IMPLEMENTASI TEMU KEMBALI CITRA TEKSTUR MENGGUNAKAN ROTATED WAVELET FILTER

dokumen-dokumen yang mirip
Penyusun Tugas Akhir Alvian Adi Pratama [ ] Dosen Pembimbing Diana Purwitasari, S.Kom, M.Sc. Dr. Eng. Nanik Suciati, S.Kom., M.Kom.

PENGENALAN MOTIF BATIK MENGGUNAKAN ROTATED WAVELET FILTER DAN NEURAL NETWORK

CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL BERDASARKAN CIRI TEKSTUR MENGGUNAKAN WAVELET

Identifikasi Iris Mata Menggunakan Alihragam Wavelet Haar dan Transformasi Hough

PENCARIAN CITRA BERDASARKAN BENTUK DASAR TEPI OBJEK DAN KONTEN HISTOGRAM WARNA LOKAL

Implementasi Deteksi Copy-move Forgery pada Citra menggunakan Metode Histogram of Oriented Gradients (HOG)

BAB 2 LANDASAN TEORI. mencakup teori speaker recognition dan program Matlab. dari masalah pattern recognition, yang pada umumnya berguna untuk

ANALISA ENERGY COMPACTION PADA DEKOMPOSISI WAVELET

PENEMUAN KEMBALI CITRA TENUN DENGAN KEMIRIPAN MOTIF MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Identifikasi Tanda Tangan Menggunakan Transformasi Gabor Wavelet dan Jarak Minskowski

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGEMBANGAN SISTEM PEROLEHAN CITRA BERBASIS ISI PADA CITRA BATIK MENGGUNAKAN METODE INTEGRATED COLOR AND INTENSITY CO-OCCURRENCE MATRIX (ICICM)

BAB II LANDASAN TEORI

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

Teknik Watermarking dalam Domain Wavelet untuk Proteksi Kepemilikan pada Data Citra Medis

IDENTIFIKASI SIDIK JARI MENGGUNAKAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM DAN CANBERRA DISTANCE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENCARIAN ISI CITRA MENGGUNAKAN METODE MINKOWSKI DISTANCE

KOMPRESI IMAGE DALAM SOURCE CODING MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI WAVELET

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK KLASIFIKASI TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA PAKET WAVELET

WATERMARKING PADA BEBERAPA KELUARGA WAVELET

Latar Belakang. Perlunya inventarisasi data dari tiap motif batik dari seluruh daerah di Indonesia

APLIKASI CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL DENGAN FITUR WARNA DAN BENTUK

SEGMENTASI ENDAPAN URIN PADA CITRA MIKROSKOPIK BERBASIS WAVELET

PERBAIKAN KUALITAS CITRA BERWARNA DENGAN METODE DISCRETE WAVELET TRANSFORM (DWT)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III PENGOLAHAN DATA

PEMANFAATAN K-NEAREST NEIGHBOR (KNN) PADA PENGENALAN WAJAH DENGAN PRAPROSES TRANSFORMASI WAVELET. Sufiatul Maryana, Lita Karlitasari, Arie Qur ania

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

PENGENALAN CITRA WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT DAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACK-PROPAGATION

IMPLEMENTASI TEMU KEMBALI CITRA BERBASIS ISI DENGAN FITUR TITIK-TITIK SIGNIFIKAN

PENGELOMPOKAN GAMBAR BERDASARKAN FITUR WARNA DAN TEKSTUR DENGAN FGKA CLUSTERING (FAST GENETICS K-MEANS ALGORITHM) UNTUK PENCOCOKAN GAMBAR

BAB II STUDI PUSTAKA. T. C. Ling, dkk., (2008) dalam penelitiannya Automated Pavement

Pencocokan Citra Digital

PENGENALAN POLA TEKSTUR BRODATZ DENGAN METODE JARAK EUCLIDEAN

WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL BERBASIS DISCRETE WAVELET TRANSFORM DAN SINGULAR VALUE DECOMPOSITION

LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT. Tulus Sepdianto

PENGELOMPOKAN GAMBAR BERDASARKAN WARNA DAN BENTUK MENGGUNAKAN FGKA (FAST GENETIC KMEANS ALGORITHM) UNTUK PENCOCOKAN GAMBAR

