BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Terkait dalam peningkatan jumlah penduduk, tuntutan

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang. mebel dan lain sebagainya. Tingginya kebutuhan manusia akan kayu tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kayu merupakan produk biologi yang serba guna dan telah lama dikenal

BAB I PENDAHULUAN. kering yang nyata, tipe curah hujan C F, jumlah curah hujan rata-rata 1.200

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan tanaman yang berkelanjutan dan lestari membutuhkan

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA

Sugeng Pudjiono 1, Hamdan Adma Adinugraha 1 dan Mahfudz 2 ABSTRACT ABSTRAK. Pembangunan Kebun Pangkas Jati Sugeng P., Hamdan A.A.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan. Tanaman ini mempunyai kualitas kayu yang sangat bagus, sangat

Suatu unit dalam. embryo sac. (kantong embrio) yang berkembang setelah terjadi pembuahan. Terdiri dari : ~ Kulit biji ~ Cadangan makanan dan ~ Embrio

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting berdampingan dengan sektor lainnya. Walaupun sektor

PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan karbon oleh hutan dilakukan melalui proses fotosintesis. Pada proses

I. PENDAHULUAN. penyedia bahan baku untuk industri kayu nasional dan peningkatan. ketahanan pangan masyarakat di desa sekitar hutan.

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya (Spurr 1973).

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) adalah tanaman serealia yang potensial

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM PENGENDALIAN MUTU PEMBIBITAN JATI PLUS PERHUTANI DI KPH BLITAR SKRIPSI. Oleh :

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

BAB I PENDAHULUAN. hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan paradigma pengelolaan hutan. Davis,dkk. (2001)

hutan tetap lestari, tetapi dari aspek ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan akan kayu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

PENGEMBANGAN TANAMAN NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L) Oleh H. Marthias Dawi

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI

TINJAUAN PUSTAKA. yang terkait erat dengan jarak tanam dan mutu benih. Untuk memenuhi populasi

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

LATAR BELAKANG JATI PURWOBINANGUN 5/13/2016

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Bibit Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

I. PENDAHULUAN. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan yang mempunyai fungsi perlindungan

Lokasi Penelitian Penetapan Lokasi Kajian Analisa Data

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

PERBANDINGAN PEMBERIAN EMPATJENIS ZAT PENGATUR TUMBUH PADA STEK CABANG SUNGKAI (Peronema canescens Jack)

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembibitan Jati. tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi m.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

VARIETAS UNGGUL BARU (PSDK 923) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman (tegakan seumur). Salah satu hutan tanaman yang telah dikelola dan

PEMBENTUKAN PEMBENTUKAN DAN PEMANGKASAN DAN PEMANGKASAN TRAINING AND PRUNING

Demplot sumber benih unggulan lokal

EFEKTIVITAS KONSENTRASI GIBERELIN (GA3) PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG KOPI (Coffea canephora) DALAM MEDIA CAIR

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah suatu negara dengan potensi sumberdaya hutan yang

PENGARUH KLON DAN WAKTU OKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERSENTASE HIDUP OKULASI JATI (Tectona grandis )

PENDAHULUAN. Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas. berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati dikenal sebagai kayu mewah karena kekuatan dan keawetannya dan merupakan salah satu tanaman yang berkembang baik di indonesia. Hal tersebut tercermin dari telah tumbuhnya tanaman jati sejak 1842, pada saat itu daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007). Kayu jati dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, mebel dan sebagainya. Saat ini pasokan kayu yang berasal dari hutan alam sebagai pendukung industri kayu semakin berkurang, sehingga banyak ditanam jati yang memiliki pertumbuhan cepat dengan harapan kayunya dapat digunakan sebagai kayu pertukangan, pengganti kayu dari hutan alam. Menurut Martawijaya (1996), kayu yang berasal dari hutan alam mempunyai sifat dasar yang lebih baik bila dibandingkan dengan kayu yang berasal dari hutan tanaman. Kayu Jati (Tectona grandis) di Indonesia telah ditanam sejak jaman Belanda dan telah dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat terutama sebagai bahan bangunan dan mebel. Tanaman Jati di Jawa telah menjadi kelas perusahaan sendiri sejak jaman Belanda. Penelitian mengenai Jati telah banyak dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu tanaman maupun nilai tambah dari kayu tersebut. Kemajuan teknologi yang semakin berkembang akhir akhir ini, seperti perbanyakan bibit Jati yang semula hanya mengandalkan biji kemudian dikembangkan dengan cara kultur jaringan atau dikenal dengan tissue culture. 1

