BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kesiapan (readiness) terhadapinteprofesional Education (IPE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif non-eksperimental

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan keterkaitan antara kategori attachment, patient-centered

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. serta kualitas pelayanan kesehatan (Majumdar, et al., 1998; Steinert, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mereka untuk melakukan tugas dan fungsinya dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, di Amerika Serikat penyebab kematian nomer tiga pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. medical error antara % dari jumlah pasien dengan %. Medical

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Yogyakarta (UMY). Semua responden adalah mahasiswa tahap klinik (coass)

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan yang bermutu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional yang berbasis silo dimana setiap tenaga kesehatan tidak mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kinerja setelah lepas dari institusi pendidikan (Barr, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. antar profesi kesehatan (IPE) pada bulan September 2013 setelah melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem pelayanan kesehatan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan

BAB I PENDAHULUAN orang meninggal pertahun akibat medication error. Medication error

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pendekatan Interprofessional Collaborative Practice dalam Perawatan Pasien Katastropik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organization (WHO) menyatakan setiap menit seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena yang terjadi saat ini menunjukan bahwa peran masing-masing

MODUL KETRAMPILAN KOMUNIKASI INTER-PROFESI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memegang tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbahaya, salah satunya medical error atau kesalahnan medis. Di satu sisi

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

Kompetensi Apoteker Indonesia adalah :

KREDENSIALING DAN KEWENANGAN KLINIS BAGI APOTEKER RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

BAB II TINJUAN PUSTAKA. a. Standar Kompetensi Sarjana Farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini telah menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebuah rekomendasi dari WHO (2010) yang bertema Framework For Action On

Tujuan pendidikan kesehatan

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB V EVALUASI KEBERHASILAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (instrumen) yang digunakan memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan di era global. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN

INDONESIA NATIONAL NURSES ASSOCIATIONS COMPETENCIES FRAMEWORK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. kerawanan terjadi kesalahan medik (medical error). Kasus kematian akibat

1. PERSOALAN PENILAIAN BELAJAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB I PENDAHULUAN. afektif. Kompetensi kognitif, keterampilan, dan afektif harus diuji dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STANDAR PROSES PEMBELAJARAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang dan Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian teori ini, membahas teori-teori yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, tinjauan pustaka

TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terfragmentasi dan kebutuhan kesehatan masyarakat tidak terpenuhi. Tenaga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pembelajaran IPE berbasis komunitas memberikan dampak positif dengan

2). Fokus pada kesadaran pada proses pembelajaran dan tanggung jawab. 3). Peran dosen tidak mengajari tetapi menstimulasi proses yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. siswa memahami konsep-konsep yang sulit dalam pemecahan masalah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup pasien yang dalam praktek pelayanannya memerlukan pengetahuan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan penilaian pada aspek pengetahuan (Khalidatunnur dkk, 2008).

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INTERPROFESIONAL EDUCATION DALAM PANDANGAN DOKTER GIGI. Oleh : drg Laelia Dwi Anggraini, SpKGA

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa keperawatan. Hal ini sesuai dengan Brinkley et al., (2010)

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin. Tim pelayanan kesehatan

MANFA NFA TUJUAN PEMBELAJARAN

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta (FKIK UMY) telah menggunakan beberapa metode pembelajaran

Kebijakan Assessment dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam

Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 1, Desember 2013, Hal dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BABI PENDAHULUAN. Profesi kesehatan tidaklah cukup jika hanya menjadi seorang profesi

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memicu perubahan kurikulum dan semua perangkat kerjanya termasuk sistem

Prinsip dalam Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menjadikan perawat sebagai satu-satunya profesi dengan intensitas

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai rasa trauma, kebingungan dan mengagetkan. Berdasarkan hasil dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa ilmu keperawatan. Lulus dari ujian merupakan keharusan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan global akan mutu lulusan pendidikan dan sistem Pendidikan

PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tugasnya, serta beberapa perilaku lain yang merupakan sifat-sifat kemanusiaan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Interprofessional Education (IPE) a. Definisi IPE merupakan suatu pelaksanaan pembelajaran yang diikuti oleh dua atau lebih profesi yang berbeda untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan dan pelaksanaannya dapat dilakukan dalam semua pembelajaran, baik itu tahap sarjana maupun tahap pendidikan klinik untuk menciptakan tenaga kesehatan yang professional (Lee, 2009; A la, 2010). Sehingga, IPE dapat diartikan sebagai suatu pendekatan dalam pendidikan sebagai suatu usaha formal dan terencana dalam membentuk pengalaman, keterampilan, dan sikap peserta didik yang terdiri dari berbagai profesi kesehatan (Freeth, et al., 2005). Dengan memaknai profesi kesehatan lain, dan belajar memahami untuk bekerja secara bersama-sama, maka dapat memunculkan gaya kolaborasi yang efektif (Sternas, et al., 1991; Freeth, 2001). Way, et al., (2001) mengidentifikasi adanya tujuh elemen yang esensial untuk berkolaborasi yaitu rasa percaya dan respek pada sesama, autonomi, tanggung jawab, komunikasi, koordinasi, kepercayaan diri, dan kooperatif. IPE dapat membuat mahasiswa dan 9

10 praktisi kesehatan untuk mempelajari dan menerapkan ketujuh elemen tersebut. IPE dalam bidang ilmu kesehatan menjadi gerakan besar dalam merubah bidang kesehatan, lingkungan pendidikan, dan juga memiliki banyak keuntungan untuk pasien, penyedia layanan kesehatan, mahasiswa dan juga lingkungan kerja karena dapat mengurangi jumlah medical error. Pelaksanaan terintegrasi dalam pembelajaran perlu diperhatikan sebagai salah satu karakteristik IPE yang ideal. Hal ini dapat dilaksanakan dalam bentuk kemampuan keterampilan bekerja dalam tim meliputi kemampuan penyelesaian masalah dan penyelesaian konflik antar tim (Begley, 2009). Terintegrasi ini melibatkan seluruh profesi kesehatan dan dalam pelaksanaannya membutuhkan lingkungan yang mampu mendukung berlangsungnya proses pendidikan. Real world experience merupakan model lingkungan pendidikan yang sangat relevan dalam menunjang pelaksanaan IPE (Lee, 2009; A la, 2010). Lingkungan yang mendukung untuk IPE adalah lingkungan yang mendukung terciptanya diskusi antar profesi kesehatan dalam menyelesaikan masalah dan sebagai media bekerja dalam tim, seperti ruang tutorial maupun mini hospital. Steinert (2005) mengemukakan bahwa perbedaan sikap dan nilai yang terjadi hampir di seluruh program studi yang berbeda termasuk kurangnya respek dan pengetahuan antar satu dengan yang lain bisa

11 menjadi pengahalang fundamental untuk pengajaran dan pembelajaran interprofessional. Sejak tahun 1960, sejumlah universitas terkemuka di Amerika Serikat sudah mulai menyisipkan praktik pembelajaran kolaborasi di dalam intrakurikulum. Namun WHO baru membentuk kelompok diskusi kecil untuk membuat konsep mengenai praktik kolaborasi dengan mengundang pihak yang berhubungan dengan pembahasan tersebut pada tahun 1997. Pada bulan Maret 2010 dihasilkan kerangka kerja dalam praktik kolaborasi oleh kelompok kecil bentukan WHO tersebut. Peran kolaborasi terjadi ketika penyelenggara pelayanan kesehatan bekerja dengan orang yang berasal dari profesinya sendiri, luar profesinya sendiri, dan dengan pasien atau klien serta keluarganya (The Canadian Interprofessional Health Collaborative, 2009). Pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan di dalam lingkungan FKIK UMY, karena disini terdapat empat program studi ilmu kesehatan yaitu pendidikan dokter, pendidikan dokter gigi, ilmu keperawatan dan farmasi. Oandasan dan Reves (2007) menyatakan bahwa pembelajaran IPE dibagi menjadi 3 tingkat yaitu tingkat Mikro, Meso, dan Makro. Mikro masih dalam tahapan sosialisasi, Meso sudah terintegrasi di fakultas, sedangkan Makro sudah mendapatkan dukungan secara politis oleh pemerintah dan manajemen. FKIK UMY sudah