EKSTRAKSI CIRI CITRA TELAPAK TANGAN DENGAN ALIHRAGAM GELOMBANG SINGKAT HAAR MENGGUNAKAN PENGENALAN JARAK EUCLIDEAN

PENGGUNAAN TRANSFORMASI WAVELET DALAM SISTEM PENGENALAN ISYARAT TANGAN DENGAN BEBERAPA KOMBINASI PRA PROSES

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Identifikasi Otentifikasi Citra Tanda Tangan Menggunakan Wavelet dan Backpropagation

MAKALAH SIDANG TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

100% Akurasi = (11) Lingkungan Pengembangan

Analisis Kualitas Interpolasi Terhadap Fitur Statistik pada Citra

PENERAPAN DISCRETE DAUBECHIS WAVELET TRANSFORM D A L A M W A T E R M A R K I N G C I T R A D I G I T A L

Kata kunci : Pemilihan gambar, Pencocokan Graph

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pemampatan Citra Warna Menggunakan 31 Fungsi Gelombang-Singkat

Jln. Telekomunikasi No.1 Terusan Buah Batu Bandung Indonesia

ALGORITMA DETEKSI ADAPTIF BLIND WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL DALAM DOMAIN TRANSFORMASI

SISTEM TEMU KEMBALI TENUN IKAT NTT DENGAN TRANSFORMASI WAVELET

KOMPRESI CITRA MEDIS MENGGUNAKAN METODE WAVELET

BAB I PENDAHULUAN. terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis,

Implementasi Teori Graf Dalam Masalah Fingerprint Recognition (Pengenalan Sidik Jari)

SALIENT POINTS PADA CITRA TULANG CORTICAL BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama

Penggunaan Gray Level Co-Occurance Matrix Dari Koefisien Aproksimasi Wavelet untuk Deteksi Cacat Tekstil

ANALISIS DAN SIMULASI REKONSTRUKSI VIDEO BERBASIS METODE SUPER-RESOLUSI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENGENALAN OBJEK PADA CITRA BERDASARKAN SIMILARITAS KARAKTERISTIK KURVA SEDERHANA

CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI MOTIF KARAWO MENGGUNAKAN METODE INVARIANT GENERALIZED HOUGH TRANSFORM

ADAPTIVE WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN TEKNIK DISCRETE WAVELET TRANSFORM-DISCRETE COSINE TRANSFORM DAN NOISE VISIBILITY FUNCTION

PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391

EKSTRAKSI FITUR SINYAL UNTUK PENALAAN GITAR MENGGUNAKAN WAVELET TRANSFORM

TEMU KEMBALI CITRA UNTUK PENGENALAN BATIK PADA CITRA 2D MENGGUNAKAN FITUR TEKSTUR MATRIKS KOOKURENSI ARAS KEABUAN DAN FUNGSI JARAK CANBERRA

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI CONTENT BASED IMAGE RETRIEVAL DENGAN ALGORITMA SOBEL S EDGE DETECTION Arwin Halim 1, Hernawati Gohzali 2, In Sin 3, Kelvin Wijaya 4

BAB II Tinjauan Pustaka

DAFTAR TABEL. Tabel 4.1 Struktur Neural Network Backpropagation Tabel 4.2 Hasil Pengujian Identifikasi Data Uji... 34

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS. Tabel IV-1 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Homogen. Wavelet

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PROGRAM PASCA SARJANA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO ELEKTRONIKA

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI

Watermarking Video Menggunakan Transformasi Wavelet Diskrit

IMPLEMENTASI TRANSFORMASI WAVELET DAUBECHIES PADA KOMPRESI CITRA DIGITAL

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Jenis Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadi karena bergetarnya suatu benda, yang menyebabkan udara di sekelilingnya

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM :

DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA PADA MAMMOGRAM MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI CURVELET DAN CBIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: b. Memori : 8192 MB. c. Sistem Model : Lenovo G40-45

Mempelajari dasar-dasar teori dan mengumpulkan referensi yang berhubungan dengan batubara, jenis batubara, metode ekstraksi ciri Discrete Wavelet