2 Tujuan dari kultur jaringan adalah untuk memproduksi bibit secara cepat dalam jumlah yang banyak dari bibit tanaman yang dinilai mempunyai sifat baik dan unggul (Herawan dan Rina, 1996). Salah satu upaya yang dilakukan Perhutani sebagai pengelola hutan tanaman jati milik negara dalam mempersingkat daur adalah melalui serangkaian uji keturunan. Hasil dari uji keturunan tersebut adalah materi genetik unggul yang dikenal dengan Jati Plus Perhutani. Kelebihan Jati Plus Perhutani (JPP) dibanding jati konvensional antara lain volume produksi yang lebih tinggi, masa panen lebih pendek serta tingkat produktivitas kayu dapat melebihi kayu konvensional dua sampai tiga kali lipatnya (Perhutani, 2012). JPP dikembangkan melalui dua cara perbanyakan yaitu vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan generatif dengan menggunakan biji JPP asal kebun benih klonal (KBK). Pertumbuhan JPP yang lebih cepat diharapkan mampu meningkatkan produktivitas tanaman. Saat ini JPP asal Stek Pucuk di KPH Ngawi telah ditanam sekitar 6.048 Ha dari total luas kawasan hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani KPH Ngawi seluas 42.890,30 Ha. Terlebih lagi Perhutani berencana melakukan penanaman JPP sebesar 70% dari lahan Perhutani yang ada (Perhutani, 2012). Meskipun akan dilakukan penanaman berskala besar, tetapi referensi mengenai Jati Plus Perhutani masih terbatas. Dalam rangka penyediaan referensi mengenai Jati Plus Perhutani maka perlu dilakukan penelitian mengenai pertumbuhannya. Pertumbuhan merupakan hasil akhir dari proses proses fisiologis yang terjadi dalam bagian tanaman. Pertumbuhan terjadi secara simultan yang dapat diukur dengan berbagai parameter seperti diameter, tinggi, luas tajuk, volume dan

3 sebagainya. Seiring dengan pertambahan usia maka parameter pertumbuhan tersebut akan mengalami pertambahan ukuran, dengan demikian ukuran individu pohon akan bertambah sehingga kebutuhan ruang tumbuh akan meningkat (Thojib, 1987). Ruang tumbuh berkaitan dengan areal yang diduduki setiap pohon dan dinyatakan dengan jarak antar pohon. Ruang tumbuh juga menentukan tingkat kompetisi pohon dalam mendapatkan sinar matahari, mineral dan air dalam tanah. Luas ruang tumbuh dibatasi oleh permukaan tanah yang tersedia dan pohon tetangga yang berhubungan dengan pertumbuhan lateral (Foli et al., 2003). Oleh karena itu, kebutuhan ruang tumbuh yang semakin bertambah akan menimbulkan kompetisi antar individu pohon. Kompetisi antar individu terjadi karena adanya interaksi kedua individu. Kehadiran individu di sekitar suatu individu dan keterbatasan kuantitas faktor pertumbuhan merupakan faktor penyebab individu berkompetisi (Sitompul dan Guritno, 1995). Kompetisi tajuk menjadi penting karena tajuk tegakan sangat erat kaitannya dengan penangkapan cahaya matahari sebagai bahan fotosintesis (Meng et al., 2007). Tajuk yang mulai mengalami tumpang tindih menandakan kerapatan tegakan yang semakin tinggi dan ruang tumbuh yang tidak cukup untuk pohon tersebut. Kerapatan tegakan merupakan faktor utama yang dimanipulasi dalam pengembangan tegakan (Laar dan Akca, 2007). Hal ini menjadikan kerapatan tegakan menjadi hal yang penting dalam penentuan ruang tumbuh yang optimal bagi tanaman. Kerapatan tegakan dapat dilihat dari tumpang tindih antar proyeksi tajuk pohon. Semakin besar luas tumpang tindih dikatakan rapat, demikian