12 menjalankan IPE dan memiliki IPE center untuk mahasiswa pendidikan profesi, sehingga bisa disimpulkan bahwa pelaksanaan IPE di FKIK UMY sudah mencapai tingkat Meso. b. Kompetensi IPE Pengembangan kompetensi IPE mengacu pada hasil yang diharapkan dalam pembelajaran dewasa, yang mengharapkan kognitif, afektif, dan psikomotor berkembang bersama-sama. Komptensi IPE berdasarkan ACCP (2009) dibagi menjadi empat bagian utama, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan tim. Tabel 2.1 Kompetensi yang diharapkan dalam IPE No Kompetensi Utama Komponen Kompetensi dalam IPE 1 Pengetahuan Strategi asosiasi Penilaian situasi Karakteristik anggota tim Pengetahuan akan tugas tim tanggung jawab yang spesifik 2 Keterampilan Fleksibilitas / adaptasi Pemantauan kinerja Memberi dukungan Kepemimpinan sebuah tim Pemecahan masalah Umpan balik Pertukaran informasi 3 Sikap Orientasi tim Kebersamaan Saling berbagi visi 4 Teamwork Kekompakan tim Rasa saling memiliki Saling percaya Orientasi kebersamaan Sumber : (American College of Clinical Pharmacy, 2009)

13 Center for the Advantage of Interprofessional Education menyebutkan bahwa kompetensi yang harus dimiliki setiap profesi dalam IPE dikelompokkan menjadi empat domain, yaitu : 1) Values/ethics for interprofessional practice : bekerja dengan profesi kesehatan yang lain untuk memelihara mutual respect dan trust; 2) Roles/responbilities : menggunakan pengetahuan dari masing-masing peran dan peran profesi lain untuk menilai dan memenuhi permintaan pelayanan kesehatan pada pasien dan populasi; 3) Interprofessional Communication : komunikasi dengan pasien, keluarga, masyarakat, dan profesi kesehatan lain yang merupakan suatu cara bertanggung jawab untuk mendukung tim untuk mempertahankan kesehatan dan menangani penyakit; 4) Teams and teamwork : menerapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip terjalinnya hubungan dari perbedaan tim untuk menunjukkan keefektifan pada peran yang berbeda untuk merencanakan sebuah pelayanan pasien yang aman, tepat waktu, efisien, efektif, dan pantas. c. Tujuan dan Manfaat IPE Secara umum IPE bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk lebih mengenal peran profesi kesehatan, baik profesi sendiri maupun profesi lain dengan harapan mahasiswa akan mampu untuk berkolaborasi dengan baik pada saat melakukan perawatan (Fitriana, 2011). Menurut buku Effective Interprofessional Education Argument, Assumption, and Evidence (2005) tujuan IPE adalah untuk menyiapkan

14 seorang individu untuk berkolaborasi, mempererat kolaborasi tim, dan meningkatkan pelayanan pada pasien. Tujuan IPE di The University of Auckland antara lain : 1) Bekerja sebagai sebuah tim; 2) Mengembangkan sebagai sebuah kelompok dan bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas; 3) Menyelidiki sebuah topic dan dipresentasikan; 4) Menerapkan pengalaman bekerja secara berkelompok dan individu. Tim interprofessional tidak hanya meningkatkan kualitas perawatan pasien, tetapi juga dapat menekan biaya menjadi lebih rendah, menurunkan angka lama rawat pasien, dan mengurangi medical error sehingga mencegah adanya malpraktik. Manfaat dengan adanya IPE adalah mahasiswa dapat belajar bagaimana untuk bekerja dalam lingkungan kelompok, belajar bagaimana mengelola manajemen konflik, dan belajar saling melengkapi sebagai sebuah tim sehingga dapat menyelesaikan masalah dengan lebih efektif dan efisien. Selain itu, mahasiswa juga dapat lebih mengenal profesinya masing-masing dan belajar menghargai profesi lainnya. Mahasiswa yang telah mengikuti IPE melaporkan peningkatan keterampilan pribadi sehingga mereka belajar untuk lebih hormat, sabar, dan fleksibel. Selain itu mereka juga lebih memahami kan pentingnya kolaborasi dan memahami perannya masing-masing sebagai sebuah tim yang berorientasi pada pasien.