OPTIMASI WATERMARKING PADA CITRA BIOMETRIK MENGGUNAKAN ALGORITME GENETIKA

Transkripsi:

IMPLEMENTASI TEMU KEMBALI CITRA TEKSTUR MENGGUNAKAN ROTATED WAVELET FILTER M. Jamaluddin 1, Nanik Suciati 2, Arya Yudhi Wiajaya 3 1,2,3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo Surabaya Email : jamal.u.m@gmail.com 1, nanik@if.its.ac.id 2, arya@if.its.ac.id 3 ABSTRAK Citra digital dalam jumlah yang besar telah digunakan dalam beberapa bidang seperti perdagangan, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, hiburan dan pencegahan kriminal. Untuk mencari citra digital dalam sebuah koleksi yang besar, saat ini berkembang teknologi pencarian citra berdasarkan isi visual dari citra yang biasa dikenal dengan metode sistem temu kembali citra berbasis isi atau Content Based Image Retrieval (CBIR). Oleh karena itu, dalam tugas akhir ini akan dibangun implementasi temu kembali citra tekstur menggunakan Rotated Wavelet Filter. Fitur ciri citra yang diektraksi dalam tugas akhir ini adalah fitur tekstur. Fitur tekstur diekstraksi menggunakan metode Discrete Wavelet Transform (DWT) dan Rotated Wavelet Filter (RWF). Representasi fitur menggunakan perhitungan energi dan standar deviasi dari hasil DWT dan RWF. Untuk menghitung kemiripan citra digunakan perhitungan Normalized Euclidean Distance dan Canberra Distance. Dari hasil percobaan, penggunaan DWT dan RWF secara bersamaan dalam proses temu kembali citra tekstur lebih bagus dari pada penggunaan DWT saja atau RWF saja. Himpunan fitur DWT dan RWF mencapai performa tertinggi sebesar 75.77% pada level 4 menggunakan Canberra Distance. Kata Kunci: transformasi wavelet, rotated wavelet, normalized euclidean distance, canberra distance. 1. PENDAHULUAN Dalam beberapa bidang seperti perdagangan, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan pencegahan kriminal telah digunakan citra digital dalam jumlah yang besar. Kebutuhan informasi dalam bentuk citra sangat berkembang pesat seiring dengan bertambahnya koleksi citra yang ada di dalam database yang berskala besar. Untuk mencari citra digital dalam sebuah koleksi biasanya kita menggunakan kata kunci atau dengan mengamatinya satu persatu. Namun, ketika database digital meningkat lebih besar, mulai disadari bahwa menggunakan kata kunci untuk menemukan suatu citra tertentu dalam sebuah koleksi yang besar merupakan cara yang tidak efisien. Salah satu kelemahan dari metode ini adalah dibutuhkan kata kunci dengan jumlah besar untuk mendeskripsikan citra dengan kata kunci tertentu hingga pada tingkatan yang spesifik dan detail. Sehingga perlu dikembangkan metode lain untuk mencari citra dalam sebuah database yang dapat digunakan sebagai pengganti sistem kata kunci. Oleh karena itu, teknologi pencarian citra saat ini berkembang ke arah pencarian data citra berdasarkan isi visual dari citra yang biasa dikenal dengan metode sistem temu kembali citra berbasis isi atau Content Based Image Retrieval (CBIR). Secara prinsip, cara kerja CBIR berbeda dengan metode pencarian citra menggunakan kata kunci. Keuntungan utama dari metode ini adalah kemampuannya untuk mendukung query visual. CBIR merupakan metode pencarian suatu citra dengan membandingkan citra query dengan citra yang ada di dalam database. Tantangan dalam CBIR ini adalah bagaimana untuk menemukan fitur-fitur penting yang merupakan karakteristik dari sebuah citra yang membuatnya unik dan bisa diidentifikasi secara akurat. Sistem CBIR secara umum dibangun dengan melihat karakteristik/ciri suatu citra. Ciri merupakan suatu tanda yang khas, yang membedakan antara satu citra dengan citra yang lain. Pada dasarnya suatu citra memiliki ciri-ciri dasar yaitu warna, tekstur, dan bentuk. Akan tetapi, ciri tekstur adalah hal yang paling penting dalam visi komputer karena banyak citra natural yang dapat dilihat sebagai komposisi dari tekstur yang berbeda [1]. Tekstur adalah karakteristik yang penting untuk analisis ciri berbagai jenis citra. Sehingga dalam permasalahan ini, hanya konsentrasi pada masalah menemukan fitur tekstur yang baik dalam CBIR. 2. TRANSFORMASI WAVELET Wavalet adalah alat bantu matematis yang mampu melakukan dekomposisi terhadap sebuah fungsi secara hirarkhi. Transformasi wavelet adalah sebuah metode yang menguraikan data atau fungsi atau operasi ke dalam komponen-komponen frekuensi yang berbeda [2]. Wavelet dapat digunakan untuk menggambarkan sebuah model atau citra asli ke dalam suatu fungsi matematis.

