BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat besar dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja merupakan pelaksana pembangunan untuk mencapai kesejahteraan umum dan kualitas kehidupan yang semakin baik. Oleh karena itu, upaya perlindungan tenaga kerja terhadap bahaya yang dapat timbul selama bekerja merupakan kebutuhan yang sangat mendasar. Dengan perlindungan tersebut diharapkan tenaga kerja dapat bekerja dengan aman dan nyaman sehingga semangat kerja dapat meningkat dan pada akhirnya produktivitas kerja juga akan meningkat. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh dan ditujukan kepada peningkatan, pembentukan dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas, produktif, efisien, efektif dan berjiwa wirausaha, sehingga mampu mengisi, menciptakan dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Dalam pembangunan ketenagakerjaan, perlu dibina dan dikembangkan perbaikan syaratsyarat kerja serta perlindungan tenaga kerja dalam sistem hubungan industrial Pancasila menuju kepada peningkatan kesejahteraan tenaga kerja (Depkes, 2004). Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja sekaligus meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini tercermin dalam pokok pokok pikiran dan pertimbangan dikeluarkannya UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yaitu bahwa tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan dan setiap orang lainnya
yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Hak atas jaminan keselamatan ini membutuhkan prasyarat adanya lingkungan kerja yang sehat dan aman bagi tenaga kerja dan masyarakat sekitarnya. Seorang tenaga kerja mampu produktif, efisien dan efektif dalam bekerja bila pekerja tersebut dapat serasi dengan lingkungan kerjanya. Hal ini juga dinyatakan dalam Undang Undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970 pasal 3 point m yang menyatakan keserasian antara tenaga kerja, alat, lingkungan, cara dan proses kerja. Setiap desain suatu peralatan atau produk dimana manusia harus ada di sana sebagai operator maupun pemakai produk tersebut, maka faktor kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia harus ditempatkan sebagai fokus utama. Desain tempat kerja, alat kerja, proses kerja selalu harus mempertimbangkan kemampuan, kebolehan, batasan, kemauan serta sifat-sifat manusia. Dengan harapan kemampuan dan kebolehan manusia seperti kemampuan berkembang, belajar, berpikir, berkreasi maupun beradaptasi dipacu agar lebih baik, sedangkan keterbatasanya seperti batasan fisik, metal, rasa lelah, rasa bosan, cepat lupa, kurang konsentrasi dan sebagainya dapat diminimalkan. Oleh karena itu, setiap desain haruslah menutupi kelemahan dan keterbatasan manusia sebagai operatornya agar dapat tercapai hasil yang maksimal. Dalam hal ini semua peralatan kerja, tempat kerja maupun lingkungan kerja harus disesuaikan dengan manusianya bukan sebaliknya (Tarwaka, 2004). Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara pekerja dengan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk peralatan kerja. Permasalahan tersebut bisa disebabkan oleh sikap kerja yang salah antara lain sikap duduk dan sikap berdiri yang keliru
merupakan penyebab dampak negatif yang dapat timbul bagi manusia, antara lain yaitu nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan. Dampak negatif tersebut akan terjadi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang (Santoso, 2004). Posisi duduk pada otot rangka (muskuloskeletal ) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar (Nurmianto, 2008). Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan, tekanan tersebut sekitar 100%, cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau saraf belakang daripada sikap duduk yang condong kedepan (Nurmianto, 2008). Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk (Tarwaka, 2004). Sikap kerja yang statis dalam jangka waktu yang lama lebih cepat menimbulkan keluhan pada sistem muskuloskeletal. Apabila otot menerima beban statis secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon (Hasyim, 2000).
Industri Kopi Baburrayyan Takengon didirikan pada tanggal 21 Oktober 2002 di Takengon, Aceh Tengah. Standart Operational Prosedur Koperasi Baburrayyan dimulai dari pemeliharaan kebun kopi dengan melakukan pemangkasan dan mengganti tanaman kopi yang rusak, kemudian pemetikan kopi yang sudah berwarna merah lalu dilakukan Pulper, Permentasi dan Pencucian dengan cara pemisahan buah kopi yang hijau dan busuk serta pemisahan sampah yang ada, permentasi dilakukan dalam karung selama 12 jam dan setelah itu kopi gabah siap dicuci dan dilakukan penjemuran di lantai atau di atas tikar samapi kering, setelah penjemuran kopi dilakukan sortasi kopi dengan cara manual dan convenyor, proses penyortiran kopi secara manual yaitu dengan membagikan kopi kepada karyawan masing-masing 50kg lalu dipilih biji kopi yang kualitas eksport dan local, sedangkan penyortiran dengan convenyor pekerja berdiri menghadap mesin dan memilih kopi yang berjalan diatas mesin dengan kualitas eksport dan local. Proses terakhir adalah penyimpanan kopi dan siap dipasarkan. Berdasarkan survei pendahuluan dan wawancara singkat dengan 70 pekeja serta pengamatan yang dilakukan pada pekerja penyortir kopi sebanyak 115 orang didapatkan informasi bahwa lama kerja dalam sehari yaitu delapan jam dan satu jam istirahat. Pekerjaan yang dilakukan penyortir kopi adalah memilih biji kopi yang layak untuk di eksport dan import dengan sikap kerja duduk dan berdiri. Penyortir kopi dengan sikap kerja duduk menggunakan meja dan kursi yang tidak mempunyai sandaran. Penyortir kopi dengan sikap kerja berdiri yaitu dengan berdiri tegak di depan mesin convenyor dan menyortir biji kopi yang layak buat di eksport dan import. Dalam wawancara singkat tersebut juga didapatkan beberapa keluhan yang
terjadi selama bekerja baik pekerja dengan sikap kerja dan berdiri yaitu berupa keluhan di daerah leher, pergelangan tangan, punggung, pinggang, bokong, kaki, betis dan telapak kaki. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terlihat bahwa sikap kerja duduk yang menggunakan kursi dan meja cenderung membungkuk sedangkan pekerja berdiri di depan convenyor cenderung tidak berdiri tegak. Sikap kerja yang tidak alamiah ini jika terjadi dalam kurun waktu lama maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cedera otot (Suma mur, 1996). Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik melakukan penelitian mengenai gambaran sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal pada penyortir kopi di Industri Kopi Baburrayyan Takengon Tahun 2010. 1.2. Perumusan Masalah Bagaimana gambaran sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal pada penyortir kopi di Industri Kopi Baburrayyan Takengon Aceh Tengah Tahun 2010. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal pada penyortir kopi di Industri Kopi Baburrayyan Takengon Aceh Tengah Tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran sikap kerja berdiri dan keluhan muskuloskeletal pada penyortir kopi di Industri Kopi Baburrayyan Takengon Aceh Tengah Tahun 2010. 2. Untuk mengetahui gambaran sikap kerja duduk dan keluhan muskuloskeletal pada penyortir kopi di Industri Kopi Baburrayyan Takengon Aceh Tengah Tahun 2010 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pengusaha untuk memperhatikan kesehatan penyortir kopi. 2. Sebagai bahan masukan agar pekerja dapat melakukan pekerjaannya tanpa menimbulkan resiko bagi kesehatannya. 3. Sebagai media bagi peneliti untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian di bidang kesehatan kerja terutama mengenai sikap kerja dan keluhan muskuloskeletal, sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.