4 sebaliknya. Kompetensi tajuk akan berakibat pada terganggunya pertumbuhan lateral yaitu pertumbuhan diameter yang lambat. Peranan tajuk yang begitu besar dalam menentukan pertumbuhan pohon mendorong dilakukannya pengamatan mengenai tingkat kompetisi pada Jati Plus Perhutani. 1.2 Rumusan Masalah Persaingan tajuk mengakibatkan terjadinya penghambatan perkembangan cabang dari lapisan yang lebih rendah atau membayangi batang pohon tetangganya dan batasan tajuk yang sempit. Hal tersebut akan mempengaruhi ukuran batang pohon menjadi lebih kecil tetapi lurus dan panjang dengan percabangan yang sedikit. Upaya yang dapat dilakukan dilakukan dalam peningkatan produktivitas pohon salah satunya adalah dengan mengetahui ruang tumbuh pohon. Ruang tumbuh diartikan sebagai luas proyeksi tajuk terhadap tanah sehingga diperlukan perkiraan yang tepat penutupan tajuk serta perkembangan tajuk. Pertumbuhan individu pohon akan berpengaruh terhadap ruang tumbuh pohon tersebut, seperti halnya pertambahan ukuran tajuk dan berakibat saling bersinggungan antara satu pohon dengan pohon lainnya. Kondisi dimana tajuk saling bersinggungan akan menimbulkan persaingan atau kompetisi antar pohon. Individu pohon akan berlomba mendapatkan sinar matahari, mineral, air untuk mendukung pertumbuhannya, selain itu kompetisi ini akan berakibat pada perbedaan ukuran tajuk dan batang dari masing-masing individu pohon yang saling berkompetisi. Pengaturan jarak tanam antar individu pohon menjadi

5 sangat penting dilakukan sehingga dapat mengurangi individu pohon dengan produktivitas yang rendah. Pengaturan jarak tanam individu pohon perlu memperhatikan aspek kualitas tempat tumbuh pohon, pemeliharaan dan penjarangan juga diperlukan sebagai upaya dalam mengurangi terjadinya kompetisi dalam mendapatkan cahaya matahari, mineral, air. Individu pohon yang tumbuh terlalu rapat dan sangat dekat akan berakibat terhadap kompetisi masing-masing individu pohon dan lebih jauh lagi berakibat terhadap perkembangan diameter pohon yang sangat lambat. Berkenaan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian terhadap tingkat kompetisi tajuk Jati Plus Perhutani (JPP) asal stek pucuk di KPH Ngawi, Jawa Timur. Penelitian dilakukan pada tanaman Jati berumur empat sampai dengan tujuh tahun, Jati Plus Perhutani asal stek pucuk di KPH Ngawi baru dimulai penanaman pada tahun 2008 sehingga saat penelitian ini dilakukan tanaman masih berumur tujuh tahun. Pengukuran dilakukan dengan umur minimal empat tahun didasarkan terhadap hasil pengamatan lapangan terhadap parameter pertumbuhan berupa radius tajuk. Pengukukuran radius tajuk pada umur tiga tahun sulit untuk dilakukan, untuk menghindari kesalahan hasil pengukuran maka umur minimal pengukuran ditentukan pada umur empat tahun. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tingkat kompetisi Jati Plus Perhutani asal stek pucuk pada umur empat sampai tujuh tahun di KPH Ngawi.

6 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui perkembangan tingkat kompetisi Jati Plus Perhutani di KPH Ngawi asal stek pucuk. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengelolaan tanaman JPP asal stek pucuk.