Wavelet merupakan himpunan fungsi yang dihasilkan oleh suatu fungsi basis mother wavelet (ψ) dengan proses dilasi/penskalaan dan translasi/pergeseran [3]. Dalam analisis wavelet, ada sejumlah fungsi yang dapat digunakan, namun keanggotaannya selalu terdiri atas versi-versi yang diregangkan atau dimampatkan dari fungsi basisnya, sebagaimana halnya pergeseran. Konsep ini mengarah pada definisi persamaan untuk transformasi wavelet kontinyu / Continuous Wavelet Transform (CWT). Fungsi CWT ditunjukkan pada persamaan (1) berikut : (1) Dimana b merupakan penggeser fungsi sepanjang x(t) dan α merupakan penskala waktu pada fungsi ψ. Jika nilai α lebih besar dari 1, fungsi wavelet ψ menjadi terrenggang sepanjang sumbu waktu dan jika nilai α kurang dari 1 (dan masih bernilai positif), maka fungsi wavelet ψ akan termampatkan. Jika nilai α negatif maka akan membuat fungsi wavelet ψ menjadi terbalik pada arah sumbu waktu. Jika b = 0 dan α = 1, maka wavelet berada dalam bentuk naturalnya dan disebut dengan istilah mother wavelet yaitu ψ 1,0 (t) = ψ(t). Wavelet mempunyai banyak jenis tergantung pada fungsi yang digunakannya seperti haar wavelet, symlet wavelet, daubechies wavelet, coifflet wavelet, dan lain sebagainya. Diantara jenis-jenis wavelet tersebut, haar wavelet dan daubechies wavelet merupakan jenis yang paling sering digunakan. 2.1 Discrete Wavelet Transform (DWT) Ide dasar dari transformasi wavelet adalah untuk merepresentasikan sembarang fungsi f sebagai superposisi wavelet. Setiap superposisi mendekomposisi f ke level skala yang berbeda dimana setiap level didekomposisi lebih lanjut dengan suatu resolusi yang disesuaikan dengan level tersebut. Salah satu cara untuk mencapai dekomposisi itu adalah dengan menuliskan fungsi f sebagai fungsi integral pada α dan b dari ψ a,b pada persamaan (1) dengan pembobotan koefisien yang sesuai. Dalam prakteknya, orang lebih suka menulis f sebagai superposisi diskrit atau dengan kata lain penjumlahan lebih disukai dari pada integral[3]. Oleh karena itu, diperkenalkan diskritisasi wavelet yang dikenal dengan transformasi wavelet diskrit / Discrete Wavelet Transform (DWT). DWT identik dengan sistem sub-band hirarki dimana sub-band merupakan jarak logaritmis dalam domain frekuensi [4]. DWT memberikan aproksimasi dari sebuah citra dengan down-sampling dan memiliki kemampuan untuk mendeteksi tepi dengan high-pass filter. Tranformasi ini mendekomposisi citra ke empat blok (sub-band) frekuensi: frekuensi-rendahsubblok (LL) dan tiga frekuensi tinggi sub-blok (HL, LH, HH) seperti pada Gambar 1(a). Dimana LL mengacu pada konten tekstur, sedangkan sub-band lain mengacu pada informasi tepi dalam orientasi vertikal, horisontal, dan diagonal. Gambar 1. Dekomposisi Wavelet (a) level 1 (b) level 2 Approksimasi koefisien wavelet pada level berikutnya didapatkan dengan melakukan dekomposisi lebih lanjut pada sub-band LL dari level sebelumnya. Gambar 1(b) menunjukkan hasil dari dekomposisi wavelet sampai level 2. Dimana koefisien wavelet level 2 diperoleh dengan melakukan dekomposisi sub-band LL pada level 1 (LL1). Demikian juga untuk level-level selanjutnya sampai level terakhir yang ingin dicapai. Gambar 2. Struktur dari dekomposisi DWT 2-D sampai level 2 menggunakan filter wavelet 2-D