15 d. Metode IPE Dalam pelaksanaan IPE terdapat berbagai macam metode, diantaranya adalah metode pembelajaran dalam kelas seperti yang dilakukan di Kanada sejak tahun 2007 (George Brown College, 2009). Dalam sistem ini, mahasiswa diberikan pemahaman mengenai teori dan praktek kolaborasi dan kerjasama diantara sistem pelayanan kesehatan dengan waktu selama 42 jam. Siswa belajar dan menerapkan teori-teori kerja tim yang efektif dengan berkolaborasi dalam menyelesaikan sebuah masalah kemudian dipresentasikan. Metode yang kedua adalah dengan simulasi laboratorium atau menggunakan pembelajaran berbasis praktek seperti yang dilakukan mahasiswa keperawatan dan mahasiswa dental hygiene di Kanada. Pada awalnya mahasiswa keperawatan menunjukkan, mengajarkan, dan membantu mahasiswa dental hygiene menunjukkan teknik pengukuran tekanan darah secara manual, kemudian mahasiswa dental hygiene menunjukkan, mengajarkan, dan membantu mahasiswa keperawatan dalam cara praktek perawatan mulut pasien di tempat tidur. Metode yang ketiga adalah dengan pelaksanaan IPE di tahap klinis seperti yang dilakukan di Kampus Casa Loma, bagian hubungan promosi kesehatan, Kanada. Dalam penerapannya, mahasiswa diawasi oleh seorang pengawas atau dosen dan diberikan pengalaman belajar yaitu dengan cara melihat praktek di klinis kemudian bersama-sama membuat penelitian ilmiah mengenai promosi kesehatan berbasis

16 masyarakat. Yang keempat adalah metode di praktik di lapangan atau dikenal dengan istilah Learning to Care Together (LTCT). Metode ini dilakukan seperti kolaborasi George Brown College dan Ravera Inc, Amerika. Pembelajaran IPE dilakukan selama tiga tahun di tingkat provinsi dan didanai dan dilakukan pada perawatan lansia di Amerika Utara (George Brown College, 2009). Gambar 2.1 Piramida Miller. Miller (1990) menyebutkan ada empat tingkat jenis kompetensi yang harus dinilai dari mahasiswa, dari tingkat kognisi ke perilaku. Keempat tingkatan kompetensi yang kemudian digambarkan dalam bentuk piramida Miller tersebut adalah : 1. Mengetahui (know) Level ini berada di dasar piramida dan berfungsi sebagai fondasi untuk membangun kompetensi klinis. Di tingkat ini mahasiswa diharapkan untuk dapat mengenali dan menempatkan gambaran klinis sesuai kriteria penyakit. Mampu mengetahui indikasi, kontraindikasi dari suatu obat. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mengetahui resiko pemberian suatu terapi.

17 2. Mengetahui bagaimana (know how) Dalam tingkat ini mahasiswa diharapkan mampu membuat menggunakan pengetahuan yang dipelajari dalam tingkat sebelumnya dalam analisis suatu penyakit dan interpretasi data diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Misalnya, pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray. Selain itu diharapkan mampu merujuk pasien ke spesialis yang relevan untuk menangani pasien lebih lanjut. 3. Menunjukkan bagaimana (show how) Tingkat ini mahasiswa dituntut untuk menunjukkan integrasi pengetahuan dan keterampilan dalam kinerja klinis. Salah satu contohnya adalah mahasiswa mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan telah dilakukan. Selanjutnya mahasiswa dapat memutuskan untuk memberikan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan baik itu kasus gawat darurat atau bukan kasus gawat darurat. 4. Melakukan (does) Dalam tingkat paling atas dari piramida ini, mahasiswa diharapkan mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta. Selain itu, mampu memutuskan dan menangani masalah secara mandiri

18 e. Hasil IPE hingga tuntas serta mengevaluasi pengobatan atau terapi yang telah diberikan kepada pasien. Berdasarkan piramida Miller, kompetensi lulusan pendidikan sarjana yang merupakan jenjang awal pencapaian kompetensi lulusan fokus pada kemampuan kognitif, yaitu pada penguasaan pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan (skills) untuk mencapai level selanjutnya yaitu knows dan knows how. Sedangkan kompetensi lulusan pendidikan profesi lebih fokus pada pengembangan sikap, nilai, dan perilaku (behaviour) yaitu pada penguasaan kemampuan dalam melakukan praktik profesi (competence) untuk mencapai level shows how (performance). American College of Clinical Pharmacy ACCP (2009) mengklasifikasikan hasil yang diharapkan dari IPE antara lain reaksi, modifikasi sikap dan persepsi, tambahan pengetahuan dan keterampian, perubahan perilaku, perubahan dalam praktek berorganisasi, serta manfaat untuk pasien dan klien. Tabel 2.2 Hasil yang diharapkan dari IPE No Level Deskripsi Hasil Pendidikan 1 Reaksi Pandangan pembelajaran terhadap pengalaman belajar dan proses interpersonal yang alami. 2a Modifikasi sikap dan persepsi Perubahan sikap atau persepsi timbalbaik diantara grup peserta. Perubahan persepsi dan sikap terhadap nilai atau penggunaan pendekatan yang berbeda untuk merawat kelompok klien tertentu.

