) yang dimiliki seorang guru tidak dapat ditransfer dari kepala guru kepada kepala siswa. Dengan demikian metode sorogan termasuk pada pemahaman para konstruktivis, yaitu konsep konsep keilmuan (scientific knowledge) hanya dapat dimiliki siswa dengan self learning (belajar sendiri), self exploration (belajar dengan mengeksplorasi) dan self evalution (belajar mengevaluasi keberhasilan belajar oleh diri sendiri) dan apabila yakin telah memperoleh sesuatu, barulah dikonfirmasikan kepada guru nya, melalui sorogan. Dengan belajar aktif melalui Sorogan para santri akan memiliki ilmu yang luas. Pola belajar dengan metoda ilmiah, ada dalam Al Quran [Qs Al Alaq (96): 3-5], telah digunakan para Kiyai zaman dahulu. telah Pemilikan Ilmu yang luas tidak akan ada manfaatnya tanpa diamalkan dalam kehidupan berdasarkan nilai nilai keimanan. Oleh karena itu para Kiyai Pesantren di tatar Pasundan mengarahkan para santrinya kepada jalmi masagi. Mengapa? Karena yang dapat menghindarkan diri seseorang dari azab nereka adalah amal salih yaitu perbuatan yang berisikan nilai nilai keimanan yang merupakan pengabdian dirinya kepada Allah Swt [Qs. Adz Zariyat (51): 56]. Seperti firmannya, yang artinya : Sungguh telah Aku ciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna. Selanjutnya Aku masukkan semuanya ke tempat yang paling rendah (neraka). Kecuali orang orang yang beriman dan beramal salih kepadanya diberikan pahala yang terus menerus [Qs At Tin (95): 4-6] Rentetan ayat tersebut merupakan salah satu firmannya yang menekankan pada perbuatan yang dilandasi oleh nilai iman (amal salih) atau akhlak mulia. Ilmu yang banyak dan digunakan dalam kehidupan dengan ikhlas, akan berdampak pada penyebaran rahmatan lil alamin. Maka kepada mereka Allah Swt berjanji akan meningkatkan derajatnya [Qs Al Mujaadillah (58): 11] Pola pendidikan yang membangun lulusan yang masagi adalah pola pendidikan Ar Rafi yang telah diimplementasikan di Perguruan Ar Rafi Bandung sejak Tahun 2004. Bukankah Atikan Sunda (pendidikan Sunda) yang bertujuan membangun jalmi masagi merupakan pola pendidikan untuk membangun manusia unggul? Bukankah pola pendidikan berbasis kompetensi bertujuan memberdayakan lulusan yang dijanjikan Allah SWT untuk menjadi manusia yang diunggulkan? Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa 12
Pendidikan Karakter Di Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta mendefinisikan karakter sbb: Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. (Kemendiknas, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2009) Dengan demikian karakter seseorang merupakan perilaku orang tersebut dalam berpikir, berbicara, bersikap dan bertindak, yang dilandasi oleh nilai-nilai yang ada dalam sistem nilainya (value system), baik nilai personal, nilai sosial maupun nilai-nilai ketuhanan. Ditinjau dari sudut performansi (unjuk kerja), baik verbal performance, attitudinal performance dan physical performance, maka karakter dapat di definisikan secara sederhana sebagai cara berpikir dan berbicara, bersikap dan bertindak berdasarkan sistem nilai yang dimilikinya. Dengan demikian karakter dapat disamakan dengan ahlak mulia, perbedaannya terletak pada perjanjian si pelaku dengan tuhannya. Ahlak mulia merupakan karakter yang baik dari umat muslim, karena ia punya perjanjian (aqidah) dengan Allah Swt Sang Pencipta (Holik). Nilai-nilai personal dan sosial dan spiritual umat muslim dilandasi oleh nilai-nilai keimanannya kepada Allah Swt. Sedangkan karakter yang baik berlandaskan kepada nilai-nilai personal, sosial dan spiritual yang bersifat universal. Implementasi pembelajaran yang mencerdaskan emosional-spiritual pada umumnya merupakan pelatihan untuk membiasakan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari, sehingga selalu terkait dengan kecerdasan kinestetis (perbuatan). Artinya kecakapan bersikap yang dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan lebih mudah dijelaskan dalam suatu tindakan atau perbuatan (motorik), yang di dalam masyarakat muslim dikenal dengan istilah amal salih. Amal adalah perbuatan atau tindakan, sedangkan salih adalah nilai dan sikap orang yang berbuat amal tersebut, yaitu nilai-nilai keikhlasan. Dengan kata lain, perbuatan tersebut dilaksanakan bukan termotivasi oleh sesuatu manfaat fisik material (motivasi ekstrinsik), melainkan hanya karena perintah Allah Swt, dengan berharap akan keridho annya (motivasi intrinsik). Dengan demikian, bukankah pola pendidikan Pasundan juga berbasis kompetensi yang meng Integrasikan ilmu, iman dan amal dengan tujuan membangun lulusan masagi? Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa 13
Pengertian Pendidikan Karakter Tujuan dari pendidikan di sekolah dan madrasah sangat tergantung pada kurikulum yang digunakannya. Sebelum reformasi pendidikan, sekolah dan madrasah menggunakan kurikulum mata pelajaran yang bertujuan untuk menyiapkan lulusannya sebagai calon calon ahli dalam suatu disiplin ilmu. Fokusnya adalah menguasai konsep konsep keilmuan dasar yang merupakan pondasi dalam keahlian ilmu tersebut. Dalam pendidikan seperti ini dimensi karakter kurang ditekankan. Boleh dikatakan sebagai pendidikan yang tidak atau kurang berdimensi karakter. Setelah reformasi, pendidikan diarahkan kepada kompetensi lulusan yang meng-intregrasikan ketiga domain, yaitu kognitif (ilmu) afektif (nilai dan sikap) dan motorik (perilaku, tindakan). Pendidikan berbasis kompetensi tidak berfokus pada keilmuan semata melainkan kepada ketiga domain secara proporsional sehingga aplikasi ilmu dalam kehidupan sosial merupakan latihan karakter. Dengan demikian yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah pendidikan yang berdimensi berkarakter. Yang bagaimanakah pendidikan yang berkarakter? Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang mencerdaskan, kreatif, kompetitif, produktif dan berkarakter. Peran Guru Dalam Pembangunan Karakter Bangsa 14