Gambar 3. Partisi domain frekuensi hasil dari dekomposisi DWT level 1 DWT dapat dihitung dengan melakukan konvolusi terhadap citra yang diberikan f(x,y) dengan filter wavelet 2-D yang diikuti dengan operasi downsampling 2-D seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2. Filter wavelet 2-D dapat diperoleh dari wavelet satu-dimensi dan fungsi skala. Filter wavelet 2-D terdiri dari satu fungsi skala dan tiga fungsi wavelet yang dirumuskan seperti pada persamaan (2). (2) Filter 2-D H ll, H lh, H hl, dan H hh yang ditunjukkan pada Gambar 2 diperoleh dari persamaan (2-6) dan keempat filter tersebut masing-masing bersesuaian dengan, ψ 1, ψ 2, dan ψ 3. Meskipun pendekatan filter 2-D membutuhkan operasi yang lebih banyak dari pada pendekatan filter 1-D, tetapi metode 2-D ini menjadi sangat efisien jika diimplementasikan pada lingkungan proses yang berjalan parallel. Partisi domain frekuensi untuk dekomposisi transformasi wavelet 2-D untuk level 1 dan level 2 masing-masing ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Arah dari Rotated Wavelet Filter (RWF) diperoleh dengan merotasi arah filter wavelet standar 2 dimensi (2-D) sebesar 45 o sehingga proses dekomposisi dilakukan sepanjang arah baru yang terpisah 45 o dari arah dekomposisi standar DWT [5]. Untuk membuat membuat RWF 2-D digunakan koefisien Daubechies eight tap [1]. Tabel 1. Filter Daubechies Wavelet Delapan Koefisien koefisien h g 1-0,0106-0,2304 2 0,0329 0,7148 3 0,0308-0,6309 4-0,1870-0,0280 5-0,0280 0,1870 6 0,6309 0,0308 7 0,7148-0,0329 8 0,2304-0,0106 Misalkan h dan g adalah koefisien filter low-pass dan filter high-pass dari Daubechies eight tap. Maka, koefisien 2-D low-low, low-high, highlow, high-high diperoleh dari h dan g menggunakan operasi matriks berikut : H LL = h T h H LH = h T g H HL = g T h H HH = g T g Gambar 4. Partisi domain frekuensi hasil dari dekomposisi DWT level 2 2.2 Rotated Wavelet Filter (RWF) Subband I HH pada dekomposisi DWT standar berisi informasi diagonal dari citra tekstur. Hal ini cukup sulit untuk membedakan apakah informasi yang diagonal tersebut berada pada arah 45 o atau 135 o. Dalam banyak kasus pada aplikasi temu kembali citra tekstur, karakteristik arah informasi diagonal yang spesifik dari sebuah citra meningkatkan performa temu kembali. Koefisien dari RWF 2-D didapatkan dengan merotasi koefisien yang bersesuaian dari filter wavelet 2-D H j sebesar 45 o (dimana j menotasikan LL, LH, HL, atau HH). Ukuran dari filter RWF adalah (2N - 1) x (2N - 1), dimana N adalah panjang dari filter 1dimensi (1-D). Kompleksitas komputasi dari dekomposisi RWF sama seperti standar DWT 2-D, jika keduanya diterapkan dalam domain frekuensi 2-D. Partisi dalam domain frekuensi yang dihasilkan dari dekomposisi RWF level 1 dan 2 masing-masing ditunjukkan pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5. Partisi domain frekuensi hasil dari dekomposisi RWF level 1 Gambar 6. Partisi domain frekuensi hasil dari dekomposisi RWF level 2 Dengan dekomposisi rotated wavelet, karakteristik diagonal pada orientasi 45 o dan 135 o didapatkan dalam sub-band dan [1]. Karakteristik dari RWF ini memberikan informasi penting sebagai pelengkap pada filter standar DWT dalam mengektraksi fitur tekstur untuk CBIR. Salah satu contoh dekomposisi citra level 1 menggunakan standar DWT dan RWF ditunjukkan pada Gambar 7. Karakteristik tekstur yang berorientasi 45 o dan 135 o jelas terlihat pada sub-band dan. 3. TEMU KEMBALI CITRA TEKSTUR Sistem temu kembali citra berbasis isi atau Content-Based Image Retrieval (CBIR) merupakan suatu metode mencari citra berdasarkan isi visualnya. Proses secara umum dari CBIR adalah citra yang menjadi query dilakukan proses ekstraksi fitur, begitu pula dengan citra pada database juga dilakukan proses ekstraksi fitur. Beberapa fitur citra yang dapat digunakan pada CBIR antara lain histogram, susunan warna, tekstur, bentuk, tipe spesifik dari obyek, tipe event tertentu, nama individu, lokasi, emosi, informasi spasial dan sebagainya. Dalam tugas kahir ini fitur ciri yang digunakan adalah fitur tekstur. Setelah diperoleh vektor fitur, langkah selanjutnya adalah menghitung jarak antara citra query dengan citra dalam database. Kemudian, nilai jarak tersebut diurutkan untuk mengetahui citra yang mempunyai kemiripan dengan citra query. diagram sistem temu kembali citra tekstur ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 7. Empat sub-band hasil dekomposisi (a) dengan DWT (b) dengan RWF

