BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan asupan makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Bila sampai terjadi kurang gizi pada masa balita dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan mental (Tarigan, 2003). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif (Profil Dinkes Jateng, 2011). Salah satu indikator kesehatan adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Profil Dinkes Jateng, 2011). Data dari Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010 menunjukan bahwa prevalensi status gizi balita berdasarkan berat badan per umur (BB/U) di indonesia sebanyak 13 %. Sedangkan Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 5,35%. Persentase balita dengan gizi kurang tertinggi di Kota Tegal (50,98%) dan terendah di Kabupaten Kebumen (0,38%). Balita Gizi Buruk tahun 2011 berjumlah 3.187 (0,10%) menurun apabila dibandingkan tahun 2010 sejumlah 3.514 (0,18%). Demikian pula persentase Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2011 sebesar 100% jauh lebih meningkat dibandingkan tahun 2010 sebesar 93,28% ( Profil Dinkes Jateng, 2011). Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Puskesmas Genuk kota Semarang pada tahun 2012 tercatat jumlah balita sebanyak 2161 anak, dan 30 diantaranya dengan status gizi kurang ( Puskesmas Genuk, 2012) Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder, faktor primer adalah susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan kualitas contohnya penyediaan
pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan di konsumsi. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan dampak yang serius yaitu kegagalan pertumbuhan fisik, menurunnya perkembangan kecerdasan, menurunnya produktivitas, dan menurunnya daya tahan terhadap penyakit. Balita yang kekurangan gizi sangat berpengaruh pada perkembangan otak yang proses pertumbuhannya terjadi pada masa balita (Almatsier, 2002). Kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal (Profil Kesehatan Jateng, 2011) Pada tingkat kecamatan atau Puskesmas program perbaikan gizi merupakan salah program dasar puskesmas dari 7 (tujuh) program dasar yang ada, yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Program Perbaikan Gizi, Program Kesehatan Lingkungan, Program Promosi Kesehatan, Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P), Program Pengobatan dan Program Spesifik Lokal. Berhasil tidaknya pelaksanaan ke tujuh program ini, semua tergantung dari pengelolaan atau penyelenggaraannya termasuk pengelolaan program perbaikan gizi. Jenis makanan tambahan adalah makanan yang dibuat khusus yang harus dimodifikasi agar asupan gizi dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan. dimodifikasi agar asupan gizi dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan.protein dan mikronutrien, aman, bersih, tidak terlalu pedas dan asin serta mudah dikonsumsi oleh anak. Jumlah makanan tambahan yang dibutuhkan berdasarkan angka kecukupan gizi (per 100 gram bahan makanan) di sesuaikan dengan umur, umur 1-3 tahun ± 1300 kalori dalam sehari, sedangkan usia anak 4-5 tahun ± 1500 kalori dalam sehari (Widodo, 2009). Dalam pemberiannnya frekuensi yang harus diberikan kepada anak yaitu sebanyak 3 kalisehari makanan pokok dan diantaranya snack. Cara pemberiannya pun harus diperhatikan seperti penyajian makanan yang hangat. (Uripi, 2004). Penelitian Winda Ariani tahun 2010 menunjukan bahwa Ada perbedaan status gizi anak balita gizi kurang berdasarkan skor-z indeks BB/U dan BB/TB sebelum dan setelah pemberian makanan tambahan lokal selama 1 bulan pada kelompok perlakuan, untuk skor-z indeks BB/U. Hasil penelitaian Muksin tahun 2011menunjukan bahwa
terdapat perubahan status gizi dari gizi kurang ke gizi baik sebesar 60 %. Dan tetap sebagai gizi kurang 40%. Berdasarkan penelitian Retno tahun 2008 menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis PMT dengan status gizi balita.berdasarkan penelitizn Rudy, Masdarwat dan Suparni (2012) menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna PMT local terhadap kenaikan BB balita di Kelurahan Layang Kota Makassar. Kegiatan pemberian Makanan Tammbahan (PMT)-balita dikoordinir oleh petugas gizi puskesmas dan penentuan jenis makanannya disepakati bersama dengan kepala puskesmas dan petugas kesehatan puskesmas yaitu berupa biscuit sun 80 gram. Bahan isi paket PMT-Balita dibeli secara langsung oleh petugas puskesmas karena untuk menghindari bahan-bahan yang sudah rusak. Pelaksanaan program pemberian paket PMT-Balita di Puskesmas Genuk sudah sesuai dengan jumlah sasaran yang telah ditetapkan. Metode pemberian paket PMT-Balita di Puskesmas Genuk disesuaikan dengan keadaan wilayah kerja puskesmas. Metode pemberian paket secara langsung dari puskesmas kepada sasaran berdasarkan pengalaman program PMT-balita sebelumnya mendapatkan kendala dalam pemberian paket PMT kepada sasaran. Berdasarkan fenomena tersebut maka perlu dikaji pola pemberian makanan tambahan pada balita dengan gizi kurang di wilayah kerja Puskesmasn Genuk Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari data puskesmas Genuk terdapat 30 anak balita dengan status gizi kurang dapat dirumuskan masalah penelitiannya adalah Gambaran pola pemberian makanan tambahan (PMT) pada balita gizi kurang di wilayah Kerja Puskesmas Genuk Semarang C. Tujuan Penelitaian 1. Tujuan Umum Mengetahui pola pemberian makanan tambahan (PMT) dengan berat badan balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Genuk Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik (Umur, berat badan dan tinggi badan atau panjang badan) balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Genuk.