19 2b Tambahan pengetahuan dan keterampilan Pengetahuan dan keterampilan yang terkait untuk berkolaborasi interpersonal. 3 Perubahan perilaku Perubahan perilaku yang dialami individu saat belajar interprofessional di tatanan praktik dan perubahan praktik professional mereka. 4a 4b Perubahan dalam praktek berorganisasi Manfaat untuk pasien dan klien Perubahan yang lebih luas dalam berorganisasi dan pemberian perawatan. Peningkatan kesehatan atau kesejahteraan pasien dan klien. Sumber : (American College of Clinical Pharmacy, 2009) Hasil pembelajaran IPE terhadap mahasiswa yang diidentifikasi oleh George Brown College (2009) ada empat hal yaitu dapat meningkatkan hubungan antara satu profesi dengan latar belakang yang berbeda, maupun antara profesi kesehatan yang lain, mengevaluasi kemampuan bekerjasama seseorang untuk bekerja dalam tim, berpartisipasi sebagai anggota dalam tim kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada pasien. 2. Kerjasama Tim Kerjasama dalam kolaborasi merupakan bekerja dalam tim interprofessional baik lintas program, lembaga, disiplin ilmu maupun tatanan masyarakat dalam mencapai visi dan tujuan bersama. Tidak hanya itu, namun termasuk kemampuan untuk : 1) Berbagi sumber daya, keahlian, dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama dalam praktik kolaboratif; 2) Membangun komitmen dan mempertahankan partisipasi dalam suatu tim interprofessional; 3) Mengenali saat ada ketidaksesuaian dalam praktik kolaborasi tersebut; 4) Mengatasi masalah

20 dan konflik menggunakan teknik penyelesaian masalah dan manajemen konflik yang tepat; 5) Menggunakan pengambilan keputusan yang sesuai dengan tim kolaborasi (Interprofessional Education Consortium, 2002). Salah satu kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa dalam IPE adalah teamwork skill. Kompetisi teamwork ini meliputi: 1) Kekompakan tim sehingga membuat anggota tim untuk tetap setia menjadi bagian dari sebuah tim yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi tim; 2) Saling percaya, yaitu sebuah sikap positif dari anggota tim terhadap anggota yang lainnya, meliputi perasaan, mood, dan lingkungan internal kelompok; 3) Berorientasi kolektif, dapat diartikan sebagai sebuah pola pikir bahwa pendekatan secara tim merupakan cara yang lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pendekatan secara personal dalam penyelesaian masalah; 4) Mementingkan kerjasama, yaitu sikap positif yang ditunjukkan anggota tim dengan mengacu pada bekerja sebagai tim (ACCP, 2009) 3. Mahasiswa Profesi Menurut KBBI, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Mahasiswa adalah semua peserta didik yang mengikuti program pendidikan dan memiliki kartu mahasiswa sebagai tanda pengenal dan nomor induk (Departemen Kesehatan; Monika, 2008). Mahasiswa profesi adalah mahasiswa yang telah lulus Sarjana (S1) dan melanjutkan pendidikannya untuk mendapatkan gelar sesuai profesi masing-masing.

21 Menurut penjelasan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 15, pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki perkerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. 4. Kemampuan Kognitif Menurut KBBI, kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan ataupun kekuatan untuk melakukan sesuatu. Susanto (2011) menyebutkan bahwa kognitif adalah kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif adalah kesanggupan untuk mengolah informasi yang menjangkau kegiatan kognisi, intelegensia, belajar, pemecahan masalah dan pembentukan konsep. UNESCO sebagai lembaga yang mengurusi masalah pendidikan di bawah naungan PBB, mengemukakan keberhasilan pendidikan diukur dari hasil empat pilar pengalaman belajar (empat buah sendi atau pilar pendidikan dalam rangka pelaksanaan pendidikan untuk masa sekarang dan masa depan) yang diorientasikan pada pencapaian ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, yakni: (1) Belajar mengetahui (learning to know); (2) Belajar berbuat (learning to do); (3) Belajar menjadi seseorang (learning to be); (4) Belajar hidup bersama (learning to live together). Bloom dkk berpendapat bahwa taksonomi tujuan ranah kognitif meliputi enam jenjang proses berpikir yaitu:

22 a. Pengetahuan (knowledge), adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali. Hal ini melibatkan poses mengingat kembali hal-hal yang spesifik dan umum, mengingat kembali suatu pola, metode, proses, atau struktur. Pengetahuan atau ingatan ini merupakan proses berpikir yang paling rendah. b. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Bentuk pengertian dan pemahaman ini membuat seseorang bisa memahami sesuatu persoalan tanpa harus menghubunghubungkannya dengan yang lain. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. c. Penerapan (application) adalah proses berpikir setingkat lebih tinggi dari pemahaman. Pada tingkat ini seseorang mampu menerapkan suatu gagasan, rumus, prosedur, prinsip dan teori-teori dalam berbagai situasi. d. Analisis (analysis) merupakan kemampuan untuk merinci suatu kesatuan menjadi unsur-unsur penyusunnya sehingga menjadi lebih jelas dan dapat dipahami dengan baik. Kemampuan analisis ini satu tingkat lebih tinggi dibandingkan kemampuan penerapan. e. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang

23 lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian- bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur- unsur secara logis, sehingga menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya lebih tinggi setingkat dari analisis. f. Evaluasi (evaluation) merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Bloom. Penilaian atau evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai, atau ide, contohnya saat seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik, sesuai dengan metode yang ia percaya untuk mencapai tujuan tertentu. (Sudijono, 2001). Hasil dari sebuah usaha yang dilakukan mahasiswa, baik dalam bentuk belajar langsung maupun tidak langsung, dan pengalamanpengalaman yang dialami serta latihan-latihan yang telah dilampaui dari suatu kegiatan dinamakan prestasi belajar. Alat pengukur atau tes prestasi (achievement test) digunakan untuk mengetahui hasil dari belajar. Nilai akhir hasil pengukuran dalam sebuah test belajar, diformulasikan dalam bentuk nilai yang bersifat kuantitatif yaitu angka 0 4 atau A, B, C, D, E. tingkatan nilai akhir test ini ditetapkan berupa Indeks Prestasi (IP). Untuk mengetahui hasil keberhasilan belajar dalam periode tiap-tiap semester dari semua mata kuliah yang telah diikuti, digunakan indicator

24 berupa Indeks Prestasi (IP). Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) adalah indeks prestasi yang dihitung pada akhir suatu periode jenjang pendidikan dengan cara mengakumulasikan dari total nilai semester satu sampai dengan semester akhir periode pendidikan untuk semua mata kuliah. IPK dituangkan dalam bentuk skala 0,00 4,00. 5. Kemampuan Kognitif Dengan Kerjasama Tim Dengan kemampuan kognitif yang baik, maka mahasiswa akan memahami konsep dan pengertian kerjasama dengan baik. Oleh karena itu, mahasiswa akan dapat melaksanakan kerjasama tim sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Sehingga dengan kemampuan kognitif yang baik akan memudahkan bagaimana melaksanakan kerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

25 B. Kerangka Teori IPE Kemampuan Kognitif (IPK) Kompetensi : 1. Values / ethics for Interprofessional Practice 2. Roles / Responsibilities 3. Interprofessional Communication 4. Teams and Teamwork Teori Bloom : 1. Pengetahuan / knowledge 2. Pemahaman / comprehension 3. Penerapan / application 4. Analisis / analisis 5. Sintesis / synthesis 6. Aplikasi / application Gambar 2.2 Kerangka teori hubungan kerjasama tim interprofesi terhadap nilai IPK pada mahasiswa profesi FKIK UMY (CAIE, 2011. Anas, 2011)

26 C. Kerangka Konsep Variabel Independen Kemampuan Kognitif (IPK) Variabel Dependen Interprofessional Teamwork Skill Variabel Pengganggu Gaya Belajar Motivasi Belajar Faktor Personal Faktor Lingkungan Gambar 2.3 Kerangka konsep hubungan kerjasama tim interprofesi terhadap nilai IPK pada mahasiswa profesi FKIK UMY Keterangan : : variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti

27 D. Hipotesis H 0 : Tidak ada hubungan antara kemampuan kognitif dengan kemampuan kerjasama tim mahasiswa tahap profesi di FKIK UMY. H 1 : Ada hubungan antara kemampuan kognititf dengan kemampuan kerjasama tim mahasiswa tahap profesi di FKIK UMY.