Offline Mulai Database Citra Mulai Citra Query Online kombinasi dari energi dan standar deviasi selalu lebih baik dari pada menggunakan fitur tersebut secara terpisah. Energi dan standar deviasi dari subband wavelet dirumuskan sebagai berikut : (3) Transformasi Wavelet Hitung Energi & Standart Deviasi Database Fitur Citra Ektraksi FItur Transformasi Wavelet Hitung Energi & Standart Deviasi Perhitungan Kemiripan CItra Selesai Citra Keluaran Urutkan Citra berdasarkan jaraknya Gambar 8. Diagram sistem temu kembali citra tekstur 3.1 Database citra tekstur Data citra yang digunakan untuk pada sistem temu kembali citra tekstur ini adalah citra tekstur grayscale berukuran 640x640 sebanyak 111 citra yang diperoleh dari database tekstur Brodatz [6]. Dimana setiap citra dibagi menjadi 16 bagian subcitra berukuran 160x160 yang tidak saling tumpang tindih. Sehingga terbentuk database sebanyak 1776 citra tekstur. 3.2 Ektraksi Fitur Pada tugas akhir ini, ekstraksi fitur pada citra tekstur dilakukan dengan melakukan dekomposisi wavelet menggunakan filter 2-D DWT dan RWF. Dari dekomposisi tersebut akan digunakan 4 himpunan fitur yang berbeda, yaitu : 1. Himpunan fitur ke-1 : DWT 2. Himpunan fitur ke-2 : RWF 3. Himpunan fitur ke-3 : DWT + RWF 4. Himpunan fitur ke-4 : (komponen I LH dan I HL dari RWF) + DWT Dalam setiap himpunan fitur, vektor fitur direpresentasikan dengan menggunakan energi dan standar deviasi yang diperoleh dari hasil koefisien sub-band hasil dekomposisi wavelet. 3.3 Representasi Fitur Citra Representasi fitur suatu citra bisa direpresentasikan dengan beberapa cara antara lain dengan energi dan standar deviasi. Dasar pemikiran dari penggunaan energi sebagai fitur untuk pembedaan tekstur adalah bahwasannya distribusi energi dalam domain frekuensi mengidentifikasikan sebuah tekstur. Selain itu, Manjunath dan Ma [7] dan Kokare, dkk [8] telah menunjukkan bahwa performa temu kembali dengan menggunakan (4) Dimana M x N adalah ukuran dari subband wavelet, X ij adalah koefisien wavelet, dan µ ij adalah nilai rata-rata dari koefisien wavelet. Untuk membuat database fitur citra, metode diatas dilakukan secara berulang terhadap semua citra yang berada dalam database. Nilai dari energi dan standar deviasi inilah yang kemudian akan disimpan ke dalam database metadata sebagai representasi fitur tekstur dari setiap citra. 3.4 Perhitungan Kemiripan Citra Salah satu metode yang sering digunakan untuk menghitung kemiripan antara 2 citra digunakan metode Euclidean Distance. Jika x dan y adalah dua vektor fitur dari citra database dan citra query dengan dimensi d. Maka Euclidean Distance didefinisikan sebagai : (5) Euclidean Distance tidak selalu menjadi metode pengukuran kemiripan yang terbaik. Faktanya adalah bahwasanya jarak dalam setiap dimensi dikuadratkan terlebih dahulu sebelum dilakukan penjumlahan. Hal ini memberikan penekanan yang kuat pada fitur-fitur yang memiliki dissimilarity (perbedaan) besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan normalisasi komponen-komponen fitur tersendiri sebelum menghitung kemiripan citra. Permasalahan normalisasi ini telah diatasi pada metode Canberra Distance. Hal inilah yang memotivasi Kokare, dkk [1] untuk menggunakan Canberra Distance sebagai pengukuran dissimilaritas. Canberra Distance dirumuskan sebagai : (6) Dalam persamaan Canberra Distance, pembilang merepresentasikan perbedaan sedangkan penyebut menormalisasikan perbedaan. Jadi, nilai jarak tidak akan pernah melebihi 1. Nilai jarak akan menjadi 1 ketika salah satu dari attribut bernilai 0. Sehingga hal ini menunjukkan pengukuran similaritas yang baik untuk digunakan yang dapat menghindari efek skala. Kokare, dkk. [8] telah meneliti bahwa akurasi CBIR tidak hanya bergantung pada himpunan fitur yang kuat, tetapi juga bergantung pada pengukuran kemiripan yang bagus. Manjunath