b. Mendeskripsikan jenis pemberian makan tambahan ( PMT ) untuk balita gizi c. Mendeskripsikan jumlah pemberian makan tambahan ( PMT ) untuk balita gizi d. Mendeskripsikan frekuensi pemberian makan tambahan ( PMT ) untuk balita gizi D. Manfaat Penelitian 1. Masyarakat Merupakan sumber informasi dan bahan masukan bagi masyarakat untuk dapat meningkatkan status gizi pada balita. 2. Institusi pelayanan kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengelolaan program gizi di wilayah kerja puskesmas genuk. 3. Penelitian Merupakan dasar pengembangan untuk studi yang lebih luas dan untukbahan referensi berikutnya tentang program perbaikan gizi pada balita. E. Bidang Ilmu Bidang ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu keperawatan dengan kajian Ilmu Kesehatan Anak dan Ilmu Gizi. F. Originalitas Penelitian Tabel 1.1 Originalitas Penelitian Peneliti/Tahun Judul Sampel Hasil Winda Ariani / Pengaruh Pemberian Sampel yang Ada perbedaan status 2010 Makanan Tambahan digunakan adalah anak gizi anak balita gizi Lokal Terhadap Status balita dengan status kurang berdasarkan Gizi Anak Balita Gizi Kurang Di Kelurahan gizi kurang di RW II dan RW VI Kelurahan skor-z indeks BB/U dan BB/TB sebelum Sambiroto Kecamatan Sambiroto. Dengan dan setelah Tembalang Kota teknik pengambilan pemberian makanan Semarang sampelnya adalah Total tambahan lokal sampling. selama 1 bulan pada
Muksin / 2011 Evalasi Status Gizi Kurang Setelah Pemberian Makan Tambahan Oleh Persatuan Istri PT PLN di Wilayah Banjir Kanal Timur Keluraha Pandeanlamper Kecamatan Gayamsari Samarang Esther Rizal dan Lilik Hidayanti, SKM, M.Si. / 2012 Rudy Hartono, Masdarwat, Suparni / 2012 Dampak Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Lokal Terhadap Peningkatan Status Gizi (Bb/Tb Skor- Z)Pada Balita Gizi Kurus Evaluasi Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Lokal Terhadap Prningkatan Berat Badan Balita (12-24) Bulan Di Kelurahan Layang Kota Makasar Seluruh anak balita dengan status gizi kurang yang berada di wilayah PKL Banjir Kanal Timur, kel. Pandeanlamper, kec. Gayamsari Semarang yang yang terlah diberikan makanan tambahan oleh persatuan istri PT PLN. Dengan teknik pengambilan sampel Total sampling Sampel adalah balita dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z) sebanyak 27 balita yang diambil di 6 desa Sampel penelitian ini menggunakan total sampling pada balita (12-24 bulan) sebanyak 27 balita. Dengan teknik pengambilan sampel Total sampling kelompok perlakuan, untuk skor-z indeks BB/U (p=0,007) dan BB/TB (p=0,000). Terdapat perubahan status gizi dari gizi kurang ke gizi baik sebesar 60 %. Dan tetap sebagai gizi kurang 40%. ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal. terdapat pengaruh yang bermakna PMT local terhadap kenaikan BB balita di Kelurahan Layang Kota Makassar, karena p<0,05 (t=10,845) Eni Aristiyani / 2006 Hubungan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Terhadap Perubahan Berat Badan Anak Balita Gizi Buruk Di Kabupaten Pati Seluruh anak umur 12-59 bulan dan berstatus gizi buruk yang mendapatkan PMT-P dari dana APBD Propinsi tahun 2005 sebanyak 60 anak yang ada di 23 puskesmas di wilayah kerja Kab.Pati. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa anak balita setelah di beri PMT-P berat badan mengalami kenaikan sebanyak 43 balita, Originalitas Penelitian ini adalah: 1. Populasi penelitian ini yaitu semua orang tua yang mempunyai anak usia 1-5 tahun dengan status gizi kurang dan memperoleh PMT dari Guskesmas Genuk. 2. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dan Z-Score.