dan Ma [7] telah menggunakan Normalized Euclidean Distance untuk menghitung kemiripan citra yang dirumuskan sebagai berikut : (7) Dimana σ(i) adalah standar deviasi dari fitur ke-i atas keseluruhan database dan digunakan untuk menormalisasi komponen-komponen fitur tersendiri. Dari kedua metode perhitungan kemiripan citra yang disebutkan di atas, bisa kita lihat bahwa jarak dari sebuah citra terhadap citra itu sendiri adalah 0. Vektor jarak yang dihasilkan dari perhitungan kemiripan citra akan disimpan berdasarkan terurut dimulai dari jarak yang terkecil. Citra yang dikembalikan adalah citra yang memiliki kesamaan pola dengan citra query yaitu citra yang memiliki jarak yang kecil (mendekati 0). 4. UJI COBA Uji coba dilakukan untuk mengevaluasi temu kembali citra tekstur dengan membandingkan performa hasil temu kembali terhadap level dekomposisi dan himpunan fitur yang berbeda. Level dekomposisi dilakukan sampai pada level 5. Sedangkan untuk himpunan fitur, terdapat empat himpunan fitur yang berbeda, antara lain : 1. DWT saja. 2. RWF saja. 3. DWT + RWF. 4. Komponen I HL dan I LH RWF + DWT. Selain itu, juga dibandingkan performa temu kembali terhadap metode perhitungan jarak yang berbeda dalam hal ini Normalized Euclidean Distance dan Canberra Distance. Uji coba dilakukan dengan membagi data citra menjadi dua, yaitu sebanyak 10% (2 citra) dari tiap-tiap 16 sub-citra digunakan sebagai citra query dan sisanya (14 citra) disimpan sebagai citra database. Jadi, sebanyak 222 citra digunakan sebagai citra query dan sebanyak 1554 citra lainnya akan disimpan sebagai citra database. Performa temu kembali diukur berdasarkan berapa persentase citra keluaran yang berasal dari citra besar (berukuran 640x640) yang sama dengan citra query dari 14 posisi teratas yang dikembalikan oleh sistem. 4.1 Hasil Uji Coba Hasil uji coba menggunakan Normalized Euclidean Distance ditunjukkan pada Tabel 2. Sedangkan hasil uji coba menggunakan Canberra Distance ditunjukkan pada Tabel 3. Dari kedua tabel tersebut bisa dilihat bahwa performa terbaik mencapai 75.77% diperoleh pada himpunan fitur DWT + RWF level 4 mengunakan Canberra Distance. Dari hasil uji coba pada menunjukkan bahwa performa temu kembali citra tekstur menggunakan himpunan fitur DWT + RWF selalu lebih unggul dari himpunan fitur lainnya pada semua level dekomposisi dan metode perhitungan kemiripan citra. Dari kedua tabel tersebut juga bisa diketahui bahwa performa temu kembali menggunakan DWT dan RWF secara bersamaan lebih baik dari pada menggunakan DWT dan RWF secara terpisah. Hal ini dikarenakan RWF mampu memberikan informasi tekstur yang dapat melengkapi DWT dengan memanfaatkan orientasinya. Sehingga kombinasi DWT dan RWF lebih baik dalam mengektraksi fitur tekstur dari suatu citra dari pada DWT saja atau RWF saja. Level Dekomposisi Tabel 2. Hasil uji coba menggunakan Normalized Euclidean Distance Himpunan Fitur DWT saja (%) DWT saja (%) DWT + RWF (%) DWT + sub-band I HL dan I LH RWF (%) 1 62,42 61,33 66,67 65,15 2 69,31 67,47 71,30 70,05 3 73,29 70,24 74,20 73,62 4 73,33 70,40 74,97 74,00 5 69,76 67,73 72,97 71,53

Level Dekomposisi Tabel 3. Hasil uji coba menggunakan Canberra Distance Himpunan Fitur DWT saja (%) DWT saja (%) DWT + RWF (%) DWT + sub-band I HL dan I LH RWF (%) 1 60,59 60,30 65,15 62,48 2 68,31 67,05 71,24 68,92 3 72,55 69,82 74,49 72,62 4 73,13 70,88 75,77 73,84 5 69,95 67,21 73,33 71,30 5. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan uji coba yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Metode transformasi wavelet Discrete Wavelet Transform (DWT) dan Rotated Wavelet Transform (RWF) cukup handal untuk mengektraksi fitur tekstur dari suatu citra. 2. Nilai energi dan standard deviasi dari hasil dekomposisi wavelet DWT dan RWF dapat digunakan sebagai representasi fitur tekstur citra. 3. Metode Normalized Euclidean Distance dan Canberra Distance cukup baik untuk digunakan sebagai metode perhitungan kemiripan citra. 4. Performa temu kembali citra tekstur ini mampu mencapai 75.77% dengan menggunakan himpunan fitur DWT dan RWF level 4 serta canberra distance. 6. DAFTAR PUSTAKA [1] Kokare, M., Biswas, P., & Chatterji, B. (2007). Texture Image Retrieval Using Rotated Wavelet Filter. Pattern Recognition Letters 28, 1240-1249. [2] Daubechies, I. (1992). Ten Lectures on Wavelets. Philadelphia: PA. [3] Antonini, M., Barlaud, M., Mathieu, P., & Daubechies, I. (1992). Image Coding Using Wavelet Transform. IEEE Transactions on Image Processing, 205-220. [4] Arivazhagan, S., & Ganesan, L. (2003). Texture Segmentation Using Wavelet Transform. Pattern Recognition Letters 24, 3197-3203. [5] Kim, N. D., & Udpa, S. (2000). Texture Classification Using Rotated Wavelet Filter. IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics, 847-852. [6] Randen, T. 2011. Brodatz Textures. <URL:http://www.ux.uis.no/~tranden/brod atz.html> [7] Manjunath, B., & Ma, W. (1996). Texture Features for Browsing and Retrieval of Image Data. IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, 837-842. [8] Kokare, M., Chatterji, B., & Biswas, P. (2003). Wavelet Transform Based Texture Features For Content Based Image Retrieval. Kharagpur: Electronics and Electrical Communication Engineering Department, Indian Institut of Technology.